TUGAS INDIVIDU :
OLEH :
SENAT
M1B1 15 063
IL. B
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
2
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari selesainya makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya
penulis berharap agar makalah ini bermanfaat.
Penulis,
3
DAFTAR ISI
SAMPUL………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang…………………………………………………………………
II PEMBAHASAN
III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
4
I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Diperkirakan terdapat 266 jenis flora, beberapa di antaranya adalah endemik dan
sebagai hewan baru, dan banyak lagi lebih dari 200 jenis fauna yang sebagian endemik
terdapat di kawasan TNLL seperti Anoa, Babi Rusa, Monyet Hitam, Tarsius, Maleo,
5
dan Enggang Sulawesi. Terdapat 21 jenis kadal besar, 68 jenis ular, 21 jenis amfibi, dan
6 jenis ikan, serta ribuan serangga termasuk kupu-kupu, sehingga kawasan ini juga
dikenal sebagai kawasan Megabiodiversity. Selanjutnya sebagian besar masyarakat di
sekitar TNLL masih mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal sehingga kawasan TNLL
juga dikenal sebagai Cagar Biosfer yang ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 1977.
“Pengelolaan TNLL secara umum bertujuan untuk mewujudkan visi pengelolaan
mewujudkan Kawasan TNLL dan KSDAHE yang aman, terjamin, legal formal dan
partisipatif, didukung kelembagaan yang kuat dalam pengelolaannya serta mampu
memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat,”
(http://radarsultengonline.com/2017/01/13/mengenal -wisata-alam
lore-lindu-and-history/ Mengenal Wisata Alam Lore Lindu dan Sejarahnya).
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
unsur-unsur kelembagaan pengelolaan TNLL, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang disusun menjadi suatu model sistematis yang komprehensif (Attri,
2013). Elemen kelembagaan kunci diidentifikasi, hubungan kontekstualnya ditentukan,
diklasifikasikan, dan diatur secara hierarkis. Hasil analisis ISM dapat memberikan
gambaran tentang struktur hierarki kelembagaan yang memberikan nilai manfaat
tertinggi untuk merancang sistem kelembagaan yang efektif dan mendorong
pengambilan keputusan yang lebih baik (Eriyatno dan Larasati dalam Pancawati 2018).
signifikan. Perubahan tata guna lahan juga mampu meramaikan ekologi dan terjadinya
perubahan iklim. Seperti diketahui, perubahan tutupan lahan memegang peranan penting
di kawasan, secara global, berdampak pada fungsi ekosistem, jasa ekosistem, variabel
biofisik, dan manusia sehingga perlu analisis perubahan ini menggunakan penginderaan
jauh dan kebijakan pemerintah . Oleh karena itu, analisis atribut penggunaan lahan
secara simultan dengan menggunakan pendekatan penginderaan jauh nampaknya
menjadi metode untuk mengatasi permasalahan di atas [. Penelitian mengenai
penggunaan lahan dan tutupan lahan yang dilibatkan agar proses perubahan alam yang
kompleks dapat dipahami.
2. Maksud dan Tujuan
II PEMBAHASAN
Tabel 1 : Final Struktural Self-Interaction Matrix pada elemen reachability matrix (RM)
No Sub-elemen
A7 Pihak Swasta
A9 Perguruan Tinggi
Hasil analisis matriks menunjukkan bahwa Sub Unsur Bappeda Provinsi Sulawesi
Tengah, Bappeda Kabupaten Poso, Bappeda Kabupaten Sigi, Bappeda Kabupaten
Donggala, Desa / Pemerintah Kabupaten Setempat, Badan Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah, Forum Kemitraan Daerah TNLL, Tokoh Adat/Lembaga
Adat/Tokoh Masyarakat dan Forum DAS Provinsi Sulawesi Tengah berada pada sektor
linkage, artinya sub elemen sektor linkage tersebut perlu dikaji secara cermat dalam
menilai tolok ukur keberhasilan dalam analisis kelembagaan pengelolaan Taman
Nasional Lore Lindu. Ini karena sub elemen ini akan berdampak pada orang lain dan
umpan balik dari efeknya dapat memperkuat dampak itu. Sub elemen kawasan Taman
Nasional Lore Lindu berada pada sektor mandiri, dimana sub elemen ini memiliki daya
dorong yang besar dalam mencapai analisis kelembagaan dalam pengelolaan kawasan
Taman Nasional Lore Lindu.
Nasional Lore Lindu (A1) juga merupakan penggerak sub-elemen pada tingkat pertama
atau elemen kunci ( tertinggi) dalam struktur hierarki. Peran masing-masing lembaga
dalam
pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu harus mengikuti hierarkinya. Sub unsur
yang berada pada tingkat 2 (dua) yang berperan sebagai lembaga yang menjembatani
pelaksanaan pengelolaan taman nasional Lore Lindu di daerah penelitian antara lain
Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah, Bappeda Kabupaten Poso, Bappeda Kabupaten Sigi,
Bappeda Kabupaten Donggala, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi
Tengah, dan Tokoh Adat/Lembaga Adat/Tokoh Masyarakat. Berdasarkan hasil penataan
struktur hirarki dalam pembenahan kelembagaan dan menjaga kondisi
ketidakseimbangan lingkungan di kawasan taman nasional, maka diperlukan upaya
pembenahan kelembagaan (Ostrom, 2012; Yelin et al., 2015; Nasir, 2016). Pandangan
ini menjelaskan bahwa ada lima dimensi dalam menjamin pengelolaan lingkungan, yaitu
aspek sosial, ekonomi, lingkungan, teknologi, dan kelembagaan yang harus menjadi
faktor penting dalam upaya meningkatkan keberlanjutan kawasan taman nasional
(Munawir et al., 2019; Zuhud, 2011; Rustiadi dkk., 2003; Tietenberg dan Lewis 2009).
Hasil matriks reachability (RM) dari elemen reachability matrix (RM) final
disajikan pada tabel 2. sebagai berikut :
Peningkatan kelembagaan lingkungan menggunakan teknik interpretative structural modeling (ISM) di TamanLore Lindu
Nasional(TNLL), Provinsi Sulawesi Tengah-Indonesia
11
Hasil sub-elemen Driven Power membahas sub-elemen kunci dari kendala yang
dihadapi dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Lore Lindu di wilayah studi,
seperti pembukaan lahan secara masif di TNLL, Lemahnya Pengawasan dan
Pengendalian Kegiatan Ilegal di TNLL, dan Kurangnya Koordinasi dan Integrasi
Pengelolaan Sumber Daya. Sifat antar Pemangku Kepentingan terkait Pengelolaan
TNLL.
C1 Implementation and supervision of regulations related to the management of
C2 Massive
LLNP hasillegal landoptimal
not been clearing in LLNP
C3 Decreased biodiversity of Flora and Fauna in LLNP
C4 The transfer of land functions in LLNP has led to the decline in springs
C5 Weak supervision and control of illegal activities in LLNP
C6 Lack of Supporting Facilities and Infrastructure in LLNP
C7 Lack of Coordination and Integration of Natural Resource Management among
Stakeholders related to LLNP
C8 Low awareness of communities around LLNP
C9 The vast coverage of the LLNP area
C10 Limited human resources at the LLNP Hall
C11 Lack of Budget and Program Allocation at the LLNP Hall
C12 Weak law enforcement
Diagram Model Struktur Hirarki Sub Elemen Kendala dalam Pengelolaan Taman
Nasional Lore Lindu Sub Elemen Kunci Pembukaan Lahan Ilegal Massal di TNLL,
Lemahnya Pengawasan dan Pengendalian Kegiatan Ilegal di TNLL, dan Kurangnya
Koordinasi dan Integrasi Pengelolaan Sumber Daya Alam antar Stakeholder terkait
kepada Manajemen LLNP. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ahmad Jazuli (2017),
dalam rencana tata ruang memerlukan pelaksanaan penegakan hukum, dalam
(Wulandari dan Sumarti 2011) menyatakan bahwa diperlukan legislasi sehingga ada
rencana tata ruang kolaboratif untuk integrasi data. kawasan taman nasional untuk
meminimalkan potensi konflik antar wilayah, antar sektor, dan antara masyarakat dan
pemerintah (Schlager dan Ostrrom, 1992; Scott, 2008).
Berdasarkan kendala dan peran serta pemangku kepentingan, maka perlu dilakukan
antisipasi terhadap kelembagaan yang disiapkan untuk mengatasi permasalahan
pengelolaan Lore Kawasan Taman Nasional Lindu dengan melakukan koordinasi nyata
dalam peningkatan peran masyarakat adat serta tokoh masyarakat dan pengelola balai
taman nasional untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan kawasan taman nasional
(Ostrom, 2012; Mulyono, 2014).
13
Metode yang digunakan dalam analisis regresi biner logistik adalah metode
stepwise forward yaitu suatu pemodelan regresi yang dilakukan dengan cara mengulang
dan memasukkan variabel bebas secara berurutan satu per satu. Variabel signifikan akan
tetap berada dalam model dan variabel tidak signifikan akan dihapus dari model. Oleh
14
karena itu, semua variabel yang tersisa signifikan pada penggunaan lahan. Prosedur ini
dimaksudkan untuk menghilangkan multikolinearitas yang mungkin muncul antar
variabel [21]. Pada penelitian kali ini, variabel terikat yang digunakan adalah seluruh
penggunaan lahan selama tahun 2000, sedangkan variabel bebasnya adalah kepadatan
penduduk, curah hujan, ketinggian tempat, kemiringan lereng, jarak dari pusat kota, jarak
dari jalan raya, jarak dari sungai, dan jenis tanah di lokasi penelitian.
Penggunaan lahan memiliki perubahan fungsi yang berbeda setiap saat [3].
Interpretasi penggunaan lahan dengan teknik GIS menggambarkan dinamika
perubahan penggunaan lahan selama empat periode yaitu 1997, 2002, 2013, dan 2018.
Teknik ini dapat menganalisis dan melakukan pemetaan fitur perubahan penggunaan
lahan secara actual.
Gambar 3. Pemetaan penggunaan lahan dari empat periode tahun yang berbeda.
Gambar 5. Grafik perubahan total kawasan hutan di Taman Nasional Lore Lindu.
Dari tahun 2013 hingga 2018 menurut matriks transisi dan dinamika grafik,
penggunaan lahan yang paling signifikan terjadi adalah areal tanaman percampuran,
kemudian disusul oleh lahan hutan dan lahan penggembalaan yang dialihfungsikan
menjadi empat penggunaan lainnya. Dari tahun 1997 hingga 2018, perubahannya cukup
signifikan yang ditunjukkan dengan besarnya penurunan hutan dan lahan penggembalaan
yang beralih menjadi lima penggunaan lain. Selain itu, badan air tidak mengalami
perubahan apa pun. Ditinjau dari luasnya, hutan dan lahan penggembalaan yang paling
banyak dialihfungsikan masing-masing sebesar 10.175 ha dan 1.726 ha menjadi
penggunaan lahan lain selama 21 tahun terakhir.
Gambar 5. Grafik perubahan total kawasan hutan di Taman Nasional Lore Lindu.
16
Tabel 1. Luas areal yang mengalami perubahan penggunaan lahan di dalam dan di luar
Kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Daerah di sekitar TNLL (Ha)
1997 % 2002 % 2013 % 2018 %
Insi 212,4 96.13 211,08 96.6 208,57 97.42 205,89 97
Outside
de 498,55 3.87 1 7,28 73.33 4 5,524 2.58 8 4,93 2
.
7
221,0 100.0 2
218,36 100.0 214,09 100.0 3
210,83 4
1
06 0 3 0 8 0 1 0
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3, perubahan penggunaan lahan di taman
nasional tersebut selama tahun 1997 hingga 2002 untuk kawasan hutan kemungkinan
akan berkurang sebesar 1.368 ha. Penurunannya cukup signifikan selama sepuluh tahun
(2002-2013) yaitu 2.507 ha. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada periode berikutnya
(2013 hingga 2018), lahan hutan menurun tajam menjadi 2.676 ha. Perubahan luas hutan
yang semakin berkurang ini terjadi di seluruh kawasan taman nasional yang berbatasan
langsung dengan beberapa kabupaten di sekitarnya. Penggunaan lahan yang terjadi
sebagian besar adalah deforestasi daripada reboisasi. Perubahan penggunaan lahan di luar
taman nasional pada periode yang sama menunjukkan penurunan drastis sebesar 1.275 ha,
dan diikuti dengan perluasan lahan terbangun sebanyak 526 ha.
Berdasarkan tabel Tabel 2 di atas, lima variabel bebas yang memiliki tingkat
signifikansi secara statistik kurang dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kelima variabel
tersebut berpengaruh signifikan terhadap peningkatan perubahan lahan di Taman
Nasional Lore Lindu. Variabel selebihnya, jenis tanah, tidak berpengaruh nyata terhadap
perubahan penggunaan lahan dengan tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu
0,565.
III PENUTUP
• Elemen kunci kendala utama pengelolaan TNLL yang menjadi elemen kunci adalah
maraknya pembukaan lahan secara liar di TNLL, Lemahnya Pengawasan dan
19
• Perubahan penggunaan lahan di Taman Nasional Lore Lindu telah terjadi sejak lama
sejak ditetapkan sebagai kawasan konservasi pada tahun 1993 atau lebih dari 30 tahun.
Berdasarkan interpretasi analisis citra Landsat, kawasan hutan mengalami perubahan
signifikan menjadi penggunaan lahan lain. Hasil analisis logistik biner menyimpulkan
bahwa variabel signifikan yang mempengaruhi laju penggunaan lahan adalah kepadatan
penduduk dan jarak dari pemukiman dengan persamaan regresi Y= -0,094X1-
0,157X2- 0,176X3-0,083X4-0,068X5.
DAFTAR PUSTAKA
Eriyatno (2003). Ilmu Sistem : peningkatan Mutu dan Efektifitas Manajeme. IPB Press,
Bogor.
Ernan, R.; Saefulhakim dan, S. dan Panuju, DR (2003). Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah Konsep Dasar dan Teori. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Hana, S. dan Munasinghe, M. (1995). Hak Milik dan Lingkungan. Isu Sosial dan
Ekologis. Institut Ekonomi Ekologi Internasional Beijer dan Bank Dunia. Washington
DC.
20
Hora, SC (2004). Penilaian probabilitas untuk kuantitas kontinu: kombinasi linier dan
kalibrasi, Ilmu Manajemen 50: 597-604.
Kartodihardjo, H. (1999). Masalah Kebijakan Pengelolaan Hutan Alam Produksi. Bogor
[ID]: Pustaka Latin. Kartodihardjo, H.; Murtilaksono, K. dan Sudadi, U. (2004).
Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Muhammad, N. dkk (2016). Survei Kelembagaan Masyarakat Pesisir di Provinsi
Sulawesi Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan. Kota Makassar.
Munawir, A.; Juni, T.; Kusmana, C. dan Setiawan, Y. (2019). Faktor dinamika yang
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Taman Nasional Lore Lindu. Prosiding
SPIE 11372, Acara : Simposium Internasional Keenam Satelit LAPAN-IPB, Bogor
Indonesia.
Nasution, M. (2002). Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan Untuk
Agroindustri. Bogor: IPB Press. Ostrom, E. (1990). Pemerintahan umum. Evolusi
Institusi untuk Aksi Kolektif. Pers Universitas Cambridge.
Ostrom, E. (1992). Kelembagaan Pembuatan Sistem Irigasi Mandiri. San Francisco: Pers
Institut Studi Kontemporer.
Ostrom, E. (2012). Memahami Keragaman Kelembagaan. New Jersey (AS). Universitas
Princeton.
Puspitojati, T.; Darusman, D.; Tarumingkeng, RC dan Purnama, B. (2012). Preferensi
Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan Hutan Produksi: Studi Kasus Di Kesatuan
Pemangkuan Hutan Bogor. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 9(2): 96-113.
Schmid, A. (1987). Kecepatan ion besi dalam angin matahari. Properti, Kekuasaan, dan
Penyelidikan Hukum dan Ekonomi Ic. Newyork; Praeger.
Schlager, E. dan Ostrom, E. (1992). Rezim hak milik dan sumber daya alam: Sebuah
analisis konseptual. Ekonomi Tanah 68(3): 249-262.
Siti, A. (2004). Perencanaan Strategi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu di
Kelurahan Pulau Penggang Kecamatan Seribu Utara Kabupaten Kepulauan Seribu
Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Buletin Ekonomi Perikanan. Bogor.
Sinukaban, (2007). Karena penutupan mulsa jerami terhadap aliran permukaan, erosi dan
selektivitas erosi. Dalam Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan.
Cetakan pertama. Jakarta: Direktorat
Jenderal RLPS. hal 46-60.
21
Tietenberg, T. dan Lewis, L. (2009). Ekonomi Lingkungan dan Sumber Daya Alam.
“Edisi ke-8”. Amerika Serikat: Pearson Education, Inc.
Yelin, A.; Dodik, RN; Darusman, D. dan Leti, S. (2015). Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Di Sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Jurnal Penelitian hutan
dan Konservasi Alam., 12(2): 105-118.
Yusuf, D. (2018). Analisis Data Penelitian, Teori dan Aplikasi Dalam Bidang Perikanan.
Pers IPB.
Yusuf, M.; Fahrudin, A.; Kusmana, C. dan Mukhlis, M. (2016). Analisis Faktor Penentu
Dalam pengelolaan Berkelanjutan Estuaria Das Tallo. Jurnal Analisis Kebijakan, 13(1):
41-51.
Zuhud, EAM (2011). Pengembangan Desa Konservasi Hutan Keanekaragaman Hayati
Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan Dan Obat Kelaurga Idonesia Dalam Menghadapi
Ancaman Krisis Baru Ekonomi Dunia Di Era Globalisasi [Orasi Ilmiah Guru Besar IPB].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Widjajanto, D., [Degradasi Lahan Dikawasan Taman Nasional Lore Lindu dan
Sekitarnya], Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, (2003)
Erasmi, S., Twele, A., Ardiansyah, M. , Malik, A. dan Kappas, M., “Pemetaan
deforestasi dan konversi tutupan lahan di tepi hutan hujan di Sulawesi Tengah,
Indonesia,” EARSeL eProceedings 3, 3 (2004).
Sitorus, SRP, [Perencanaan Penggunaan Lahan] IPB Press Pub., Bogor, (2017).
Meyer, WB dan Turner, BL, "Perubahan penggunaan lahan dan tutupan lahan: perspektif
global," Cambridge University Press, Cambridge, (1994).
Sandin, L., "Hubungan antara penggunaan lahan, hidromorfologi dan biota sungai pada
skala spasial dan temporal yang berbeda: sintesis dari tujuh studi kasus." Limnologi
Dasar dan Terapan 174(1), 1-5 (2009).
Klein, I., Gessner, U. dan Kuenzer, C., “Pemetaan tutupan lahan regional dan deteksi
perubahan di Asia Tengah menggunakan rangkaian waktu MODIS,” Appl. Geogr 35,
219-234 (2012).
Anaba, LA, Banadda, N., Kiggundu, N., Wanyama, J., Engel, B. dan Moriasi, D.,
“Penerapan SWAT untuk Menilai Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Teluk
Murchison di Uganda,” Komputasi Air, Energi, dan Teknik Lingkungan 6, 24-40 (2017).
22
Liu, J., Liu, S., Loveland, TR dan Tieszen, LL, “Mengintegrasikan pengamatan tutupan
lahan penginderaan jauh dan model biogeokimia untuk memperkirakan dinamika karbon
ekosistem hutan,” Ecol. Model 219, 361-372 (2008).
Efroymson, D., Pham, HA, Jones, L., Fitzgerald, S., Thu, LT dan Hien, LTT, “Tobacco
and Poverty: Evidence from Vietnam,” Tobacco Control 20(4), 296-301 (2011)
Luneta, RS, Joseph, FK, Jayantha, E., John, G., Lyon, L. dan Worthy, D., “Deteksi
perubahan tutupan lahan menggunakan data NDVI MODIS multitemporal,” Jurnal
Penginderaan Jauh Lingkungan (2006 ).
Setiawan, Y. dan Yoshino, K., "Deteksi perubahan dalam dinamika penggunaan lahan
dan tutupan lahan pada skala regional dari citra deret waktu yang modis," Jurnal
Penginderaan Jauh dan Ilmu Informasi Spasial 7-243 (2012).
[Achard, F., Eva, HD, Mayaux, P., Stibig, HJ dan Belward, A., Peningkatan perkiraan
emisi karbon bersih dari perubahan tutupan lahan di daerah tropis untuk tahun 1990-an,”
Global Biogeochem. Siklus 18, 1-11 (2004).
Easterlin, RA, Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi negara
berkembang,” ANNALS dari American Academy of Political and Social Science 369(1),
98-108 (1967).
Penjual, PJ, Dickinson, RE, Randall, DA, Betts, AK, Hall, FG, Berry, JA, Collatz, GJ,
Denning, AS, Mooney, HA, Nobre, CA, Sato, N., Field, CB dan Henderson-Sellers, A.,
"Memodelkan pertukaran energi, air, dan karbon antara benua dan atmosfer," Science 80
(275), 502-209 (1997).
Lillesand, TM, Kiefer, RW dan Chipman, JW, [Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Gambar. Edisi Kelima], John Wiley & Sons, AS, (2004).
Trisakti, B., and Nugroho, G., “Standarisasi koreksi data satelit multiwaktu dan
multisensor (Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4)” Jurnal Penginderaan Jauh dan
Pengolahan Data Citra Digital 9, 25-34 (2012).
Howarth, PJ, dan Wickware, GM, "Prosedur untuk deteksi perubahan menggunakan data
digital Landsat," Jurnal Internasional Penginderaan Jauh 2(3), 277-291 (1981).
Weismiller, R., Kristof, S., Scholz, D., et al., "Deteksi perubahan di lingkungan zona
pesisir," Rekayasa Fotogrametri Penginderaan Jauh 43 (12), 1533-1539 (1977).
USGS, [BUKU PEDOMAN PENGGUNA DATA LANDSAT 8 (L8)], Departemen
Survei Geologi Dalam Negeri AS (2016).
Jaya, I., [Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumber
Daya Alam Teori dan Praktik Menggunakan Erdas Imagine], IPB Press, (2015).
23
Gwet, K., "Statistik Kappa tidak memuaskan untuk menilai sejauh mana kesepakatan
antara penilai," Stat. Metode Inter-Rater Reliab Menilai. 76 378–382 (2002).
Alikodra, HS, [Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Dekat Ecosophy bagi
Penyelamatan Bumi, beton ke-1] Gadjah Mada Universityy Press, Yogyakarta (2012).
Jaya, INS, [Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jarak Jauh untuk Pengelolaan
Sumberdaya Alam] IPB Press, Bogor (2010).
Barbier, EB, Burgess, JC dan Grainger, A., “The Forest Transition: Towards a More
Comprehensive Theoretical Framework,” Land Use Policy 27(2), 98-107 (2010).
Rudel, TK, Coomes, OT, Moran, E., Achard, F., Angelsen, A., Xu, J. dan Lambin, E.,
“Transisi hutan: menuju pemahaman global tentang perubahan penggunaan lahan,”
Perubahan Lingkungan Global 15(1), 23-31 (2005). [26]Juni, T., Meijide, A., Stiegler,
C., Kusuma, AP dan Knohl, A., “Pengaruh kekasaran permukaan dan turbulensi pada
fluks panas dari perkebunan kelapa sawit di Jambi, Indonesia,” TIO Kon. Seri: Ilmu
Bumi dan Lingkungan 149, 1-11 (2018).
Kothke, M., Leischner, B. dan Elsasser, P., “Pola deforestasi global yang seragam -
analisis empiris,” Kebijakan Hutan dan Ekonomi 28, 23-37 (2013).
Lambin, EF dan Meyfroidt, P., “Transisi penggunaan lahan: Umpan balik sosio-ekologis
versus perubahan sosial-ekonomi,” Kebijakan Penggunaan Lahan 27(2), 108-118 (2010).
Mather, AS, “Transisi hutan,” Area 24(4), 367-379 (1992).