Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan coating hidroksiapatit pada
permukaan logam stainless steel 316L dengan metode pelapisan dip coating.
Dimana terdapat 9 sampel hasil penelitian dengan variasi kekasaran amplas dan
temperatur sintering logam substrat (tahap pretreatment). Kekasaran amplas yang
digunakan yakni grit 80, 400, dan 1200. Sementara itu temperatur pretreatment
yang digunakan yaitu 500 ºC, 600 ºC, dan 700 ºC. Pada Tabel 4.1 ditampilkan
hasil coating hidroksiapatit pada permukaan stainless steel 316L.

Tabel 4.1 Sampel Hasil Coating Hidroksiapatit Pada Stainless Steel 316L
Kekasaran Temperatur
Sampe
Amplas Pretreatment Gambar Keterangan
l
(Grit) (ºC)

1 80 500 Tidak terdapat crack

2 400 500 Tidak terdapat crack

3 1200 500 Tidak terdapat crack

4 80 600 Tidak terdapat crack


Tabel 4.1 (Sambungan)
Kekasaran Temperatur
Amplas Pretreatmen
Sampel Gambar Keterangan
(Grit) t
(ºC)

5 400 600 Tidak terdapat crack

6 1200 600 Tidak terdapat crack

7 80 700 Tidak terdapat crack

8 400 700 Tidak terdapat crack

9 1200 700 Tidak terdapat crack

Berdasarkan data observasi secara visual pada Tabel 4.1, dapat diketahui
bahwa pada seluruh sampel tidak ditemukan adanya retakan atau crack. Hal ini
menandakan bahwa hidroksiapatit berhasil terdeposisi secara merata pada seluruh
permukaan substrat. Crack merupakan ketidaksempurnaan berupa retakan yang
terjadi pada lapisan coating hidroksiapatit setelah melalui tahapan sintering. Hal
ini dapat terjadi karena selama proses kristalisasi dan transformasi fasa terjadi
penyusutan volume terhadap lapisan yang terdeposisi [Chen dan Ding, 2006].
4.2 Pengaruh Kekasaran Amplas dan Temperatur Thermal Oxidation
(Pretreatment) Substrat Terhadap Coating Hidroksiapatit
Dalam metode pelapisan hidroksiapatit pada permukaan logam, salah satu
parameter terpenting yang harus dicapai adalah dengan terbentuknya ikatan
adhesi yang kuat antara logam dan hidroksiapatit. Hal ini dikarenakan kekuatan
adhesi sangat berkaitan dengan kinerja dan kemampuan produk medis [Choi et al,
2016]. Menurut Azem dan Funda [2008] adhesi merupakan ikatan kimia maupun
fisika antara dua material yang berdekatan serta berkaitan dengan gaya yang
dibutuhkan untuk memisahkan kedua material tersebut.
Menurut Choi et al [2016], kekuatan adhesi dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan luas permukaan substrat. Dimana, luas permukaan yang
dimaksudkan yakni berupa pengasaran pada permukaan substrat melalui berbagai
pendekatan mekanis. Hal ini dilakukan karena kekasaran permukaan pada substrat
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi area antarmuka antara coating
dan permukaan substrat.
Pada penelitian ini, pengasaran permukaan substrat dilakukan dengan
pengamplasan (polishing) secara manual pada permukaan logam Stainless Steel
316L menggunakan kertas amplas SiC dengan 3 series (Grit) yang berbeda. Grit
amplas memiliki tingkat kekasaran yang berbeda. Untuk mendapatkan nilai
kekasaran permukaan melalui metode yang digunakan, maka dilakukan pengujian
dengan menggunakan alat Roughness Tester dengan hasil ditampilkan pada Tabel
4.2.

Tabel 4.2 Nilai Kekasaran pada Substrat


Parameter Ra
No Material
LTH Range Standard Filter
1 Stainless steel (Grit 80) Auto ±40µm ISO RC 0.614 µm
2 Stainless steel (Grit 400) Auto ±40µm ISO RC 0.331 µm
3 Stainless steel (Grit 1200) Auto ±40µm ISO RC 0.169 µm

Melalui hasil uji yang disajikan pada Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa
nilai kekasaran substrat untuk grit amplas 80, 400, dan 1200 secara berturut-turut
adalah 0,614 µm, 0,331 µm, dan 0,169 µm. Menurut Hartono [2018], kekasaran
pada substrat dipengaruhi oleh grit kertas amplas yang digunakan. Nilai kekasaran
dari ketiga jenis grit kertas amplas tersebut menunjukkan peningkatan nilai
roughness average (Ra) seiring dengan kecilnya angka yang tercantum dibalik
kertas amplas. Semakin besar angka yang tertulis, maka semakin halus dan rapat
susunan pasir amplas..
Pengaruh dari pengasaran permukaan substrat stainless steel 316L dan
variasi temperatur heat treatment setelah proses perendaman menggunakan alkali
terhadap senyawa yang terbentuk di permukaan substrat dapat dilihat melalui
analisa XRD. Sedangkan pengaruh terhadap coating hidroksiapatit dapat dilihat
pada uji SEM dan shear strength.

4.2.2 Analisa X-Ray Diffraction (XRD)


Analisa XRD bertujuan untuk melihat senyawa kimia yang terbentuk pada
permukaan sampel substrat. Pada analisa ini, akan dilihat apakah senyawa
Na4CrO4 berhasil terbentuk pada permukaan substrat sebagai pengaruh dari
kekasaran permukaan substrat serta temperatur pretreatment. Selain itu, hasil uji
XRD juga digunakan untuk mengetahui apakah treatment alkali mempengaruhi
deposisi hidroksiapatit di permukaan substrat.
Setelah dilakukan pengasaran permukaan substrat selanjutnya dilakukan
proses modifikasi permukaan substrat lanjutan dengan cara merendam substrat
dalam larutan alkali yang kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan
(thermal oxidation). Dalam hal ini, alkali treatment merupakan salah satu metode
yang digunakan dengan tujuan untuk aktivasi permukaan. Perlakuan ini dilakukan
untuk membentuk lapisan interlayer berupa sodium kromium oksida (Na 4CrO4).
Reaksi pembentukan Na4CrO4 pada permukaan logam stainless steel 316L
ditunjukkan pada persamaan 4.1.

8NaOH + Cr2O3 → 2Na4CrO4 + 3H2O + H2.............................(4.1)

Lapisan interlayer (Na4CrO4) diperlukan guna meningkatkan kekuatan


ikat (bonding strength) yang terjadi antara substrat stainless steel 316L dan
lapisan hidroksiapatit. Lapisan ini memiliki peran sebagai penghubung antara
logam stainless steel 316L yang memiliki ikatan logam dengan hidroksiapatit
yang memiliki ikatan kovalen [Lin et al, 2002]. Dimana menurut Lakstein et al
[2009], perendaman material menggunakan larutan NaOH tanpa pemanasan dapat
meningkatkan adhesi lapisan dan mereduksi delaminasi yang berasosiasi dengan
osseointegritas.
Sementara itu, heat treatment berupa tahapan pemanasan substrat
menggunakan furnace setelah perendaman yang bertujuan untuk menghidrasi dan
mengubah struktur amorf menjadi porous crystalline [Izman et al., 2012] . Hasil
pengujian XRD logam stainless steel 316L sebelum coating atau substrat yang
telah dilakukan pengasaran pada permukaan substrat menggunakan grit 80 dan
400 pada temperatur pretreatment 600 ºC dan 700 ºC ditampilkan pada Gambar
4.1.

0 20 40 60 80 100

a Cr
840 Fe
Na4CrO4
Intensity (cts)

Na2CrO4
560 Na2Cr2O7

280

b
600
Intensity (cts)

400

200

720 c
Intensity (cts)

480

240

0 20 40 60 80 100
2 Theta

Gambar 4.1 Difaktogram Substrat Stainless steel 316L Sebelum Coating yang
Telah direndam Dalam NaOH dengan Temperatur Pretreatment (a)
600 ºC, Kekasaran Amplas grit 80; (b) 600 ºC, Kekasaran Amplas
grit 400; dan (c) 700 ºC, Kekasaran Amplas grit 80
Pada Gambar 4.1 ditunjukkan pola difraksi substrat stainless steel 316L
yang telah di treatment melalui perendaman dengan larutan NaOH 10M selama
24 jam di temperatur 60 ºC dengan variasi temperatur pretreatment dan kekasaran
amplas. Melalui gambar diatas dapat diketahui bahwa senyawa Na4CrO4 berhasil
terbentuk pada permukaan substrat setelah dilakukan proses treatment alkali.
Dimana Na4CrO4 ditampilkan muncul pada sampel substrat dengan kekasaran
amplas grit 80 dan 400 pada temperatur 600 ºC. Puncak Na4CrO4 dari Gambar 4.1
(a) dan (b) memiliki hkl yang mirip dengan pola karakterisasi hasil analisa XRD
Sodium Kromium Oksida standar dari data ICDD (International Centre for
Diffraction Data) No. 01-078-1507 yakni (-2-12), (0-23), (120), dan (-121)
dengan sudut 2Ө 33,098º; 43,638º; 44,524º; dan 50,608º.
Puncak tertinggi yang diperoleh pada Gambar 4.1(a) dengan temperatur
pretreatment 600 ºC dan kekasaran amplas grit 80 yaitu dengan hkl (0-23), (120),
dan (-221) dengan sudut 2Ө 43,735º; 44,749º; dan 50,755º. Sedangkan puncak
tertinggi pada Gambar 4.1(b) dengan temperatur pretreatment yang sama namun
menggunakan kekasaran amplas grit 400 diperoleh hkl (-2-12), (120), dan (-221)
dengan sudut 2Ө 33,075º; 44,593º; dan 50,651º. Melalui pola difraksi yang
ditampilkan pada Gambar 4.1 ditunjukkan bahwa pada temperatur pemanasan
substrat 600 ºC, Na4CrO4 telah terbentuk. Hal ini sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh Lin et al [2002] bahwa fase hidrat akan menghilang setelah
temperatur pemanasan 500 ºC dan berubah menjadi Sodium Kromium Oksida
(Na4CrO4) ketika temperatur ditingkatkan menjadi 600 ºC.
Selain itu, intensitas puncak yang berbeda ditunjukkan melalui pola
difraksi dari masing - masing sampel (a) dan (b). Pada sampel yang diwakilkan
melalui Gambar 4.1 (a), intensitas tertinggi diperoleh pada sudut 2Ө 43,735º
dengan ketinggian 847,8868 cts. Sedangkan pada sampel yang ditampilkan dari
Gambar 4.1 (b) intensitas tertinggi diperoleh melalui puncak yang berada pada
sudut 2Ө 44,593º dengan intensitas 297,7319 cts. Melalui hasil tersebut, maka
dapat diketahui bahwa semakin kasar permukaan substrat yang ditreatment
menggunakan NaOH maka semakin banyak Na4CrO4 yang berhasil terbentuk. Hal
ini ditandai dengan semakin tingginya intensitas pola difraksi.
Disamping itu, pola difraksi yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 (c) yaitu
sampel substrat yang dikasarkan menggunakan amplas grit 80 dengan variasi
temperatur pretreatment 700 ºC menunjukkan hasil yang berbeda. Dimana
senyawa interlayer Na4CrO4 tidak tampak muncul di permukaan stainless steel
316L, melainkan timbul beberapa senyawa lain. Diantaranya adalah Sodium
Dikromat (Na2Cr2O7) dan Sodium Kromat (Na2CrO4).
Pada Gambar 4.1 (c) puncak difraksi Sodium Dikromat (Na 2Cr2O7)
memiliki hkl yang mirip dengan pola karakterisasi hasil analisa XRD Sodium
Dikromat standar dari data ICDD (International Centre for Diffraction Data) No.
98-000-2771 yakni (32-1), (10-4) dengan sudut 2Ө 43,211º; dan 44,169º. Dimana
puncak yang diperoleh berada pada hkl (32-1), (10-4) dengan sudut 2Ө 43,345º;
dan 44,359º. Selain itu berdasarkan hasil analisa XRD diketahui muncul senyawa
berupa Sodium Kromat yang memiliki hkl mirip dengan pola karakterisasi
Sodium Dikromat standar dari data ICDD (International Centre for Diffraction
Data) No. 98-002-6330 yakni (222), (133), dan (244) dengan sudut 2Ө 44,487º;
50,843º; dan 74,451º. Dimana puncak Sodium Kromat yang diperoleh pada
Gambar 4.3 (c) berada pada hkl yakni (222), (133), dan (244) dengan sudut 2Ө
44,345º; 50,495º; dan 74,45º.
Sodium kromat (Na2CrO4) merupakan hasil dari reaksi kimia antara
Chromit atau Iron Chromium Oxide (FeCr2O4) dengan NaOH [Parirenyatwa et al,
2016]. Selain Na2CrO4, ditunjukkan adanya senyawa lain pada hasil difaktogram
pada Gambar 4.1 (c) yaitu Na2Cr2O7 atau Sodium Dikromat. Dimana Sodium
Dikromat diperoleh sebagai hasil reaksi antara Na 2CrO4 dan H2O [Li et al, 2002].
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

7 1
FeCr2O4 + 4NaOH + O2 → 2Na2CrO4 + Fe2O3 + 2H2O.............(4.2)
4 2

2Na2CrO4 + 2H2O → Na2Cr2O7 + 2NaOH + H2O + H2........................(4.3)

Melalui reaksi diatas, hasil yang diperoleh pada sampel dengan kekasaran amplas
grit 80 dan menggunakan temperatur pretreatment 700 ºC menunjukkan hasil
yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh lin et al [2002] serta Azem
dan Funda [2008] . Dimana pada penelitian keduanya pada temperatur 700 ºC
senyawa yang terbentuk dengan intensitas tertinggi adalah FeCr 2O4 dan Fe2O3.
Perolehan ini menandakan bahwa ketika temperatur heat treatment ditingkatkan
menjadi 700 ºC, tidak ditemukan adanya senyawa Na 4CrO4 yang terbentuk.
Sebaliknya pada temperatur tersebut ditemukan adanya senyawa Na2CrO4 dan
Na2Cr2O7 yang timbul karena adanya reaksi dari FeCr2O4.
Selain digunakan untuk mengetahui senyawa yang terbentuk pada
permukaan substrat sebelum di coating, analisa XRD juga digunakan untuk
melihat dan menentukan apakah proses alkali treatment berpengaruh terhadap
hidroksiapatit yang terdeposisi pada permukaan substrat (setelah coating). Pada
Gambar 4.2, ditampilkan hasil analisa XRD pada sampel dengan perlakuan
menggunakan kekasaran amplas grit 80 dan temperatur heat treatment 700

¶ Hydroxyapatite
1000 ¶

800
Intensity (cts)

600


400 ¶

¶ ¶ ¶
¶ ¶


200 ¶ ¶
¶¶
¶ ¶ ¶
¶ ¶ ¶¶¶ ¶ ¶¶¶ ¶
¶ ¶ ¶
0

0 20 40 60 80 100
2 Theta

Gambar 4.2 Difaktogram Substrat Stainless steel 316L Setelah Coating


Menggunakan Hidroksiapatit

Gambar 4.2 menunjukkan pola difraksi hasil analisa hidroksiapatit yang di


coating pada permukaan substrat Stainless Steel 316L. Puncak hidroksiapatit
setelah coating memiliki nilai hkl yang mirip dengan pola karakterisasi hasil
analisa XRD Hidroksiapatit standar dari data ICDD (International Centre for
Diffraction Data) No. 01-074-0565 yakni (002), (211), (112), (300), dan (130)
dengan sudut 2Ө 25,883º; 31,766º; 32,179º; 32,896º; dan 39,790º. Puncak hkl
(002), (211), (112), (300), dan (130) pada hidroksiapatit coating terdapat pada
sudut 2Ө 25,795º; 31,619º; 32,113º 32,289º; dan 39,653º. Dimana nilai puncak
tertinggi diperoleh pada sudut 2Ө 31,619º dengan tinggi puncak 964,4568 cts.
Melalui hasil analisa XRD diperoleh derajat kristilitas pada hidroksiapatit
yang di coating pada logam Stainless Steel 316L adalah sebesar 77,5641%.
Kristalinitas menunjukkan jumlah fasa kristal yang terbentuk dari hasil coating
hidroksiapatit. Berdasarkan nilai derajat kristlinitas yang diperoleh maka angka
tersebut sudah termasuk kedalam rentang nilai kristalinitas hidroksiapatit yang
dianjurkan sebagai bahan baku pembuatan implan [Søballe, 1993].
Pada Gambar 4.2 juga ditampilkan bahwa pada permukaan substrat yang
dilapisi dengan hidroksiapatit tidak menunjukkan adanya senyawa lain yang
terbentuk. Hal ini diperkuat dengan hasil analisa XRD yang menunjukkan bahwa
mayoritas produk yang terbentuk adalah hidroksiapatit. Oleh karena itu,
didapatkan hasil bahwa tidak ada senyawa lain yang terbentuk pada lapisan
pelapis selain hidroksiapatit, meskipun sebelumnya sampel substrat logam di
treatment melalui proses perendaman menggunakan NaOH.

4.2.3 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

4.2.4 Analisa Shear Strength (Uji Lekat)


Analisa shear strength merupakan analisa yang digunakan untuk
mengetahui seberapa kuat lapisan hidroksiapatit menempel pada substrat logam.
Maka melalui analisa shear strength akan diperoleh nilai kekuatan adhesi antara
lapisan hidroksiapatit yang terdeposisi pada permukaan substrat stainless steel
316L. Data hasil uji shear strength terhadap grit kertas amplas dan temperatur
pretreatment ditampilkan pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Nilai Shear Strength dengan Variasi Grit Kertas Amplas dan Temperatur

Pretreatment
Sampe Kekasaran Amplas Temperatur Pretreatment Shear Strength
l (Grit) (ºC) (MPa)
1 80 500 0,51
2 80 600 0,47
3 80 700 4,69
4 400 500 1,26
5 400 600 0,70
6 400 700 1,58
7 1200 500 0,47
8 1200 600 0,51
9 1200 700 0,48
Berdasarkan hasil analisa shear strength pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa
coating hidroksiapatit yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai shear
strength tertinggi yakni sebesar 4,69 Mpa. Dimana nilai tersebut masih belum
memenuhi nilai shear strength minimum untuk implan, yaitu 22 MPa [Bose et al.,
2015].
Bonding strength (kuat ikat) yang terjadi antara hidroksiapatit dan substrat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantarnya adalah kekasaran permukaan,
ketebalan lapisan film,

Menurut Aminatun [2003], temperatur sintering sangat mempengaruhi


nilai shear strength. Semakin tinggi temperatur sintering, maka nilai shear
strength akan semakin tinggi. Temperatur sintering yang rendah menghasilkan
coating hidroksiapatit dengan densitas dan kuat lekat yang rendah [Sridhar, 2003].
Selain itu, kekasaran permukaan pada substrat dapat meningkatkan kekuatan
ikatan antara substrat dengan coating. Semakin kasar permukaan pada substrat,
maka kekuatan lekat akan semakin meningkat [Man et al., 2009]. Setelah
dilakukan proses pengamplasan pada substrat, maka akan terdapat celah atau
lubang yang terbentuk akibat proses penggerusan, sehingga lapisan dengan
permukaan yang kasar memiliki daya lekat lebih kuat jika dibandingkan dengan
lapisan dengan permukaan yang halus [Dwi et al., 2018].
Nilai shear strength yang rendah juga dapat disebabkan oleh proses
pengadukan yang kurang baik. Pada penelitian ini menggunakan magnetic stirrer,
dimana akan menghasilkan aliran radial tanpa terjadinya turbulensi [Hidayah,
201]. Dalam pembentukan suspensi, pengadukan yang baik adalah pengadukan
yang menghasilkan aliran dengan turbulensi yang optimum, sehingga partikel
dapat terdispersi dengan baik di dalam suspensi dan difusi antar molekul juga
dapat terjadi dengan maksimal. Untuk menghasilkan suatu aliran dengan
turbulensi yang baik maka pengadukan lebih baik menggunakan impeller tipe
turbin ataupun paddle [Jirout dan Jieger, 2006].

Tambahan:
Tensile strength dan shear strength mengalami penurunan dengan meningkatnya
ketebalan dari lapisan coating [Wang et al 1993]. Karena tegangan residual yang
ada di lapisan coating meningkat dengan ketebalan lapisan, maka bonding
strength pada sampel dengan ketebalan 200 µm lebih rendah dibandingkan dengan
sampel dengan ketebalan 50 µm.
Ketebalan lapisan lebih tinggi dengan semakin kasarnya permukaan substrat

4.2.4 Uji Laju Korosi


Manivasagam, G., Dhinasekaran, D., & Rajamanickam, A. (2010). Biomedical
implants: corrosion and its prevention-a review. Recent patents on corrosion
science.
Azem, A., & Funda, N. (2008). Production of hydroxyapatite coating by sol-gel
technique on 316L stainless steel and its corrosion properties (Doctoral
dissertation, DEÜ Fen Bilimleri Enstitüsü).
Chen, C. C., & Ding, S. J. (2006). Effect of heat treatment on characteristics of
plasma sprayed hydroxyapatite coatings. Materials transactions, 47(3), 935-
940.
Lakstein, D., Kopelovitch, W., Barkay, Z., Bahaa, M., Hendel, D., & Eliaz, N.
(2009). Enhanced osseointegration of grit-blasted, NaOH-treated and
electrochemically hydroxyapatite-coated Ti–6Al–4V implants in rabbits. Acta
Biomaterialia, 5(6), 2258-2269.
Li, C. W., Qi, T., Wang, F. A., Zhang, Y., Chen, G. S., & Zhang, P. (2007).
Macrokinetic study of the electrochemical synthesis process of sodium
dichromate. Chemical Engineering & Technology: Industrial Chemistry‐Plant
Equipment‐Process Engineering‐Biotechnology, 30(4), 467-473.
Choi, A. H., Ben-Nissan, B., Bendavid, A., & Latella, B. (2016). Mechanical
behavior and properties of thin films for biomedical applications. In Thin Film
Coatings for Biomaterials and Biomedical Applications (pp. 117-141).
Woodhead Publishing.

Parirenyatwa, S., Escudero-Castejon, L., Sanchez-Segado, S., Hara, Y., & Jha, A.
(2016). Comparative study of alkali roasting and leaching of chromite ores and
titaniferous minerals. Hydrometallurgy, 165, 213-226.
Singh, R., & Dahotre, N. B. (2007). Corrosion degradation and prevention by
surface modification of biometallic materials. Journal of Materials Science:
Materials in Medicine, 18(5), 725-751.

Anda mungkin juga menyukai