Anda di halaman 1dari 9

METODE PENGEMBANGAN DISIPLIN

PADA ANAK USIA DINI


Makalah disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Antropobiologi

Dosen Pembimbing: Isep Saepulmillah. S.Pd.I., M.Pd.I

Disusun oleh
Euis Nani

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH LAKBOK
CIAMIS
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi tugas mata kuliah Antropobiologi.
Terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Allah swt karena atas ridhonya saya dapat menyelesaikan makalah ini
tepat waktu.
2. Suami dan anak-anak yang telah memberikan dukungan serta doa
dalam langkah-langkah mengerjakan makalah ini.
3. Bapak Isep Saepulmillah, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah
Antropobiologi yang telah memberikan bimbingan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini.
4. Teman-teman yang senantiasa berusaha untuk menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini dapat diselesaikan berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dan dapat
menyempurnakan makalah ini. Akhirnya, penulis dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “Metode Pengembangan Disiplin pada Anak Usia Dini” semoga
makalah ini dapat berguna untuk semua orang yang membacanya.

Tasikmalaya, 11 Desember 2021

Euis Nani

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………… 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………… 3
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………… 4
1.1 Latar belakang masalah…………………………………………4
1.2 Identifikasi masalah……………………………………………. 4
1.3 Pembatasan masalah…………………………...………………. 4
1.4 Rumusan masalah……………………………………………… 4
1.5 Manfaat penulisan………………………………………………5
BAB 2 HAKIKAT PERKAWINAN……………………………………...6
2.1 Pengertian perkawinan………………………………………….6
2.2 Etimologi………………………………………………………. 6
2.3 Tujuan perkawinan…………………………………………….. 6
2.4 Ciri-ciri perkawinan yang sehat……………………………….. 6
2.5 Syarat-syarat perkawinan……………………………………… 7

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia dan
akan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya untuk selama-
lamanya. Tetapi kebahagiaan itu tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa
mengetahui peraturan-peraturan yang telah diatur oleh negara dan kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat sesuai dengan aturan agama. Oleh karena itu perlu
dipahami peraturan demi peraturan tersebut agar mendapat kebahagiaan yang
didambakan.
Perkawinan merupakan salah satu jalan untuk mencapai bahagia, dimana
dalam perkawinan tidak hanya sebatas keinginan semata tetapi juga didalamnya
terdapat tujuan, manfaat, serta hikmah dari perkawinan itu sendiri. Masyarakat
Indonesia terdiri dari berbagai budaya dan agama yang tentunya memiliki
beragam cara dalam pelaksanaan perkawinan tersebut. Indonesia sebagai negara
kesatuan juga memiliki undang-undang yang mengatur tentang perkawinan.
Untuk mengetahui tujuan, manfaat, maupun hikmah dari perkawinan itu sendiri
baik dalam perspektif agama, undang-undang, maupun adat-istiadat penulis
membuat makalah yang berjudul “Perkawinan“.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan masalah berikut:
1. Pengertian perkawinan.
2. Aturan yang perlu diketahui dalam perkawinan.
1.3 Pembatasan Masalah
Atas dasar latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penulisan
makalah ini membatasi pada pembahasan mengenai hakikat perkawinan dan
perkawinan menurut UU No. 1 tahun 1974.
1.4 Rumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka
dapat diambil perumusan masalah disiplin yaitu apa hakikat perkawinan dan
bagaimana perkawinan menurut UU No. 1 tahun 1974?

4
1.5 Manfaat Penulisan
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
para pembaca umumnya dan penulis khususnya sebagai berikut:
1. Memahami hakikat perkawinan.
2. Mengetahui peraturan dalam perkawinan menurut agama dan undang-
undang.

5
BAB 2
HAKIKAT PERKAWINAN

2.1 Pengertian perkawinan


Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang
membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam
budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi - yang biasanya intim
dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara
pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk
keluarga.
Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan
tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan
mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan.
Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan.
2.2 Etimologi
Perkawinan adalah kata benda turunan dari kata kerja dasar kawin; kata itu
berasal dari kata jawa kuno ka-awin atau ka-ahwin yang berarti dibawa, dipikul,
dan diboyong; kata ini adalah bentuk pasif dari kata jawa kuno awin atau ahwin;
selanjutnya kata itu berasal dari kata vini dalam Bahasa Sanskerta.[1]
2.3 Tujuan perkawinan
Setiap manusia di muka bumi ini melaksanakan perkawinan pasti mempunyai
tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, salah satunya adalah memiliki hubungan
yang sah. Selain itu juga ada beberapa hal penting yang menjadi tujuan manusia
dalam perkawinan, diantaranya sebagai berikut :
2.3.1 Untuk mendapatkan keturunan
2.3.2 Untuk meningkat derajat dan status social baik pria maupun wanita
2.3.3 Mendekatkan kembali hubungan kerabat yang sudah renggang
2.3.4 Agar harta warisan tidak jatuh ke orang lain.
2.3.5 Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi
2.3.6 Untuk membentengi ahlak yang lurus

6
2.3.7 Untuk membentuk rumah tangga yang islami

2.4 Ciri-ciri perkawinan yang sehat :


2.4.1 Gairah dan Cinta
2.4.2 Fleksibilitas
2.4.3 Fondasi hubungan yang kuat
2.4.4 Komunikasi
2.4.5 Komitmen
2.4.6  Saling setia dan percaya
2.4.7 Perhatian dan kepedulian
2.5 Syarat-syarat perkawinan
Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6 s/d
11 UU No. I tahun 1974 yaitu:
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai untuk
melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya, apabila salah satunya
telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia.
Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada penyimpangan harus
ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak
pria maupun wanita.
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat
kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4. Apabila suami dan istri
yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua
kalinya. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu
tunggu.
Dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 waktu tunggu itu
adalah sebagai berikut:
Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130
hari, dihitung sejak kematian suami.

7
Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih
berdatang bulan adalah 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, yang
dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hokum
yang tetap.
Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil,
waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan. Bagi janda yang putus perkawinan
karena perceraian sedang antara janda dan bekas suaminya belum pernah terjadi
hubungan kelamin tidak ada waktu tunggu.
Pasal 8 Undang-undang No. I/1974 menyatakan bahwa perkawinan dilarang
antara dua orang yang: Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
maupun ke atas/incest.
Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu anatara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan
saudara neneknya/kewangsaan.
Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak
tiri/periparan.
Berhubungan sususan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan
dan bibi/paman susuan.
Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari
istri dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang
Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku
dilarang kawin.
Syarat perkawinan secara formal dapat diuraikan menurut Pasal 12 UU No.
I/1974 direalisasikan dalam Pasal 3 s/d Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun
1975. Secara singkat syarat formal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
harus memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan di
mana perkawinan di mana perkawinan itu akan dilangsungkan, dilakukan
sekurang-kurangnya 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan. Pemberitahuan
dapat dilakukan lisan/tertulis oleh calon mempelai/orang tua/wakilnya.

8
Pemberitahuan itu antara lain memuat: nama, umur, agama, tempat tinggal calon
mempelai (Pasal 3-5)
Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti,
apakah sudah memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam daftar
khusus untuk hal tersebut (Pasal 6-7).
Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan
membuat pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan
yang memuat antara lain:
 Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin.
 Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (pasal 8-9)
Barulah perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh yang dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kedua calon
mempelai menandatangani akta perkawinan dihadapan pegawai pencatat dan
dihadiri oleh dua orang saksi, maka perkawinan telah tercatat secara resmi. Akta
perkawinan dibuat rangkap dua, satu untuk Pegawai Pencatat dan satu lagi
disimpan pada Panitera Pengadilan. Kepada suami dan Istri masing-masing
diberikan kutipan akta perkawinan (pasal 10-13).

Anda mungkin juga menyukai