Kelompok 9 SPI-dikonversi
Kelompok 9 SPI-dikonversi
Kelas : PAI / 5B
Disusun Oleh :
Kelompok 9
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan anugrah dan
nikmat –Nya sehingga makalah tentang MASA KEDUA KEHIDUPAN NABI (6)
terselesaikan tepat waktu dengan baik.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah k3 Spi dan bisa
memahami dan mengetahui materi dari makalah tersebut. Kami ucapkan terimah kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah K3 SPI yang senantiasa membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini. Tak lupa kami mengucapkan segenap rasa terimah kasih kepada
teman-teman yang memberikan dukungan dan semangatnya kepada kami. Tentunya makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan.
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini menjadi bahan bacaan dan menjadi
referensi dalam pembelajaran didalam kelas.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.........................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Peristiwa Hijrahnya Nabi ke Habasyah yang Pertama dan Kedua...................................................3
B. Nabi Keluar Dari Kepungan (Pemboikotan)....................................................................................7
C. Wafatnya Khadijah ra dan Pernikahan Rosulullah dengan Saudah ra dan Aisyah ra.......................8
1. Wafatnya Khadijah......................................................................................................................9
2. Pernikahan Rasulullah SAW Dengan Saudah ra........................................................................10
3. Pernikahan Rasulullah SAW Dengan Aisyah ra........................................................................14
BAB III......................................................................................................................................................16
PENUTUPAN...........................................................................................................................................16
A. Kesimpulan....................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama 13 tahun hidup di kota Makkah, Rasulullah SAW serta para pengikutnya
sering mengalami cobaan besar dan siksaan yang sangat pedih, di samping itu hak
kemerdekaan mereka dirampas, mereka diusir dan harta benda mereka disita. Siksaan
pedih berupa dera cambuk sangat meresahkan para sahabat dan kaum muslimin pada
umumnya. Badan mereka dipanggang kabel sejenis serabut diikatkan pada tubuh karena
tidak mau tunduk kepada selain Allah, seperti sahabat Bilal bin Rabah, disiksa oleh
Umayyah bin Khalaf untuk meninggalkan agama tauhid, namun Bilal tetap teguh
mempertahankan keimanannya.
Itulah tekanan yang sangat dahsyat dan mengerikan yang dialami Rasulullah
beserta pengikutnya selama menyampaikan dakwah demi tersebarnya risalah tauhid di
tengah-tengah kaum mushrikin Quraysh Makkah.Ancaman dan tindakan kekerasan yang
dialami Rasulullah SAW tersebut masih bisa dilalui dengan penuh kesabaran dan
keteguhan iman. Tekanan itu baru dirasakan sangat meresahkan bagi beliau setelah
Khadijah, sang isteri meninggal dunia. Beliau kehilangan istri tercinta tempat curahan
kasih sayangnya. Kesedihan itu kembali bertambah setelah tidak lama berselang paman
Rasulullah yaitu Abu Ṭalib juga wafat. Kematian Abu Ṭalib ini menyebabkan Rasulullah
kehilangan pelindung setia yang senantiasa melindunginya dari berbagai macam
ancaman. Kepergian Abu Ṭalib untuk selama-lamanya ini telah memberi peluang kepada
kaum mushrikin Quraysh untuk tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan kepada
Rasulullah berserta para pengikutnya.
1
B. Rumusah Masalah
1. Bagaimana Hijrah Ke Habasyah Nabi yang ke dua
2. Bagaimana Nabi Keluar dari kepungan
3. Wafatnya Siti Khadijah dan perkawinan dengan Saudah Dan Aisyah
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami peristiwa Hijrah Nabi ke Habasyah ke dua
2. Untuk memahami dan mengambil hikmah dari peristiwa Nabi kluar dari kepungan
3. Untuk memahami dan mengambil hikmah dari sabar dan tabahnya nabi ketika Siti
Khadijah wafat dan perkawinan Nabi dnegan Saudah dan Aisyah
BAB II
PEMBAHASAN
Keadaan kaum imigran islam yang berada dalam suaka raja Najasyi benar-benar
aman. Mengetahui hal itu, orang-orang kafir Quraisy menyuruh Abdullah bin Rabi’ah dan
Amr bin Ash untuk mengejar mereka. Keduanya menemui raja Najasyi dengan membawa
banyak hadiah dan meminta kepada raja Najasyi supaya bersedia mengusir kaum imigran
muslim. Permintaan delegasi kaum Quraisy tidak langsung dikabulkan oleh raja Najasyi. Raja
yang beragama nasrani ini lantas memanggil Ja’far dan rombongannya ke istana.
Di tempat inilah dan di hadapan raja beserta para penasehat agamanya, Ja’far
menjelaskan maksud kedatangannya ke Habasyah. Putra Abu Thalib ini dengan tegas
mengatakan bahwa dia dan rombongannya, bukanlah budak yang lari dari tuannya atau
pembunuh yang lari dari tebusan darah. Mereka lari dari Mekah hanya untuk menyelamatkan
diri dari penyiksaan dan tekanan yang dilakukan para pemuka Quraisy terhadap mereka.
Mereka dianggap layak mendapat perlakuan buruk karena telah menyembah Tuhan yang Esa
dan menolak sujud kepada berhala.
1 Chalil, Moenawar. 2001. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 2. Jakarta: Gema Insani.
4
Penjelasan Ja’far bin Abi Thalib berhasil mematahkan makar utusan Quraisy.
Raja Najasyi memerintahkan untuk mengembalikan semua hadiah yang dikirim
Quraisy kepadanya. Utusan Mekah-pun meninggalkan negeri Habasyah. Untuk kaum
muhajirin, raja Najasyi memberikan izin tinggal di negerinya dengan aman dan damai
sampai kapanpun juga. 2
2
Chalil, Moenawar. 2001. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 2. Jakarta: Gema Insani. Halm.30
5
Karena itu, munculah inisiatif mereka untuk mengirimkan sejumlah makanan
dan barang-barang lainnya yang dibutuhkan untuk Sayyidah Khadijah. Barang-barang
ini dikirim seorang budak dengan menggunakan unta pada malam hari, ketika kaum
Quraisy sudah menikmatinya. Sayyidah Khadijah pun tidak memanfaatkan barang-
barang itu sendiri, karena ia membagikannya kepada mereka yang lebih
membutuhkan. Meski tak secara langsung berperan penting dalam peristiwa
penyobekan kertas piagam pemboikotan. Tapi karena dia, paku pertama di dalam
piagam pemboikotan diletakkan. Masa itu saudara laki-laki Sayyidah Khadijah,
Hakim bin Hizam, bersama seorang budak sedang membawa gandum untuk diberikan
kepada Sayyidah Khadijah. Namun di tengah jalan, ia dihadang Abu Jahal. Meski
sempat terjadi di antara keduanya, Hakim pun dibiarkan pergi dengan membawa
makanan untuk Sayyidah Khadijah. Abu Bakhtari bin Hisyam yang saat itu ada di
lokasi kemudian langsung mengambil tongkat pemukul dan memukulkannya kepada
Abu Jahal.
Mulai dari situ lah, kaum berpikir untuk membuat pemboikotan yang dzalim
tersebut. kejadian itu juga menjadi alasan dibatalkannya pemboikotan dan blokade
kaum kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad dan keluarganya. Peristiwa ini pun
membuat perempuan-perempuan Quraisy membicarakan hal itu dan mencela mereka
yang tidak mengirim makanan untuk Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang diboikot.
Sehingga akhirnya Hisyam melakukan penggalangan kekuatan dengan
memprovokasi beberapa orang untuk membuat piagam pemboikotan tersebut. Semula
dia mendatangi Zuhair bin Umayyah dan ibunya Atikah binti Abdul Muthalib.“Wahai
Zuhair, apakah Anda tidak menyukai kita memakan makanan, memakai baju,
menikahi perempuan, sedangkan para pamanmu seperti yang Anda ketahui, tidak
boleh menjual atau membeli dari seseorang, tidak boleh menikah ataupun menikahkan
seseorang dengan mereka,” kata Hisyam. Zuhair menjadi semangat setelah
terinspirasi dari kutipan Hisyam tersebut. Ia kemudian meminta Hisyam untuk
mencari orang lainnya. Hisyam juga mendatangi al-Mut'im bin Adi, Abul Bakhtari,
dan Zam'ah bin al-Aswad. Kepada mereka, Hisyam mengatakan hal yang sama seperti
yang disampaikan kepada Zuhair sebelumnya. Mereka pun menerima ajakan Hisyam
untuk tampil pemboikotan terhadap Nabi dan keluarganya. Dan untuk mematangkan
rencana itu, pada setiap hari mereka berkumpul di puncak Gunung Hajun untuk
bermusyawarah. Hasilnya, mereka siap melakukan apapun untuk mencoba
pemboikotan tersebut.
6
Esok setiap harinya, Zuhair dengan memakai baju terbaiknya melaksanakan
thawaf di area Ka'bah. Di hadapan banyak orang itu, ia 'memprovokasi' penduduk
Makkah tanggal kondisi Nabi Muhammad dan keluarga besarnya yang begitu
menderita. Ia juga terancam tidak akan duduk sampai kertas pemboikotan yang
menempel di dinding Ka'bah disobek. Abu Jahal yang saat itu berada di baitullah
tidak sesuai permintaan Zuhair. Namun ucapan Abu Jahal itu langsung ditimpali
Zam'ah, Abu Bakhtari, dan Mut'im. Mereka menegaskan, tidak setuju dan tidak ridha
ketika isi perjanjian pemboikotan itu ditulis.
Akhirnya Mut'im bin Adi langsung menuju kertas penjanjian pemboikotan
untuk menyobeknya. Namun, kertas tersebut telah dimakan rayap, kecuali tulisan
'Dengan menyebut nama-Mu ya Allah.' Dengan begtu berakhirlah masa pemboikotan
dan blokade kaum musyrik Quraisy terhadap Nabi Muhammad dan besarnya. Saat itu,
Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah sedang sakit, kemudian keluar dari lembah
Bani Hasyim dan menuju ke rumahnya untuk memulai kehidupan yang baru.
Dan selama pemboikotan yang berlangsung kurang lebih tiga tahun, Rasulullah dan
kaum keluarganya serta kaum muslimin yang tidak ikut ke negeri Habasyah mengalami
berbagai kesulitan dan kesengsaraan dalam hidupnya. Pada masa pemboikotan mereka hanya
memakan apa saja yang didapat dan berpakaian apa saja yang dapat dikenakan. Inilah
kesengsaraan dan kemiskinan yang diderita Rasulullah dan kaum muslimin pada masa
itu. Sungguh pun demikian, Rasulullah dan segenap kaum muslimin tetap tenang serta
teguh mengerjakan perintah-perintah Allah.
Jadi, Dalam masalah pembuatan dan pemasangan lembar pengumuman aksi
pemboikotan ini menjadi pro kontra di kalangan kaum kafir Quraisy. Pihak yang kontra
berusaha untuk merobeknya. Selanjutnya, Allah memperlihatkan kepada Rasul-Nya atas nasib
lembar pengumuman aksi pemboikotan yang dilakukan kaum Quraisy. Allah mengirim rayap
untuk memakannya berikut semua tulisan yang berisi kedzaliman kecuali tulisan yang yang
menyebut nama Allah.
Rasulullah memberitahukan hal tersebut kepada pamannya yaitu Abu Tholib.
Abu Tholib langsung menemui para pemuka kaum Quraisy dan berkata, “Jika ia
dusta, aku akan menyerahkan ia (Muhammad) kepada kalian. Terserah mu apakan ia.
Dan jika ia benar, kalian harus menghentikan tindakan kalian yang jahat dan semena-
mena ini.” Mereka setuju, kemudian menurunkan lembar pengumuman pemboikotan
tersebut. Begitu dilihat ternyata memang benar apa yang dikatakan Rasulullah. Tetapi
mereka justru bertambah kufur.3
C. Wafatnya Siti Khadijah dan Pernikahan dengan Saudah dan Siti Aisyah
1. Wafatnya Siti Khadijah ra.
Khadijah adalah istri pertama sekaligus istri yang paling Nabi
Muhammad SAW hormati dibanding istri-istrinya yang lain. Tak heran,
karena Khadijah adalah orang pertama yang meyakini Rasulullah dan
selalu mendampingi Beliau selama berdakwah hingga akhir hayat.
Khadijah RA wafat pada hari ke-11 bulan Ramadan tahun ke-10
kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Khadijah
wafat dalam usia 65 tahun, saat usia Rasulullah berusia sekitar 50
tahun. Ketika Khadijah wafat, Rasulullah amat terpukul. Apalagi hari
kematian Khadijah tidak berselang lama dari kematian paman
kesayangan Nabi, Abu Thalib. Oleh karena itu, masa-masa ini disebut
sebagai tahun berkabung bagi Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak
riwayat disebutkan kalau Rasulullah baru menikah lagi setelah
Khadijah wafat.
Bagi Rasulullah sendiri, Khadijah sangat istimewa.
Diriwayatkan, ketika Khadijah sakit menjelang ajal, Beliau berkata
kepada Rasululllah SAW, “Aku memohon maaf kepadamu, Ya
Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti
kepadamu.”Rasulullah menjawab, "Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau
telah mendukung dakwah Islam sepenuhnya,” jawab Rasulullah.
Khadijah memang telah mengorbankan semuanya. Kekayaannya,
kebangsawanannya, dan kemuliaannya dalam mendukung dakwah
Nabi Muhammad. Khadijah adalah orang yang mula-mula masuk
Islam. Dia pula yang pertama kali diajari salat dan wudu oleh Nabi
Muhammad SAW.
2. Pernikahan Rasulullah SAW dengan Saudah binti Zama’ah
Pernikahan Nabi Muhammad Saw Bersama Saudah binti Zam’ah r.a.
Sepeninggal Ummahatul al-Mu’minin istri pertamanya (Khadijah r.a), suasana
3
Chalil, Moenawar.2001, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 2. Jakarta: Gema Insani. Halm. 46
Nabi Muhammad Saw masih diliputi rasa sedih karena wafatnya Khadijah
binti Khuwaylid r.a, karena ia merupakan sosok istri mulia yang selalu dapat
memberikan kebahagian berumah tangga, beriman kepadanya. Pada saat
orang-orang mengingkari, menerimanya dan mendustakannya serta Allah Swt
memberikan Nabi Saw keturunan melalui rahim Khadijah r.a.
Melihat keadaan yang dialami Nabi Saw, para sahabat selalu
mendampingi Nabi Saw yang tengah dilanda kesedihan, menghiburnya dan
menyarankannya agar beliau menikah lagi. Karena dengan menikah kembali
kesedihan beliau berkurang dan dapat menciptakan ketentraman dalam
kesendiriannya. Akan tetapi, mengenai pendapat ini tidak ada seorang sahabat
pun yang berani mengutarakannya kepada beliau, lantaran mereka sangat
menghormati kepada beliau. Sampai akhirnya Nabi Muhammad Saw memilih
wanita yang akan dinikahinya yaitu Saudah binti Zam’ah r.a. Seorang janda
tua istri dari Syakran bin ‘Amru berusia sekitar 53 tahun, yang tak lain adalah
sepupunya sendiri anak dari pamannya. Saudah r.a dan suaminya adalah di
antara mereka yang pernah berhijrah ke negeri Habasyah (Ethiopia). Suami
Saudah r.a adalah termasuk salah satu dari delapan orang Bani Amir yang rela
meninggalkan harta dan kampung halamannya, untuk hijrah demi membela
agama Allah Swt. Setelah kembali pulang dari Habasyah suami Saudah r.a
meninggal dunia dalam keadaan Islam.
Semasa iddah Saudah r.a selesai, seketika itu Nabi Muhammad Saw
meminangnya untuk dijadikan istri. Pada saat itu seketika Saudah r.a berkata
kepada Nabi Saw; “ Terserah Engkau wahai Rasulullah! “, lalu Rasulullah
menjawab, “ Suruh seseorang yang berasal dari kaummu untuk
menikahkanmu.” Kemudian Saudah r.a meminta tolong kepada Hathib bin
Amr bin Abdu Syams untuk menikahkannya dengan Nabi Muhammad Saw.
Akhirnya Nabi Muhammad Saw menikahi Saudah r.a setelah kepulangan dari
Hijrah pada tahun 631 M, dengan mahar atau maskawin 400 dirham. Pada saat
itu Saudah r.a berusia 35 tahun sedangkan Nabi Saw berusia lebih dari 50
tahun. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa pernikahan tersebut terjadi
pada bulan Syawal sebelum hijrah ke Madinah, setelah wafatnya istri
pertamanya Khadijah r.a. Dari pernikahan Nabi Saw bersama Saudah r.a,
mereka tidak dikaruniai keturunan seorang anak.
Pendapat lain mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw terlebih
dahulu menikahi Aisyah binti Abu Bakar r.a (anak dari Abu Bakar Ash-
Shiddiq), dari pada menikahi Saudah binti Zam’ah r.a. Nabi Saw baru
menikahi Saudah r.a pada bulan Syawal. Hanya saja waktu itu Nabi Saw
belum mengauli Aisyah r.a setelah pernikahannya. Karena ketika Nabi Saw
menikah dengan Aisyah r.a, waktu itu dia masih berusiakan sangat muda yaitu
sekitar berumur 6 tahun. Saudah r.a merupakan seorang perempuan yang
murah hati. Sebagaimana dia pernah berkata kepada Nabi Muhammad Saw,
“Aku senang bisa berkumpul dalam golongan istri-istrimu, aku memberikan
giliranku kepada Aisyah, karena aku memang tidak menginginkan apa yang
diinginkan oleh para istri-istri engkau yang lain.
3. Pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah binti Abu Bakar
Setelah wafatnya Khadijah r.a (istri pertama), Allah Swt mengutus
kepada malaikat Jibril untuk menemui Nabi Muhammad Saw dengan
membawa kabar tentang Aisyah r.a. Malaikat Jibril berkata kepada Nabi
Muhammad Saw, “Wahai utusan Allah, perempuan ini (Aisyah r.a) akan
menghilangkan sebagian kesusahanmu dan akan menjadi istrimu sebagai
pengganti Khadijah r.a”. Setelah itu Nabi Muhammad Saw menemui Aisyah
r.a dan menceritakan apa yang dialaminya sewaktu didatangi oleh malaikat
Jibril.
Sebelum dinikahi oleh Nabi Muhammad Saw Aisyah r.a telah
ditunangkan dengan Jubair bin Muth’im. Akan tetapi Jubai’r sendiri
mengundurkan diri untuk tidak menerimanya. Akhirnya pada bulan Syawal
tahun ke-10 setelah kerasulan tepatnya 6 tahun sebelum hijrah ke Madinah,
Nabi Muhammad Saw menikahi Aisyah r.a dimana Ayah Aisyah (Abu Bakar
r.a) yang menikahkannya sendiri di Mekkah dengan melalui perantara Khalah.
Nabi Muhammad Saw memberikan mahar atau maskawin sebesar 400 dirham.
Saat pernikahan Nabi Muhammad Saw berusia 52 tahun, sedangkan Aisyah r.a
saat itu masih berusia 6 tahun sebagaimana sebuah riwayat berbunyi: Dari
Urwah “ Nabi sallallāhu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah saat ia berumur
enam tahun, kemudian beliau hidup bersama dengannya (menggaulinya) saat
berumur sembilan tahun. Dan Aisyah hidup bersama Rasulullah sallallāhu
‘alaihi wa sallam juga selama sembilan tahun”.
Ada beberapa riwayat yang berbeda pendapat tentang usia pernikahan
Aisyah r.a. Riwayat Imam Muslim mengatakan Aisyah r.a berusia 7 tahun saat
dinikahi Nabi Saw, ada juga yang menyebutkan 9 tahun dan 14 tahun. Karena
usianya yang masih sangat muda, Aisyah r.a sendiri tidak sadar akan ikatan
pernikahan tersebut. Hingga ibunya menjelaskan kepadanya bahwa ia tidak
boleh keluar bersama-sama anak-anak gadis seusianya karena ia telah
menikah. Setelah pernikahan tersebut, Nabi Saw terus menetap di Mekkah
selama 3 tahun.
Aisyah r.a merupakan satu-satunya istri Nabi Muhammad Saw yang
ketika dinikahi masih dalam keadaan perawan. Nabi Saw juga tidak menikahi
seorang gadis manapun selain Aisyah r.a saja. Nabi Saw memulai tinggal
serumah dengannya pada saat Aisyah r.a berusia 9 tahun dan dari perhikahan
Nabi Saw dengan Aisyah r.a, dari pernikahan tersebut mereka tidak dikaruniai
keturunan atau memiliki seorang anak.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Rasulullah memberitahukan hal tersebut kepada pamannya yaitu Abu Tholib. Abu
Tholib langsung menemui para pemuka kaum Quraisy dan berkata, “Jika ia dusta, aku
akan menyerahkan ia (Muhammad) kepada kalian. Terserah mu apakan ia. Dan jika ia
benar, kalian harus menghentikan tindakan kalian yang jahat dan semena-mena ini.”
Mereka setuju, kemudian menurunkan lembar pengumuman pemboikotan tersebut.
Begitu dilihat ternyata memang benar apa yang dikatakan Rasulullah. Tetapi mereka
justru bertambah kufur.
Daftar Pustaka
Chalil, Moenawar. 2001. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 2. Jakarta:
Gema Insani
Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri. Sirah Nabawiyah Ibnu
Hisyam. 2000. Jakarta Timur: Darul Falah.