Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ISLAM DAN PERADABAN MELAYU

TRADISI-TRADISI ISLAM DI INDONESIA

Dosen Pengampu :

Dr. Tuti Indriyani, M.Pd.i

Kelas : PAI 1 F

Disusun Oleh :

Kelompok 6

1. Augina Patricia Maysara (201210191)


2. Azas Darma Prasetya (201210193)
3. Febby Yolanni (201210213)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2021


ii

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Islam dan Peradaban


Mealyu. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang apa saja
tradisi-tradisi Islam yang ada di Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Tuti Indriyani, M.Pd.i


selaku dosen pengampu Mata Kuliah Islam dan Peradaban Melayu. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, September 2021

Kelompok 6
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN……………………………………………………………..i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii

DAFTAR
ISI…………………………………………………………………......iii

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………………………….…1

A. Latar Belakang…………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………...2

BAB II

PEMBAHASAN………………………………………………………………….3

A. Pengertian Seni dan Kebudayaan Islam Nusantara…………………..3


1. Pengertian Seni……………………………………………………....3
2. Pengertian Budaya Lokal…………………………………………...3
3. Seni Budaya Pra Islam……………………………………………....4
4. Islam dan Seni Budaya Lokal……………………………………….5
5. Integrasi Islam dan Budaya Lokal………………………………….6
B. Seni Lokal Sebagai Tradisi Lokal………………………………………7
1. Sumatera……………………………………………………………..7
2. Jawa…………………………………………………………………..7
3. Sulawesi………………………………………………………………8
C. Tradisi Islam di Indonesia………………………………………………8
1. Tradisi Halal Bihalal………………………………………………...9
2. Tradisi Tabot atau
Tabuik………………………………………….10
iv

3. Tradisi Kupatan (Bakdo Kubat)…………………………………...11


4. Tradisi Sekaten di Yogyakarta dan Surakarta……………………
11
5. Tradisi Grebeg Besar di Demak……………………………………
11
6. Tradisi Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manando…
12
7. Tradisi atau Budaya Tumpeng…………………………………….12

BAB III PENUTUP……………………………………………………………13

A. Kesimpulan……………………………………………………………13
B. Saran…………………………………………………………………..13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………14
v

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tradisi adalah kebiasaan yang turun temurun dalam suatu
masyarakat. Tradisi merupakan mekanisme yang dapat membantu untuk
memperlancar perkembangan pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam
membimbing anak menuju kedewasaan. Tradisi juga penting sebagai
pembimbing pergaulanbersama di dalam masyarakat. W.S. Rendra
menekankan pentingnya tradisi dengan mengatakan bahwa tanpa tradisi,
pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan hidup manusia akan menjadi
biadab. Namun demikian, jika tradisi mulai bersifat absolut, nilainya
sebagai pembimbing akan merosot.1
Islam sebagai agama yang universal (rahmatan lil’alamin), memiliki
sifat mudah beradaptasi untuk tumbuh di segala tempat dan waktu. Hanya
sajapengaruh lokalitas dan tradisi dalam kelompok suku bangsa, diakui
atau tidak, sulit dihindari dalam kehidupan masyarakat muslim. Namun
demikian, sekalipun berhadapan dengan budaya lokal di dunia,
keuniversalan Islam tetap tidak akan batal. Hal ini menjadi indikasi bahwa
perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya tidaklah menjadi
kendala dalam mewujudkan tujuanIslam, dan Islam tetap menjadi
pedoman dalam segala aspek kehidupan.2
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia yang diperkirakan telah
berlangsung selama tiga belas abad, menunjukkan ragam perubahan pola,
gerakan dan pemikiran keagamaan seiring dengan perubahan sejarah
bangsa. Keragaman demikian juga dapat melahirkan berbagai bentuk studi
mengenai Islam di negeri ini yang dapat dilihat dari berbagai sudut

1
Mardimin Johanes, Jangan Tangisi Tradisi (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 12-13.

2
Prof. Dr. Azyumardi Azra (1999), Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan
Kekuasaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, h. 133
vi

pandang. Islam dilihat dari perkembangan sosial umpamanya, hampir


dalam setiap periode terdapat model-model gerakan umat Islam.
Sebagaimana terjadi pada zaman atau periode modern dan kontemporer
yang mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan
terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah
kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam
menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga
semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari
Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan
dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun
setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya
menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat
dunia Islam seakan terputus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tradisi Islam?
2. Apa saja tradisi-tradisi yang ada di Indonesia?
3. Bagaimana cara mengembangkan tradisi-tradisi Islam yang ada di
Indonesia saat ini?
4. Apa Apresiasi Budaya Lokal Sebagai Tradisi Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui nilai-nilai yang ada di dalam tradisi-tradisi Islam di
Indonesia.
2. Mengetahui apa saja tradisi-tradisi yang ada di Indonesia dan
bagaimana cara melestarikannya.
vii

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Seni dan Kebudayaan Islam Nusantara


1. Pengertian Seni
Seni adalah penggunaan imajinasi manusia secara kreatif untuk
menikmati kehidupan. Oleh karena itu, bentuk kesenian dapat muncul
melalui benda-benda yang digunakan sehari-hari, serta dapat pula
melalui benda-benda khusus yang hanya digunakan untuk kepentingan
tertentu seperti ritual atau upacara. Seni dalam segala perwujudannya
merupakan (salah satu) ekspresi proses kebudayaan manusia, sekaligus
pencerminan dari peradaban suatu masyarakat atau bangsa pada suatu
kurun waktu tertentu.
2. Pengertian Budaya Lokal
Budaya lokal adalah budaya asli suatu kelompok masyarakat
tertentu menurut JW. Ajawalia, budaya lokal adalah ciri khas budaya
sebuah kelompok masyarakat lokal. Misalnya budaya masyarakat
pedalaman Sunda (Baduy) Budaya Nyangku di Panjalu Ciamis, budaya
Seren Taun di Cicadas dan lain-lain. Budaya lokal adalah budaya yang
dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah
tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang
berada di tempat yang lain.
Ciri khas budaya tersebut merupakan kebiasaan yang diwariskan
secara turun temurun, meskipun ditengah-tengah perkembangannya
mengalami perubahan nilai, perubahan dimaksud diakibatkan beberapa
hal, misalnya percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi
secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok
masyarakat yang masih sedekimian asli atau karena masyarakat sudah
viii

tidak memperhatikan lagi pada budaya lokal tersebut. Ciri-cirinya ialah


lahir pada suatu daerah, diwariskan secara turun temurun, tidak lepas
dari kebiasan atau adat daerah. 3
Tradisi lokal di Indonesia sangat bervariasi contohnya; ketika
ziarah kubur menyiram kuburan dengan air mawar yang selalu di
lakukan setiap orang karena adat seperti ini bagi mereka merupakan
tradisi yang perlu, perlunya pastinya ada kemauan untuk tujuan baik
mendoakan yang sudah meninggal dan kita juga mengingat mati.
Adapun menyiram kuburan dengan air mawar hukumnya makruh
karena menyia-nyiakan harta, yang tidak dihukum haram karena
dilakukan dengan tujuan baik seperti memuliakan mayit,
mendatangkan peziarah kubur disebabkan wanginya tempat.4
3. Seni Budaya Pra Islam
Dari kurun prasejarah, kehidupan seni budaya ditandai oleh
pendirian monumen-monumen seremonial, baik berukuran kecil,
sedang, maupun besar, yakni berupa peninggalan yang dibuat dari
susunan batu. Salah satu rekayasa arsitektur yang dianggap berasal dari
tradisi megalit atau prasejarah adalah pendirian bangunan yang umum
disebut dengan teras berundak (teras piramida) seperti terdapat di
Gunung Padang (Cianjur, Sukabumi), Cibalay dan Kramat Kasang
(Ciampea, Bogor).
Peninggalan sejenis ini ditemukan di berbagai pelosok
Nusantara. Bangunan teras berundak berasosiasi dengan satu atau
beberapa jenis unsur megalit lainnya, seperti menhir, arca batu, altar
batu, batu lumpang, dakon batu, pelinggih batu, tembok batu, jalanan
berbatu, dolmen dan lain-lain. Beberapa batu dari bangunan teras
berundah itu diukur dipahat dengan unsur dekoratif tertentu, seperti

3
M. Jandra, Islam dalam konteks Budaya da Tradisi Plural, dalam buku Agama dan Pluralitas
Budaya lokal, editor Zakiyyudin Baidhay dan Mutohharun Jina UMS Press 2022. hlm 1-3

4
Ifrosin, Fiqh Adat Tradisi Masyarakat Dalam Pandangan Fiqh, (Kediri: Mu’jizat Group, 2007),
70.
ix

pola-pola geometris, pola binatang dan lain-lain seperti yang terdapat


Pugungraharjo (Lampung) dan Terjan (Rembang).
Seni Utama dunia Islam, kaligrafi, mozaik, dan arabesk sampai
di Nusantara sebagai unsur seni baru. Dengan kepiawaian para
seniman Nusantara. Pada seni pahat juga tampak variasi dan
pembauran antara anasir-anasir asing dan lokal, termasuk pra Islam. Ini
tampak pada hasil seni pahat makam dengan kandungan kreativitas
lokal (Barus, Limapuluh Kota, Binamu), Hindu (Troloyo, Gresik,
Airmata dan Astatinggi) dan asing (Pasai, Aceh, Ternate Tidore)
secara tipologis, nisan-nisan makam muslim Nusantara
memperlihatkan tipe-tipe Aceh, Demak Troloyo, Bugis Makassar, dan
tipe-tipe lokal.

4. Islam dan Seni Budaya Lokal


Dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, kedudukan seni
dan budaya mempunyai peran yang cukup penting di dalamnya.
Berkaitan dengan itu, maka tidak aneh para ulama zaman dulu begitu
luas pengetahuannya. Ia tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi
juga menguasai ilmu seni dan budaya. Dalam hal ini, kehidupan sastra
di dunia pesantren bukan merupakan barang baru. Dibacakannya
Kasidah Barzanji yang berkisah tentang keagungan Nabi Muhammad
Saw merupakan salah satu dari sekian karya sastra yang ditulis
kalangan ulama pada zamannya.
Hubungan Islam dengan seni dapat pula dilihat dari teks-teks
klasik yang dikaji secara mendalam. Misalnya di dunia pesantren
tradisional, kisah-kisah tentang para nabi dan para sahabatnya,
pelajaran tentang haram, halal dan keimanan, dilantunkan dalam
nadoman. Islam sebagai agama, tidak hanya mengenal tradisi atau
normativitas tapi ia juga mempunyai manivestasi keragaman dalam
kehidupan yang sangat plural. Oleh karena itu, meskipun muslim di
Indonesia mengakui sumber universal yang sama yaitu Al-Qur’an dan
x

As-Sunnah, tapi interpretasi atas ajaran dan praktek-praktek


keagamaan sangat beragam.5
Wali-wali seperti Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan
Kudus, Sunan Drajat, dan Sunan Kalijaga berperan besar dalam
mengembangkan seni dan kebudayaan Jawa yang bernapaskan Islam.
Mereka mampu mentransformasikan bentuk-bentuk seni warisan
Hindu menjadi bentuk-bentuk seni baru bermuatan Islam. Sunan
Bonang dan Sunan Gunung Jati sebagai contoh adalah perintis
penulisan puisi suluk atau tasawuf, yang pengaruhnya besar bagi
perkembangan sastra. Cukup banyak karya seni yang dihasilkan para
seniman muslim modern sejak zaman Hamka sampai kini.
Perlu dikemukakan bahwa sebelum orang Islam datang ke
Indonesia, mereka telah mengenal berbagai ragam hias Arabesk yang
kaya melalui kain, perabot rumah tangga, bagian-bagian kapal yang
dihiasi dan lain-lain. Pengkayaan motif yang bersifat lokal juga
didorong oleh wawasan bahwa "ayat-ayat Tuhan terbentang dalam
alam dan diri manusia" jadi tidak terbatas alam yang ada di negeri
Arab atau Persia dan tak terbatas diri manusia orang Arab dan Persia.
Ingatlah Hamzah Fansuri berkata, Hamzah Fansuri orang uryani
seperti Ismail jadi qurbani bukannya Arabi lagi ajami sentiasa wasil
dengan yang baqi.
5. Integrasi Islam dan Budaya Lokal
Islam di kawasan Kepulauan Nusantara sesungguhnya telah
berkembang dengan pesat karena melalui proses akulturasi budaya
lokal. Integrasi pemikiran Islam selalu disesuaikan dengan kekhasan
budaya lokal. Dalam konteks ini, dakwah Islamiyah selalu melihat
lingkungan sosial budaya dengan kacamata kearifan, kemampuan
adaptasi ini merupakan kecerdasan sosial, intelektual, dan spiritual
yang dimiliki oleh para ulama dahulu yang bertugas menyebarkan

5
Zakiyudiddin Baidhawy, Islam dan Budaya Lokal, dalam profetika (Jurnal Study Islam, vol.2,
juli 2002.PMSI UMS
xi

agama Islam. Bukti-bukti seni budaya Islam Nusantara telah


merefleksikan bagaimana Islam sebagai ajaran samawi dan pranata
keagamaan, disebarkan dan disosialisasikan di Nusantara.
B. Seni Budaya Lokal Sebagai Tradisi Islam
Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah
menganut agama Hindu dan Budha maupun menganut kepercayaan adat
setempat. Para muballigh berpendapat bahwa agar bisa diterima oleh
masyarakat setempat, Islam harus menyesuaikan diri dengan budaya lokal 
maupun kepercayaan yang sudah dianut dengan tidak menyimpang dari
ajaran Islam.Selanjutnya terjadi proses akulturasi (percampuran budaya).
Proses ini menghasilkan budaya baru yaitu perpaduan antara budaya
setempat dengan budaya Islam.
1. Sumatera
Budaya yang sudah mengakar di Sumatera adalah budaya
Melayu berupa kesusasteraan. Akulturasi antara dua budaya tersebut
menimbulkan kesusasteraan Islam. Sehingga para ulama disamping
sebagai pendidik agama juga dikenal sebagai sastrawan, misalnya
Hamzah Fansuri, Syamsudin (Pasai), Abdurrauf (Singkil), dan
Nuruddin ar Raniri. Ketiga ulama tersebut banyak menulis sastra
Melayu yang bercorak tasawwuf. Beberapa karya besar dari masa ini
adalah Syarab al ‘Asyiqin dan Asrar al ‘Arifin (Hamzah Fansuri), Nur
al Daqaiq (Syamsudin), Bustan al Salatin (Nuruddin al Raniri).
2. Jawa
Sebelum Islam datang, di Jawa terdapat budaya Jawa Kuno
sebagai hasil akulturasi dengan budaya India yang masuk bersama
agama Hindu dan Budha. Bila dibandingkan dengan budaya Melayu,
pengaruh budaya Islam terhadap budaya Jawa lebih kecil.  Hal ini
terlihat misalnya pada penggunaan huruf Arab lebih kecil dibanding
huruf Jawa, kedua bentuk puisi lebih sering digunakan dibanding
prosa. Wayang adalah salah satu budaya Jawa hasil akulturasi dengan
xii

budaya India. Cerita-cerita pewayangan diambil dari kitab Ramayana


dan Bharatayudha.
Setelah terjadi akulturasi dengan Islam tokoh-tokoh dan cerita
pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa Islam. Demikian
juga dengan wayang golek di daerah Sunda, cerita-ceritanya
merupakan gubahan dari cerita-cerita Islam seperti tentang Amir
Hamzah (Hamzah adalah paman Rasulullah SAW). 
3. Sulawesi
Meskipun masyarakat Sulawesi baru memeluk Islam pada abad
ke-17, namun mereka mempunyai keteguhan terhadap ajaran Islam.
Karya budaya mereka yang bersifat Islami banyak berupa karya sastra
terjemahan dari karya berbahasa Arab dan Melayu, seperti karya
Nuruddin al Raniri. Karya lain yang bersifat asli adalah La Galigo
(syair kepahlawanan raja Makassar). Selain kesenian di atas terdapat
pula bentuk kesenian visual (seni rupa) seperti seni kerajinan, seni
murni, seni terapan dan ornament (hiasan). Ornament terdapat pada
wadah, senjata, pakaian dan buku.
C. Tradisi Islam di Indonesia
Tradisi Islam di Nusantara digunakan sebagai metode dakwah para
ulama zaman itu. Para ulama tidak memusnahkan secara total tradisi yang
telah ada di masyarakat. Mereka memasukkan ajaranajaran Islam ke dalam
tradisi tersebut, dengan harapan masyarakat tidak merasa kehilangan adat
dan ajaran Islam dapat diterima. Seni budaya, adat, dan tradisi yang
bernapaskan Islam tumbuh dan berkembang di Nusantara. Tradisi ini
sangat bermanfaat bagi penyebaran Islam di Nusantara. Untuk itulah, kita
sebagai generasi muda Islam harus mampu merawat, melestarikan,
mengembangkan dan menghargai hasil karya para ulama terdahulu.
Mengingat zaman modern sekarang ini ada sebagian kelompok yang
mengharamkan dan ada sebagian yang menghalalkan. Mereka yang
mengharamkan beralasan pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah ada.
Mereka yang membolehkan dengan dasar bahwa tradisi tersebut
xiii

digunakan sebagai sarana dakwah dan tidak bertentangan dengan syariat


Islam. Kita sebagai generasi penerus Islam kita harus bijaksana dalam
menyikapi tradisi tersebut. Memang harus diakui ada tradisi-tradisi lokal
yang tidak sesuai dengan Islam. Tradisi seperti ini harus kita tolak, dan
buang supaya tidak ditiru oleh generasi berikutnya.
Para ulama dan wali pada zaman dahulu tentu telah
mempertimbangkan tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang baik dari
segi madharatmafsadat maupun halal-haramnya. Mereka sangat paham
hukum agama, sehingga tidak mungkin mereka menciptakan tradisi tanpa
pertimbanganpertimbangan tersebut. Banyak sekali tradisi atau budaya
Islam yang berkembang hingga saat ini. Semuanya mencerminkan
kekhasan daerah atau tempat masing-masing. Berikut ini adalah beberapa
tradisi atau budaya Islam dimaksud.
a. Tradisi Halal Bihalal
Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling
bermaaf-maafan. Selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali
silaturahim dan mempererat tali persaudaraan. Mulai keluarga, tingkat
RT sampai istana kepresidenan. Bahkan acara halal bihalal sudah
menjadi tradisi nasional yang bernafaskan Islam. Istilah halal bihalal
berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi tradisi halal bi halal
itu sendiri adalah tradisi khas bangsa Indonesia, bukan berasal dari
Timur Tengah. Bahkan bisa jadi ketika arti kata ini ditanyakan kepada
orang Arab, mereka akan kebingungan dalam menjawabnya.6
Halal bihalal sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia lahir
dari sebuah proses sejarah. Tradisi ini digali dari kesadaran batin
tokoh-tokoh umat Islam masa lalu untuk membangun hubungan yang
harmonis (silaturahim) antar umat. Dengan acara halal bihalal,
pemimpin agama, tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah akan
berkumpul, saling berinteraksi dan saling bertukar informasi. Sampai

6
Fatma Dian Pratiwi, Facebook, Silaturahim, dan Budaya Membaca, Jurnal Komunikasi, Vol. 4,
No.2, 2010
xiv

saat ini tradisi ini masih dilakukan di semua lapisan masyarakat, dan
masih tetap dilestarikan di setiap daerah.
b. Tradisi Tabot atau Tabuik
Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat
Bengkulu untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian Hasan
dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad saw. Kedua
cucu Rasulullah saw. ini gugur dalam peperangan di Karbala, Irak
pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M). Perayaan di Bengkulu
pertama kali dilaksanakan oleh Syaikh Burhanuddin yang dikenal
sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syaikh Burhanuddin
menikah dengan wanita Bengkulu kemudian keturunannya disebut
sebagai keluarga Tabot.
Upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar
kalendar Islam) setiap tahun. Istilah Tabot berasal dari kata Arab,
“tabut”, yang secara harfah berarti kotak kayu atau peti. Tidak ada
catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu.
Namun, diduga kuat tradisi ini dibawa oleh para tukang yang
membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para
tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan
7
Bengali di bagian selatan India.
c. Tradisi Kupatan (Bakdo Kupat)
Tradisi membuat kupat ini biasanya dilakukan seminggu setelah
hari raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat berkumpul di suatu tempat
seperti mushala dan masjid untuk mengadakan selamatan dengan
hidangan yang didominasi kupat (ketupat). Kupat merupakan makanan
yang terbuat dari beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur
kuning (daun kelapa yang masih muda). Sampai saat ini ketupat
menjadi maskot Hari Raya Idul Fitri. Ketupat memang sebagai
makanan khas lebaran. Makanan itu ternyata bukan sekadar sajian

7
Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Vol. 2 No. 2, November 2016
xv

pada hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam tradisi


Jawa .

d. Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta


Tradisi ini dilaksanakan sebagai wujud mengenang jasa-jasa para
Walisongo yang telah berhasil menyebarkan Islam di tanah Jawa,
sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada mulanya dilakukan
oleh Sunan Bonang. Setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan
diselingi dengan lagu-lagu yang berisi ajaran agama Islam serta setiap
pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain.
Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam
memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. 8
e. Tradisi Grebeg Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap
tahun dilaksanakan di Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini
dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan datangnya
Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Tradisi ini cukup menarik
karena Demak merupakan pusat perjuangan Walisongo dalam dakwah.
Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun
1428 Caka dan dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40
hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak.
Mesjid ini didirikan oleh Walisongo pada tahun 1399 Caka,
bertepatan 1477 Masehi.Tahun berdirinya masjid ini tertulis pada
bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janmo”. Pada tahun
1428 tertulis dalam Caka tersebut Sunan Giri meresmikan
penyempurnaan masjid Demak. Tanpa diduga pengunjung yang hadir
sangat banyak. Kesempatan ini kemudian digunakan para Wali untuk
melakukan dakwah Islam. Jadi, tujuan semula Grebeg Besar adalah
untuk merayakan Hari Raya Kurban dan memperingati peresmian
Masjid Demak.

8
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004), hlm. 329.
xvi

f. Tradisi Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado


Di kawasan Kedaton Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan
Timur, juga diselenggarakan tradisi yang dinamakan Kerobok Maulid.
Istilah Kerobok berasal dari Bahasa Kutai yang artinya berkerubun
atau berkerumun oleh orang banyak. Tradisi Kerobok Maulid
dipusatkan di halaman Masjid Jami’ Hasanuddin, Tenggarong. Tradisi
ini dilaksanakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi
Muhammad saw., tanggal 12 Rabiul Awwal. Kegiatan Kerobok
Maulid ini diawali dengan pembacaan Barzanji di Masjid Jami’
Hasanudin Tenggarong.
Puluhan prajurit Kesultanan akan keluar dengan membawa
usung-usungan yang berisi kue tradisional, puluhan bakul Sinto atau
bunga rampai dan Astagona. Usung-usungan ini kemudian dibawa
berkeliling antara Keraton dan Kedaton Sultan dan berakhir di Masjid
Jami’ Hasanuddin. Kedatangan prajurit keraton dengan membawa
Sinto, Astagona dan kue-kue di Masjid Hasanudin ini akan disambut
dengan pembacaan Asrakal yang kemudian membagi-bagikannya
kepada warga masyarakat yang ada di dalam Masjid. Akhir dari
upacara Kerobok ini ditandai dengan penyampaian hikmah maulid
oleh seorang ulama.9
g. Tradisi atau Budaya Tumpeng
Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam
bentuk kerucut. Nasi tumpeng umumnya berupa nasi kuning, atau nasi
uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi
keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan
suatu kejadian penting. Meskipun demikian, budaya tumpeng sudah
menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia. Tumpeng biasa disajikan di

9
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia (Pengantar Antropologi Agama), (Jakarta:
RajaGarafindo Persada, 2007), hlm. 5-6.
xvii

atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. Ada tradisi
tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng
dihidangkan bagi orang yang dituakan dari orang-orang yang hadir.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tradisi Islam di Nusantara digunakan sebagai metode dakwah para
ulama zaman itu. Para ulama tidak memusnahkan secara total tradisi
yang telah ada di masyarakat. Seni budaya, adat, dan tradisi yang
bernapaskan Islam tumbuh dan berkembang di Nusantara. Tradisi ini
sangat bermanfaat bagi penyebaran Islam di Nusantara.
2. Banyak sekali tradisi atau budaya Islam yang berkembang hingga saat
ini. Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masing-
masing. Berikut ini adalah beberapa tradisi atau budaya Islam
dimaksud.
a. Tradisi Halal Bihalal
b. Tradisi Tabot atau Tabuik
c. Tradisi Kupatan (Bakdo Kubat)
d. Tradisi Sekaten di Yogyakarta dan Surakarta
e. Tradisi Grebeg Besar di Demak
f. Tradisi Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado
g. Tradisi atau Budaya Tumpeng
3. Kita sebagai generasi penerus Islam kita harus bijaksana dalam
menyikapi tradisi tersebut. Memang harus diakui ada tradisi-tradisi
lokal yang tidak sesuai dengan Islam. Tradisi seperti ini harus kita
tolak, dan buang supaya tidak ditiru oleh generasi berikutnya.
B. Saran
Pembelajaran tentang seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi
Islam nusantara akan lebih memahami tentang bagaimana islam masuk ke
xviii

Indonesia, bagaimana perjuangan para penyebar islam di nusantara


sehingga dapat meneladani dan mengharagai jasa - jasa para pahlawan
agama dan bangsa tersebut. Pendalaman terhadap sejarah membuat kita
tahu dan mengerti serta bisa mengharagai pengorbanan para pendahulu
mereka. Untuk itu kepada para pembaca agar dapat memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia (Pengantar Antropologi


Agama), (Jakarta: RajaGarafindo Persada, 2007)

Fatma Dian Pratiwi, Facebook, Silaturahim, dan Budaya Membaca, Jurnal


Komunikasi, Vol. 4, No.2, 2010

http://patrakomputer.blogspot.com/2017/05/makalah-tradisi-tradisi-islam-di.html

https://hanumzuraida849975131.wordpress.com/2018/04/30/makalah-tentang-
sejarah-tradisi-islam-nusantara/

http://kumpulanmakalah-mey.blogspot.com/2015/03/makalah-tentang-tradisi-
islam-nusantara.html

Ifrosin, Fiqh Adat Tradisi Masyarakat Dalam Pandangan Fiqh, (Kediri: Mu’jizat
Group, 2007)

Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Vol. 2 No. 2, November 2016

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan,


2004)

M. Jandra, Islam dalam konteks Budaya da Tradisi Plural, dalam buku Agama
dan Pluralitas Budaya lokal, editor Zakiyyudin Baidhay dan Mutohharun
Jina UMS Press 2022

Mardimin Johanes, Jangan Tangisi Tradisi (Yogyakarta: Kanisius, 1994)


xix

Prof. Dr. Azyumardi Azra (1999), Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah
Wacana dan Kekuasaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Zakiyudiddin Baidhawy, Islam dan Budaya Lokal, dalam profetika (Jurnal Study
Islam, vol.2, juli 2002.PMSI UMS

Anda mungkin juga menyukai