(Tetraploid Teak Seedling was More Tolerant to Drought Stress than Its Diploid
Seedling)
Keywords: ABSTRACT
Teak
Diploid The demand of teak (Tectona grandis L.f.) wood for the national industry can only be fulfilled
Tetraploid about 0.75 million m3/year from 2.5 million m3/year which is caused by the long of harvesting
Drought stress time and the derivation of suitable land for teak due to climate change. Indonesia has a wide
area of dry land to develop teak plant, so that, fast growing and drought resistant teak seedling
is needed. The aim of this research was to compare the resistance of tetraploid and diploid teak
clone to drought stress. The research was conducted in the greenhouse using Randomized Block
Design with two factors and 9 replications. The first factor was clone i.e. diploid (2x) and
tetraploid (4x). The second factor was drought stress levels consisted of 5 watering intervals i.e.
3 days, 7 days, 14 days, 21 days, and watering only at the treatment began. Plant height, stem
diameter, number of leaves, leaf area, leaf thickness, leaf water potential, stomata, root system,
and plant dry weight were observed to evaluate the plant growth. The result showed that the
growth of both tetraploid and its diploid seedling clones were declined under drought stress.
However, the growth of tetraploid seedling is better than its diploid seedling.
http://dx.doi.org/10.18330/jwallacea.2018.vol7iss1pp1-11
©JPKW-2018. Open access under CC BY-NC-SA license.
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11
2
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.
ketebalan daun dan stomata (panjang, lebar, dan jati diploid pada setiap rezim interval penyiraman
kerapatan) dilakukan pada saat bibit berumur 4 mulai dari minggu ke-8 sampai ke-16. Begitu juga
bulan. Sampel daun yang diukur adalah bagian dengan perlakuan interval penyiraman sekali di
tengah dari daun ketiga. Preparasi untuk awal, bibit jati tetraploid selalu lebih tinggi
pengamatan ketebalan daun dengan preparat dengan diameter batang dan daun yang lebih
semipermanen menggunakan metode paraffin besar. Hanya jumlah daunnya saja yang lebih
modifikasi (Sass, 1951), sedangkan preparasi sedikit mulai minggu ke-13 (Lampiran).
untuk pengamatan stomata menggunakan metode Bibit jati tetraploid menunjukkan kinerja
kutek (Haryanti, 2010). Pengamatan ketebalan yang lebih baik daripada klon diploid untuk
daun dan stomata menggunakan mikroskop variabel pertumbuhan tinggi bibit, diameter
dengan perbesaran 40x, dihitung dan diukur batang, jumlah daun, dan luas daun (Gambar 1).
secara manual menggunakan mikrometer. Pada hampir seluruh rezim interval penyiraman,
Pengamatan potensial air daun menggunakan alat perbedaan pertumbuhan tersebut mencapai
WP4 PotentiaMeter (Sowmen et al., 2014) di hampir 20% untuk selang waktu pengamatan 4
Laboratorium Fisiologi Stress Bidang Botani Pusat bulan. Pertumbuhan bibit menurun secara linier
Penelitian Biologi LIPI. dengan semakin panjangnya interval penyiraman.
Pada perlakuan penyiraman sekali pada awal
III. HASIL DAN PEMBAHASAN perlakuan, sampai umur 4 bulan, walaupun tinggi
bibit, diameter batang, jumlah daun tidak berbeda
A. Hasil
nyata (Gambar 1.A, 1.B, 1.C), namun luas daun
1. Data agronomi
klon jati tetraploid lebih besar dari pada klon jati
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
diploid (Gambar 1.D). Pada umur 5 bulan, klon jati
bahwa klon jati dan perlakuan interval
tetraploid juga terlihat lebih mampu bertahan
penyiraman berpengaruh nyata terhadap seluruh
hidup dibandingkan dengan klon jati diploid pada
karakter pertumbuhan tanaman yang diamati
kondisi cekaman kekeringan yang ekstrim
kecuali jumlah daun dan panjang akar (Tabel 1).
(penyiraman hanya sekali di awal). Bibit jati
Sedangkan interaksi antara klon jati dan interval
tetraploid masih hidup meskipun daunnya sudah
penyiraman hanya terlihat pada parameter rasio
mulai menguning dan layu, sedangkan klon jati
tunas akar.
diploid sudah kering dan mati.
a. Tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun,
dan luas daun b. Perakaran dan bobot kering bibit
Variabel tinggi bibit, diameter batang, jumlah Panjang akar klon jati diploid dan tetraploid
daun, dan luas daun bibit jati diploid dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
tetraploid rata-rata memasuki fase eksponensial (Gambar 2.A). Namun demikian, bobot kering akar
pada umur 4 minggu (Lampiran). Perlakuan dan rasio tunas-akar bibit jati tetraploid lebih
interval penyiraman terlihat mulai memengaruhi tinggi dibandingkan dengan bibit jati diploid
pertumbuhan bibit pada minggu ke-8 setelah (Gambar 2.B dan 2.D). Bobot kering tunas dan
perlakuan diterapkan. Semakin panjang interval bobot kering bibit jati tetraploid juga secara nyata
penyiraman akan semakin tertekan lebih tinggi dibandingkan dengan klon jati diploid
pertumbuhannya. Bibit jati tetraploid memiliki pada seluruh rezim interval penyiraman (Gambar
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan klon 2.C dan 2.E).
3
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11
Gambar 1. Rata-rata pertumbuhan bibit jati diploid dan tetraploid pada berbagai interval penyiraman
pada umur 16 minggu. A) Tinggi Bibit; B) Diameter Batang; C) Jumlah Daun; D) Luas Daun.
Figure 1. The Average of the growth between diploid and tetraploid teak seedling under several watering
intervals at 16 weeks. A) Seedling height; B) Stem diameter; C) Leaves number; D) Leaf area.
Panjang akar bibit pada seluruh interval Perlakuan interval penyiraman berpengaruh
penyiraman tidak berbeda nyata (Gambar 2.A). nyata pada tebal daun, tebal epidermis bawah,
Namun, bobot kering akar, bobot kering tunas, tebal palisade, dan tebal bunga karang, namun
dan bobot kering bibit menurun dengan tidak berpengaruh nyata terhadap tebal
meningkatnya cekaman kekeringan. epidermis atas. Di antara seluruh parameter
Rasio tunas-akar bibit jati diploid menurun anatomi daun tersebut, hanya tebal epidermis
dengan semakin lama interval penyiraman. Rasio bawah yang dipengaruhi secara nyata oleh
tunas-akar klon jati tetraploid meningkat kembali interaksi dari klon jati dan interval penyiraman.
pada perlakuan penyiraman hanya sekali. Bobot
kering bibit kedua klon jati semakin menurun a. Ketebalan daun
dengan meningkatnya interval penyiraman. Tebal daun kedua klon bibit jati diploid dan
Namun, klon jati tetraploid selalu memiliki bobot tetraploid memiliki pola yang berbeda jika
kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan diberikan perlakuan cekaman kekeringan
dengan klon jati diploid pada semua rezim (Gambar 3). Daun bibit jati diploid memiliki
interval penyiraman (Gambar 2.E). kecenderungan semakin tipis dengan semakin
tingginya tingkat cekaman kekeringan, sedangkan
2. Data anatomi daun bibit jati tetraploid cenderung menipis
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan hanya sampai perlakuan interval penyiraman 14
bahwa klon jati berpengaruh nyata terhadap hari, setelah itu menebal kembali pada cekaman
seluruh parameter anatomi daun (Tabel 2). kekeringan yang lebih berat, yaitu perlakuan
4
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.
Gambar 2. Rata-rata panjang akar (A), bobot kering akar (B), bobot kering tunas (C), rasio tunas akar
(D), dan bobot kering bibit (E).
Figure 2. The average of root length (A), root dry weight (B), shoot dry weight (C), shoot-root ratio (D), and
seedling dry weight (E).
interval penyiraman 21 hari dan perlakuan ketebalan epidermis atas bibit jati diploid
penyiraman hanya sekali. Selain itu, daun bibit jati cenderung menurun (Gambar 4.A). Pola yang
tetraploid selalu lebih tebal pada semua sama terlihat juga pada epidermis bawah kedua
perlakuan interval penyiraman dibandingkan klon jati. Epidermis bawah bibit jati tetraploid
dengan bibit jati diploidnya. lebih tipis dibandingkan diploidnya hanya pada
perlakuan interval penyiraman 3 hari. Namun
demikian, pada kondisi perlakuan cekaman
kekeringan, epidermis bawah daun bibit jati
tetraploid selalu lebih tebal (Gambar 4.B).
Sel-sel mesofil terdiri atas palisade dan
bunga karang (spongy). Pola ketebalan jaringan
palisade terlihat cenderung tidak beraturan. Pada
perlakuan interval penyiraman 7 hari, ketebalan
jaringan palisade bibit jati diploid meningkat dari
perlakuan interval penyiraman 3 hari, namun
Gambar 3. Tebal daun bibit jati diploid dan menurun lagi pada perlakuan interval penyiraman
tetraploid. 14 hari, meningkat lagi pada perlakuan interval
Figure 3. Leaf thickness of diploid and tetraploid penyiraman 21 hari dan menurun lagi pada
teak seedlings. perlakuan penyiraman hanya sekali. Hal yang
sama terjadi pada bibit jati tetraploid, ketebalan
b. Tebal epidermis dan mesofil jaringan palisade pada perlakuan interval
Epidermis atas daun bibit jati tetraploid penyiraman 7 hari meningkat dari perlakuan
selalu lebih tebal jika dibandingkan dengan interval penyiraman 3 hari, namun menurun lagi
diploidnya pada semua rezim interval penyiraman pada perlakuan interval penyiraman 14 hari, lalu
(Gambar 4). Ketebalan epidermis atas bibit jati meningkat lagi pada perlakuan interval
tetraploid cenderung meningkat dengan penyiraman 21 hari dan penyiraman hanya sekali
meningkatnya interval penyiraman, sebaliknya (Gambar 4.C).
5
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11
Gambar 4. Tebal epidermis atas (A), epidermis bawah (B), palisade (C), dan bunga karang (D) daun bibit
jati diploid dan tetraploid.
Figure 4. Thickness of upper epidermis (A), lower epidermis (B), palisade (C), spongy (D) of diploid and
tetraploid teak seedling leaves.
Jaringan bunga karang daun bibit jati diploid yang lebih rendah dari pada bibit jati tetraploid
dan tetraploid terlihat memiliki pola yang relatif dan menurun dengan meningkatnya interval
sama dengan ketebalan daun. Jaringan bunga penyiraman. Nilai kerapatan stomata bibit jati
karang daun bibit jati diploid cenderung menipis diploid lebih tinggi dibandingkan bibit jati
dengan meningkatnya cekaman kekeringan, tetraploid, namun nilai tersebut tidak menurun
sedangkan jaringan bunga karang daun bibit jati dengan meningkatnya interval penyiraman.
tetraploid menipis hanya sampai perlakuan
interval penyiraman 14 hari, lalu menebal 3. Potensial air daun
kembali pada perlakuan interval penyiraman 21 Potensial air daun klon jati diploid dan
hari dan penyiraman hanya sekali (Gambar 4.D). tetraploid menunjukkan penurunan dengan
diberikannya perlakuan interval penyiraman
c. Stomata (Gambar 6). Cekaman kekeringan yang meningkat
Pengamatan terhadap variabel panjang, berpengaruh terhadap menurunnya potensial air
lebar, dan kerapatan stomata menunjukkan daun. Meskipun demikian, penurunan potensial
bahwa variabel-variabel tersebut linear terhadap air daun pada perlakuan interval penyiraman 3
perlakuan interval penyiraman baik bibit jati hari sampai 21 hari terlihat tidak terlalu tajam.
diploid maupun tetraploid (Gambar 5). Respon Penurunan potensial air daun yang tajam hanya
linear pada variabel panjang, lebar, dan kerapatan terlihat pada perlakuan penyiraman hanya sekali
stomata untuk bibit jati tetraploid dicirikan pada awal perlakuan. Potensial air daun bibit jati
dengan slope nol. Pada bibit jati diploid, respon diploid dan tetraploid tidak berbeda nyata pada
linear lebar dan panjang stomata mempunyai nilai seluruh tingkat cekaman kekeringan.
Gambar 5. Tren panjang stomata (A), lebar stomata (B), dan kerapatan stomata (C) klon jati diploid
dan tetraploid.
Figure 5. The trendline of stomatal length (A), stomatal width (B), and stomatal density (C) of diploid
and tetraploid teak clone.
6
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.
7
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11
sehingga jumlah CO2 yang masuk ke sel-sel daun densitas perakaran yang lebih besar dibandingkan
bibit jati tetraploid lebih banyak dibandingkan dengan bobot kering tanaman yang lebih rendah.
dengan bibit jati diploid. Perbedaan ini Song Ai & Torey (2013) menjelaskan bahwa salah
menyebabkan penurunan laju fotosintesis bibit satu cara tanaman untuk mempertahankan
jati tetraploid lebih rendah dibandingkan bibit jati penyerapan air dalam kondisi kekeringan adalah
diploid. Akibatnya, bibit jati tetraploid lebih tinggi dengan meningkatkan densitas perakaran agar
dan lebih besar dalam kondisi cekaman dapat menyerap air dengan volume yang lebih
kekeringan. Selain itu, bibit jati tetraploid besar (drought avoidance).
memiliki kerapatan stomata yang lebih rendah
dari pada bibit jati diploid. Ukuran stomata yang IV. KESIMPULAN DAN SARAN
lebih besar dengan kerapatan stomata yang lebih
A. Kesimpulan
rendah pada tanaman poliploid dibandingkan
Seluruh karakter pertumbuhan yang diukur
tanaman diploid telah dilaporkan oleh Ye et al.
dari klon jati diploid maupun tetraploid menurun
(2010) pada tanaman bungur, Gallone et al.
dengan meningkatnya cekaman kekeringan. Klon
(2014) pada tanaman ‘Oratia Beauty’, dan Rahayu
jati tetraploid tumbuh lebih baik dibandingkan
et al. (2015) pada tanaman anggrek bulan. Hal ini
dengan klon jati diploid pada kondisi cekaman
kemungkinan menyebabkan kehilangan air daun
kekeringan. Mekanisme adaptasi klon jati
tanaman jati tetraploid tidak jauh berbeda dengan
tetraploid terhadap cekaman kekeringan di
tanaman jati diploid meskipun stomatanya
antaranya dengan mempertebal, mengurangi, dan
berukuran lebih besar. Selain dengan menutup
memperkecil daunnya, serta meningkatkan
stomata, tumbuhan juga akan menggugurkan
densitas perakarannya.
daun dan memperkecil luas daunnya untuk
mengurangi kehilangan air melalui transpirasi
B. Saran
(Lambers et al., 1998). Luas daun tanaman jarak
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
pagar (Lapanjang et al., 2008), jati (Hendrati et al.,
mempelajari respon bibit jati terhadap cekaman
2016), dan mangga (Helaly et al., 2017) menurun
kekeringan pada berbagai jenis dan tekstur tanah
secara signifikan pada kondisi cekaman
karena setiap jenis dan tekstur tanah memiliki
kekeringan. Skirycz & Inze (2010) melaporkan
kapasitas penyimpanan air yang berbeda dengan
bahwa cekaman kekeringan menurunkan
karakter yang berbeda pula.
pertumbuhan daun tanaman dengan cara
memengaruhi pembelahan dan pembesaran sel,
UCAPAN TERIMA KASIH
sehingga luas daun tanaman menurun karena
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu
menurunnya jumlah dan ukuran sel.
K. Utami Nugraheni, Dodi Sutardi, Wido, dan
Daun bibit jati tetraploid yang bertambah
Dedek atas bantuan teknisnya selama penelitian.
tebal pada kondisi cekaman kekeringan yang
Penelitian ini didanai oleh program
berat mengindikasikan bentuk adaptasi jati
pengembangan produk komersial, Pusat
terhadap kondisi cekaman kekeringan yang dapat
Penelitian Biomaterial, LIPI 2015.
berperan dalam mengurangi transpirasi. Li et al.
(1996) melaporkan bahwa epidermis atas dan
DAFTAR PUSTAKA
bawah tanaman Betula papyrifera yang poliploid
Adi D.S., Sudarmanto., Ismadi., M. Gofar., T. Darmawan., Y.
lebih tebal dibandingkan dengan yang diploid Amin., W. Dwianto., and Witjaksono. (2016).
untuk mengurangi kehilangan air melalui daun Evaluation of the wood quality of platinum teak
pada kondisi stress air. Tanaman Lonicera wood. Teknologi Indonesia, 39 (1), 36-44.
japonica Thunb. tetraploid yang diberi perlakuan
Biantary M.P., dan M.W. Agang. (2015). Karakteristik
stress suhu tinggi yang dapat meningkatkan
kesuburan tanah dan produktifitas tanaman jati
transpirasi, juga dilaporkan memiliki lapisan (Tectona grandis L.f). Studi Kasus Pada Tanaman
apidermis atas dan bawah, dan jaringan palisade Jati yang ditanam secara Agroforestry di Bukit
yang lebih tebal dibandingkan dengan yang Biru Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara
diploidnya (Li et al., 2011). Kalimantan Timur. Laporan Akhir Penelitian
Perakaran tanaman seperti bobot kering Dosen Pemula. Universitas 17 Agustus 1945
akar juga dapat menggambarkan adaptasi suatu Samarinda.
tanaman terhadap kondisi kekurangan air. Bobot Chandra A., and A. Dubey. (2010). Effect of ploidy levels
kering akar bibit jati tetraploid lebih tinggi on the activities of D1-pyrroline-5-carboxylate
dibandingkan dengan bibit jati diploid. Song Ai & synthetase, superoxide dismutase and peroxidase
Torey (2013) menyatakan bahwa dalam kondisi in Cenchrus species grown under water stress.
cekaman kekeringan, bobot kering akar tanaman Plant Physiology and Biochemistry, 48, 27–34.
yang tahan kering lebih besar dibandingkan Efansyah M.N., M.H. Bintoro., dan W.H. Limbong. (2012).
dengan tanaman yang rentan kekeringan. Bobot Prospek usaha bagi hasil penanaman jati unggul
kering akar tanaman yang tinggi mengindikasikan nusantara (studi kasus pada koperasi perumahan
8
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.
9
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11
Yunianti A.D. (2012). Porositas kayu jati klon cepu dan Zhang F., H. Xue., X Lu., B. Zhang., F. Wang., Y. Ma., and Z.
madiun umur 7 tahun. Jurnal Perennial, 8 (2), 80- Zhang. (2015). Autotetraploidization enhances
83. drought stress tolerance in two apple cultivars.
Trees, 29, 1773–1780.
10
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.
Lampiran: Tren Pertumbuhan bibit klon jati diploid dan tetraploid mulai dari perlakuan sampai umur 20 minggu.
Appendix: Growth of diploid and tertapolid teak seedling from the beginning of the treatment until 20 weeks.
3 Hari sekali 7 Hari Sekali 14 Hari Sekali 21 Hari Sekali Sekali di awal
120 120
Klon Diploid
100 100
Klon Tetraploid
Tinggi Tanaman (cm)
60 60
40 40
20 20
0 0
2.0 2.0
1.8 1.8
1.6 1.6
1.4 1.4
1.2 1.2
1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4 0.4
14 14
12 12
Jumlah Daun
10 10
Jumlah Daun
8 8
6 6
4 4
2 2
1000 1000
800 800
600 600
400 400
200 200
0 0
0 5 10 15 20 250 5 10 15 20 250 5 10 15 20 250 5 10 15 20 250 5 10 15 20 25
11