Anda di halaman 1dari 11

eISSN 2407-7860

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea (2018) 7(1), 1-11 pISSN 2302-299X

Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea


Akreditasi LIPI: 764/AU1/P2MI-LIPI/10/2016
Akreditasi KEMENRISTEKDIKTI: 36b/E/KPT/2016
www.jurnal.balithutmakassar.org

BIBIT JATI TETRAPLOID LEBIH TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN


DARIPADA BIBIT JATI DIPLOID ASALNYA

(Tetraploid Teak Seedling was More Tolerant to Drought Stress than Its Diploid
Seedling)

Ridwan, Tri Handayani, Indira Riastiwi, dan Witjaksono


Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Jl. Raya Jakarta-Bogor Km 46, Kode Pos 16911 Cibinong, Indonesia
Telp. +62 218765066/7; Faks. +62 218765059

Article Info ABSTRAK


Article History: Kebutuhan kayu jati (Tectona grandis L.f.) untuk industri nasional hanya bisa dipenuhi
Received 26 July 2017; sekitar 0,75 juta m3/tahun dari 2,5 juta m3/tahun yang diantaranya disebabkan oleh umur
received in revised panen pohon jati yang lama dan semakin berkurangnya lahan yang sesuai dengan habitat jati
form 12 February akibat perubahan iklim. Indonesia memiliki lahan kering yang cukup luas untuk
2018; accepted 12 pengembangan jati, sehingga dibutuhkan bibit tanaman jati yang bisa tumbuh cepat dan
February 2018. tahan dengan kondisi kekeringan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sifat
Available online since ketahanan klon jati tetraploid dengan diploid terhadap cekaman kekeringan. Penelitian
27 March 2018 dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan
ulangan sebanyak 9 kali di rumah kaca. Faktor pertama adalah klon diploid (2x) dan
tetraploid (4x). Faktor kedua adalah tingkat cekaman kekeringan meliputi interval
Kata kunci: penyiraman 3 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan disiram hanya di awal perlakuan. Pengamatan
Jati dilakukan terhadap tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, luas daun, ketebalan daun,
Diploid potensial air daun, stomata, perakaran, dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian
Tetraploid menunjukkan bahwa pertumbuhan kedua klon bibit jati menurun dalam kondisi cekaman
Cekaman kekeringan kekeringan, namun pertumbuhan bibit tetraploid lebih baik dibandingkan dengan bibit
diploidnya.

Keywords: ABSTRACT
Teak
Diploid The demand of teak (Tectona grandis L.f.) wood for the national industry can only be fulfilled
Tetraploid about 0.75 million m3/year from 2.5 million m3/year which is caused by the long of harvesting
Drought stress time and the derivation of suitable land for teak due to climate change. Indonesia has a wide
area of dry land to develop teak plant, so that, fast growing and drought resistant teak seedling
is needed. The aim of this research was to compare the resistance of tetraploid and diploid teak
clone to drought stress. The research was conducted in the greenhouse using Randomized Block
Design with two factors and 9 replications. The first factor was clone i.e. diploid (2x) and
tetraploid (4x). The second factor was drought stress levels consisted of 5 watering intervals i.e.
3 days, 7 days, 14 days, 21 days, and watering only at the treatment began. Plant height, stem
diameter, number of leaves, leaf area, leaf thickness, leaf water potential, stomata, root system,
and plant dry weight were observed to evaluate the plant growth. The result showed that the
growth of both tetraploid and its diploid seedling clones were declined under drought stress.
However, the growth of tetraploid seedling is better than its diploid seedling.

 Corresponding author. Tel.: +62 81915799980


E-mail address: ridwan6words@gmail.com (Ridwan)

http://dx.doi.org/10.18330/jwallacea.2018.vol7iss1pp1-11
©JPKW-2018. Open access under CC BY-NC-SA license.
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11

I. PENDAHULUAN mengungkapkan bahwa tanaman tetraploid


Kayu jati memiliki nilai ekonomi yang tinggi memiliki ketahanan terhadap kondisi kekurangan
(Kemendag tahun 2012, menetapkan harga kayu air yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
jati dengan diameter 30 cm lebih sebesar tanaman diploidnya (Chandra & Dubey, 2010; Liu
Rp3.789.000/m3) karena memiliki kualitas yang et al., 2011; Zhang et al., 2015). Namun demikian,
tergolong kelas I. Kayu jati terutama digunakan sampai saat ini belum ada laporan mengenai
untuk industri mebel dan bangunan dengan tingkat ketahanan tanaman jati tetraploid
kebutuhan secara nasional sekitar 2,5 juta terhadap cekaman kekeringan sehingga penelitian
m3/tahun, namun yang dapat terpenuhi baru ini bertujuan untuk membandingkan tingkat
sekitar 0,75 juta m3/tahun (Efansyah et al., 2012). ketahanan bibit jati tetraploid dengan yang
Salah satu faktor yang menyebabkan kebutuhan diploid terhadap cekaman kekeringan.
nasional kayu jati belum terpenuhi adalah umur
panen dari pohon jati yang lama, yaitu sekitar 60 II. METODE PENELITIAN
tahun (Yunianti, 2012). Lembaga Ilmu Penelitian dilaksanakan pada bulan April –
Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah Agustus 2015 di Rumah Kaca Bidang Botani Pusat
mengembangkan jati platinum yang bisa tumbuh Penelitian Biologi LIPI dengan menggunakan 2
lebih cepat dari pada jati lokal (Pramasari et al., klon bibit jati dengan tingkat ploidi yang berbeda
2014) sehingga dapat dipanen dalam waktu yang yaitu bibit jati platinum diploid (2n=2x=36) dan
lebih cepat (8-10 tahun). Jati platinum LIPI umur bibit jati platinum yang sudah digandakan
5 tahun memiliki kualitas kayu yang diindikasikan kromosomnya menjadi tetraploid (2n=4x=72)
oleh nilai MOR (Modulus of Rupture), MOE dengan menggunakan senyawa orizalin. Tunas in
(Modulus of Elasticity), dan densitas kayu yang vitro jati platinum diploid direndam dalam
hampir setara dengan kayu jati rakyat yang larutan oryzalin pada konsentrasi 15 – 60 µM.
berumur 20-30 tahun sehingga jati platinum LIPI Tingkat ploidi tunas jati tetraploid hasil perlakuan
diduga memiliki prospek yang bagus sebagai oryzalin dianalisis dengan menggunakan flow
bahan struktural dan furnitur (Adi et al., 2016) cytometer dan dikonfirmasi dengan menghitung
Penelitian lanjutan untuk meningkatkan jumlah kromosom pada akar tunasnya. Bibit yang
kualitas klon jati tersebut masih terus dilakukan digunakan untuk percobaan berumur 3 bulan
untuk mendapatkan kayu jati yang lebih baik, setelah dipindahkan dari bak aklimatisasi.
cepat tumbuh, dan yang toleran terhadap Rancangan Acak Kelompok diterapkan dengan 2
cekaman biotik dan abiotik terutama cekaman faktor yang diulang sebanyak 9 kali. Faktor
kekeringan. Peningkatan kualitas bibit jati pertama adalah klon bibit jati yaitu bibit jati
tersebut penting dilakukan mengingat Indonesia diploid (2x) dan bibit jati tetraploid (4x). Faktor
memiliki lahan kering yang semakin luas karena kedua adalah interval penyiraman yang diberikan
perubahan iklim. Lahan tersebut berpotensi yang meliputi: 1) interval penyiraman 3 hari
sebagai lokasi untuk pengembangan tanaman jati. (kontrol); 2) interval penyiraman 7 hari; 3)
Kekurangan air karena curah hujan yang tidak interval penyiraman 14 hari; 4) interval
menentu juga bisa menjadi masalah terhadap penyiraman 21 hari; dan 5) disiram sekali hanya
tingkat keberhasilan penanaman jati terutama di awal perlakuan. Jumlah air yang diberikan pada
pada masa awal penanaman sehingga diperlukan setiap penyiraman adalah 9 liter (dosis air untuk
bibit yang juga toleran terhadap kekeringan. Bibit mencapai kadar lengas kapasitas lapang pertama
jati yang bisa tumbuh cepat dengan kualitas yang kali).
baik dan toleran terhadap cekaman kekeringan Bibit jati disapih pada saat media bibit dalam
sangat diperlukan untuk meningkatkan kondisi kadar lengas kapasitas lapang. Media
pemenuhan kebutuhan kayu jati nasional. tanam yang digunakan adalah campuran tanah,
Manipulasi ploidi melalui kultur jaringan pupuk kandang, dan arang sekam dengan
telah dilakukan untuk memperbaiki genetik perbandingan 10:1:1 dengan bobot total 35 kg
tanaman jati platinum. Jati platinum diploid dalam wadah polibag berukuran 60/40 cm. Untuk
(2n=2x=36) digandakan kromosomnya menjadi mendapatkan media bibit dengan kondisi 100%
tetraploid (2n=4x=72) dengan menggunakan kapasitas lapang, media diairi sampai jenuh
senyawa orizalin (Witjaksono, 2015). Senyawa kemudian dibiarkan sampai air tidak menetes lagi
orizalin merupakan salah satu senyawa yang dari media. Kadar air media pada kondisi
dapat menghambat pembentukan benang spindel kapasitas lapang ditentukan dengan metode
pada proses pembelahan sel yang dapat gravimetri.
menginduksi peningkatan ploidi pada sel Pengamatan tinggi bibit, diameter batang
tanaman. Peningkatan ploidi sudah terbukti pada bibit, jumlah daun, dan luas daun dilakukan
banyak tanaman dapat meningkatkan ukuran dan secara rutin dengan interval 1 minggu. Perakaran
pertumbuhan tanaman (Wang et al., 2015; Ye et dan bobot kering tanaman diamati pada akhir
al., 2010; Hummer, 2015). Laporan lain percobaan secara destruktif. Pengamatan

2
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.

ketebalan daun dan stomata (panjang, lebar, dan jati diploid pada setiap rezim interval penyiraman
kerapatan) dilakukan pada saat bibit berumur 4 mulai dari minggu ke-8 sampai ke-16. Begitu juga
bulan. Sampel daun yang diukur adalah bagian dengan perlakuan interval penyiraman sekali di
tengah dari daun ketiga. Preparasi untuk awal, bibit jati tetraploid selalu lebih tinggi
pengamatan ketebalan daun dengan preparat dengan diameter batang dan daun yang lebih
semipermanen menggunakan metode paraffin besar. Hanya jumlah daunnya saja yang lebih
modifikasi (Sass, 1951), sedangkan preparasi sedikit mulai minggu ke-13 (Lampiran).
untuk pengamatan stomata menggunakan metode Bibit jati tetraploid menunjukkan kinerja
kutek (Haryanti, 2010). Pengamatan ketebalan yang lebih baik daripada klon diploid untuk
daun dan stomata menggunakan mikroskop variabel pertumbuhan tinggi bibit, diameter
dengan perbesaran 40x, dihitung dan diukur batang, jumlah daun, dan luas daun (Gambar 1).
secara manual menggunakan mikrometer. Pada hampir seluruh rezim interval penyiraman,
Pengamatan potensial air daun menggunakan alat perbedaan pertumbuhan tersebut mencapai
WP4 PotentiaMeter (Sowmen et al., 2014) di hampir 20% untuk selang waktu pengamatan 4
Laboratorium Fisiologi Stress Bidang Botani Pusat bulan. Pertumbuhan bibit menurun secara linier
Penelitian Biologi LIPI. dengan semakin panjangnya interval penyiraman.
Pada perlakuan penyiraman sekali pada awal
III. HASIL DAN PEMBAHASAN perlakuan, sampai umur 4 bulan, walaupun tinggi
bibit, diameter batang, jumlah daun tidak berbeda
A. Hasil
nyata (Gambar 1.A, 1.B, 1.C), namun luas daun
1. Data agronomi
klon jati tetraploid lebih besar dari pada klon jati
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
diploid (Gambar 1.D). Pada umur 5 bulan, klon jati
bahwa klon jati dan perlakuan interval
tetraploid juga terlihat lebih mampu bertahan
penyiraman berpengaruh nyata terhadap seluruh
hidup dibandingkan dengan klon jati diploid pada
karakter pertumbuhan tanaman yang diamati
kondisi cekaman kekeringan yang ekstrim
kecuali jumlah daun dan panjang akar (Tabel 1).
(penyiraman hanya sekali di awal). Bibit jati
Sedangkan interaksi antara klon jati dan interval
tetraploid masih hidup meskipun daunnya sudah
penyiraman hanya terlihat pada parameter rasio
mulai menguning dan layu, sedangkan klon jati
tunas akar.
diploid sudah kering dan mati.
a. Tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun,
dan luas daun b. Perakaran dan bobot kering bibit
Variabel tinggi bibit, diameter batang, jumlah Panjang akar klon jati diploid dan tetraploid
daun, dan luas daun bibit jati diploid dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
tetraploid rata-rata memasuki fase eksponensial (Gambar 2.A). Namun demikian, bobot kering akar
pada umur 4 minggu (Lampiran). Perlakuan dan rasio tunas-akar bibit jati tetraploid lebih
interval penyiraman terlihat mulai memengaruhi tinggi dibandingkan dengan bibit jati diploid
pertumbuhan bibit pada minggu ke-8 setelah (Gambar 2.B dan 2.D). Bobot kering tunas dan
perlakuan diterapkan. Semakin panjang interval bobot kering bibit jati tetraploid juga secara nyata
penyiraman akan semakin tertekan lebih tinggi dibandingkan dengan klon jati diploid
pertumbuhannya. Bibit jati tetraploid memiliki pada seluruh rezim interval penyiraman (Gambar
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan klon 2.C dan 2.E).

Tabel 1. Analisis varian pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan bibit jati


Table 1. Analysis of variance of the treatments on teak seedling growth
Sumber Tinggi Diameter Bobot Rasio Bobot
Jumlah daun Luas daun Panjang
keragaman Db bibit batang kering tunas akar kering bibit
(Leaves (Leaf akar (Root
(Source of (df) (Seedling (Stem akar (Root (Shoot: (Seedling dry
number) area) length)
variance) height) diameter) dry weight) root) weight)
Klon Jati 1 8,190** 14,062** 1,719NS 11,339** 0,080 NS 92,016** 12,657** 112,648**
(Teak Clone)
Interval 4 27,804** 38,811** 37,087** 24,193** 1,915 NS 79,982** 14,296** 148,025**
penyiraman
(Watering
Intervals)
Klon JatiXInterval 4 1,836NS 1,966NS 1,153NS 0,449NS 0,629NS 0,959 NS 9,345** 1,735NS
Penyiraman
(Teak
CloneXWatering
Intervals)
Galat (Error) 72
Keterangan: ** berbeda sangat nyata, NStidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%
Remarks: **Highly Significant, nsNot Significant at 95% Confidence Level

3
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11

Gambar 1. Rata-rata pertumbuhan bibit jati diploid dan tetraploid pada berbagai interval penyiraman
pada umur 16 minggu. A) Tinggi Bibit; B) Diameter Batang; C) Jumlah Daun; D) Luas Daun.
Figure 1. The Average of the growth between diploid and tetraploid teak seedling under several watering
intervals at 16 weeks. A) Seedling height; B) Stem diameter; C) Leaves number; D) Leaf area.

Panjang akar bibit pada seluruh interval Perlakuan interval penyiraman berpengaruh
penyiraman tidak berbeda nyata (Gambar 2.A). nyata pada tebal daun, tebal epidermis bawah,
Namun, bobot kering akar, bobot kering tunas, tebal palisade, dan tebal bunga karang, namun
dan bobot kering bibit menurun dengan tidak berpengaruh nyata terhadap tebal
meningkatnya cekaman kekeringan. epidermis atas. Di antara seluruh parameter
Rasio tunas-akar bibit jati diploid menurun anatomi daun tersebut, hanya tebal epidermis
dengan semakin lama interval penyiraman. Rasio bawah yang dipengaruhi secara nyata oleh
tunas-akar klon jati tetraploid meningkat kembali interaksi dari klon jati dan interval penyiraman.
pada perlakuan penyiraman hanya sekali. Bobot
kering bibit kedua klon jati semakin menurun a. Ketebalan daun
dengan meningkatnya interval penyiraman. Tebal daun kedua klon bibit jati diploid dan
Namun, klon jati tetraploid selalu memiliki bobot tetraploid memiliki pola yang berbeda jika
kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan diberikan perlakuan cekaman kekeringan
dengan klon jati diploid pada semua rezim (Gambar 3). Daun bibit jati diploid memiliki
interval penyiraman (Gambar 2.E). kecenderungan semakin tipis dengan semakin
tingginya tingkat cekaman kekeringan, sedangkan
2. Data anatomi daun bibit jati tetraploid cenderung menipis
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan hanya sampai perlakuan interval penyiraman 14
bahwa klon jati berpengaruh nyata terhadap hari, setelah itu menebal kembali pada cekaman
seluruh parameter anatomi daun (Tabel 2). kekeringan yang lebih berat, yaitu perlakuan

Tabel 2. Analisis varian pengaruh perlakuan terhadap parameter anatomi


Tabel 2. Analysis of variance of the treatments on leaf anatomy
Tebal daun Tebal epidermis Tebal epidermis Tebal palisade Tebal bunga
Sumber keragaman Db
(Leaf atas (Thickness of bawah (Thickness of (Thickness of karang (Thickness
(Source of variance) (df)
thickness) upper epidermis) lower epidermis) palisade) of spongy)
Klon Jati (Teak Clone) 1 18.593** 23.973** 27.402** 26.339** 13.168**
Interval penyiraman 4 3.380* 1.619NS 3.210* 3.242* 7.246**
(Watering Intervals)
Klon JatiXInterval 4 1.589NS 0.922NS 8.512** 2.509NS 2.388NS
Penyiraman (Teak
CloneXWatering
Intervals)
Galat (Error) 72
Keterangan: * Berbeda nyata, ** berbeda sangat nyata, NStidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%
Remarks: *Significant different, **Highly Significant, nsNot Significant at 95% Confidence Level

4
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.

Gambar 2. Rata-rata panjang akar (A), bobot kering akar (B), bobot kering tunas (C), rasio tunas akar
(D), dan bobot kering bibit (E).
Figure 2. The average of root length (A), root dry weight (B), shoot dry weight (C), shoot-root ratio (D), and
seedling dry weight (E).

interval penyiraman 21 hari dan perlakuan ketebalan epidermis atas bibit jati diploid
penyiraman hanya sekali. Selain itu, daun bibit jati cenderung menurun (Gambar 4.A). Pola yang
tetraploid selalu lebih tebal pada semua sama terlihat juga pada epidermis bawah kedua
perlakuan interval penyiraman dibandingkan klon jati. Epidermis bawah bibit jati tetraploid
dengan bibit jati diploidnya. lebih tipis dibandingkan diploidnya hanya pada
perlakuan interval penyiraman 3 hari. Namun
demikian, pada kondisi perlakuan cekaman
kekeringan, epidermis bawah daun bibit jati
tetraploid selalu lebih tebal (Gambar 4.B).
Sel-sel mesofil terdiri atas palisade dan
bunga karang (spongy). Pola ketebalan jaringan
palisade terlihat cenderung tidak beraturan. Pada
perlakuan interval penyiraman 7 hari, ketebalan
jaringan palisade bibit jati diploid meningkat dari
perlakuan interval penyiraman 3 hari, namun
Gambar 3. Tebal daun bibit jati diploid dan menurun lagi pada perlakuan interval penyiraman
tetraploid. 14 hari, meningkat lagi pada perlakuan interval
Figure 3. Leaf thickness of diploid and tetraploid penyiraman 21 hari dan menurun lagi pada
teak seedlings. perlakuan penyiraman hanya sekali. Hal yang
sama terjadi pada bibit jati tetraploid, ketebalan
b. Tebal epidermis dan mesofil jaringan palisade pada perlakuan interval
Epidermis atas daun bibit jati tetraploid penyiraman 7 hari meningkat dari perlakuan
selalu lebih tebal jika dibandingkan dengan interval penyiraman 3 hari, namun menurun lagi
diploidnya pada semua rezim interval penyiraman pada perlakuan interval penyiraman 14 hari, lalu
(Gambar 4). Ketebalan epidermis atas bibit jati meningkat lagi pada perlakuan interval
tetraploid cenderung meningkat dengan penyiraman 21 hari dan penyiraman hanya sekali
meningkatnya interval penyiraman, sebaliknya (Gambar 4.C).

5
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11

Gambar 4. Tebal epidermis atas (A), epidermis bawah (B), palisade (C), dan bunga karang (D) daun bibit
jati diploid dan tetraploid.
Figure 4. Thickness of upper epidermis (A), lower epidermis (B), palisade (C), spongy (D) of diploid and
tetraploid teak seedling leaves.

Jaringan bunga karang daun bibit jati diploid yang lebih rendah dari pada bibit jati tetraploid
dan tetraploid terlihat memiliki pola yang relatif dan menurun dengan meningkatnya interval
sama dengan ketebalan daun. Jaringan bunga penyiraman. Nilai kerapatan stomata bibit jati
karang daun bibit jati diploid cenderung menipis diploid lebih tinggi dibandingkan bibit jati
dengan meningkatnya cekaman kekeringan, tetraploid, namun nilai tersebut tidak menurun
sedangkan jaringan bunga karang daun bibit jati dengan meningkatnya interval penyiraman.
tetraploid menipis hanya sampai perlakuan
interval penyiraman 14 hari, lalu menebal 3. Potensial air daun
kembali pada perlakuan interval penyiraman 21 Potensial air daun klon jati diploid dan
hari dan penyiraman hanya sekali (Gambar 4.D). tetraploid menunjukkan penurunan dengan
diberikannya perlakuan interval penyiraman
c. Stomata (Gambar 6). Cekaman kekeringan yang meningkat
Pengamatan terhadap variabel panjang, berpengaruh terhadap menurunnya potensial air
lebar, dan kerapatan stomata menunjukkan daun. Meskipun demikian, penurunan potensial
bahwa variabel-variabel tersebut linear terhadap air daun pada perlakuan interval penyiraman 3
perlakuan interval penyiraman baik bibit jati hari sampai 21 hari terlihat tidak terlalu tajam.
diploid maupun tetraploid (Gambar 5). Respon Penurunan potensial air daun yang tajam hanya
linear pada variabel panjang, lebar, dan kerapatan terlihat pada perlakuan penyiraman hanya sekali
stomata untuk bibit jati tetraploid dicirikan pada awal perlakuan. Potensial air daun bibit jati
dengan slope nol. Pada bibit jati diploid, respon diploid dan tetraploid tidak berbeda nyata pada
linear lebar dan panjang stomata mempunyai nilai seluruh tingkat cekaman kekeringan.

Gambar 5. Tren panjang stomata (A), lebar stomata (B), dan kerapatan stomata (C) klon jati diploid
dan tetraploid.
Figure 5. The trendline of stomatal length (A), stomatal width (B), and stomatal density (C) of diploid
and tetraploid teak clone.

6
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.

menyatakan bahwa pembesaran/pemanjangan sel


diawali dengan masuknya air ke dalam sel
sehingga tekanan turgor meningkat sampai titik
kritis, kemudian dinding sel kehilangan
stabilitasnya dan menyebabkan sel membesar. Air
yang tersedia dalam jumlah yang cukup dapat
mengontrol terjadinya tekanan turgor yang
menyebabkan pembesaran dan pembelahan sel
menjadi berjalan normal sehingga pertumbuhan
Gambar 6. Potensial air daun bibit jati diploid dan tanaman juga menjadi normal. Sebaliknya, jika
tetraploid yang diberi perlakuan cekaman ketersediaan air rendah maka tekanan turgor
kekeringan dengan interval penyiraman 3 hari, 7 akan terganggu dan menyebabkan pembesaran
hari, 14 hari, 21 hari, dan disiram sekali hanya dan pembelahan sel menjadi terganggu pula
pada awal perlakuan. sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman
Figure 6. Leaf water potential of diploid and menjadi terhambat. Solichatun et al. (2005)
tetraploid teak seedlings treated drought stress menyatakan bahwa ketersediaan air yang rendah
with 3 days, 7 days, 14 days, 21 days watering (40 dan 60% kapasitas lapang) akan menurunkan
interval and watering once only at the treatment tekanan turgor sel. Tekanan turgor sel yang
begun. rendah akan menurunkan kemampuan sel untuk
membesar sehingga akan memengaruhi
B. Pembahasan pertumbuhannya. Bibit jati tetraploid memiliki
Tanaman jati diketahui sensitif terhadap densitas perakaran yang lebih baik yang
kekurangan air karena termasuk dalam golongan memungkinkan dapat menyerap air lebih banyak
tanaman meranggas (menggugurkan daun) pada dibandingkan dengan bibit jati diploid. Ketebalan
musim kemarau (Biantary & Agang, 2015) yang daun dan sel-sel mesofil daun bibit jati tetraploid
menunjukkan tidak adanya pertumbuhan. Bibit yang lebih tebal juga dapat mengurangi
jati diploid dan tetraploid menurun transpirasi. Hal ini dapat menyebabkan
pertumbuhannya dengan pengurangan penurunan tekanan turgor pada bibit jati
penyiraman, namun bibit jati tetraploid dapat tetraploid lebih sedikit dibandingkan bibit jati
mencapai pertumbuhan lebih baik sekitar 20% diploid, sehingga pertumbuhan bibit jati
dibandingkan dengan bibit jati diploid (Gambar tetraploid lebih baik.
1.A). Hal ini menunjukkan bahwa bibit jati Bobot kering bibit jati pada penelitian ini
tetraploid lebih toleran terhadap cekaman juga mengalami penurunan (Gambar 2.E). Hal ini
kekeringan dibandingkan dengan bibit jati diploid. disebabkan oleh ketersediaan air yang rendah di
Spesies Cenchrus, yang tetraploid juga dilaporkan dalam tanah menurunkan transpirasi yang
lebih toleran terhadap cekaman kekeringan mengontrol penyerapan air dan unsur hara
dibandingkan dengan yang diploid dengan sehingga transpirasi lebih tinggi dibandingkan
mengakumulasi senyawa prolin yang lebih banyak dengan air yang diserap oleh akar tanaman. Hal
(Chandra & Dubey, 2010). Dendranthema ini menyebabkan tanaman menutup stomatanya
nankingense (Nakai) Tzvel yang tetraploid juga (Shao et al., 2008; Jacobsen et al., 2009) untuk
dapat tumbuh lebih baik dari pada yang diploid mengurangi kehilangan airnya melalui transpirasi
pada kondisi cekaman kekeringan dengan (Lambers et al., 1998). Pada saat stomata
memiliki daun, ukuran stomata, dan bunga yang menutup, air yang hilang melalui transpirasi
lebih besar (Liu et al., 2011). berkurang, namun masuknya karbondioksida
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (CO2) ke sel daun juga terhambat sehingga proses
pertumbuhan kedua klon bibit tanaman jati asimilasinya juga terhambat (Ridwan et al., 2016).
mengalami penurunan pada kondisi cekaman Proses fotosintesis yang terhambat
kekeringan, namun bibit jati tetraploid masih menyebabkan sintesis gula yang berperan sebagai
dapat tumbuh lebih baik. Pertumbuhan tanaman energi untuk tumbuh menjadi terhambat. Hal ini
yang menurun dalam kondisi cekaman kekeringan menyebabkan tanaman yang berada dalam
disebabkan oleh ketersediaan air yang rendah kondisi cekaman kekeringan menjadi lebih
yang akan memengaruhi pertumbuhan tanaman pendek (kerdil) dan kurus dengan bobot kering
dengan banyak cara, salah satunya adalah dengan yang kecil (Ridwan et al., 2016). Bibit jati
menurunkan tekanan turgor sel (Solichatun et al., tetraploid memiliki stomata yang lebih lebar dan
2005; Shao et al., 2008). Menurunnnya tekanan stabil pada seluruh tingkat cekaman kekeringan
turgor sel dapat menghambat pembelahan dan dibandingkan dengan bibit jati diploid (Gambar
pembesaran sel sehingga pertumbuhan tanaman 5.A dan 5.B). Hal ini berarti bahwa dalam kondisi
menjadi terhambat. Teori kehilangan stabilitas cekaman kekeringan, stomata bibit jati tetraploid
yang dikemukakan oleh Wei & Lintilhac (2007) tidak tertutup atau hanya menyempit sedikit saja

7
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11

sehingga jumlah CO2 yang masuk ke sel-sel daun densitas perakaran yang lebih besar dibandingkan
bibit jati tetraploid lebih banyak dibandingkan dengan bobot kering tanaman yang lebih rendah.
dengan bibit jati diploid. Perbedaan ini Song Ai & Torey (2013) menjelaskan bahwa salah
menyebabkan penurunan laju fotosintesis bibit satu cara tanaman untuk mempertahankan
jati tetraploid lebih rendah dibandingkan bibit jati penyerapan air dalam kondisi kekeringan adalah
diploid. Akibatnya, bibit jati tetraploid lebih tinggi dengan meningkatkan densitas perakaran agar
dan lebih besar dalam kondisi cekaman dapat menyerap air dengan volume yang lebih
kekeringan. Selain itu, bibit jati tetraploid besar (drought avoidance).
memiliki kerapatan stomata yang lebih rendah
dari pada bibit jati diploid. Ukuran stomata yang IV. KESIMPULAN DAN SARAN
lebih besar dengan kerapatan stomata yang lebih
A. Kesimpulan
rendah pada tanaman poliploid dibandingkan
Seluruh karakter pertumbuhan yang diukur
tanaman diploid telah dilaporkan oleh Ye et al.
dari klon jati diploid maupun tetraploid menurun
(2010) pada tanaman bungur, Gallone et al.
dengan meningkatnya cekaman kekeringan. Klon
(2014) pada tanaman ‘Oratia Beauty’, dan Rahayu
jati tetraploid tumbuh lebih baik dibandingkan
et al. (2015) pada tanaman anggrek bulan. Hal ini
dengan klon jati diploid pada kondisi cekaman
kemungkinan menyebabkan kehilangan air daun
kekeringan. Mekanisme adaptasi klon jati
tanaman jati tetraploid tidak jauh berbeda dengan
tetraploid terhadap cekaman kekeringan di
tanaman jati diploid meskipun stomatanya
antaranya dengan mempertebal, mengurangi, dan
berukuran lebih besar. Selain dengan menutup
memperkecil daunnya, serta meningkatkan
stomata, tumbuhan juga akan menggugurkan
densitas perakarannya.
daun dan memperkecil luas daunnya untuk
mengurangi kehilangan air melalui transpirasi
B. Saran
(Lambers et al., 1998). Luas daun tanaman jarak
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
pagar (Lapanjang et al., 2008), jati (Hendrati et al.,
mempelajari respon bibit jati terhadap cekaman
2016), dan mangga (Helaly et al., 2017) menurun
kekeringan pada berbagai jenis dan tekstur tanah
secara signifikan pada kondisi cekaman
karena setiap jenis dan tekstur tanah memiliki
kekeringan. Skirycz & Inze (2010) melaporkan
kapasitas penyimpanan air yang berbeda dengan
bahwa cekaman kekeringan menurunkan
karakter yang berbeda pula.
pertumbuhan daun tanaman dengan cara
memengaruhi pembelahan dan pembesaran sel,
UCAPAN TERIMA KASIH
sehingga luas daun tanaman menurun karena
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu
menurunnya jumlah dan ukuran sel.
K. Utami Nugraheni, Dodi Sutardi, Wido, dan
Daun bibit jati tetraploid yang bertambah
Dedek atas bantuan teknisnya selama penelitian.
tebal pada kondisi cekaman kekeringan yang
Penelitian ini didanai oleh program
berat mengindikasikan bentuk adaptasi jati
pengembangan produk komersial, Pusat
terhadap kondisi cekaman kekeringan yang dapat
Penelitian Biomaterial, LIPI 2015.
berperan dalam mengurangi transpirasi. Li et al.
(1996) melaporkan bahwa epidermis atas dan
DAFTAR PUSTAKA
bawah tanaman Betula papyrifera yang poliploid
Adi D.S., Sudarmanto., Ismadi., M. Gofar., T. Darmawan., Y.
lebih tebal dibandingkan dengan yang diploid Amin., W. Dwianto., and Witjaksono. (2016).
untuk mengurangi kehilangan air melalui daun Evaluation of the wood quality of platinum teak
pada kondisi stress air. Tanaman Lonicera wood. Teknologi Indonesia, 39 (1), 36-44.
japonica Thunb. tetraploid yang diberi perlakuan
Biantary M.P., dan M.W. Agang. (2015). Karakteristik
stress suhu tinggi yang dapat meningkatkan
kesuburan tanah dan produktifitas tanaman jati
transpirasi, juga dilaporkan memiliki lapisan (Tectona grandis L.f). Studi Kasus Pada Tanaman
apidermis atas dan bawah, dan jaringan palisade Jati yang ditanam secara Agroforestry di Bukit
yang lebih tebal dibandingkan dengan yang Biru Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara
diploidnya (Li et al., 2011). Kalimantan Timur. Laporan Akhir Penelitian
Perakaran tanaman seperti bobot kering Dosen Pemula. Universitas 17 Agustus 1945
akar juga dapat menggambarkan adaptasi suatu Samarinda.
tanaman terhadap kondisi kekurangan air. Bobot Chandra A., and A. Dubey. (2010). Effect of ploidy levels
kering akar bibit jati tetraploid lebih tinggi on the activities of D1-pyrroline-5-carboxylate
dibandingkan dengan bibit jati diploid. Song Ai & synthetase, superoxide dismutase and peroxidase
Torey (2013) menyatakan bahwa dalam kondisi in Cenchrus species grown under water stress.
cekaman kekeringan, bobot kering akar tanaman Plant Physiology and Biochemistry, 48, 27–34.
yang tahan kering lebih besar dibandingkan Efansyah M.N., M.H. Bintoro., dan W.H. Limbong. (2012).
dengan tanaman yang rentan kekeringan. Bobot Prospek usaha bagi hasil penanaman jati unggul
kering akar tanaman yang tinggi mengindikasikan nusantara (studi kasus pada koperasi perumahan

8
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.

Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor). an improved level of abiotic stress tolerance.


Manajemen IKM, 7 (1), 64-73. Scientia Horticulturae, 127, 411–419.
Gallone A., A. Hunter., and G.C. Douglas. (2014). Polyploid Pramasari D.A., I. Wahyuni., D.S. Adi., Y. Amin., T.
induction in vitro using colchicine and oryzalinon Darmawan., dan W. Dwianto. (2014). Effect of age
Hebe ‘Oratia Beauty’: Production and on chemical component of platinum teak wood – a
characterizationof the vegetative traits. Scientia fast growing teak wood from LIPI. Proceedings of
Horticulturae, 179, 59–66. The 6th International Symposium of IWoRS,
Medan, Indonesia, pp. 211-216.
Haryanti S. (2010). Jumlah dan distribusi stomata pada
daun beberapa spesies tanaman dikotil dan Rahayu E.M.D., D. Sukma., M. Syukur., dan Irawati.
monokotil. Buletin Anatomi dan Fisiologi, XVIII (2), (2015). Induksi poliploidi Phalaenopsis amabilis
21-28. (L.) Blume dan Phalaenopsis amboinensis J. J. Smith
dengan kolkisin dalam kultur in vitro. J. Agron.
Helaly M.N., H. El-Hoseiny., N.I. El-Sheery., A. Rastogi., H.
Indonesia, 43 (3), 219–226.
M. Kalaji. (2017). Regulation and physiological role
of silicon in alleviating drought stress of mango. Ridwan, T. Handayani, dan Witjaksono. (2016). Uji
Plant Physiology and Biochemistry 118 (2017) 31- toleransi tanaman kentang hitam (Plectranthus
44. rotundifolius (Poir.) Spreng.) hasil radiasi sinar
gamma terhadap cekaman kekeringan. Jurnal
Hendrati R.L., D. Rachmawati and A.C. Pamuji. (2016).
Biologi Indonesia, 12 (1), 41-48.
Respon kekeringan terhadap pertumbuhan, kadar
prolin dan anatomi akar Acacia auriculiformis Sass JE. (1951). Botanical Microtechnique. Second
Cunn., Tectona grandis L., Alstonia spectabilis Br., Edition. The Iowa State College Press. Iowa. USA
dan Cedrela odorata L. Jurnal Penelitian Kehutanan
Shao H.B., L.Y. Chu., C. Abdul Jaleel., and CX. Zhao. (2008).
Wallacea, 5 (2), 123-133.
Water deficit stress induced anatomical changes in
Hummer K.E. (2015). The discovery and naming of the higher Plants. C. R. Biologies, 331, 215–225.
cascade strawberry (Fragaria cascadensis
Skirycz A., and D. Inze. (2010). More from less: plant
Hummer). Kalmiopsis, 21, 26 – 31.
growth under limited water. Current Opinion in
Jacobsen S.E., F. Liu, C.R. Jensen. (2009). Does root- Biotechnology, 21, 197–203.
sourced ABA play a role for regulation of stomata
Solichatun., E. Anggarwulan., dan W. Mudyantini. (2005).
under drought in quinoa (Chenopodium quinoa
Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan
Willd.). Scientia Horticulturae, 122, 281–287.
dan kandungan bahan aktif saponin tanaman
Kemendag, (2012). Peraturan Menteri Perdagangan ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.).
Republik Indonesia Nomor 22/M- Biofarmasi, 3 (2), 47-51.
DAG/PER/4/2012 tentang Perubahan atas
Song Ai N., dan P. Torey. (2013) Karakter morfologi akar
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-
DAG/PER/3/2012 tentang Penetapan Harga sebagai indikator kekurangan air pada tanaman.
Patokan Hasil Hutan untuk Penghitungan Provisi Bioslogos, 3 (1), 31-39.
Sumber Daya Hutan. Sowmen S., L. Abdullah., P.D.M.H. Karti., D. Soepandi.
http://www.kemendag.go.id/files/regulasi/2012/ (2014). Adaptasi legum pohon yang diinokulasi
04/Permendag%20No.%2022%20Tahun%20201 dengan fungi mikoriza arbuskular (FMA) saat
2.pdf cekaman kekeringan. Jurnal Peternakan Indonesia,
Lambers H., F.S. Chapin III., and T.L. Pons. (1998). Plant 16 (1), 46-54
Physiological Ecology. Springer-Verlag, New York. Wang X., H. Wang., C. Shi., X. Zhang., K. Duan., and J. Luo.
(2015). Morphological, cytological and fertility of a
Lapanjang I., B.S. Purwoko., Hariyadi., S.W.R. Budi., dan
spontaneous tetraploid of the diploid pear (Pyrus
M. Melati. (2008). Evaluasi beberapa ekotipe jarak
pyrifolia Nakai) cultivar ‘cuiguan’. Scientia
pagar (jatropha curcas l.) untuk toleransi cekaman
Horticulturae, 189, 59-65.
kekeringan. Bul. Agron, 36 (3), 263–269.
Wei P., and C. Lintilhac. (2007). Loss of Stability: a new
Li W.D., X. Hu., J.K. Liu., G.M. Jiang., O. Li., and D. Xing.
(2011). Chromosome doubling can increase heat look at the physics of cell wall behavior during
tolerance in lonicera japonica as indicated by plant cell growth. Plant Physiology, 145, 763–772.
fluorescence imaging. Biologia Plantarium, 55 (2), Witjaksono. (2015). Produksi dan diseminasi bibit Jati
279–284. “Double Platinum”. Laporan Triwulan III Kegiatan
Pengembangan Produk Komersial Tahun 2015.
Li W.L., G.P. Berlyn., and P.M.S. Ashton. (1996). Polyploids
and their structural and physiological Pusat Penelitian Biomaterial-LIPI.
characteristics relative to water deficit in Betula Ye Y.M., J. Tong., X.P. Shi., W. Yuan., and G.R. Li. (2010).
papyrifera (Betulaceae). American Journal of Morphological and cytological studies of diploid
Botany, 83 (1), 15–20. and colchicine-induced tetraploid lines of crape
myrtle (Lagerstroemia indica L.). Scientia
Liu S., S. Chen., Y. Chen., Z. Guan., D. Yin., and F. Chen.
(2011). In vitro induced tetraploid of Horticulturae, 124, 95-101.
Dendranthema nankingense (Nakai) Tzvel. shows

9
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 7 No.1, Maret 2018: 01 - 11

Yunianti A.D. (2012). Porositas kayu jati klon cepu dan Zhang F., H. Xue., X Lu., B. Zhang., F. Wang., Y. Ma., and Z.
madiun umur 7 tahun. Jurnal Perennial, 8 (2), 80- Zhang. (2015). Autotetraploidization enhances
83. drought stress tolerance in two apple cultivars.
Trees, 29, 1773–1780.

10
Bibit Jati Tetraploid Lebih Toleran Terhadap Cekaman Kekeringan daripada Bibit Jati Diploid Asalnya
Ridwan et al.

Lampiran: Tren Pertumbuhan bibit klon jati diploid dan tetraploid mulai dari perlakuan sampai umur 20 minggu.
Appendix: Growth of diploid and tertapolid teak seedling from the beginning of the treatment until 20 weeks.

3 Hari sekali 7 Hari Sekali 14 Hari Sekali 21 Hari Sekali Sekali di awal
120 120

Klon Diploid
100 100
Klon Tetraploid
Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi Tanaman (cm)


80 80

60 60

40 40

20 20

0 0
2.0 2.0

1.8 1.8

Diameter Batang (cm)


Diameter batang (cm)

1.6 1.6

1.4 1.4

1.2 1.2

1.0 1.0

0.8 0.8

0.6 0.6

0.4 0.4
14 14

12 12
Jumlah Daun

10 10

Jumlah Daun
8 8

6 6

4 4

2 2
1000 1000

800 800

Luas Daun (cm2)


Luas Daun (cm2)

600 600

400 400

200 200

0 0
0 5 10 15 20 250 5 10 15 20 250 5 10 15 20 250 5 10 15 20 250 5 10 15 20 25

Umur Tanaman (Minggu) Umur Tanaman (Minggu)


Umur Tanaman (Minggu) Umur Tanaman (Minggu) Umur Tanaman (Minggu)

11

Anda mungkin juga menyukai