Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN KEMAMPUAN GURU UNTUK MENGUBAH PERILAKU

ATAU KARAKTER PESERTA DIDIK MENJADI INSAN YANG MULIA


DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASISKAN
KURIKULUM 2013

AMRAN HAKIM ALFAUZAN


Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidayah UIN Raden Fatah Palembang
fauzanbdx35@gmail.com

ABSTRAK
Dalam artikel ini penulis mengemukakan tentang esensi pembentukan karakter
peserta didik melalui lembaga pendidikan dan lembaga keluarga. Artikel ini juga
membahas tentang begitu krusialnya peran pendidikan moral. Selanjutnya
dijelaskan pula pembentukan karakter melalui tiga pilar pendidikan, yaitu sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Ketiga pilar ini menjadi sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dalam pendidikan karakter, karena ketiga pilar tersebut memiliki
fungsi edukasi. Di bagian akhir penulis mengangkat kasus tentang peran guru di
SD(Sekolah Dasar) dalam membentuk karakter peserta didik.

Kata Kunci: Karakter, pendidikan karakter.

ABSTRACT
In this article, the author argues about the essence of character building of
students through educational institutions and family institutions. This article also
discusses the crucial role of moral education. Furthermore, it is also explained the
formation of character through the three pillars of education, namely school,
family, and community. These three pillars are something that cannot be separated
in character education, because these three pillars have an educational function. At
the end, the author raises a case about the role of teachers in elementary schools
(elementary schools) in shaping the character of students.

Keywords: Character, character education.

PENDAHULUAN

Belakangan ini orang-orang yang mengagungkan kecerdasan


intelektual-kognitif tercengang karena empirik menunjukkan bahwa lebih dari
60% orang sukses di dunia bukan karena faktor kecerdasan intelektual-
kognitif, tetapi karena cara pandang, sikap, perilaku, kemampuan
mengendalikan diri secara kehidupan sosial. Mereka ini secara IQ diatas rata
– rata, tetapi tidak cerdas secara moral dan spiritual, dalam konsep
“kecerdasan spiritual “ manusia memiliki konsep keormasan hati dalam Al-
Qur‘an, Allah SWT menegaskan bahwasannya manusia dari sejak lahir telah
di berikan hati agar manusia dapat memahami & bersyukur. Pada konsep
kecerdasan hati itu sendiri memiliki proses dan mekanisme aktivitas hati
nurani sebagai sumber dari kecerdasan itu sendiri.
Peran orang tua sangat penting dalam kecerdasan seorang anak,
bahwasanya peserta didik yang banyak mendapat perhatian dan selalu
dihargai/ di perhatikan oleh orang tua nya jauh lebih bagus hasil belajarnya di
bandingkan peserta didik yang kurang mendapat perhatian dari orang tua
nya . Dunia ini membutuhkan model pendidikan yang mampu
mengembangkan potensi diri peserta didik yang lebih memberdayakan
hakekat diri manusia itu sendiri yang lebih progresif, yang terpenting adalah
guru yang memiliki hati nurani yang dapat mengantarkan peserta didiknya
menjadi manusia cerdas dan berakhlak mulia demi manusia lain. Guru yang
mendidik dengan hati yang melibatkan Allah dalam mengantarkan
keberhasilan peserta didik yang berhati nurani menuju kehidupan yang
bermakna dan berhasil lahir dan batin yang sempurna. Pendidikan merupakan
upaya untuk mengembangkan ranah kog-nitif, afektif, dan psikomotorik.
Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan
kemampuan intelektual akademik, ranah afektif bermuara pada terbentuknya
karakter kepribadian, dan ranah psikomotorik akan ber-muara pada
keterampilan vokasional dan perilaku. Karena itu, yang harus dicapai dari
tujuan pendidikan harus mampu untuk mewujudkan pendi-dikan karakter,
sehingga jelas bahwa pendidikan bertanggung jawab terha-dap pembentukan
karakter yang berlandaskan budaya bangsa. Pembentukan karakter dapat
dilakukan melalui pendidikan karakter Yang terlebih dahulu harus dipahami
dan diketahui adalah nilai-nilai karakter yang terdiri dari 18 nilai. Menurut
Soemarno Soedarsono, karakter adalah sebuah nilai yang telah terpatri di
dalam diri seseorang melalui pengalaman, pendidikan, pengorbanan, dan
percobaan, serta juga pengaruh lingkungan yang kemudian dipadukan dengan
nilai nilai yang terdapat pada diri seseorang dan menjadi nilai intrinsik yang
dinyatakan di dalam sistem daya juang yang kemudian melandasari sikap dan
perilaku, serta pemikiran seseorang. Adapun, menurut Alwisol, karakter
merupakan penggambaran tingkah laku yang dilaksanakan dengan
menonjolkan nilai (benar – salah, baik – buruk) secara implisit atau pun
ekspilisit. Karakter berbeda dengan kepribadian yang sama sekali tidak
menyangkut nilai – nilai.
Menurut Tommy Siawira, 80% dari peserta didik kita saat ini tidak memili
ki tujuan yang jelas akan masa depannya. Padahal di usia tersebut mereka sehar
usnya sudah menentukan apa yang mereka inginkan di kemudian hari. Bahkan
kegagalan mereka juga terjadi karena tidak adanya komunikasi efektif dan hub
ungan yang harmonis dengan anak, orangtua, dan guru
Menurut Ramli, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat yang baikdan warga Negara yang baik. Adapun kriteria manusia
yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga Negara yang baik bagi
suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial
tertentuyang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan Indonesia
adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari
budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi
muda. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai upaya yang terencana
untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasikan
nilai-nilai sehingga peserta didik menjadi insan kamil. Pendidikan karakter
juga dapat diartikan sebagai suatu system penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesana, lingkungan maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia yang sempurna.1

Mengenali dan Menemukan kekuatan Peserta Didik melalui Gaya Bel


ajar

Salah satu model gaya belajar yang paling efektif untuk memahami
perbedaan gaya belajar. Gaya belajar yang dikembangkannya memberikan
wawasan tentang bagaimana pokoran seseorang mengerti dan memahami i
nformasi.
1. Dua Sudut Pandang
Kita cenderung memandang dunia berdasarkan cara pemahaman kita
masing-masing sebagai individu. Demikian halnya dengan orang lain c
ara kita memandang sesuatu disebut persepsi . Persepsi mempengaruhi
apa yang kita pikirkan, bagaimana kita membuat keputusan dan bagai
mana kita menetapkan apa yang penting menurut kita.
2. Dua cara penyusunan informasi
Ketia kita mendapat informasi kita juga menggunakan dua cara untuk
menggunakan menyusun informasi yang kita terima. Menurut Gregorc
ada 2 kemampuan menyusun informasi adalah sekuensial (teratur men
urut aturan bertahap) dan random (acak). Bila peserta didik kita tidak
menanggapi apa yang kita sampailan, bukan berarti mereka tidak men
dengarkan. Bisa jadi mereka adanya perbedaan sudut pandang dalam
menerima informasi antara peserta didik dan guru.
3. Modalitas ( cara otak mengingat informasi )
Seperti pemaparan sebelumnya tentang bagaimana gaya belajar kita da
n peserta didik kita dalam menyerap dan memproses informasi dengan
meggunakan satu atau beberapa indera untuk memahami dan menging
1
Alpiyanto, Hypno Heart (Rahasia Mudah Mendidik Dengan Hati), Bekasi: PT. Tujuh Samudera
Alfath, 2011. Hal. 9
at sesuatu. Ada 3 cara untuk mengingat informasi yang digunakan dala
m tingkat yang beragam , yaitu Auditori,Visual,dan Kinestetik.
4. Bagaimana Cara Peserta Didik Memahami Pelajaran
Cara seseorang menyerap informasi akan mempengaruhi dalam meng
omunikasikan informasi tersebut kepada orang lain. Peserta didik yang
global melihat” suatu gambaran” secara keseluruhan, sementara pesert
a didik yang analitis melihat “ bagian-bagian “ yang membentuk selur
uh gambaran tersebut. Pada dasarnya kedua pendapat tersebut adalah b
enar, karena setiap orang meimiliki caranya sendiri dalam melihat dan
memahami objek atau masalah.
5. Kecerdasan berganda
Manusia adalah makhluk yang selalu dalam proses untuk menjadi ses
eorang yang didalamkannya, Manusia dapat menjadi apapun yang diin
ginkannya2
.
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Sebagai bangsa kita memiliki jatidiri dan karakter yang didasarkan pada
kesadaran tentang hakekat keberhasilan kita sebagai manusia, identitas ma
upun sebagai penanada dan pembeda dengan bangsa lain. Sedangkan karak
ter satu bangsa sangat dipengaruhi oleh kultur bangsa tersebut. Tentunya ju
ga PANCASILA diharapkan dapat menjadi spirit dan pendorong agar setia
p orang Indonesia “berjati diri dan berkarakter” yang selalu mengedepanka
n “hati nurani” dalam setiap pemikiran, sikap dan perilakunya. Orang yang
berkarakter mulia adalah orang yang memiliki komitmen yang kuat dan be
kerja menikuti jalan yang lurus kepada agama Allah dengan landasan perca
ya pada kekuasaan – Nya. Dengan demikian, diharapkan para guru lebih m
udah mendididk karakter peserta didiknya karena ia telah menjalani nya ter
3
lebih dahulu.

2
Ibid. Hal. 121
3
Ibid. Hal. 208
Kurikulum dan Pembelajaran dalam Pembentukan Karakter

Dunia pendidikan kewajiban sekolah tidak hanya memberi ilmu


pengetahuan saja kepada anak didik tetapi lebih dari itu yakni membina
karakter siswa sehingga tercapailah kepribadian yang berakhlakul karimah.
Diantara karakter baik yang hendak dibangun dalam kepribadian peserta didik
adalah bisa bertanggung jawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah,
peduli kepada orang lain. Sesuai dengan tujuan penelitian yang penulis lakukan
di SD Negeri 210 Palembang, yaitu yang berkaitan dengan implementasi
pendidikan karakter, maka penulis dapat mengimplementasikan karakter
dalam beberapa komponen sebagai berikut :

a. Isi kurikulum
Pembinaan karakter termasuk dalam materi yang harus diajarkan
dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
yang suadah ada di samping lewat pembiasaan dalam budaya sekolah.
Guru tidak hanya berusaha memenuhi standar kompetensi sebagaimana
diamanatkan oleh kurikulum nasional, tetapi juga mengarahkan peserta
didik terbiasa memetik nilai-nilai dari pelajaran tersebut.
b. Proses pembelajaran dan penilaian
Pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam
kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
c. Penanganan dan pengelolaan mata pelajaran
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada
setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma
atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.4
d. Pengelolaan sekolah

4
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).Hal. 79
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen
atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana
pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam
kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai Pengelolaan
tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan,
muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga
kependidikan, dan komponen terkait lainnya.Dengan demikian,
manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam
pendidikan karakter di sekolah.
e. Pelaksanaan aktivitas kegiatan atau ko-kurikuler
Kegiatan ko-kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah
merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan
peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ko-kurikuler
merupakan kegiatan membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara
khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan
yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ko-
kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Program pendidikan karakter sudah dimasukan sejak dirumuskan
dan disusunnya kurikulum (KTSP) SD N 210 Palembang. Beliau
menyampaikan bahwa dalam perumusan dan penyusunan kurikulum
tersebut pihak komite sekolah selalu diundang dan dimintai masukan
untuk kesempurnaan kurikulum tersebut.pendidikan karakter sangat
penting untuk membina anak didik untuk menjadi manusia yang berbudi
pekerti luhur, sehingga program pendidikan karakter harus mempunyai
arah yang jelas, salah satunya dengan memasukan program tersebut
kedalam kerangka dan isi kurikulum SD N 210 Palembang.
Berdasarkan hasil observasi, maka penulis menyimpulkan bahawa
program pendidikan karakter di SD N 210 Palembang adalah sebagai berikut :
1) Pendidikan karakter merupakan unsur yang penting sehingga
pendidikan karakter perlu dirumuskan sejak disusunya kurikulum
pendidikan SD N 210 Palembang (KTSP) sehingga implementasinya
lebih mudah dan menyatu dengan tujuan diselenggarakannya
pendidikan SD N 210 Palembang
2) Karena program pendidikan karakter masuk kedalam isi kurikulum,
maka semua pihak, baik kepala sekolah, guru, karyawan, siswa,
komite sekolah maupun wali siswa wajib mensukseskan
terlaksananya program pendidikan karakter tersebut.
3) Penyusunan kurikulum (KTSP) SD N 210 Palembang yang
didalamnya terkandung pendidikan karakter, pihak sekolah selalu
melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan
penyelenggaraan pendidikan.5

Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter

Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai,


pendidikan budi pekerrti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang
tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-haridengan sepenuh hati. Dalam konteks
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia, diyakini
bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi
dan tujuan pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu
menghadapi tantangan hidup pada saat ini dan di masa mendatang.
Secara mikro pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam empat
pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam
bentuk budaya sekolah (school culture); kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra
kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat.

5
Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000). Hal.
98
Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua
mata pelajaran. Pembelajaran Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik belajar aktif dan
berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah,
dan masyarakat . Di Kelas dilaksanakan melalui proses belajar setiap mata
pelajaran atau kegiatan yang dirancang khusus. Setiap kegiatan belajar
mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Oleh karena itu tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk
mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Meski pun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja
keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
dan gemar membaca dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa
dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial,
peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya
pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk
memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai tersebut.
Contoh dalam tujuan pembelajaran dikelas, siswa dapat :
- Memperbesar dan memperkecil peta dengan bantuan garis-garis koordinat
bersama-sama dengan teliti/ cermat.
- Menjelaskan pemanfaatan peta dengan penuh percaya diri.
Pada jenjang SD ini porsinya mencapai 60 persen dibandingkan
dengan jenjang pendidikan lainnya.Hal ini agar lebih mudah diajarkan dan
melekat dijiwa anak-anak itu hingga kelak ia dewasa. Pendidikan karakter
harus dimulai dari SD karena jika karakter tidak terbentuk sejak dini maka
akan susah untuk merubah karakter seseorang. "Pendidikan Karakter
Bangsa" yang merupakan rangkaian acara rapat pimpinan Program Pasca
Sarjana (PPs) Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-
Indonesia di Universitas Negeri Medan (Unimed). Ia mengatakan, pendidikan
karakter tidak mendapatkan porsi yang besar pada tingkat Taman Kanak-
kanak (TK) atau sejenisnya karena TK bukan merupakan sekolah tetapi
taman bermain.6
Pembinaan karakter yang termudah dilakukan adalah ketika anak-anak
masih duduk di bangku SD. Itulah sebabnya kita memprioritaskan pendidikan
karakter di tingkat SD. Bukan berarti pada jenjang pendidikan lainnya tidak
mendapat perhatian namun porsinya saja yang berbeda,Dunia pendidikan
diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan
karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan
berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap
memperhatikan norma-norma di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan
bersama.

Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013


Seperti yang telah yang telah dikemukakan di berbagai media massa, bahwa
melalui pengembangan kurikulum 2013 kita akan menghasilkan insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovatif, afektif; melalui penguatan sikap, ketrampilan, dan
pengetahuan yang terintegrasi. Dalam hal ini, pengembangan kurikulum difokuskan
pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa panduan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan sebagai wujud
pemahaman terhadap apa yang dipelajari.
Pendidikan Karakter dalam kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan
mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, seimbang, sesuai dengan standar
kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui implementasi kurikulum
2013 yang berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan
tematik dan kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan
serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari.
Pada umunya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan, penciptaan
lingkungan, dan pembiasaan; melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif.
6
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1994). Hal. 56
Dengan demikian, apa saja yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh
peserta didik dapat membentuk karakter mereka. Selain menjadikan keteladanan dan
pembiasaan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya serta
lingkungan yang kondusif juga sangat penting, dan turut membentuk karakter peserta
didik.
Penciptaan lingkungan yang kondusif dapat dilakukan melalui berbagai variasi
metode, yang mencangkup: penugasan, pembiasaan, pelatihan, pembelajaran,
pengarahan, dan keteladanan. Berbagai variasi metode tersebut berpengaruh terhadap
pembentukan karakter peserta didik. Pemberian tugas disertai pemahaman akan dasar-
dasar filosofinya, sehingga peserta didik akan mengerjakan berbagai tugas dengan
kesadaran dan pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi. Setiap kegiatan
mengandung unsur-unsur pendidikan sebagai contoh kegiatan kepramukaan, terdapat
pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan, dan kebersamaan, kecintaan
pada lingkungan dan kepemimpinan. Dalam kegiatan olahraga terdapat pendidikan
kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kerjasama (team work) dan kegigihan
dalam berusaha.

Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013


Implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi
harus melibatakan semua komponen (stakeholders), termasuk komponen-
komponen yang ada dalam sistem pendidikan itu sendiri. Komponen-
komponen tersebut antara lain kurikulum, rencana pembelajaran, proses
pembelajaran, mekanisme penilaian, kualitas hubungan pengelolaan
pembelajaran, pengelolaan sekolah/madrasah, pelaksanaan pengembangan
diri peseta didik, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, serta etos
kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah/madrasah.
Pendidikan nilai dan pembentukan karakater tidak hanya dilakukan
pada tataran kognitif tetapi menyentuh internalisasi, dan pengalaman nyata
dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkat satuan
pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu
nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta
simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah/madrasah dan
masayarakat sekitar. Budaya sekolah/madrasah merupakan ciri khas, karakter
atau watak, dan citra sekolah/madrasah tersebut di mata masyarakat secara
luas.
Pembentukan kompetensi dan karakter mencangkup berbagai langkah
yang perlu ditempuh oleh peserta didik dan guru untuk mewujudkan
kompetensi dan karakter yang telah ditetapkan. Hal ini ditempuh melalui
berbagai cara, bergantung pada situasi, kondisi dan kebutuhan serta
kemampuan peserta didik.
Dalam implementasi Kurikulum 2013, pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi yang
terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma
dan nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dan dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
pendidikan nilai dan pembentukan karakater tidak hanya dilakukan pada
tataran kognitif tetapi menyentuh internalisasi, dan pengalaman nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan
mengarah pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilai- nilai
yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol
yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah/madrasah dan masyarakat
sekitar. Budaya sekolah/madrasah merupakan ciri khas, karakter atau watak,
dan citra sekolah/madrasah tersebut di mata masyarakat secara luas.
Penanaman karakter dalam kurikulum 2013 menekankan pada
pembentukan sikap spiritual yang terdapat pada (KI-1) dan sikap sosial yang
terdapat pada (KI-2). Membangun sikap spiritual dan sikap sosial kesan
pertama yang menyenangkan; memahami pribadi peserta didik;
mempengaruhi peserta didik; membangun komunikasi yang efektif; hadiah
dan hukuman yang efektif;memanusiakan peserta didik; menghindari
perdebatan; mengembangkan rasa percaya diri; menciptakan lingkungan yang
kondusif; dan dengan memanfaatkan kecerdasan emosional. Namun perlu
diingat, ada satu hal yang perlu ditekankan dalam pendidikan karakter pada
kurikulum 2013 yakni, sikap tidak diajarkan secara verbal akan melalui
contoh dan teladan.
Sedangkan pembentukan semua KI yang meliputi sikap spiritual, sikap
sosial, pengetahuan, dan ketrampilan peserta didik dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
Doronglah peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian, dan
kompetensi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
Praktikkan pembelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat
membangun karakter dan kompetensi baru dalam kehidupan sehari-hari
berdasarkan konsep dan teori yang dipelajari.
Gunakan metode dan media, serta sumber belajar yang paling tepat agar
terjadi perubahan karakter dan kompetensi peserta didik.

Penutup
Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan
karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya
pendidikan karakter di sekolah dasar, diharapkan dapat menjadi solusi atas
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran (kegiatan
pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar,
kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan
keseharian di rumah dan di masyarakat. Sebaiknya para orang tua, para
pendidik dan pemerintah lebih menerapkan pendidikan karakter kepada para
anak atau anak didiknya agar mereka menjadi generasi yang mempunyai
akhlak yang baik,baik di lingkungan masyarakat maupun keagamaan.

DAFTAR PUSTAKA

 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D),
 Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2000)
 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994)
 Alpiyanto, Hypno Heart (Rahasia Mudah Mendidik Dengan Hati), Bekasi:
PT. Tujuh Samudera Alfath, 2011
 Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi kurikulum2013
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
 Mulyasa. 2014. Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

LAMPIRAN
-

Anda mungkin juga menyukai