Anda di halaman 1dari 15

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PEMBANGUNAN VERTIKAL: UPAYA MENANGANI PENINGKATAN


KEBUTUHAN TEMPAT TINGGAL TERKAIT JUMLAH PENDUDUK YANG
TERUS BERTAMBAH DAN LUAS LAHAN YANG SEMAKIN TERBATAS

BIDANG KEGIATAN :

PKM-GT

Diusulkan oleh:

Etika Agrianita (A14070036/2007)

Anindita Anggarani (A14070057/2007)

Heni Pratiwi (A14070060/2007)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


BOGOR
2011

i
Halaman Pengesahan Usulan PKM-GT

1. Judul Kegiatan : Pembangunan Vertikal : Upaya Menangani Peningkatan


Kebutuhan Tempat Tinggal Terkait Jumlah Penduduk
yang Terus Bertambah dan Luas Lahan yang Semakin
Terbatas
2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI (x) PKM-GT
3. Ketua Pelaksana Kegiatan/Penulis Utama
a. Nama Lengkap : Etika Agrianita
b. NIM : A14070036
c. Departemen : Manajemen Sumber Daya Lahan
d. Institut : Institut Pertanian Bogor
e. Alamat Rumah dan No. Tel/HP : Wisma Blobo
Jln. Babakan Tengah Darmaga, Bogor
085269161113
f. Alamat Email : agrianita_cukup@yahoo.com
4. Anggota Pelaksanaan Kegiatan : 2 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr.
b. NIP : 19651011 199002 1 002
c. Alamat : Jl.Tanjung V/3 Blok O-V Taman
Cimanggu, Kelurahan Kedung Waringin,
Kecamatan Tanah Sareal, Bogor, Jawa
Barat
Bogor, 25 Februari 2011
Menyetujui,
Ketua Departemen Ketua Pelaksana Kegiatan

Dr.Ir. Syaiful Anwar, MSc. Etika Agrianita


NiP.19621113 198703 1 003 NIM.A14070036

Wakil Rektor Bidang Akademik Dosen Pendamping


dan Kemahasiswaan

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr.
NIP. 19581228 198503 1 003 NIP. 19651011 199002 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karea atas berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan karya yang berjudul “Pembangunan
Vertikal : Upaya Menangani Peningkatan Kebutuhan Tempat Tinggal
Terkait Jumlah Penduduk yang Terus Bertambah dan Luas Lahan yang
Semakin Terbatas” sebagai gagasan tertulis dalam Program Kreativitas
Mahasiswa yang diselenggarakan DIKTI untuk periode 2011.
Dalam karya ini kami membahas suatu upaya untuk menangani
permasalahan jumlah penduduk yang terus meningkat dan berdampak pada
dibutuhkannya lahan untuk tempat hidup mereka. Namun di sisi lain, luas lahan di
negara kita semakin terbatas untuk memenuhi semua kebutuhan hidup
masyarakat.
Akhirnya, kami berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat
pengetahuan dan ilmu terutama dibidang penataan ruang guna menangani
permasalahan kependudukan dan tata guna lahan. Kami sadar masih banyak
kekurangan dalam penulisan ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan guna
memperbaiki penulisan kami selanjutnya. Terima kasih.

Bogor, 2 Maret 2011

iii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan Usulan PKM-GT ................................................................ ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
RINGKASAN ...................................................................................................... v
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan dan Manfaat.......................................................................................... 3
GAGASAN ......................................................................................................... 3
Jumlah Penduduk Indonesia ............................................................................. 3
Perilaku dan Budaya Masyarakat dalam Penentuan Tempat Tinggal ................. 4
Penggunaan Lahan ........................................................................................... 5
Membangun Secara Vertikal ............................................................................ 6
KESIMPULAN ................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 9

iv
RINGKASAN

Peningkatan jumlah penduduk berakibat pada meningkatnya luas lahan


yang digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup mereka, termasuk
kebutuhan lahan untuk tempat tinggal. Tempat tinggal merupakan kebutuhan
utama manusia untuk hidup. Tempat tinggal yang aman, nyaman serta dapat
mendukung kehidupan mereka menjadi pertimbangan untuk menentukan tempat
tinggal. Akibat bertambahnya jumlah penduduk lahan semakin banyak dibuka
untuk dijadikan kawasan pemukiman. Pembukaan lahan untuk kawasan tersebut
tidak jarang mengkonversi lahan yang seharusnya dijadikan sebagai lahn
pertanian, akibatnya lahan pertanian bergeser sampai pada lahan marjinal dimana
akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari hasil pertanian. Tidak hanya
mengkonversi lahan pertanian, kawasan yang seharusnya dilindungi juga banyak
dibuka untuk dijadikan kawasan pemukiman.
Kota yang menyediakan sarana dan prasarana serta hampir semua
kebutuhan hidup manusia mulai dari makanan, pakaian, teknologi, informasi,
pendidikan, kesehatan sampai kepada hiburan menjadi pilihan utama masyarakat
untuk hidup. Perilaku masyarakat yang ingin hidup dikota atau dekat dengan kota
menyebabkan terjadinya urbanisasi yang berdampak pada jumlah penduduk di
kota yang semakin tinggi.Akibatnya kota harus memperluas kawasannya untuk
dapat menampung penduduk dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemekaran kota
yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana atau
disebut Urban sprawl mengakibat munculnya permasalahan-permasalahn yang
kompleks di daerah perkotaan.
Kondisi lahan semakin sempit dan mahal menjadi masalah besar dalam
pengadaan perumahan di perkotaan. Pengembangan perumahan ke arah vertikal
dianggap menjadi alternatif terbaik untuk menangani masalah tersebut.
Perumahan vertikal atau yang sering disebut rumah susun adalah bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi
dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama. Keseriusan
Pemerintah akan pentingnya rumah susun diwujudkan dengan hadirnya Undang-
undang No. 16 Tahun 1985 dan dilakukan sejak tahun 1974.
Namun masih terdapat permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan
pembangunan vertikal ini diantaranya terkait masalah budaya, ekonomi, teknis,
hukum dan administrasi. Permasalahan ini biasanya ada pada perumahan vertikal
untuk masyarkat menengah ke bawah sedangankan untuk perumahan vertikal
yang lebih modern untuk kalangan ekonomi ke atas sedikit ditemui permasalahan.
Beberapa upaya yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam
pengembangan perumahan vertikal ini yaitu terkait kematangan rencana,
pembelajaran kepada masyarakat serta pemanatau dan evaluasi yang
berkelanjutan guna tercapainya tujuan pembangunan vertikal sebagai upaya
menangani masalah kependudukan dan permasalahan lahan.

v
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di


dunia. Sampai pada sensus penduduk tahun 2010 kemarin total penduduk di
Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa. Kementrian Komunikasi dan Informatika RI
(2010) menyatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk diIndonesia selama kurun
waktu 10 tahun terakhir rata-rata sebesar1,49% pertahun atau terjadi kelahiran
sekitar 4,5 juta pertahun. Masalah kependudukan di Indonesia menjadi perhatian
pemerintah setiap tahunnya. Salah satu program yang dibuat oleh pemerintah
untuk mengatasi masalah ini yaitu program keluarga berencana, dimana setiap
keluarga diharapkan cukup memiliki dua orang anak. Akan tetapi upaya tersebut
belum memberikan hasil yang nyata. Peningkatan jumlah penduduk yang terus
menerus mengakibatkan munculnya masalah-masalah baru salah satunya masalah
pemukiman penduduk.
Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain
kebutuhan sandang dan pangan. Setiap keluarga pasti menginginkan untuk
memiliki tempat tinggal sendiri. Hampir setiap anak dalam sebuah keluarga
apabila telah menikah ingin memiliki rumah pribadi. Jika setiap keluarga di
Indonesia memiliki dua orang anak, dan berpikiran sama untuk memiliki rumah
sendiri, tidak bisa dibayangkan pembangunan rumah yang terus menerus terjadi
setiap tahun atau bahkan setiap harinya.
Setiap keluarga memiliki kriteria tersendiri untuk menentukan tempat
tinggalnya. Umumnya budaya atau kebiasaan masyarakat di Indonesia
menginginkan rumah yang memiliki ruangan lengkap dan pekarangan yang luas.
Bahkan bagi masyarakat yang termasuk ke dalam kelas ekonomi ke atas
membangun rumahnya dengan ukuran yang sangat besar dan juga halaman yang
luas. Selain itu, terkadang mereka membangun rumah lebih dari satu dan tidak
semua ditempati. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya luas lahan yang
terbangun untuk pemukiman dan tidak sedikit dari penggunaan lahan untuk
pemukiman tersebut menyingkirkan areal lahan yang seharusnya digunakan untuk
pertanian, hutan, maupun kawasan yang harus dilindungi.
Selain budaya tersebut, masyarakat di Indonesia umumnya cenderung
untuk hidup di perkotaan. Akibatnya permasalahn yang kompleks banyak
dirasakan di wilayah perkotaan. Kota yang menjadi daya tarik masyarakat,
menarik masyarakat dari pedesaan untuk bermigrasi dengan harapan mendapatkan
pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Sebagian dari mereka banyak yang
berhasil hidup di perkotaan, namun tidak sedikit pula yang gagal mengembangkan
hidupnya diperkotaan. Akhirnya perkotaan dihadapkan pada permasalahan berat
terkait urbanisasi, seperti peningkatan kebutuhan lapangan kerja, transportasi
umum, perumahan dan permukiman tidak layak huni (kumuh) serta prasarana,
sarana dan utilitas pendukungnya. Menurut Monoarfa (2010), luas permukiman
kumuh di Indonesia terutama di daerah perkotaan yang dari tahun ke tahun
semakin bertambah jumlahnya. Dari tahun 2004 seluas 54.000 hektare
berkembang menjadi 57.000 hektare di tahun 2009, dan sepertinya akan
bertambah lagi di tahun 2010.
2

Dengan bertambahnya jumlah penduduk pada suatu wilayah dalam hal ini
perkotaan, akan mendorong kota untuk mengembangkan wilayahnya. Fenomena
ini disebut Urban Sprawl. Urban sprawl dikenal sebagai peristiwa maupun
fenomena terjadinya pemekaran kota yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa
diawali dengan sebuah rencana (Isnaeni, 2010). Fenomena Urban sprawl terjadi
saat suatu kota sedang mengalami pertumbuhan, seiring dengan semakin
bertambahnya jumlah populasi penduduk dan jumlah area lahan secara acak.
Fenomena Urban sprawl ini memiliki dampak yang positif, yaitu menjadikan
rumah berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah
ke bawah. Namun, fenomena ini ternyata juga dapat menimbulkan dampak negatif
bagi komunitas di sekitarnya. Banyak masalah perkotaan yang muncul baru-baru
ini, akibat adanya pemekaran wilayah keluar area kota. Urban sprawl merupakan
salah satu bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik seperti
bertambahnya gedung secara vertikal maupun horisontal, bertambahnya jalan,
tempat parkir, maupun saluran drainase kota. Salah satu akibat yang dirasakan
akibat perkembangan ini adalah kemacetan.
Luas lahan yang digunakan untuk pemukiman bertambah setiap tahunnya.
Dari lahan yang digunakan tersebut banyak yang berada di kawasan yang
seharusnya untuk pemanfaatan lain atau dilindungi. Lahan yang seharusnya
digunakan untuk pertanian tidak sedikit yang dijadikan areal pemukiman.
Akibatnya kawasan pertanian banyak tersingkir ke lahan marjinal selanjutnya
berdampak pada produksi pertanian yang dihasilkan. Dampak pembangunan
kawasan pemukiman sangat dirasakan terutama di daerah perkotaan. Seperti yang
diketahui selama ini kota menjadi tujuan utama masyarakat untuk mencari
pekerjaan dan diharapkan dapat memberikan kehidupan yang layak. Akibatnya
semakin banyak masyarakat yang pindah ke kota dan juga semakin banyak
kawasan terbangun untuk tempat tinggal mereka dan kawasan terbuka hijau
semakin menyempit. Sedangkan dalam peraturan UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 29
ayat 2 menyebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling
sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Ruang terbuka hijau adalah
area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam (UU No. 26 Tahun 2007).
Kondisi lahan semakin sempit dan mahal menjadi masalah besar dalam
pengadaan perumahan terutama di perkotaan. Kota yang semakin padat,
permintaan akan rumah semakin tinggi, pemanfaatan lahan secara besar-besaran,
mengakibatkan nilai lahan naik, dan harga unit perumahan menjadi naik, menjadi
efek domino yang selalu menyertai program pengadaan perumahan. Terkait
dengan naiknya nilai dan harga lahan di wilayah perkotaan pemerintah
menyiasatinya dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Perumahan dan
Permukiman, No. 04/KPTS/M/1999, dalam point Strategi Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Nasional, d). Mendorong pembangunan perumahan
dan permukiman ke arah vertikal untuk daerah yang berkepadatan tinggi, terutama
di kota-kota besar dan metropolis. Pengembangan perumahan secara vertikal
berdampak terhadap tingkat efesiensi lahan dan dapat menjadi subsidi terhadap
harga rumahnya kelak.
3

Tujuan dan Manfaat

Penulisan gagasan ini bertujuan untuk memberikan suatu solusi dalam


upaya menangani masalah kebutuhan permukiman yang meningkat sebagai salah
satu dampak akibat jumlah penduduk yang terus menerus namun ketersediaan
lahan terbatas bahkan semakin menyempit untuk dapat memenuhi semua
kebutuhan hidup penduduk.

GAGASAN

Budaya dan
Jumlah Perilaku Peningkat- Fenomena
Masyarakat
Kebutuhan Areal
Penduduk an Jumlah Urban
mengenai Pemukiman
Meningkat Tempat Sprawl dan
Setiap tempat Tinggal dampak
tinggai
Tahunnya negatifnya

Dibutuh- Pembukaan
kan Solusi Lahan untuk
Pembangunan untuk Luas Lahan Areal
Vertikal Menangani Semakin Pemukiman
Berkurang
Masalah
Tersebut

Jumlah Penduduk Indonesia

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah


mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya,
setiap tahun selama periode 1990-2000, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta
jiwa. Jika dialokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia
bertambah sebanyak 270.833 jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa. Berdasarkan jumlah
tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa.
Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap
detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04
(1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya (bahkan bisa dikatakan
99,9 persen) disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk
(Amirbuton, 2010). Dengan demikina dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di
Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa. Jumlah penduduk Indonesia
dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan yang
tinggi pula. Jumlah penduduk Indoneesia dari tahun 1971-2010 dapat dilihat pada
tabel berikut.
4

Tabel Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 1971,


1980, 1990,2 000 dan 2010 (Juta Jiwa)

Tahun 1971 1980 1990 2000 2005 2010


Jumlah Penduduk 119,2 147,5 179,4 205,1 218,8 237,6*
Keterangan: *) Jumlah penduduk tahun 2010 yang disajikan ini merupakan data
publikasi BPS pada bulan Agustus 2010 (Anonim,2010)

Perilaku dan Budaya Masyarakat dalam Penentuan Tempat Tinggal

Memiliki tempat tinggal yang nyaman adalah keinginan setiap manusia.


Rumah dengan perkarangan yang luas memberikan banyak manfaat bagi
pemiliknya. Selain memberikan manfaat secara lingkungan, kesehatan dan
estetika, pekarangan juga memberikan dampak sosial ekonomi. Rumah dengan
pekarangan yang luas masih menjadi pilihan utama masyarakat. Jika dilihat dari
jumlah penduduk dan luas wilayah pada masa lalu, hal ini masih layak diterapkan
untuk permukiman, namun sulit jika melihat kondisi saat ini. Dalam hal memilih
lokasi tempat tinggal saat ini masyarakat lebih cenderung untuk tinggal di wilayah
yang menyediakan segala kebutuhan hidup, baik untuk kebutuhan ekonomi,
kesehatan, pendidikan, teknologi, hiburan dan lain sebagainya. Selain
kelengkapan dalam memenuhi kebuthan hidup juga diinginkan akses yang cepat
dan mudah. Untuk memenuhi semua keinginan tersebut, kota menjadi tujuan
utama masyarakat untuk tempat tinggal. Banyak masyarakat yang ingin pindah ke
perkotaan, sehingga timbulah urbanisasi yang besar-besaran. Kota secara
langsung maupun tidak langsung akan berkembang untuk dapat memenuhi
kebutuhan masyrakatnya.
Isnaeni (2010) menyebutkan bahwa semakin bertambahnya penduduk kota
menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap jumlah
lahan yang digunakan, baik untuk fungsi perumahan, perkantoran, dan fasilitas
sosial ekonomi lainnya. Sedangkan, setiap kota telah memiliki ketentuan dalam
menerapkan batas administratifnya masing-masing, jika kebutuhan masyarakat
kota akan guna lahan semakin meningkat, maka untuk memenuhinya diperlukan
suatu pengembangan atau perluasan wilayah ke daerah-daerah disekitar kota
tersebut. Fenomena ini kini dikenal sebagai fenomena Urban sprawl yang ditandai
oleh adanya alih fungsi lahan yang ada di sekitar kota (urban periphery) yang
tidak terkontrol, mengingat terbatasnya jumlah lahan yang ada dipusat kota
tersebut. Fenomena urban sprawl ini memiliki dampak yang negatif, diantaranya
adalah :
1. Semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan sebagai
habitat bagi makhluk hidup, selain manusia. Para petani terkadang lebih
memilih untuk menjual sawah mereka untuk pengembangan perumahan
oleh stakeholders dan meningkatkan persediaan keuangan mereka untuk
simpanan dihari tua. Sedangkan kawasan lindung, yang seharusnya
memiliki peran untuk melindungi kawasan, serta habitat yang ada
didalamnya, keberadaannya juga semakin menyempit karena mengalami
5

perubahan guna lahan, yang dimanfaatkan untuk pembangunan gedung


dan perumahan untuk kepentingan manusia.
2. Morfologi kota yang semakin tidak teratur, akibat terjadinya pemekaran
kota keluar area yang tidak diawali dengan rencana mengakibatkan
morfologi kota menjadi tidak teratur. Kondisi existing tidak lagi sesuai
dengan rencana awal guna lahan yang tercantum pada Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Para stakeholders umumnya akan berasumsi
bahwa nilai guna ekonomis suatu lahan akan semakin meningkat jika
lahan tersebut dijadikan sebagai perumahan, bahkan area komersil yang
tentunya akan menguntungkan bagi mereka.
4. Meningkatnya biaya pajak lokasi kawasan permukiman yang semakin
meluas dan menjauh, terpisah dari pusat kota, menyebabkan biaya dari
penyediaan dan pelayanan fasilitas dan infrastruktur yang semakin mahal
karena ongkos kirimnya yang lebih mahal.
5. Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya
konsumsi energi oleh manusia.
6. Terjadinya kesenjangan sosial.
Karena adanya kawasan kumuh (slum). Daerah slum / slums adalah daerah
yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau perkotaan.
Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki
penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain
sebagainya. dan permukiman liar (squatter settlement).

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan oleh manusia membuat pergesran perubahan ekosistem


alam menjadi ekosistem buatan. Perubahan penggunaan lahan yang paling intensif
adalah lahan sawah dan hutan yang terkonversi menjadi permukiman sebagai
akibat dari pertambahan penduduk (BAPPEDA Kabupaten Bogor, 2006).
Menurut Saefulhakim dan Nasoetion (1995) penggunaan lahan merupakan suatu
proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus sebagai hasil perubahan pola
dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Hal ini menyebabkan masalah
yang berkaitan dengan lahan yang merupakan hal yang kompleks.
Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukalah semata-
mata fenomena fisisk berkurangnya luasan lahan pertanaian melainkan suau
fenomena dinamik yang menyangkut aspek-aspek kehidupan masyarakat.
Perubahan penggunaan lahan pertanian secara agregrat berkaitan erat dengan
perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Arah
perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat, ekonomi nasional dan regional dan tata ruang pertanian
wilayah (Winoto, 1995 dalam Lembaga Penenlitian IPB, 1995/1996).
Penelitian-penelitian tentang perubahan penggunaan lahan telah banyak
dilakukan. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut menyebutkan bahwa telah
terjdi konversi lahan yang sangat besar akibat aktivitas manusia. Kurniawati
(2005) dalam penelitiannya menganalisis perubahan penggunaan lahan pertanian
ke non-pertanain di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung, memperoleh hasil
bahwa selama periode tahun 1992-2002, telah terjadi perbuhan penggunaan lahan
6

pertanian yaitu sawah dan kebun campuran mengalami pengurangan luas yang
terbesar menjadi permukiman, lahan hutan menjadi permukiman, sedangkan
semak dan tegalan bertambah luas.
Anugerah (2005) melakukan penelitian tentang faktor-raktor yang
mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan lahan non pertanian
Kabupaten Tanggerang, dan di peroleh hasil selama periode tahun 1994-2003,
terjadi konversi lahan sebesar 5407 ha, dengan laju konversi 2,44% per tahun.
Selain itu, peneliti lain, Wulandhana (2007) melakukan penelitian tentang
dinamika pemusatan dan distribusi spasial perubahan penutupan lahan di
Jabodetabek, berdasarkan analisis penutupan lahan pada tahun 1972, 1983, 1992,
2000 dan tahun 2005. Hasil penelitian menunjukan penutupaan lahan ruang
terbangun selalu mengalami peningkatan luas. Hal ini sangat kontras dengan
penutupan lahan terbuka hijau yang setiap tahun menyempit. Penurunan ini
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi yang sangat pesat
menyebabkan kebutuhan lahan untuk ruang terbangun sangat besar dan akhirnya
mengkonversi lahan penutupan lahan terbuka hijau terutama yang berada
dipinggiran kota Jakarta.

Membangun Secara Vertikal

Sejalan dengan terus berkembangnya penduduk, perlu ditumbuhkan


kesadaran kolektif untuk membatasi ekspansi kawasan terbangun sekaligus
melestarikan dan meningkatkan kinerja kawasan penyangga, agar daya dukung
lingkungan dan keseimbangan ekologis bisa lebih terjaga. Salah satu cara untuk
membatasi ekspansi kawasan terbangun adalah dengan membangun secara
vertikal. Namun, hal ini perlu dilakukan secara lebih bijak, melalui
pengembangan secara bertahap, sesuai kemampuan warga.
Di samping menghemat penggunaan tanah, membangun secara vertikal
dapat pula mengurangi biaya pembangunan infrastruktur dan penggunaan
transportasi. Bila disertai dengan inovasi sistem manajemen perumahan, maka
pembangunan vertikal juga akan bisa menyediakan makin banyak tempat tinggal
bagi penduduk yang bekerja di pusat-pusat kegiatan kota. Untuk merangsang
pembangunan secara vertikal, pemerintah setempat bekerja sama dengan
pemerintah nasional dapat memberi insentif atau mengenakan disinsentif terhadap
warga kotanya.
Pembangunan permukiman vertikal lebih dikenal dengan rumah susun
atau apartemen. Rumah susun menurut UU 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun,
adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang
dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama.
Sedangkan apartemen merupakan sebuah model tempat tinggal yang hanya
mengambil sebagian kecil ruang dari suatu bangunan. Suatu gedung apartemen
dapat memiliki puluhan bahkan ratusan unit apartemen. Istilah apartemen
digunakan secara luas di Amerika Utara, sementara istilah flat digunakan di
Britania Raya dan negara-negara persemakmuran (Anonim, 2010).
7

Kedua istilah mengenai bangunan permukiman vertikal tersebut memiliki


pengertian yang sama. Hanya pendapat masyarakat yang membedakan bagaimana
penyebutan rumah susun adalah perumahan yang sifatnya lebih kepada untuk
permukiman masyarakat kelas menengah ke bawah, sedangkan apartemen untuk
masyarakat menengah ke atas. Fungsi tujuannya adalah sama yaitu pentingnya
pengadaan perumahan secara vertikal adalah keterbatasan lahan di perkotaan,
pelaksanaan lebih efisien, terawatnya lingkungan, penyusunan yang lebih praktis
serta penyediaan sarana prasarana lingkungan yang efisien. Pengembangan
perumahan ke arah vertikal dianggap menjadi alternatif terbaik untuk saat ini,
disebabkan oleh meningkatnya nilai tanah di perkotaan, pesatnya pertumbuhan
penduduk, dan langkanya perumahan di perkotaan.
Keseriusan Pemerintah akan pentingnya rumah susun diwujudkan dengan
hadirnya Undang-undang No. 16 Tahun 1985, tentang Rumah Susun, Bab II, Pasal 2
dan Pasal 3, yang dilanjutkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 4
tahun 1988, tentang Rumah Susun, Bab II, Pasal 2, Ayat 1 dan 2. Pembangunan
rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan umum, keadilan dan pemerataan,
serta keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan. Adapun Pembangunan
rumah susun bertujuan untuk :
1. a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama
golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin
kepastian hukum dalam pemanfaatannya;
b. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan
dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan
menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan
seimbang.
2. Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi
kehidupan masyarakat, dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat (1
huruf a).
Kebijakan ini dilanjutkan dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun di
berbagai kota di Indonesia. Kebijakan terbaru pemerintah diwujudkan dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 22 Tahun 2006, Tentang Tim
Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan. Dalam
keputusan ini presiden mengamanatkan agar proses pembangunan itu didukung penuh
oleh pemerintah daerah dalam hal ini gubernur dan bupati/walikota.
Pelaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia dimulai pada tahun
1974 hingga sekarang. Timbulnya permasalahan seperti rumah susun menjadi
pemukiman yang kumuh atau rumah susun yang tidak diminati diakibatkan oleh
beberapa faktor diantaranya :
a. Permasalahan umum penghunian datang dari kenyataan bahwa
menghuni rumah susun masih dirasakan sebagai bentuk budaya baru
yang memerlukan waktu penyesuaian. Rumah susun terdiri dari
beberapa lantai hunian, merupakan bentuk perubahan hidup yang
biasa melekat dengan tanah, menjadi tidak memiliki tanah untuk
sekedar bercocok tanam
b. Permasalahan teknis menyangkut sarana dan prasarana yang ada di rumah
susun seperti distribusi air, keamanan, dan kelengkapan ruang.
c. Permasalahan social budaya seperti berbicara keras, mengutamakan
kepentingan individu dan kebiasaan lain yang dapat menggangu
kenyamanan.
8

d. Permasalahan ekonomi mulai dari pembayaran sampai munculnya


tindakan kriminal.
e. Permasalahan hukum, terkait menindaklanjuti pelanggaran yang
dilakukan penghuni.
f. Permasalahan administrasi atau pengelolaan yang baik.
Lain halnya permukiman vertikal yang berbentuk apartemen mewah.
Apartemen mewah biasanya menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap dan
juga didukung oleh pengelolaan yang baik. Oleh karena itu perlu dilakukan
berbagai upaya agar pembangunan vertikal ini dapat terlaksana dengan baik.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan,yaitu :
1. Perencanaan yang matang dalam hal membangun permukiman vertikal
yang dilakukan pemerintah dan pengembang melihat aspek ekonomi,
sosial, budaya, keamanan, kesehatan, hukum, lingkungan sampai kepada
pengelolaan yang baik.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat terkait masalah yang akan
timbul tentang pertumbuhan penduduk terus menerus, luas lahan yang
semakin berkurang, masalah lingkungan lingkungan, dan masalah-masalah
yang akan muncul terkait dengan kehidupan mereka.
3. Menyajikan paradigma baru kepada masyarakat tentang pemukiman yang
lebih efisien dan manfaat yang didapat serta konsep hunian yang positif.
4. Pemantauan yang rutin oleh pemerintah dan pihak terkait.

KESIMPULAN

Pembangunan vertikal atau yang sering dikenal dengan rumah susun atau
apartemen merupakan suatau upaya untuk menangani masalah peningkatan
jumlah penduduk yang terus menerus namun di sisi lain luas lahan juga semakin
menyempit. Hasil sensus yang menunjukan pertumbuhan jumlah penduduk yang
terus menerus dapat menyebakan banyak permasalahan. Lahan sebagai
pendukung kebutuhan hidup suatu saat tidak mampu menampung dan memenuhi
kebutuha hidup jika penduduk terus meningkat. Permukiman yang menjadi
kebutuhan pokok manusia untuk bisa hidup dan melakukan aktivitasnya,
memerlukan lahan yang luas untuk dapat menampung penduduk. Jika setiap
penduduk terus membangun tempat tinggal, lahan-lahan yang telah ditentukan
fungsinya seperti lahan pertanian dan kawasan lindung bisa terkonversi menjadi
kawasan pemukiman. Masalah lain yang akan muncul berupa masalah ketahanan
pangan, masalah lingkungan dan sebagainya. Permasalahan yang kompleks
tentang pemukiman banyak terjadi di kawasan perkotaan. Akibat urbanisasi
penduduk yang tinggi muncul permasalahan pengembangan kota yang tidak
terarah dan terkendali serta munculnya permukiman kumuh. Pengembangan
perumahan ke arah vertikal diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk
mengefesiensikan pemanfaatan lahan dan menghasilkan pola hunian yang lebih
teratur dan baik. Adanya permasalahan terkait tentang pembangunan vertikal ini
juga diharapkan dapat dikendalikan dengan berbagai upaya dan kerjasama antar
semua pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakatnya.
9

DAFTAR PUSTAKA

Amirbuton. 2010. Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010.


http://www.wordpress.com. Diunduh 25 Februari 2010.
Anonim. 2010. Sensus Penduduk Indonesia 2010. www.wikipedia.com. Diunduh
25 Februari 2010.
Anonim. 2010. Apartemen. www.wikipedia.com. Diunduh 25 Februari 2010.
Anugerah, F. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah
Kepenggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tanggerang. Skripsi. Jurusan
Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Badan Perencanann Pembangunan Daerah. 2006. Analisa Penggunaan Lahan. PT
Wicaksana Megacipta. Kabupaten Bogor.
Institut Pertanian Bogor. 1995/1996. Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian.
Lembaga Penenlitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Isnaeni, D. R. 2010. Urban Sprawl dan Lingkungan.
http://debbyrahmi.blogspot.com. Diunduh 26 Maret 2010.
Kementrian Komunikasi dan Informatika RI. 2010. Pertumbuhan Penduduk Rata-
Rata 1,49% Per Tahun. www.depkominfo.go.id. Diunduh 1 Maret 2010.
Kurniawati, Y. 205. Analisis Perubahan Penggunanan Lahan Pertanian ke Non
Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Daya Dukung Lahan di Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung. Tesis. Institut Pertanian Bogor. IPB.
Monoarfa, S. 2010. Pemukiman Kumuh Tugas Pemda. http://arsipberita.com.
Diunduh 26 Februari 2010.
Saefulhakim, R.S dan L.I Nasoetion. 1995a. Kebijaksanaan Pnengendalian
Konversi Sawah Beririgasi Teknis. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan
Komuikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat No. 13/1996. Pusat
Penenlitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Hal 67-72.
Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Wulandhana, S.A. 2007. Dinamika Pemusatan dan Distribusi Spasial Perubahan
Penutupan Lahan (Studi Kasus Wilayah Jabodetabek). Skripsi.
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan , Fakultas Pertanian,
Intitut Pertanian Bogor.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Ketua Kelompok
Nama : Etika Agrianita
Tempat, tanggal lahir : Lampung, 16 Agustus 1989
Karya ilmiah yang pernah dibuat :-
Penghargaan yang diraih :-
2. Anggota Kelompok
10

Nama : Anindita Anggarani


Tempat, tanggal lahir : Ponorogo, 17 Januari 1989
Karya ilmiah yang pernah dibuat :-
Penghargaan yang diraih :
- Juara 1 Pembuatan susunan doa belajar SMPN 1 Geger 2004
- Juara 1 majalah dinding SMA 1 Geger 2005
- Juara 1 Pembuatan Taman Kelas SMA 1 Geger 2006
- Lolos Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausaan 2010
- Pembicara Workhsop PKM HMIT 2010

Nama : Heni Pratiwi


Tempat, tanggal lahir : Majalengka, 06 Februari 1990
Karya ilmiah yang pernah dibuat :-
Penghargaan yang diraih :
Juara 3 Paduan Suara Tingkat Kabupaten
3. Dosen Pendamping
Nama : Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
NIP : 19651011 199002 1 002
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 11 Oktober 1965
Pangkat/Golongan/Jabatan : Penata Tk.I / III d
Alamat : Jl.Tanjung V/3 Blok O-V Taman
Cimanggu, Kelurahan Kedung
Waringin, Kecamatan Tanah Sareal,
Bogor, Jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai