Anda di halaman 1dari 28

PERKEMBANGAN FISIK

Oleh:

Muhammad Syawal

Mahasiswa Psikologi Universitas Paramadina

Longevity and Aging


Life Expectancy atau harapan hidup adalah usia seseorang yang berada di suatu
kelompok tertentu untuk hidup dengan alasan karena usia dan status kesehatannya
yang berdasarkan dari rata-rata populasi. Life Expectancy didasari oleh longevity atau
panjangnya usia rata-rata atau usia hidup sebenarnya dari anggota populasi, dapat
disebut juga dengan rentang hidup (life span), yaitu periode terpanjang kehidupan dari
anggota spesies tertentu.

Mengapa Orang Mengalami Penuaan?

Harapan seseorang untuk meningkatkan hidup sehat tergantung pada pengetahuan


kita tentang apa yang terjadi pada tubuh manusia seiring berjalannya waktu. Senescene
adalah periode pada rentang hidup yang ditandai dengan penurunan fungsi fisik yang
biasanya diasosiasikan dengan proses penuaan yang dimulai pada usia yang berbeda
antarindividu. Proses penuaan yang dialami manusia, secara biologis terdiri dari dua
kategori, yaitu :

 Teori Pemrogaman Genetika (Genetic Programming Theories)


Teori yang menjelaskan penuaan biologis sebagai hasil dari jadwal
perkembangan yang sudah terprogram secara genetika. Kegagalan dapat terjadi
karena senescene terprogram, yaitu gen spesifik yang berhenti berfungsi
sebelum adanya kehilangan yang berhubungan dengan usia, misalnya
penglihatan, pendengaran, dan control motorik. Suatu penelitian yang dilakukan
pada cacing, menemukan bahwa fragmentasi mitokondria, organisme kecil
menghasilkan energi pada proses sel, akan menyebabkan sel menghancurkan
dirinya sendiri (Jagasia, Grote, Westermann, dan Conradth, 2005 dalam Papalia
2008). Selain itu, ada juga jam biologis yang berfungsi untuk mengontrol

1
perubahan hormonal atau menyebabkan masalah system kekebalan, sehingga
tubuh menjadi rentan terhadap infeksi dan penyakit.
Beberapa perubahan fisik, seperti hilangnya kekuatan otot, akumulasi lemak,
dan atropi organ mungkin berhubungan dengan aktivitas hormone (Lamberts,
van den Beld, dan van der Lely, 1997 ; Rudman et al.,1990 dalam Papalia 2008).
Keefesienan system kekebalan juga menurun seiring dengan pertambahan usia
(Holliday, 2004; Kiecolt-Glaser & Glaser, 2001 dalam Papalia 2008). Suatu
penelitian mengungkapkan bahwa jam biologi diatur oleh penyusutan perlahan
dari telomere, ujung pelindung kromosom yang memendek setiap kkali
membelah. Erosi terprogram ini pada akhirnya berujung pada berhentinya
pembelahan sel tersebut (de Lange, 1998 dalam Papalia 2008).
Penelitian terhadap 143 orang dewasa berusia 60 tahun ke atas yang tidak
memiliki hubungan darah menmukan kaitan antara telomer yang pendek pada
DNA darah dan kemataian awal yang disebabkan oleh penyakit jantung dan
infeksi (Cawthon, Smith, O’Brien, Sivatchenko. Dan Kerber, 2003 dalam Papalia,
2008).
 Teori Tingkat Variabel (Variable Rate Theories)
Teori yang menjelaskan tentang penuaan biologis sebagai hasil dari
proses yang berbeda antarsatu orang dengan orang laindan dipengaruhi oleh
lingkungan internal dan eksternal. Teori ini dapat juga disebut dengan teori
kesalahan.
Selain itu, ada juga yang dinamakan dengan teori wear and tear, yaitu penuaan
tubuh adalah hasil dari akumulasi kerusakan system pada tingkat molekul
(Hayflick, 2004 ; Holliday, 2004 dalam Papalia 2008). Sebelumnya pernah
dijelaskan bahwa sel tubuh berkembang biak terus menerus melalui pembelahan
diri. Proses ini sangat penting karena bertujuan untuk mengimbangi kehilangan
dan kematian sel berbahaya serat untuk menjaga organ dan system yang
berfungsi dengan baik. Dalam proses penuaan yang terjadi pada seseorang, sel
tidak mampu memperbaiki atau mengganti bagian yang rusak.
Teori radikal bebas adalah molekul-molekul yang terbentuk selama
metabolism yang dapat bereaksi dan merusak membran sel, protein sel lemak,
karbohidrat. Suatu penelitian yang berhubungan dengan teori radikal bebas
yaitu lalat buah. Ketika diberikan gen ekstra yang menghilangkan radikal bebas

2
bisa hidup sepertiga kali lebih lama dibandingkan yang normal (Orr & Sohal,
1994 dalam Papalia 2008). Sedangkan pada tikus yang dikembangkan tanpa
gen yang disebut MsrA yang biasanya melindungi tubuh terhadap radikal bebas
memiliki rentang hidup yang lebih pendek dari rentang hidup normal
(Moskovitz, et al., 2001). Dapat diketahui dari dua penelitian yang berbeda
antara lalat buah dan tikus yang menghasilkan hasil penelitian yang sangat
berbeda pula. Penelitian pertama yang dilakukan pada lalat buah yang diberikan
gen ekstra yang menghilangkan radikal bebas dapat hidup sepertiga lebih lama
dibandingkan yang normal, sedangkan pada tikus yang dikembangkan tanpa gen
memliki rentang hidup yang lebih pendek dari yang normal. Dapat disimpulkan
bahwa gen pada penelitian terhadap lalat buah dan tikus sangat berpengaruh
terhadap rentang hidup.
Teori tingkat kehidupan menjelaskan bahwa tubuh dapat bekerja sampai
tingkat tertentu hingga selesai. Makin cepat seseorang bekerjam makin besar
energy yang digunakan dan tubuh makin cepat mengalami kerusakan, di mana
energy yang kita gunakan dapat menentukan panjang usia.
Teori Autoimun menjelaskan bahwa system kekebalan yang menua dapat
mengeluarkan antibodi yang menyerang sel tubuh itu sendiri. Kesalahan fungsi
yang disebut dengan autoimunitas diperkirakan bertanggungjawab terhadap
gangguan dan penyakit yang berhubungan dengan penuaan (Hooliday, 2004
dalam Papalia, 2008). Teori ini menjelaskan bagaimana pengaturan kematian sel
yang sudah teratur secara genetika. Krtika mekanisme penghancuran sel yang
tidak diperlukan mengalami gangguan, penghancuran sel secara keseluruhan
dapat menyebabkan penyakit stroke, alzeimer, kanker, dan penyakit autoimun.

Teori pemrogaman genetika dan teori tingkat variable memiliki dampak


yang praktis. Jika manusia mengalami penuaan pada tingkat tertentu, mereka
tidak bisa mengubah proses ini kecuali dengan mengubah gen yang sesuai. Jika
penuaan adalah suatu variable, maka style life dan praktek kesehatan yang baik
akan mempengaruhi hal tersebut.

3
Physical Changes

Teori Penuaan
Terdapat teori-teori mengenai penuaan (aging) yang menjelaskan dari sudut
pandang biologis. Di antaranya adalah rate-of-living theories dan cellular theories.
a. Rate –of-living theories
Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa manusia dilahirkan dengan jumlah
energi yang terbatas yang dapat diperluas pada kecepatan yang unik pada tiap-
tiap individu. Proses metabolisme seperti mengkonsumsi kalori dalam jumlah
yang sedikit atau mengurangi stres berkaitan dengan hidup yang lebih panjang.
Penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres dengan usia
dapat menjadi penyebab penuaan.
b. Cellular theories
Teori ini menyatakan bahwa terdapat batasan pada seberapa sering sel tubuh
dapat membelah sebelum sel tersebut mati (disebut Hayfick limit), dimana dapat
menjelaskan mengenai penuaan.

Teori Biologi Penuaan


 Teori Mikrobiologi
Microbiological theories of aging. Melihat kedalam sel-sel tubuh untuk
menjelaskan penuaan. Label mikro di gunakan karena sel merupakan unit
analisis yg sangat kecil. Semakin tuanya sel-sel, semakin lebih sulit juga untuk
membuang sisa-sisa. Akhirnya “sampah” ini menempati lebih dari 20% sel.
Dengan menuanya sel-sel, molekul-molekulnya dapat saling terhubung atau
melekat sedemikian rupa sehingga dapat menghentikan siklus vita biokimia dan
menciptakan kerusakan-kerusakan lain pada mereka mengganggu fungsi sel.
 Teori Makrobiologi
Mempelajari kehidupan pada tingkat analisis yang lebih global dibandingkan sel.
Makro mengarah pada sesuatu yang besar dan tingkat analisis yang lebih global.
Penuaan juga dapat dipengaruhi oleh sistem kekebalan, otak, dan homeostatis.
Berkenaan dengan sistem kekebalan, di masa dewasa awal , thymus (suatu
kelenjar di atas dada yang merangsang sel-sel darah putih yang dibutuhkan
untuk melawan infeksi dan kanker) telah mulai menyusut. Seiring dengan
kehidupanyang berlanjut, sistem kekebalan kehilangan beberapa

4
kemampuannya untuk mengenali dan melawan bakteri dan para penyerbu asing,
begitu pula dengan sel-sel kanver. Sel-sel kekebalan mungkin juga telah mulai
melawan sel-sel kesehatan tubuh sendiri, kemungkinan menghasilkan penyakit-
penyakitbkekebalan (autoimune disease) seperti radang sendi dan beberapa
penyakit ginjal ringan. Para ilmuan berpendapat bahwa pencetus saat penuaan
ditempatkan di dalam otak, lebih khususnya lagi di kelenjar-kelenjar
hipotalamus dan pituitari, yang melibatkan pelepasan hormon-hormon. Dalam
pandangan ini, dimulai saat pubertas kelenjar pituitari melepaskan hormon,
yang menyebabkan tubuh menjadi menua pada kecepatan yang telah doprogam.
Tiroksin mengatur kecepatan metabolisme di dalam jantung dan sistem
kekebalan yang kerusakannya seringkali melibatkan berbagai macam penyakit
yang membunuh orang tua.

Penampilan dan Mobilitas


a. Perubahan pada kulit, rambut, dan suara
Pada usia lanjut, terjadi perubahan pada kulit, yaitu kulit menjadi
berkeriput. Pengeriputan sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam empat
tahap dan kompleks. Pertama, lapisan kulit terluar menjadi lebih tipis karena
berkurangnya sel, menyebabkan kulit menjadi lebih rapuh. Kedua, serat kolagen
(Kolagen adalah salah satu protein yang menyusun tubuh manusia. Keberadaannya
adalah kurang lebih mencapai 30% dari seluruh protein yang terdapat di tubuh. Dia
adalah struktur organik pembangun tulang, gigi, sendi, otot, dan kulit. Serat kolagen
memiliki daya tahan yang kuat terhadap tekanan) yang menentukan terhubungnya
jaringan berkurang keelastisannya, sehingga kulit menjadi sulit kembali ke bentuk
semula setelah tercubit. Ketiga, serat elastin pada pada lapisan kulit bagian tengah
berkurang kemampuannya dalam menjaga kulit tetap kenyal dan kencang.
Keempat, di bawah lapisan lemak berkurang, padahal lapisan ini yang menyediakan
bantalan untuk membuat kontur yang lembut.

b. Perubahan pada bentuk tubuh


Perubahan pada tubuh yang sangat terlihat adalah penurunan pada tinggi
tubuh dan fluktuasi pada berat badan. Tinggi badan stabil sampai usia 50an tahun,
tetapi antara usia 50an sampai 70an berkurang satu inch pada pria dan dua inch

5
pada wanita. Penurunan tinggi badan ini pada umumnya disebabkan oleh kompresi
pada spinal karena berkurangnya kekuatan tulang.
Peningkatan berat badan pada usia pertengahan diikuti oleh penurunan
berat pada periode berikutnya merupakan hal yang normal. Pada umumnya
manusia bertambah berat badannya pada usia 20an hingga 50an, namun pada usia
tua akan mengalami penurunan berat badan. Perubahan lain yang dapat diamati
pada orang-orang usia lanjut adalah sebagai berikut:
Daerah kepala:
1. Hidung menjulur lemas
2. Bentuk mulut berubah akibat hilangnya gigi atau karena harus memakai gigi
palsu
3. Mata kelihatan pudar, tak bercahaya dan sering mengeluarkan cairan
4. Dagu melipat dua atau tiga
5. Pipi berkerut, longar dan bergelombang.
6. Kulit berkerut dan kering berbintik hitam, banyak tahi lalat atau ditumbuhi kutil
7. Rambut menipis, berubah menjadi putih atau abu-abu dan kaku. Tumbuh rambut
halus dalam hidung, telinga dan pada alis
Daerah tubuh:
1. Bahu membungkuk dan tampak kecil
2. Perut membesar dan membuncit
3. Pinggul tampak mengendor dan lebih lebar dibandingkan dengan waktu
sebelumnya
4. Garis pinggang melebar, menjadikan badan tamapak seperti terisap
5. Payudara bagi wanita menjadi kendur dan melorot.
Daerah persendian:
1. Pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat,s edangkan ujung tangan
tampak mengkerut
2. Kaki menjadi kendor dan pembulh darah balik menonjol, terutama yang ada di
sekitar pergelangan kaki
3. Tangan menjadi kurus kering dan pembuluh vena di sepanjang bagian belakang
tangan menonjol
4. Kaki membesar dan otot-otot mengendor, timbul benjolan0benjolan, ibu jari kaki
membengkak, dan bisa meradang serta sering timbul kelosis

6
5. Kuku tangan dan kaki menebal, mengeras dan mengapur.

c. Perubahan pada mobilitas


Otot
Walaupun jumlah jaringan otot pada tubuh menurun seiring dengan penuaan,
penurunan ini benar-benar dapat dikenali dalam hal kekuatan dan
kelenturannya. Pada usia 70, penurunannya tidak lebih dari 20%, namun pada
usia 80 penurunan kekuatan dapat mencapai 40%, dan hal ini semakin nampak
parah pada kaki daripada pada lengan dan tangan. Namun, beberapa orang tetap
dapat mempertahankan kekuatannya hingga usia tua, walaupun jumlahnya
hanya sekitar 15%.
Tulang
Penuaan yang yang normal disertai dengan berkurangnya jaringan tulang pada
tubuh. Tulang mulai berkurang jaringannya pada usia 30 tahunan, dan
meningkat pada usia 50 tahunan, terutama pada wanita, dan melambat pada usia
70 tahunan. Perbedaan gender pada penurunan jaringan tulang merupakan hal
penting, wanita kehilanggan massa otot dua kali lebih cepat daripada pria.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, wanita memiliki massa
tulang yang lebih rendah daripada pria pada masa dewasa muda. Kedua,
berkurangnya hormon estrogen setelah menopause mempercepat penurunan
jaringan tulang.

d. Implikasi psikologis
Stereotip budaya memberikan pengaruh yang besar pada penerimaan orang
berkaitan dengan perubahan penampilan yang terkait dengan usia. Berkurangnya
kekuatan dan kelenturan, dan perubahan pada persendian memiliki konsekuensi
psikologis yang penting, terutama terkait dengan self-esteem.

Sisitem Sensoris
Terdiri dari perubahan pendengaran, perasa, pembau dan peraba. Perubahan ini
terjadi mulai pada usia madya (Hurlock; 326). Perubahan yang merepotkan dan paling
nampak adalah perubahan pada pendengaran dan penglihatan.
1. Indera Penglihatan

7
Perubahan pada indera penglihatan, dimulai pada usia dewasa madya, dan
semakin jelas pada usia lanjut (Kosnick dkk, 1989). Kemampuan beradaptasi indera
penglihatan menjadi menurun atau melambat. Orang lanjut usia membutuhkan waktu
lebih lama untuk memulihkan kembali penglihatan mereka disaat mereka beralih dari
ruangan yang terang menuju ke ruang gelap. Daerah medan penglihatan juga menadi
mengecil.
Perubahan fungsional dan degenarif pada mata berakibat mengecilnya bundaran
kecil pada mata, mengurangnya ketajaman mata dan akhirnya menjadi glukoma,
katarak dan tumor. Kebanyakan orang yang berusia madya menderita presbiopi atau
kesulitan melihat sesuatu dari jarak yang jauh, karena daya akomodasi mata berangsur-
angsur menurun. Antara usia 40-50 tahun daya akomodasi mata ini biasanya tidak
mampu untuk melihat dengan jarak dekat sehingga yang bersangkutan terpaksa
memakai kacamata (Hurlock; 327).
Hal yang tampak pada mata orang usia lanjut adalah mata kelihatan kurang
bersinar dan cenderung mengeluarkan kotoran mata yang menumpuk di sudut mata.
2. Indera Pendengaran
Kemampuan pendengaran juga menurun mulai di usia dewasa madya.
Penurunan ini debabkan oleh kemunduran selaput telinga (cochlea), syaraf penerima
umtuk pendengaran di dalam telinga (Santrock; 1999). Sehingga, mereka harus selalu
mendengarkan sesuatu dengan sungguh-sungguh dibandingkan pada saat mereka lebih
muda. Mula-mula kepekaan terhadap nada tinggi menurun, kemudian diikuti dengan
menurunnya secara drastik sesuai dengan meningkatnya usia. karena penurunan
kemampuan mendengar ini, orang-orang usia lanjut berbicara dengan keras dan
monoton (Hurlock; 327).
Namun, bagi sebagian orang lanjut usia, penurunan daya pendengaran ini bisa
diatasi dengan menggunakan alat bantu pendengaran (hearing aids).
3. Indera Penciuman dan Perasa
Pada usia lanjut, penurunan juga dialami pada indera penciuman dan perasa.
Kepekaan terhadap rasa pahit dan masam bertahan lebih lama dibandingkan dengan
kepekaan terhadap rasa asin dan manis (Santrock; 1999). Penurunan ini,terutama
terjadi pada pria. Karena, rambut hidung mereka bertambah, sehingga mempengaruhi
daya rangsangan daya cium untuk menembus organ-organ indera penciuman yang
terletak pada batang hidung. Karena rasa sangat bergantung pada kemampuan

8
membau, indera inipun menjadi semakin lemah dengan meningkatnya usia (Hurlock;
327).
Orang usia lanjut memiliki kepekaan yang menurun pada rasa sakit, sehingga
kurang mengalami penderitaan jika dibandingkan dengan mereka yang berusia lebih
muda.

4. Indera Peraba
Karena kulit menjadi semakin kering dan keras, maka indera peraba kulit
menjadi semakin kurang peka (Hurlock; 389).

Fungsi-fungsi Vital
Perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh bagian luar, disertai dengan
perubahan-perubahan tubuh bagian dalam (organ-organ dalam tubuh) dan
keberfungsiannya.
1. Sistem Peredaran Darah
Saluran arteri, tempat aliran darah yang diedarkan menuju ke seluruh tubuh,
menjadi rapuh dengan bertambahnya usia. sehingga mengakibatkan kesulitan sirkulasi.
Tekanan darah yang meningkat, mengakibatkan komplikasi jantung. Tekanan darah
yang meningkat ini dapat dikarenakan bertambahnya usia disertai dengan penyakit,
obesitas, kecemasan, pengerasan pembuluh darah, atau kurangnya olah raga. Semakin
lama beberapa faktor ini bertahan, semakin buruk tekanan darah individu
(Santrock;2000).
2. Sistem Pernafasan
Kapasitas paru-paru menurun antara usia 20 dan 80 tahun, meskipun tanpa
penyakit. Paru-paru kehilangan elastisitas, dada menyusut, dan diafragma melemah
(Santrock;2000).
3. Sistem Kelenjar
Fungsi kelenjar tubuh menjadi lebih lamban. Pori-pori dan kelenjar pada kulit
yang membersihkan kulit dari kotoran menjadi lebih pelan, sehingga bau badan
bertambah. Berbagai kelenjar yang dihunbungkan dengan proses pencernaan berfungsi
lebih lambat, sehingga mengalami masalah karena pencernaan menjadi lebih sering
bekerja.
4. Sistem Pencernaan

9
Sebagian orang usia dewasa madya menggunakan gigi palsu, yang juga
menambah kesulitan mengunyah. Selain itu, beberapa orang usia madya memperbaiki
kebiasaan makan mereka sesuai dengan semakin lambannya kegiatan mereka. Keadaan
ini, malah menambah masalah pada system pencernaan, karena mereka sering
mengalami konstipasi.

Siistem Reproduksi
Kedua wanita maupun pria mengalami perubahan pada system reproduksi pada
usia madya. Wanita mengalami menopause dan pria mengalami klimakterik.
Menopose ditandai dengan oleh terhentinya periode haid pada usia akhir 40 dan 50
tahun, dan kemampuan untuk melahirkan anak berhenti secara keseluruhan. Wanita
yang mengalami menopaus ini berhenti memproduksi ovarium, hormon ovarium, dan
hormon progestin. Akibat dari berhentinya produksi hormon- hormone tersebut, seks
sekunder kewanitaan menjadi kurang kelihatan. Bulu di wajah menjadi bertambah
kasar, suara menjadi lebih mendalam, lekuk tubuh menjadi rata, payudara tidak lagi
kencang, dan bulu kemaluan dan aksial menjadi lebih tipis.
Turunnya secara drastis hormon estrogen mengakibatkan hal yang tidak
menyenangkan pada wanita yang mengalami menopause. Mereka ,erasa panas, mual
letih, dan denyut jantung yang lebih cepat. Akibatnya, mereka lebih cepat marah,
tertekan, dan mengkritik diri bahkan beberapa dari mereka yang mengeluhkan depresi.
Klimaterik pada pria, terjadi karena adanya penurunan yang berangsur-angsur
pada aktivitas gonad yang terjadi pada usia setelah lima puluh tahunan. Namun,
penurunan ini terjadi sangat lamban dan tidak sampai terjadi pemberhentian seperti
pada wanita yang mengalami menopause. Sehingga, pria usia tujuh puluh tahun masih
mampu untuk membuahi istrinya. Penurunan aktivitas gonad ini diiringi oleh
penurunan nafsu seksual. Meskipun penurunan nafsu seksual ini juga disebabkan oleh
hal lain, seperti tekanan psikologis dan sebab lainnya.
Hal lain yang disebabkan oleh penurunan aktivitas gonad ini, seks sekunder pria
juga mengalami perubahan. Misalnya intonasi suara menjadi lebih tinggi, rambut di
kepala dan tubuh menjadi berkurang, tubuh menjadi lebih sedikit gemuk, terutama
bagian perut dan paha.

10
Otak dan Sitem Saraf
Saat tua, kita kehilangan sejumlah neuron, unit-unit sel dasar dari sistem saraf.
Aspek-aspek yag signifikan dari proses penuaan mungkin adalah bahwa neuron-neuron
itu tidak mengganti dirinya sendiri (Moushegian, 1993). Meskipun demikian, otak dapat
cepat sembuh dan memperbaiki kemampuannya, hanya kehilangan sebagian kecil dari
kemampuannya untuk berfungsi di masa dewasa akhir (Labouvie-Vief, 1985). Sifat
adaptif otak telah ditunjukkan dalam sebuah penelitian (Coleman, 1986). Dari usia 40 –
70an tahun, pertumbuhan dendrite meningkat. Dendrit adalah bagian penerima dari
neuron atau sel saraf. Tetapi pada orang yang sangat tua, yang berusia sekitar 90an,
pertumbuhan dendrit tidak lagi terjadi. Pertumbuhan dendrit dapat menggantikan
kehilangan neuron, selama usia 70an, tetapi tidak terjadi ketika individu mencapai usia
90an. Meskipun beberapa neuron menghilang, otak tua dapat berfungsi secara efektif.

Perubahan Organik dan Sistematik


Perubahan yang terjadi pada system organik dan systematic memiliki variasi
yang bebeda-beda antar individu maupun dalam individu itu sendiri. Penuaan dan
stress kronis dapat menurunkan fungsi kekebalan yang membuat lansia menjadi rentan
terhadap infeksi pernafasan (Kiecolt-Glaser & Glaser, 2001 dalam Papalia 2008).
Perubahan yang terpenting yang dapat mempengaruhi kesehatan adalah penurunan
reserve capacity, di mana kemampuan oragan dan system tubuh untuk memberikan
usaha yang lebih besar dari kondisi normal pada saat berada di bawah tekanan. Dengan
bertambahnya usia, reserve capacity cenderung akan menurun yang dapat
mengakibatkan lansia tidak dapat mersepon dengan baik tuntutan fisiknya seperti
sebelumnya. Walaupun demikian, banyak lansia yang normal yang tidak memiliki
masalah dengan kesehatan fisiknya dan fungsi sitematiknya yang mengakibatkan
mereka baik-baik saja dan dapat melakukan pekerjaan yang mereka inginkan dengan
mengatur kecepatan mereka sendiri.

Otak yang Mengalami Penuaan


Pada lansia yang normal, biasanya mereka sedikit mengalami perubahan pada
otaknya dan tidak memiliki perubahan dalam hal fungsi (Kemper, 1994 dalam Papalia,
2008). Setelah berusia 30 tahun, otak sedikit kehilangan beratnya, semakin lama
semakin banyak sampai usia 90 tahun, di mana otak kehilangan sampai 10 persen dari
berat otaknya. Penurunan yang terjadi pada otak karena hilangnya neuron pada korteks

11
cerebral, bagian otak yang melakukan tugas kognitif. Suatu penelitan baru menemukan
bahwa penurunan pada otak terjadi bukan karena jumlah neuron, tetapi adanya
penyusutan ukura neuron yang disebabkan karena hilangnya jaringan penghubung,
seperti akson, dendrite, dan sinaps. Dengan hilangnya material otak secara perlahan-
lahan, dapat mengakibatkan perlambatan pada system saraf pusat yang mempengaruhi
koordinasi fisik dan kognitif.

Struktur otak, korteks serebral dapat menyusut lebih cepat pada pria dibandingakn
dengan wanita (Coffey et al., 1998 dalam Papalia, 2008). Atropi serebral dapat mungkin
muncul lebih awal pada wanita dibandingka pada pria, terutama yang mengalami
kelebihan berat badan (Gustafson, Lissner, Bengtsson, Bjorkelund, dan Skoog, 2004
dalam Papalia, 2008). Atropi kortikal juag terjadi lebih cepat pada orang yang tingkat
pendidikannya kurang (Coffey, Saxton, Ratcliff, Bryan, dan Lucke, 1999 dalam Papalia
2008). Selain itu, aerobic juga dapat mempelambat hilangnya jaringan otak (Friedland,
1993 ; Satz, 1993 dalam Papalia, 2008). Sedangkan pada tikus, pola makan yang terdiri
dari buah dan sayuran dapat menghambat penurunan fungsi otak yang berhubungan
dengan usia (Galli, Shukitt-Hale, Youdim, dan Joseph, 2002 dalam Papalia, 2008).

Tidak semua perubahan yang terjadi pada otak sifatnya merusak. Peneliti telah
menemukan bahwa otak yang sudah tua dapat menumbuhkan sel saraf baru. Buktinya
telah ditemukan bahwa pembelahan sel yang terjadi pada bagian hipokampus, bagian
otak yang terlibat dalam pembelajaran dan ingatan (Erikson et al.,1999 dalam Papalia
2008).

 Fungsi Sensorik dan Psikomotor


Perbedaan yang terjadi antar individu dala fungsi sensorik dan motorik
bertambah seiring dengan bertambahnya usia.
1. Penglihatan dan Pendengaran
80 persen dari lansia di Amerika, menagatakan bahwa mereka mengalami
kesulitan untuk melihat (Federal Interagency Forum on Aging-Related
Statistics, 2004 dalam Papalia 2008). Kesulitan ini dapat berbentuk
kesulitan dalam menentukan kedalaman persepsi warna atau aktivitas
sehari-hari seperti membaca, menjahit, belanja, dan memasak (Desai et
al., 2001). Masalah penglihatan yang terjadi dapat menyebabkan

12
kecelakaan tau jatuh. Mata yang tua memerlukan cahay yang besar untuk
melihat, lebih sensitive terhadap kilauan, serta dapat mengalami
kesulitan menemukan dan membaca tanda, dengan demikian mengemudi
menjadi berbahaya, terutama pada malam hari (D.W. Kline et al., 1992 ;
D.W.Kline & Scialfa, 1996). Masalah penglihatan yang terjadi dapat diatasi
dengan bantuan kacamata, perawatan medis, dan dapat juga
mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung
vitamin A baik untuk mata. Gangguan-gangguan penglihatan dapat juga
disebabkan oleh katarak, degenarasi macular terkait usia, galukoma, dan
retinopati diabetes.
Hampir 47 persen dari lansia laki-laki dan 30 persen dari lansia
perempuan di Amerika, melaporkan mengalami gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran meningkat seiring dengan bertambahnya usia
(Federal Interagency Forum on Aging-Related Statistics, 2004 dalam
Papalia 2008). Gangguan pendengaran dapat merupakan penyebab
persepsi yang salah bahwa orang lansia mengganggu, menderita
demensia, dan mengesalkan, serta cenderung memberikan dampak
negative tidak hanya pada dirinya , tetapi juga pada pasangannya
(Wallhagen, Strawbridge, Shema, dan Kaplan, 2004). Masalah
pendengaran dapat dibantu dengan menggunakan alat bantu
pendengaran, tetapi alat ini sulit untuk disesuaikan karena cenderung
memperkuat suara yang ingin didengar seseorang.
Jadi, masalah penglihatan dan pendengaran dapat terjadi karena salah
satu faktor usia yang mempengaruhi.
2. Kekuatan, Ketahanan, Keseimbangan, dan Waktu Reaksi
Pada umumnya, orang dewasa kehilangan kekuatan sekitar 10 sampai 20
persen ketika mereka pada usia 70 tahun. Ketahanan menjadi turun
secara konsisten bersamaan dengan usia, terutama untuk perempuan.
Penurunan yang terjadi pada kekuatan otot dapat terjadi akibat
kombinasi penuaan ilmiah, aktivitas yang menurun, dan penyakit (Barry
& Carson, 2004 dalam Papalia, 2008). Keelastisitisan pada lansia sangat
penting karena orang-orang yang ototnya sudah menyusut
memungkinkan untuk jatuh dan mengalami patah tulang serta melakukan

13
bantuan yuntk melakukan aktivitas sehari-hari. Alasan seorang lansia
lebih mudah untuk jatuh karena penurunan kesensitifan saraf penerima
yang memberikan informasi kepada otak mengenai posisi tubuh pada
keruangan. Kebanyakan patah tulang dan jatuh dapat dicegah dengan
meningkatkan kekuatan otot keseimbangan dan kecepatan berjalan
(Agency for Healthcare Research and Quality dan CDC, 2002).

Pola Tidur
Pola tidur yang terjadi pada lansia, cenderung memiliki waktu tidur yang
lebih sedikit dan jarang untuk bermimpi. Jumlah jam tidur pulas mereka lebih
terbatas dan mereka dapat terbangun dengan lebih mudah disebabkan oleh masalah
fisik atau terkena cahaya (Czeister et al., 1999 ; Lamberg, 1997). Pernyataan bahwa
masalah tidur adalah hal normal bagi lansia, tetapi dapat membahayakan jika
menjadi insomnia kronis dan dapat merupakan gejala yang jika tidak diobatai dapat
menjadi gejala awal depresi. Untuk menangani masalah pola tidur yang terjadi pada
lansia, dapat dilakukan terapi kognitif dan perilaku yang bertujuan suapay lansia
dapat tidur sesuai dengan aturan.

Fungsi Seksual
Faktor yang terpenting dalam mempertahankan fungsi seksual adalah
aktivitas seksual yang konsisten selama bertahun-tahun. Seorang pria yang sehat
secara seksual aktif dapat teuru mempertahankan ekspresi seksualnya sampai
berusia 70-80 tahun. Sedangka perempuan secara fisiologis dapat aktif secara
seksual selam mereka hidup, halangan utama mereka dalam memenuhi
kehidupan seksual adalah ketiadaan pasangan (Masters & Johnson, 1966, 1981 ;
NIA, 1994 ; NFO Research Inc, 1999). Seks pada saat lansia berbeda pada saat
sebelumnya. Pada umumnya, pria memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mengalami ejakulasi dan ereksi, mungkin memerlukan stimulasi manual yang
lebih dan mengalami interval yang lebih panjang di antara ereksi. Perubahan
yang terjadi pada ukuran payudara perempuan dan tanda-tanda terangsang
secara seksual menjadi tidak seintens sebelumnya. Selain itu, vagina menjadi
kurang fleksibel. Aktivitas seksual menjadi lebih memuaskan bagi lansia jika
lansia dan orang yang lebih muda menyadari bahwa hal ini normal dan sehat.

14
PERKEMBANGAN KOGNITIF

Some abilities, such as speed of mental processes and abstrack reasoning, may
decline in later years, but aspect of practicalland integratif thinking tend to improve
throughout most of adult live (Stenberg, Grogorenko, & Oh, dalam Papalia 2004). Pada
masa dewasa awal beberapa aspek kecerdasan akan mengalami penurunan, akan tetapi
beberapa aspek integratif dan pemikiran praktis cenderung meningkat pada masa ini.
Penurunan-penurunan kemampuan berpikir ini salah satunya disebabkan juga oleh
melemahnya neurologis pada lansia.

Mengukur intellegensi dewasa awal cukup sulit. Faktor fisik dan psikologi dapat
mempengaruhi hasil tes mereka. Seperti layaknya dewasa awal dan dewasa
pertengahan, individu pada masa dewasa akhir lebih baik mengikuti tes intellegensi
pada saat kondisinya baik dan bugar. Kondisi fisik maupun psikologis yang buruk akan
membuat skor pada tes menjadi lebih buruk. Masalah saraf, tekanan darah tinggi, atau
gangguan kardiovaskular lainnya, akan mengakibatkan darah mengalir ke otak, dan
dapat mengganggu performa kognitifnya (Stand & Meredith, dalam Papalia 2004)

Untuk mengukur kecerdasan lansia, para periset sering kali menggunakan


Wechsler Adult Intellegence Scale (WAIS). Dewasa akhir, dalam group, memiliki hasil
yang lebih buruk dibanding dewasa awal pada test WAIS, perbedaannya terutama
terletak pada kemampuan nonverbal. Dewasa akhir memiliki kemampuan non-verbal
yang rendah jika dibandingkan dengan individu pada tahap dewasa awal.

Menurut studi klasik yang dilakukan Horn dan Cattell, tahap dewasa akhir
mengalami perubahan dalam fluid intellegence sedangkan crystalized intellegence terus
meningkat dan megnikuti life span. Fluid intellegence mengalami penurunan setelah
dewasa awal, sedangkan crystalized intellegence terus naik hingga melewati dewasa
akhir.

15
Baltes dan rekannya mengusulkan sebuah model fungsi kognitif yang diberi
nama dual-proses model. Mereka membagi model ini menjadi dua dimensi, yaitu
intellegensi mekanik dan intellegensi pragmatis. Intellegensi mekanik terdiri dari
proses informasi dan problem solving. Dimensi ini, seperti layaknya fluid intellegensi,
didasari oleh psikologis dan dapat berhenti pada umur tertentu. Sedangkan pragmatis
intellegensi terdiri dari area tumbuh yang potensial seperti berpikir praktis, aplikasi
dari pengalaman dan skills. Dimensi ini akan terus tumbuh pada tahap dewasa akhir.

Kemampuan yang digunakan untuk belajar dan menguasai keterampilan baru


cenderung menurun pada lansia (Craik & Salthouse, dalam Papalia 2004). Kecepatan
dalam memproses kemampuan kognitif lebih lemah dibanding dewasa awal karena
pada masa dewasa awal kondisi manusia lebih sehat, memiliki pengalaman
pembelajaran yang lebih baik, dan lebih mudah mengakses informasi dari media
dibandingkan dengan dewasa akhir.

Penurunan kognitif yang terjadi pada lansia berbeda bagi setiap orang. Beberapa
orang mengalami penurunan pada usia tujuh puluh hingga delapan puluh tahun dan
beberapa yang lainnya sudah mengalami penurunan fungsi kognitif sejak usia tiga puluh
hingga empat puluh tahun. Melambatnya penurunan kognitif dapat terjadi karena pola
hidup yang sehat, pendidikan yang tinggi dan luas, keluarga yang harmonis, dan
lingkungan yang menstimulasi dengan baik.

Usia dewasa akhir memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan sehari-hari


dan juga dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Ketika dihadapi oleh suatu
masalah, dewasa akhir cenderung menggunakan analisis kognitif untuk menghadapi
masalah tersebut dan mencoba bertindak secara langsung. Hal ini bertolak belakang
dengan remaja atau dewasa awal yang akan lebih memilih untuk lari dan menghindari
setiap masalah yang mereka hadapi.

Penurunan yang terjadi pada lansia masih dapat ditanggulangi dengan mengikuti
pelatihan. Penurunan kognitif sering kali disebabkan oleh kurangnya penggunaan
kemampuan kognitif dimasa lalu (Schaie, dalam Papalia 2004). Pelatihan pada lansia
memungkinkan mereka untuk dapat mengembalikan kompetensi yang pernah ia miliki
atau mungkin mencapai sesuatu yang belum sempat mereka capai pada masa
sebelumnya.

16
Dilakukan penelitian untuk menguji perubahan memori jangka pendek pada
dewasa akhir. Pengujian dilakukan dengan meminta seseorang mengulang deret angka.
Hasilnya, orang tersebut bisa dengan mudah mengulang deret angka yang berurutan
namun kesulitan dalam mengulang deret angka yang diucapkan secara terbalik
urutannya. Hal ini terjadi karena dalam mengulang deret angka yang berurut hanya
dibutuhkan memori sensori, yang efisiennya bertahan sepanjang hidung, sedangkan
untuk mengulang deret angka yang terbalik dibutuhkan memori kerja, yang efisiennya
berhenti pada usia 45 tahun. Dewasa awal mengalami penurunan yang tidak terlalu
besar dalam melakukan pengulangan, namun penurunan terlihat lebih besar saat
mereka dituntut untuk melakukan tugas-tugas yang lebih kompleks dan menuntut
elaborasi serta reorganisasi.

Para periset pemrosesan informasi membagi memori jangka panjang kedalam


tiga komponen utama: memori episodik, memori sematik, dan memori prosedural
(Papalia, Old, dan Feldman dalam Anwar 2008). Memori episodik adalah memori jangka
panjang yang berhubungan dengan waktu dan tempat. Memori episodik memuat
ingatan-ingatan tentang waktu dan tempat suatu peristiwa terjadi. Pada dewasa akhir,
memori ini menurun, oleh karenanya banyak lansia yang pikun atau susah mengingat
suatu peristiwa. Hal ini juga disebabkan karena banyaknya peristiwa serupa yang
terjadi, sehingga ia sulit mengingat peristiwa itu secara detail.

Memori sematik berhubungan dengan pengetahuan umum, adat-istiadat, dan


bahasa. Usia yang bertambah membuat kinerja memori ini mengalami penurunan. Kosa
kata yang dimiliki lansia cenderung lebih banyak dibandingkan dewasa awal, namun
mereka sering kesulitan mengungkapkan kata jika diberikan maknanya. (A. D. Smith &
Earles, dalam Anwar 2008).

Memori prosedural adalah memori jangka panjang yang berhubungan dengan


gerak dan kebiasaan. Memori ini sering kali di recall tanpa adanya usaha untuk
memanggil memori ini kembali atau sering juga di sebut priming. Memori ini tidak
termakan usia, maksudnya memori ini tidak mengalami penurunan walaupun usia
individu itu bertambah. Jadi untuk memori prosedual, dewasa muda ataupun dewasa
akhir memiliki kemampuan yang sama.

17
Dewasa akhir mengalami kesulitan dalam meng-encoding suatu informasi.
Dewasa akhir juga mengalami masalah dalam me-recall jika dibandingkan dengan
dewasa awal. Hal ini terjadi, berkaitan dengan penurunan kecepatan pada sistem saraf
pusat. Bagian hippocampus (yang berfungsi dalam mengatur longterm memory)
kehilangan sistem sarafnya sebesar 20%. Corpus callosum yang mengordinasi sistem
sensorimotor tubuh mengalami perhentian pertumbuhan.

Para dewasa awal, sering kali melupakan sebuah janji dengan orang lain atau
juga mengingat suatu hal yang ia khayalkan menjadi suatu hal yang benar-benar real.
Hal ini terjadi dikarenakan adanya penurunan pada prefrontal cortex. Lansia dapat
meningkatkan kemunduran neurologis itu dengan memperhatikan aspek faktual dari
suatu situasi, bukan emosionalnya, dab lebih berhati-hati serta kritis dalam
mengevaluasi dari mana ingatan tersebut berasal (Henkel, Johnson, & De leonardis,
dalam Anwar 2008).

Berdasarkan Metamemori In Adulthood (MIA), para dewasa akhir umumnya


menanggap bahwa memori mereka telah menurun. Pemikiran seperti ini, mungkin
menjadi salah satu penyebab memori mereka berkurang. Para peneliti banyak yang
mengusulkan pelatihan mnemonics untuk para lansia. Mnemonics itu sendiri adalah
teknik yang didesain untuk membantu orang mengingat, seperti mengevaluasisasikan
daftar item, membuat asosiasi antara wajah dan nama, atau mentransformasikan
bebagai elemen cerita ke dalam citra mental (Anwar, 2008). Pendidikan untuk lansia
dapat membuat lansia tetap awas secara mental. Dewasa akhir akan belajar lebih baik
ketika metode pengajaran yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kelompok usia
tersebut.

Kebijaksanaan seringkali dihubungkan dengan ketuaan seseorang. Ada anggapan


bahwa, semakin tua seseorang maka orang tersebut semakin bijaksana. Menurut Anwar
(2008), Kebijaksanaan adalah suatu bentuk khusus kecerdasan praktis yang memiliki
aspek moral. Kebijaksanaan tersebut bertujuan mencapai suatu hal yang pada
umumnya baik namun terkadang berhadapan dengan hal yang bertentangan. Baltes
melakukan penelitian tentang kebijaksanaan, hasil yang baltes dapat yaitu
kebijaksanaan memang dimiliki oleh orang tua namun bukan berarti hanya dimiliki oleh
orang tua. Kebijaksaan itu ada bukan karena adanya faktor umur, namun karena adanya
pengalaman tertentu.

18
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Beberapa ahli menyebutkan bahwa masa lansia merupakan tahapan
perkembangan dengan isu dan tugas khusus, yakni waktu tuju dimana seseorang
mengkaji ulang kehidupan mereka, melengkapi urusan yang belum selesai, serta
memutuskan cara terbaik untuk menyalurkan energy dan menghabiskan sisa waktu
mereka. Mengenai perkembangan psikososial terdapat hal-hal yang dapat menjelaskan
tahap terakhir dari rentang hidup ini, yaitu mengenai stabilitas kepribadian dan emosi,
bagaimana lansia mengatasi kehilangan dan stress serta apa yang dianggap sebagai
penuaan yang sukses.

Kepribadian pada Masa Lansia


Menurut Costa dan McCrae (dalam Papalia,2009) perubahan stabilitas pada cirri
kepribadian dapat diukur melalui beberapa cara: tingkat rata-rata cirri tertentu dalam
populasi, perubahan yang ada di dalam individu itu sendiri, dan perbandingan urutan
peringkat dari beberapa orang pada trait tertentu. Kemudian dalam penelitian
longitudinal ditemukan bahwa peningkatan kekakuan kepribadian tidak terkait dengan
usia, melainkan pada pengalaman hidup kelompok tertentu yang dibawa selama masa
dewasa (Schaie& Willis dalam Papalia, 2009)

Kepribadian merupakan alat prediksi yang kuat untuk emosi dan kebahagiaan
subyektif. Dalam sebuah penelitian longitudinal, emosi negative meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, sedangkan emosi positif –kegairahan, minat, kebanggaan,
dan perasaan pencapaian sesuatu –cenderung tetap stabil hingga masa lansia, baru
kemudian sedikit menurun perlahan (Charles, dkk., dalam Papalia, 2009).

Hal ini dapat dijelaskan dari teori selektivitas social emosional, bahwa ketika
orang beranjak tua, mereka cenderung mencari aktivitas dan orang-orang yang
memberi imbalan emosional. Kemampuan lansia juga lebih baik dalam mengatur emosi
menjelaskan mengapa mereka cenderung lebih senang dan ceria dibanding orang
dewasa muda. Kemudian dalam penelitian lain ditemukan bahwa kepercayaan masa
kanak-kanak, energy, optimism masa kanak-kanak maupun tingkat pergaulan tidak
berhubungan dengan panjangnya usia. Hal yang terjadi justru sebaliknya: anak yang

19
ceria cenderung mati muda. Diperkirakan yang menjadi faktor kuat panjangnya usia
adalah dimensi kepribadian yang disebut conscientiousness atau kehati-hatian,
keterandalan yang sering digambarkan sebagai keteraturan, kehati-hatian dan kontrol
diri.

Dalam tahapan perkembangan Erikson, menurutnya rentang hidup ini adalah


tahapan terakhir dalam perkembangan psikososial. Pencapaian tertinggi pada masa
lansia adalah adanya rasa ego identity atau integritas diri, sebuah pencapaian yang
didasari reflek mengenai jalan hidup seseorang. Pada tahapan ini, lansia perlu
mengevaluasi dan menerima kehidupan mereka, begitu pula dengan menerima
kematian atau malah menjadi putus asa karena hidup mereka tidak dapat diubah. Bagi
Erikson, orang yang sukses dalam tugas terakhir ini akan memperoleh perasaan
kebermaknaan hidup mereka dalam tataran social yang lebih tinggi. Kekuatan yang
berkembang pada tahap ini adalah kebijaksanaan, sebuah perhatian yang terinformasi
dan terlepas dari kehidupan ketika berhadapan dengan kematian (Erikson dalam
Papalia, 2009).

Model-model Coping
Secara umum lansia memiliki gangguan mental yang lebih sedikit dan lebih puas
akan hidup dibandingkan orang yang lebih muda (Mroczek& Kolarz; Wykle& Musil
dalam Papalia, 2009). Ada dua pendekatan teoritis dalam mempelajari coping,yaitu
pertahanan adaptif dan model penilaian kognitif.

1. Pertahanan Adaptif

Dalam pendekatan ini, faktor yang penting adalah penggunaan pertahanan


adaptif dalam melakukan coping pada masalah-masalah hidup di tahap sebelumnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vaillant dengan tiga kelompok yang
berbeda, bahwa mereka yang di usia lanjut menunjukkan penyesuaian psikologis
terbaik, memiliki pendapatan tertinggi dan dukungan social terkuat serta yang
melaporkan kepuasan pernikahan tertinggi dan kesenangan dalam hidup adalah
mereka yang pada masa dewasa awalnya menggunakan pertahanan adaptif yang
matang seperti altruism, humor, penekanan untuk tetap sabar, antisipasi
(merencanakan masa depan), dan sublimasi (mengarahkan emosi negative menjasi
pengejaran yang positif). Pendekatan adaptif mungkin bersifat tidak sadar dan

20
intuitif, sebaliknya model pendekatan kognitif menekankan pada kesadaran memilih
strategi coping.

2. Model Penilaian Kognitif

Menurut Lazaruz& Folkman (dalam Papalia, 2009), dalam model penilaian


kognitif –cognitive appraisal model, orang secara sadar memilih strategi coping
dengan dasar bagaimana mereka mempersepsikam dan menganalisis situasi.
Strategi coping dapat tefokus pada masalah atau terfokus pada emosi.

Coping terfokus pada masalah (problem-focused coping) melibatkan penggunaa


strategi instrumental, atau berorientasi pada tindakan untuk menghilangkan, mengatur
atau meningkatkan kondisi penyebab stress. Dua tipe coping terfokus pada masalah
yaitu: proaktif (menghadapi/ mengekspresikan emosi yang ada atau mencari dukungan
sosial) dan pasif (menghindar, menyangkal atau menekan emosi atau menerima situasi
apa adanya)

Coping terfokus pada emosi (emosi-focused coping), kadang disebut coping


meredakan (palliative coping), ditujukan agar “merasa lebih baik” dengan mengatur
respon emosi pada situasi yang menimbulkan stress untuk meredakan akibat fisik dan
psikologis. Dibandingkan orang yang lebih muda, lansia cenderung melakukan coping
yang terfokus pada emosi (Folkman, dkk., dalam Papalia, 2009). Hal ini berdasarkan
penelitian (Blanchard, dkk., dalam Papalia, 2009) disebabkan kerena mereka bisa
mengontrol emosi secara lebih baik. Coping yang terfokus pada emosi akan sangat
berguna dalam melakukan coping terhadap kehilangan yang tidak jelas (ambiguous
loss).

Model Penuaan “Sukses” atau “Optimal”


Rowe dan Kahn (dalam Papalia, 2009) mengidentifikasikan tiga komponen
utama penuaan yang sukses yaitu: 1. Terhindar dari penyakit atau keterbatasan yang
berkaitan dengan penyakit, 2. Mempertahankan fungsi fisik dan kognisi yang tinggi dan
3. Mempertahankan keterlibatan social yang aktif dan aktivitas yang produktif.
Pendekatan yang lain adalah dengan melihat pengalaman subjektif: sampai sejauh mana
individu mencapai tujuan-tujuan mereka dan seberapa puas mereka dengan hidup
mereka.

21
Teori Pelepasan vs Teori Aktivitas
Teori pelepasan (Cumming& Henry dalam Papalia, 2009) merupakan kondisi
universal dari penuaan. Penuaan yang sukses ditandai dengan penarikan diri yang
mutual antara lansia dan masyarakat. Penurunan fungsi fisik dan kesadaran bahwa
kematian makin dekat menghasilkan pengunduran diri yangperlahan dan tidak bisa
dihindari dari peran social.

Teori Aktivitas mengaitkan aktivitas dengan kekuatan hidup. Maka makin besar
kehilangan peran, maka seseorang makin merasakan ketidakpuasan. Penelitian
Greenfield& Marks (dalam Papalia, 2009) menunjukkan bahwa kehilangan peran yang
besar adalah faktor resiko terhadap penurunan kebahagiaan hidup dan kesehatan
mental.

Teori Kesinambungan
Teori Kesinambungan (continuity theory) oleh Robert Atchley menekankan
pentingnya seseorang mempertahankan kesinambungan antara masa lalu dan masa
kini. Dalam pandangan ini aktivitas menjadi penting bukan karena hal itu sendiri, tetapi
sejauh mana hal tersebut mewakili kesinambungan gaya hidup.

Peran Produktivitas
Penelitian mendukung ide bahwa aktivitas produktif memainkan peranan
penting dalam proses penuaan yang sukses. Lansia tidak hanya bisa tetap produktif,
tetapi bahkan bisa lebih dan makin produktif (Glass et al., dalam Papalia, 2009). Semua
aktivitas rutin yang mengekspresikan dan menguatkan sebagian aspek diri dapat
berkontribusi pada proses penuaan yang sukses (Herzog et al., dalam Papalia, 2009)

Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi


Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi (selective optimization with
compensation -SOC) adalah salah satu hal yang terlibat dalam proses penuaan yang
sukses. SOC memungkinkan lansia untuk mengumpulkan sumber daya dengan memilih
aktivitas yang lebih sedikit dan bermakna dimana mereka memfokuskan upayanya;
optimalisasi atau memaksimalkan kemampuan yang tetap unggul; dan mengompensasi
kehilangan dengan mengalihkan sumber daya dari area yang lain (Baltes dkk., dalam
Papalia, 2009).

22
Gaya Hidup dan Isu-isu Sosial Terkait Penuaan

Bekerja dan Pensiun


Pensiun merupakan ide yang masih baru, konsep ini baru ada di Negara-negara
industry pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika harapan hidup makin
meningkat. Orang dewasa memiliki banyak pilihan dan pensiun dini adalah salah satu
pilihan. Faktor besar yang memengaruhi keputusan yang diambil biasanya adalah
pertimbangan kesehatan dan financial. Bagi kebanyakan orang Amerika, pensiun adalah
sebuah fenomena bertahap yang terdiri dari beberapa transisi ke dan dari pekerjaan
yang digaji dan tidak digaji (Kim& Moen dalam papalia,2009).

Pensiun bukanlah proses tunggal melainkan sebuah proses yang terus


berlangsung. Dalam teori kesinambungan menyatakan bahwa orang yang sebelumnya
mempertahankan aktivitas dan gaya hidupnya akan menyesuaikan diri dengan lebih
berhasil. Status social ekonomi juga memengaruhi bagaimana pensiunan menghabiskan
waktu mereka. Sebuah pola yang umum menurut J.R Kelly (dalam Papalia,2009) adalah:

1. Pola gaya hidup pada keluarga (family-focused life style), terdiri dari aktivitas
yang mudah dan murah yang berpusat pada keluarga.
2. Pola investasi seimbang (balance investment), biasanya dilakukan oleh orang
yang lebih terdidik yang mengalokasikan waktu meraka secara lebih seimbang
antara keluarga, bekerja dan bersenang-senang.
3. Pola kesenangan serius (serious leisure) yakni pola yang didominasi oleh
aktivitas yang menuntut keahlian, perhatian dan komitmen.

Pengaturan Tempat Tinggal


1. Tua di Rumah Sendiri
“Tua di rumah sendiri” adalah sebuah hal yang masuk akal bagi mereka yang
mampu mengatur diri sendiri atau hanya membutuhkan sedikit bantuan,
memilik pendapatan yang cukup untuk membayar rumah, perawatan rumah dan
merasa bahagia si lingkungan tersebut serta ingin mandiri, memiliki pprivasi,
tetap dekat dengan teman-teman, anak-anaknya atau cucu-cucunya.

23
2. Tinggal Sendiri
Lansia yang tinggal sendiri akan merasa kesepian, namun meskipun demikian
faktor-faktor seperti kepribadian, kemampuan kognitif, kesehatan fisik dan
jaringan social mungkin memainkan peranan yang lebih besar terhadap
perasaan kesepian (P.Martin dkk., dalam Papalia,2009)

3. Tinggal dengan Anak yang Sudah Dewasa


Keberhasilan pengaturan tempat tinggal seperti ini sangat bergantung pada
kualitas hubungan di masa lalu dan kemampuan kedua generasi untuk
berkomunikasi secara terbuka dan jujur.

4. Tinggal di Institusi Perawatan


Orang yang paling bersiko untuk masuk ke institusi perawantan lansia adalah
mereka yang tinggal sendiri, tidak terlibat dalam kegiatan social, meraka yang
kegiatan sehari-harinya dibatasi oleh kesehatan yang buruk dan mereka yang
pengasuh informalnya merasa terbebani (McFall& Miller dalam Papalia, 2009)

5. Pilihan Tempat Tinggal Alternatif


Bagi mereka para lansia yang tidak bisa atau tidak mau hidup mandiri secara
penuh, berbagai pilihan perumahan kelompok mulai muncul yang
memungkinkan lansia dengan masalah kedehatan atau keterbatasan
mendapatkan perawatan yang diperluka tanpa harus mengorbankan kebebasan,
kehormatan dan privasi.

Penganiayaan terhadap Lansia


Kekerasan pada lansia (elder abuse), yaitu penganiayaan atau pengabaian lansia yang
bergantung, atau pelanggaran hal pribadinya. Hal ini terdiri dari 6 kategori (National
Center on Elder Abuse and Westat, Inc., dalam Papalia, 2009):

1. Kekerasan fisik –kekerasan fisik yang menyebabkan cedera tubuh, sakit secara
fisik, atau kecacatan.
2. Kekerasan seksual –kontak seksual tanpa persetujuan dari lansia.
3. Kekerasan emosional atau psikologis –termasuk menyebabakan kesedihan,
kesakitan, stress.

24
4. Eksploitasi finansial atau materi –penggunaan dana, kekayaan atau asset lansia
secara illegal.
5. Penelantaran –penolakan atau kegagalan untuk memenuhi kewajiban seseorang
terhadap lansia.
6. Penelantaran diri –perilaku lansia yang depresi, renta dan secara mental tidak
kompeten yang mengancam keselamatan dan kesehatannya sendiri.

Hubungan Pribadi pada Masa Lansia


Ketika seseorang beranjak tua, mereka cenderung menghabiskan lebih sedikit
waktu bersama orang lain ( Carstensen, 1996, dalam buku papalia ). Untuk sebagian
lansia, kelesuan membuat mereka lebih sulit keluar dan berhubungan dengan orang
lain. Meskipun demikian, hubungan yang dipertahankan oleh lansia akan lebih penting
terhadap kebahagian mereka dibandingkan sebelumnya. ( Antonucci dan Akiyama,
1995; Carstensen, 1995 ).

Teori Kontak Sosial dan Dukungan Sosial


Menurut social convoy theory, lansia mempertahankan tingkat dukungan social
mereka dengan mengidentifikasi anggota jaringan social yang dapat membantu
mereka,serta menghindari mereka yang tidak sportif.

Menurut teori selektivitas sosioemosional, karena sisa waktu yang makin singkat,
lansia memilih untuk menghabiskan waktu dengan orang dan aktivitas yang memenuhi
kebutuhan emosional yang sekarang.

Lansia memiliki jaringan social yang lebih kecil dibandingkan dengan orang
dewasa yang lebih muda, tetapi mereka cenderung memiliki hubungan yang lebih dekat
dan lebih puas dengan hubungan yang mereka miliki ( Lang dan Carstensen, 1994,
1998; Antonucci dan Akiyama, 1995 ). Meskipun ukuran jaringan social dan frekuensi
kontak menurun, tidak berarti kualitas dan kuantitas dukungan social akan berkurang
juga, kecuali pada lansia yang depresi dan memiliki keterbatasan kognitif ( Bosse,
Aldwin, Levenson, Spiro dan Mroczel, 1993 ).

Pentingnya Hubungan Sosial


Sejak awal kehidupan seseorang, hubungan social dan kesehatan berjalan secara
beriringan ( Bosworth dan Schaie 1997, Vaillant, Meyer dan Soldz, 1998 ). Bahkan
kontak social sepertinya dapat memperpanjang hidup seseorang. Dalam sebuah

25
penelitian longitudinal pada 28.369 pria, orang-orang yang terisolasi secara social 53%
lebih mungkin meninggal karena penyakit kardiovaskular dibandingkan orang yang
masih terhubung secara social dan dua kali lebih mungkin untuk meninggal karena
kecelakaan atau bunuh diri ( Eng, Rimm, Fitzmaurice dan Kawachi, 2002 ). Selain itu,
lansia dengan jaringan social yang lebih luas dan kontak social yang lebih sering, akan
lebih tidak mungkin untuk mengalami penurunan kognitif ( Holtzman et al., 2004 ).

Perceraian dan Pernikahan Kembali


Perceraian pada masa lansia sangat jarang terjadi dan pasangan yang
melakukannya cenderung melakukannya pada masa yang lebih awal. Menikah kembali
pada masa lansia memiliki karakteristik khusus. Pria, cenderung lebih puas terhadap
pernikahan kembali pada masa lansia dibandingkan pria setengah baya ( Bograd dan
Spilka, 1996 ). Menikah kembali memberikan manfaat social. Lansia yang menikah
kembali lebih tidak membutuhkan dukungan dari komunitas dibandingkan mereka yg
hidup sendiri.

Janda/Duda
Seperti halnya kemungkinan pria lansia yang lebih besar dibandingkan wanita
untuk menikah kembali, wanita pun cendurung lebih mungkin menjadi janda. Wanita
cenderung hidup lebih lama dibandingkan suaminya dan lebih tidak mungkin untuk
menikah kembali dibandingkan laki-laki.

Hidup Sendiri
Lansia yang tidak pernah menikah akan lebih mungkin untuk memilih hidup
sendiri dan tidak merasa kesepian dibandingkan lansia yang bercerai atau janda/duda (
Dykstra, 1995 ). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa wanita yang tidak pernah
menikah dan tidak mempunyai anak memiliki tiga peran atau hubungan yang dianggap
penting, yaitu :

 Ikatan dengan family sedarah seperti saudara atau bibi


 Hubungan seperti orang tua terhadap generasi yang lebih muda
 Pertemanan dengan orang yang memiliki jenis kelamin yang sama dan
dari generasi yang sama ( Goodman, dan Luborsky, 1991 )

26
Hubungan Homoseks dan Lesbian
Hubungan homoseks atau lesbian pada masa lansia cenderung sangat kuat,
sportif dan beragam. Mereka yang mempertahankan hubungan yang jelas dan
keterlibatan yang kuat pada komunitas homoseksual cenderung beradaptasi dengan
lebih mudah ( Friend, 1991; Reid, 1995 ).

Masalah utama yang dihadapi oleh lansia homoseks dan lesbian tumbuh dari
sikap masyarakat, yaitu :

 Ketegangan hubungan dengan keluarga asli


 Diskriminasi di institusi perawatan dan tempat lain
 Kurangnya dukungan layanan social dan kesehatan
 Kebijakan yang tidak sensitive dari institusi masyarakat
 Ketika pasangan sakit atau meninggal : akan berhadapan dengan
penyedia layanan kesehatan, pengurusan pemakaman dan maslah
warisan, serta tidak adanya akses terhadap fasilitas jaminan social
pasangan ( Berger dan Kelly, 1986; Kimmel, 1990; Ried, 1995 )

Persahabatan
Kebanyakan lansia memiliki teman dekat dan seperti halnya pada masa dewasa
awal dan menengah, mereka dengan lingkaran pertemanan yang aktif cenderung lebih
sehat dan bahagia (Autonucci dan Akiyama, 1995; Babchuk, 1978-1979; Lomon et al.,
1971; Steinbach, 1992 ). Mereka yang bisa membagi perasaan, pemikiran,
kekhawatiran, dan kesulitan mereka dengan teman cenderung akan menghadapi
perubahan dan krisis karena penuaan dengan lebih baik (Genevay, 1986; Lowenthal
dan Haven, 1986 ) dan lebih lama ( Steinbach, 1992 ).

Lansia menikmati saat menghabiskan waktu dengan teman-teman mereka


dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan dengan keluarga. Sama seperti masa awal
hidup, pertemanan berkisar pada kesenangan, sedangkan hubungan keluarga
cenderungan berkisar pada tugas dan kebutuhan sehari-hari ( Antonucci dan Akiyama,
1995; Larson, Mannell, dan Zuzanek, 1986 ). Pertemanan adalah sumber kesenangan
yang lebih segar, sedangkan keluarga menyediakan keamanan dan dukungan emosional
yang lebih besar. Oleh karena itu, pertemanan memiliki efek yang lebih positif terhadap

27
kebahagiaan hidup lansia, tetapi ketika hubungan keluarga buruk atau tidak ada, efek
negatifnya akan sangat jelas ( Antonucci dan Akiyama, 1995 ).

Hubungan dengan Anak yang Sudah Dewasa-atau Ketiadaannya


Orang tua yang memiliki hubungan yang baik dengan anak yang sudah dewasa
akan lebih mungkin untuk tidak merasa kesepian atau depresi dibandingkan dengan
orang yang hubungan orang tua dengan anaknya tidak terlalu baik ( Koropeckyj-Cox,
2002 ).

Kematian saudara kandung di masa lansia mungkin dianggap sebagai bagian


normal dari kehidupan, tetapi orang yang ditinggalkan mungkin akan sangat bersedih,
merasa kesepian dan depresi. Kehilangan saudara tidak hanya dianggap sebagai
kehilangan orang tempat berbagi dan bergantung dalam keluarga, tetapi juga dianggap
sebagai identitas. Kesedihan karena kehilangan saudara kandung adalah kesedihan
karena kehilangan kelengkapan keluarga, tempat awal di mana seseorang mulai
mengenal diri sendiri. Hal ini juga dapat membuat diri merasa semakin dekat dengan
kematian ( Cicirelli, 1995 ).

Menjadi Buyut
Ketika cucu beranjak dewasa, seorang kakek/nenek biasanya makin jarang
menemuinya. Kemudian ketika cucu menjadi orang tua, kakek/nenek pindah ke peran
baru yaitu buyut.

Dikarenakan usia, penurunan kesehatan atau lokasi yang berjauhan, buyut


cenderung lebih tidak terlibat dibandingkan dengan kakek/nenek dalam kehidupan
seorang anak ( Cherlin dan Furstenberg, 1986 ). Meskipun demikian, sebabagian besar
buyut menganggap peran ini menyenangkan ( Pruchno dan Furstenberg, 1986 ).
Menjadi buyut memberikan rasa pembaruan bagi pribadi dan keluarga, menjadi sumver
pengalihan perhatian dan tanda bahwa lansia panjang umur.

28

Anda mungkin juga menyukai