TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-
buli, ataupun uretra. ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme
dalam urin. Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) adalah bakteriuria yang menunjukkan
pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan
urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
ISK dinamakan bakteriuria simtomatik. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan
netrofil >10 per lapangan pandang.17 ISK yang dihubungkan dengan pemakaian kateter uretra
(indwelling urinary catheter) dikenal sebagai ISK terkait kateter (catheter associated urinary
tract infection).9
2.1.2 Etiologi
ISK pada pasien dengan kateterisasi urin dapat disebabkan oleh bakteri dan jamur yang
berasal dari dalam tubuh penderita (endogen) dan luar tubuh penderita (eksogen). Infeksi
eksogen dapat berasal dari lingkungan rumah sakit, staf, peralatan maupun tindakan medis.
Namun, bakteri merupakan penyebab tersering penyakit ISK pada pasien dengan kateterisasi
urin.4,5,6 Data dari National Nosocomial Infection Survailence (NNIS) melaporkan persentase
bakteri penyebab terjadinya ISK dengan kateterisasi di ICU yaitu Escherichia coli 26%,
6
7
Enterococci 17%, Pseudomonas aeruginosa 16%, Klebsiella pneumonie 10% dan Enterobacter
7%.4
1. Escherichia coli
Escherichia coli adalah bakteri oportunis yang banyak ditemukan di dalam kolon
manusia. E.coli merupakan bakteri yang paling sering diisolasi dari pasien dengan infeksi
simtomatik maupun asimtomatik. Bakteri ini berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram-
negatif, dan berukuran 0,4-0,7 µm x 1,4µm. Sebagian bakteri ini memiliki gerak positif dan
beberapa strain mempunyai kapsul. Strain E.coli yang berhasil diisolasi dari urin pasien ISK
klinis juga diduga mempunyai patogenesis khusus dan faktor virulensi. Pada isolat dari urin
E.coli dapat segera diidentifikasi dengan melihat hemolisisnya pada agar darah, morfologi yang
khas dengan koloni berwarna merah muda dan bersifat lactose fermented pada medium
2. Klebsiella sp.
Klebsiella sp. merupakan bakteri enterik berbentuk batang pendek dengan ukuran 0,5µm
x 3,0µm, Gram-negatif, tidak berspora, tidak bergerak, mempunyai kapsul polisakarida yang
membentuk batu dan lebih sering didapatkan pada pasien dengan batu saluran kemih.22
3. Proteus sp.
Proteus sp. merupakan bakteri Gram-negatif, berbentuk batang pendek dengan ukuran
0,5µm x 3,0µm, tidak berspora, tidak berkapsul, tidak memfermentasi laktosa, bergerak aktif
dengan menggunakan flagel peritrik. Gerakan spontan Proteus dapat berpengaruh pada invasi
sistem saluran kemih. Proteus menyebabkan infeksi ketika bakteri tersebut meninggalkan
8
saluran cerna. Spesies yang menyebabkan ISK adalah Proteus mirabilis (P. mirabilis), yang
dimana spesies ini memproduksi urase dengan membebaskan amonia. Dengan demikian,
infeksi sistem saluran kemih yang disebabkan oleh Proteus akan membuat urin menjadi alkali
dan mengakibatkan endapan kalsium fosfat dan tripel kalsium, magnesium, dan ammonium
fosfat. Sensitivitas strain Proteus terhadap antibiotik sangat bervariasi. P. mirabilis sering
dihambat oleh penisilin. Untuk anggota lain dari kelompok ini adalah aminoglikosida dan
sefalosporin.7,17,19
4. Pseudomonas sp.
polar, satu atau lebih. Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan toksogenik, menyebabkan
infeksi pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh. Bakteri ini hidup aerob dan tersebar
luas pada tanah, air, tanaman dan binatang serta masuk ke dalam tubuh melalui mukosa atau
1. Staphylococcus sp.
tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur. Bakteri ini bersifat nonmotil dan tidak
menghasilkan spora. Beberapa spesies Staphylococcus merupakan flora normal di kulit dan
ISK akut pada wanita muda. Staphylococcus aureus menyebabkan infeksi pada pasien dengan
2. Streptococcus sp.
9
Bakteri Gram-positif, berbentuk bola dan tersusun seperti rantai, dengan diameter 0,5-
1,0µm, serta tidak membentuk spora. Streptococcus memiliki kapsul berupa polisakarida yang
terdiri dari asam hyaluronat yang berfungsi untuk menghalangi proses fagositosis. Beberapa
2.1.3 Patogenesis
Patogenesis ISK sangat kompleks karena melibatkan beberapa faktor, seperti faktor
pejamu (host) dan faktor organisme penyebabnya.25 Ada dua jalur utama terjadinya ISK, yaitu:
1. Infeksi hematogen
Penyebaran hematogen timbul akibat adanya fokus infeksi di salah satu tempat. Misalnya
infeksi S.aureus pada ginjal dapat terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi di
tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. Akan tetapi hal ini jarang ditemukan.26
2. Infeksi asending
asending. Bakteri yang sebagian besar adalah flora normal usus, dapat mencapai kandung
kemih dari uretra. Kemudian diikuti oleh naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
antara lain (1) tekanan dari aliran kemih menyebabkan saluran kemih normal mengeluarkan
bakteri yang ada, sebelum bakteri tersebut menyerang mukosa, (2) kerja antibakteri yang dimiliki
oleh selaput lendir uretra, (3) kemampuan urin untuk menghambat dan membunuh bakteri oleh
karena konsentrasi urea dan osmolaritas urin yang tinggi, serta pH urin yang rendah, (4) sifat
10
bakterisidal dari cairan prostat (protatic antibacterial factor) pada pria, dan (5) sifat fagositik
ada, dan kemungkinan ini berkaitan dengan faktor-faktor predisposisi sebagai berikut:
1. Jenis kelamin
Wanita mempunyai insiden ISK lebih tinggi dibandingkan dengan pria, karena bentuk
uretranya lebih pendek (kira-kira 4 cm) dan letaknya yang berdekatan dengan anus sehingga
2. Refluk vesikoureter
Refluk vesikoureter adalah terjadinya aliran kemih retrograd dari kandung kemih ke
ureter dan kadang sampai pelvis renal, oleh karena peningkatan tekanan pada kandung kemih.
Refluk vesikoureter dikaitkan dengan malformasi kongenital dari bagian ureter yang berada di
dalam kandung kemih, obstruksi pada bagian bawah kandung kemih (leher kandung kemih dan
uretra), dan sistitis. Refluk vesikoureter ini tampaknya merupakan salah satu cara bagi
refluk).22,27
Penyebab umum terjadinya obstruksi adalah jaringan parut ginjal atau uretra, batu saluran
kemih, neoplasma, hipertrofi prostat, kelainan kongenital pada leher kandung kemih dan uretra,
serta penyempitan uretra. Akibat dari obstruksi yang lama akan menimbulkan stasis urin. Hal
ini akan meningkatkan kesempatan bakteri untuk berkembang biak, karena urin merupakan
medium biakan yaang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri. Selain itu, pembesaran kandung
11
kemih akan menyebabkan penurunan aliran darah ke dinding kandung kemih, sehingga dapat
4. Hubungan seksual
Pada wanita, gesekan uretra yang terjadi selama hubungan seksual dapat menyebabkan
masuknya bakteri ke dalam kandung kemih. Selain itu, penggunaan kontrasepsi, seperti
diafragma dan spermisida ternyata dapat meningkatkan kolonisasi E.coli pada vagina secara
nyata.22
Mekanisme patogenik yang menjadi predisposisi terhadap ISK pada disfungsi kandung
kemih neurogenik mencakup (1) iskemia dari dinding kandung kemih akibat distensi yang
berlebihan, sehingga resisten terhadap invasi bakteri, (2) residu kemih yang menjadi media
pertumbuhan bakteri, (3) refluk vesikoureter yang disertai peningkatan tekanan intravesikuler.
Selain itu, pemakaian kateter dan drainase kemih juga merupakan faktor-faktor predisposisi
tambahan.27
6. Penyakit metabolik
Patogenesis kepekaan terhadap ISK pada pasien diabetes melitus tidak diketahui pasti.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Balasoiu (1997), ditemukan hubungan faktor resiko
gangguan faal kandung kemih (bladder dysfunction) dengan peningkatan kepekaan terhadap
ISK pada diabetes melitus. Disfungsi kandung kemih ini diduga akibat disfungsi saraf otonom
7. Instrumentasi
12
Kateterisasi uretra dan ureter serta sistoskopi sering menyebabkan infeksi kandung kemih
atau ginjal. Bahkan sekalipun sistem drainasenya tertutup dengan baik, kemih hanya steril
selama lima hingga tujuh hari. Bakteriuria dijumpai paling sedikit pada 10-15% pasien rawat
inap dengan kateter uretra yang terus terpasang. E.coli, Proteus, Pseudomonas, Klebsiella dan
8. Kehamilan
Selama masa kehamilan, terjadi hidronefrosis dan hidroureter. Hal ini sebagian
disebabkan oleh relaksasi otot akibat kadar progesteron yang tinggi, dan sebagian lagi
disebabkan oleh obstruksi ureter karena uterus yang membesar. Obstruksi tersebut akan
Secara klinis, kebanyakan ISK yang berhubungan dengan kateter sering tanpa gejala.
Hanya 10-20% pasien yang menggunakan kateter dengan bakteriuria yang menimbulkan gejala.
Gejala klinis yang timbul tergantung dari lokasi infeksi. Gejala lokal yang sering timbul adalah
nyeri pinggang, ataupun hanya perasaan tidak nyaman dan gejala sistemik antara lain seperti
mual, muntah atau pun demam. pemakaian kateter dalam jangka waktu yang lama dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi lain yaitu obstruksi kateter, batu saluran kemih, dan
inflamasi ginjal kronik. Bakteriemia merupakan komplikasi yang paling penting. Sebesar 11-
40% ISK dengan kateterisasi mengalami bakteriemia. Bakteriemia Gram-negatif, yang terjadi
pada 1-2% kasus bakteriuria yang berhubungan dengan kateter, merupakan komplikasi ISK
akibat kateter yang paling bermakna. Saluran kemih yang dipasang kateter sudah sering
ditunjukkan merupakan sumber bakteriemia Gram-negatif yang paling umum pada pasien rawat
inap. Juga diperkirakan bahwa bakteriuria pada pasien rawat inap yang dipasang kateter
13
berhubungan dengan peningkatan resiko relatif kematian kira-kira 3 kali dibandingkan dengan
2.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISK pada pasien dengan kateterisasi urin dapat berupa pemberian
antibiotik. Antibiotik yang dianjurkan oleh kementrian kesehatan adalah sefalosporin golongan
pemeriksaan Gram, biakan urin kuantitatif, atau uji diagnostik lainnya sebelum dilakukan
pengobatan. Setelah didapatkan hasil biakan sebaiknya dilakukan uji sensitifitas untuk
menentukan pengobatannya.
4. Setelah pengobatan selesai, setiap tahap pengobatan harus dikelompokkan menjadi gagal
(gejala atau bakteriuria tetap ada selama pengobatan atau pada biakan urin setelah
berulang harus digolongkan menjadi infeksi oleh jenis bakteri yang sama atau berbeda
5. Secara umum ISK bagian bawah tanpa komplikasi memberi respon yang baik terhadap
pengobatan dengan dosis rendah dan jangka pendek, sedangkan ISK bagian atas
6. Infeksi yang didapat dari komunitas, terutama infeksi pertama kali, biasanya akibat jenis
7. Pasien dengan infeksi berulang, mengalami tindakan dan rawat inap berulang baru
Antibiotik yang ideal menunjukkan toksisitas selektif. Artinya, obat tersebut haruslah
bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Ada beberapa
Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetropim, asam p-
aminosalisilat (PAS) dan sulfonamid. Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya dan harus mensintesis sendiri asam folat dari asam para amino benzoat (PABA).
Apabila antibiotik lebih dominan dibanding PABA dalam pembentukan asam folat, maka akan
terbentuk analog asam folat yang nonfungsional, sehingga kehidupan bakteri akan terganggu.
Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta
golongan ini bekerja dengan meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga
makromolekul dan ion keluar dari sel. Lalu sel menjadi rusak atau terjadi kematian.23
15
Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah golongan beta-laktam (penisilin,
Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan, yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida
(glikopeptida). Rusaknya dinding sel bakteri (misalnya oleh enzim lisozim) atau hambatan
pembentukannya (oleh karena obat), dapat menyebabkan sel bakteri lisis. Hal ini merupakan
dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka. Obat antibiotik yang menghambat pembentukan
dinding sel tersebut efektif pada saat bakteri sedang aktif membelah.7,30
mupirosin, dan spektinomisin. Dasar toksisitas selektif dari antimikroba yang menghambat
sintesis protein adalah struktur ribosom bakteri (ribosom 70S). Ribosom 70S bakteri tersusun
dari unit 50S dan 30S. Antibiotik yang bekerja pada unit 50S adalah kloramfenikol, linkomisin,
dan eritromisin. Antibiotik yang bekerjapada unit ribosom 30S adalah streptomisin dan
tetrasiklin.23
Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah rifampisin dan golongan kuinolon.
Rifampisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan
DNA bakteri. Sedangkan golongan kuinolon bekerja menghambat enzim DNA girase pada
bakteri yang berfungsi menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga
Peluang mengenai bakteri sebanding dengan jumlah bakteri, dan konsentrasi zat
antibiotika. Jadi semakin tinggi konsentrasi zat antibiotik (sampai suatu batas tertentu) bakteri
2. Jumlah mikroorganisme
Lebih banyak waktu yang diperlukan untuk membunuh populasi apabila jumlah selnya
banyak, dengan perlakuan yang lebih lama supaya kita cukup yakin bahwa semua sel tersebut
telah mati.
3. Suhu
Kenaikan suhu yang sedang secara besar dapat menaikkan keefektifan suatu desinfektan
atau bahan antibiotika lain, karena laju reaksi kimiawi dipercepat dengan meningkatkan suhu.
4. Jenis mikroorganisme
perlakuan fisik dan bahan kimia. Misalnya spesies pembentuk spora, sel vegetatif yang sedang
5. pH
17
Mikroorganisme yang terdapat pada bahan dengan pH asam dapat dibasmi pada suhu
yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan mikroorganisme
Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat kimia antibiotika dengan
antibiotika.
Uji senssitivitas antibiotika pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua cara yaitu metode
dilusi dan metode difusi cakram.21 Metode difusi terdiri dari metode difusi cakram (tes Kirby &
Bauer), E-test, ditch-plate technique, dan Cup-plate technique. Metode dilusi terdiri dari metode
Pada metode difusi, yang diamati adalah diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri
karena obat berdifusi pada titik awal pemberian ke daerah difusi.38 Metode ini dilakukan dengan
cara menanam bakteri pada media agar padat tertentu kemudian diletakkan kertas samir atau disk
yang mengandung obat dan dilihat hasilnya. Diameter zona jernih inhibisi di sekitar cakram
diukur sebagai kekuatan inhibisi obat melawan bakteri yang diuji.7 Metode difusi dibagi menjadi
beberapa cara:
pelat agar yang mengandung organisme yang ingin diuji. Agen antibiotik terdifusi pada media
18
agar sampai pada titik antibiotik tersebut tidak menghambat pertumbuhan mikroba. Tampak
adanya zona yang jernih mengelilingi cakram mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
bakteri oleh agen antibakteri pada permukaan media agar.39 Intepretasi zona hambat antibiotik
digolongkan ke dalam tiga kriteria sesuai dengan National Comitte for Clinical Laboratory
Standards (NCCLS) yaitu sensitif (˃20 mm), intermediet (11-19 mm), dan resisten (0-11
mm).40
2. Metode E-test
terendah suatu agen antibakteri untuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri. 41 Pada metode
ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antibakteri dari kadar terendah sampai
tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami bakteri sebelumnya.37
3. Ditch-plate technique
Disebut juga dengan giant colony method, pada metode ini sampel uji berupa agen
antibakteri yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam
cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan bakteri uji (maksimum 6 macam)
4. Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan difusi cakram, dengan membuat sumur pada media agar yang
telah ditanami dengan 26 mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antibakteri yang
akan diuji.37,42
Metode ini dilakukan dengan cara melarutkan antimikroba ke dalam media sehingga
diperoleh beberapa konsentrasi obat yang kemudian ditanami suspensi bakteri uji ke dalam
19
media. Pada metode ini sensitivitas diukur dengan melihat konsentrasi antibiotik terendah yang
Metode ini digunakan untuk mengukur KHM dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara
yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair
yang ditambahkan dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang
terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan
bakteri uji ataupun agen antibakteri, dan diinkubasi selama 18 –24 jam. Media cair yang tetap
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat berupa
agar. Pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampurkan dengan media agar lalu ditanami
bakteri dan diinkubasi.37 Salah satu kelebihan metode ini yaitu untuk penentuan KHM
2.3 Meropenem
β-laktam seperti penisilin dan sefalosporin.32,33 Meropenem merupakan antibiotika ultra broad
20
spectrum golongan karbapenem yang aktif terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram-positif,
2.3.2 Farmakologi
dengan baik ke dalam sebagian besar jaringan termasuk paru-paru, jaringan intraabdomen, cairan
intertitial, cairan peritoneal, dan cairan serebrospinal. Hanya 2% obat terikat pada protein
plasma. Antibiotik ini cepat diekskresikan oleh ginjal (oleh filtrasi glomerulus dan sekresi
tubular) dengan 80% dari ekskresi terjadi dalam 3 jam dan meningkat menjadi 95% dalam waktu
klirens karena usia dan kemungkinan diperlukan penurunan dosis. Farmakokinetik meropenem
pertumbuhan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Meropenem berpenetrasi dengan cepat ke
dalam dinding sel bakteri dan berikatan dengan Penicillin-Binding Proteins (PBP) dengan
2.3.4 Indikasi
infeksi teridentifikasi dan juga untuk penyakit yang disebabkan oleh satu bakteri atau banyak
bakteri baik pada oraang dewasa maupun anak-anak. Meropenem disetujui di USA untuk
digunakan dalam terapi complicated intraabdominal infection, complicated skin and skin
structure infection dan meningitis yang disebabkan bakteri. Di negara lain meropenem juga
21
disetujui untuk digunakan dalam terapi pneumonia nosokomial, septikemia, ISK, febrile
Penelitian terhadap lebih dari 6000 pasien yang diobati dengan meropenem, didapatkan
bahwa kejadian efek samping meropenem secara keseluruhan kurang dari 3%.43 Efek samping
meropenem yang sering terjadi adalah diare, kulit kemerahan, mual dan muntah, dan inflamasi di
2.3.6 Dosis
Dosis orang dewasa berkisar pada 1,5-6 gram/hari setiap 8-12 jam, tergantung tipe dan
keparahan infeksi, kepekaan mikroorganisme dan kondisi pasien. Dosis orang dewasa disarankan
pada anak-anak dengan berat badan lebih dari 50 kilogram. Pada bayi dan anak-anak berusia
antara 3 bulan sampai 12 tahun dosis yang direkomendasikan adalah 10-40 mg/kbBB diberikan
secara intravena.35
2.4 Kateterisasi
2.4.1 Definisi
Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra.
Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779, sedangkan Foley
membuat kateter menetap pada tahun 1930. Kateter Foley ini sampai saat ini masih dipakai
secara luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urin dari buli-buli.28
Tindakan kateterisasi bertujuan untuk diagnosis dan terapi. Tujuan untuk diagnosis
yaitu:28
22
1. Untuk perempuan dewasa untuk memperoleh contoh urin guna pemeriksaan kultur urin.
Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi faktor resiko terjadinya kontaminasi sampel
urin oleh bakteri komensal yang terdapat sekitar vulva dan vagina.
2. Mengukur residu (sisa) urin yang dikerjakan sesaat setelah pasien miksi.
3. Memasukkan bahan kontras radiologi untuk sistografi atau pemeriksaan adanya refluks
5. Untuk menilai produksi urin pada saat dan setelah operasi besar.
1. Mengeluarkan urin dari kandung kemih pada keadaan obstruksi intravesika baik yang
disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan darah) yang
menyumbat uretra.
3. Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada
kandung kemih.
2. Menulis dalam surat persetujuan untuk dilakukan tindakan kateterisasi (inform concent).
6. Posisi operator di kiri pasien apabila right handed, begitu juga sebaliknya.
7. Setelah dilakukan desinfeksi dengan betadin solution pada penis dan daerah sekitarnya,
8. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin/jelly dimasukkan ke dalam orifisium uretra
eksterna.
9. Pelan-pelan didorong masuk, dan kira-kira pada daerah bulbomembranasea (yaitu daerah
sfingter uretra eksterna) akan terasa tertahan. Dalam hal ini pasien diperintahkan untuk
mengambil nafas supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih rileks. Kateter uretra
didorong hingga masuk ke kandung kemih yang ditandai dengan keluarnya urin dari
lubang kateter.
10. Sebaiknya keteter terus didorong masuk ke kandung kemih lagi hingga percabangan
11. Pastikan terlebih dahulu kateter telah masuk, kemudian baru balon kateter dikembangkan
12. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung (urinbag).
13. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal pasien.
Fiksasi kateter yang tidak benar (yaitu mengarah ke kaudal) akan menyebabkan
Tidak seperti laki-laki, teknik pemasangan kateter pada wanita jarang menjumpai
kesulitan karena uretra wanita lebih pendek. Kesulitan yang sering dialami adalah pada waktu
24
mencari muara uretra karena terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya muara uretra oleh
tumor uretra/ tumor vagina/ serviks. Untuk itu mungkin perlu dilakukan dilatasi dengan busi a
Pemakaian kateter menetap akan menyebabkan timbulnya beberapa penyulit jika tidak
merawatnya dengan benar. Penyulit yang dapat terjadi pada tindakan kateterisasi adalah:28
1. Kateterisasi yang kurang hati-hati (kurang kesabaran) dapat menimbulkan lesi atau
3. Fiksasi kateter yang tidak benar akan menimbulkan nekrosis uretra atau menimbulkan
4. Kateter yang terpasang dapat bertindak sebagai inti dari timbulnya batu saluran kemih.
5. Pemakaian kateter jangka waktu lama akan menginduksi timbulnya keganasan pada
kandung kemih.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dibuat kerangka teori seperti pada Gambar 2.5 berikut:
ISK terkait
kateterisasi
Mikroorganisme
patogen
Gejala klinik
25
Sefalosporin
golongan ketiga
Tatalaksana Florokuinolon
antibiotik Beta laktam
Karbapenem
(meropenem)
Uji sensitivitas
antibiotik
Berdasarkan kerangka teori di atas dapat dibuat kerangka konsep penelitian berdasarkan
variabel yang akan diteliti pada penelitian ini seperti pada Gambar 2.6 berikut:
Pasien dengan
kateterisasi
urin
Identifikasi bakteri
Uji sensitivitas
antibiotika
meropenem
26