Oleh:
Muhammad Syaud Faisal
18NS263
Menyetujui,
…………………………………. ………………………………
NIK. NIK.
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
…………………………………. ………………………………
NIK. NIK.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sari Mulia Banjarmasin
A. Anatami Fisiologi
Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada di sebelah dorsokaudal
terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke
extremitas inferior. Pelvis bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian atas dan
dengan caput femoris kanan dan kiri pada acetabulum yang sesuai. Pelvis
dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh tulang, ligamentum dan otot.
Cavitas pelvis yang berbentuk seperti corong, memberi tempat kepada
vesicaurinaria, alat kelamin pelvic, rectum, pembuluh darah dan limfe, dan saraf.
(Dochterman, 2011)
B. Definisi
Fraktur pelvis adalah patah tulang panggul / putusnya kontinuitas tulang,
tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi dan gangguan struktur tulang
dari pelvis. Pada orang tua penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi
berdiri. Namun, fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
terbesar melibatkan pasukan yang signifikan misalnya dari kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. (Herdman, T dan Heather,
2009).
C. Etiologi
Menurut Herdman, T dan Heather (2009) penyebab dari fraktur pelvis,
sebagai berikut:
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
D. Klasifikasi
Menurut Dochterman (2011) disruption of pelvic ring dibagi 2, yaitu :
1. Stable (Tipe A)
Pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha
berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada
visera pelvis.
2. Unstable (Tipe B)
Pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri, serta
juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang terdapat darah di meatus
eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika
menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat nyeri.
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas, nyeri tekan dan bengkak
4. Perubahan warna dan memar
5. Krepitasi
F. Patofisiologi
Fraktur pelvis bisa terjadi akibat trauma langsung contohnya benturan
pada tulang pelvis yang mengakibatkan fraktur, melalui trauma tidak
langsung apabila titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan,
melalui proses penyakit seperti kanker dan riketsia, compresion force atau
pasien yang melompat dari ketinggian, kemudian akibat cidera terjadilah
renggang otot yang kuat sehingga menyebabkan fraktur pelvis dan pada
orang tua terjadi osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress
pada ramus pubis.
Penyabab di atas pemicu tejadinya fraktur pada pelvis yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang di tandai dengan nyeri hebat di karenakan tergesernya
fragmen tulang, bengkak disertai kemerahan, kehilangan fungsi akibat
terjadinya fraktur, deformitas tulang karena retaknya tulang dalam posisi
benkok atau bergeser dan krepitasi bunyi ini dapat muncul
berupa derik akibat gesekan ujung-ujung tulang yang fraktur, juga dari
pergerakan sendi.
G. Pathway
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis
Fraktur Pelvis
Nonstable Stabel
Nyeri
Akut
Pre Op Post OP
Gangguan
Perfusi
Jaringan
H. Komplikasi
1. Komplikasi jangka pendek
a. Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya.
Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
b. Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis
atau tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada
daerah uretra pars membranosa.
d. Trauma rektum dan vagina/penis
e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan
masif sampai syok.
f. Trauma pada saraf :
1) Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan,
maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
2) Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum
yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi
gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.
2. Komplikasi jangka panjang
a. Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu
trauma jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi.
Berikan Indometacin sebagai profilaksis.
b. Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu
setelah trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila
terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi
yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan
terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan
pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.
I. Penatalaksanaan Medis
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga
panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif
seperti istirahat, traksi, pelvic sling
b. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi
yang dikembangkan oleh grup ASIF
3. Berdasarkan klasifikasi Tile:
a. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu
pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.
b. Fraktur Tipe B:
1) Fraktur tipe open book
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat
ditempat tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. Jika
celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien
dengan cara miring dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi
luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii.
2) Fraktur tipe close book
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi
apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki
melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka
perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista
iliaka.
3) Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi
dengan traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu
istirahat ditempat tidur sekurang – kurangnya 10 minggu. Kalau
reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan
mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.
J. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (2018) diagnosa keperawatan yang muncuk dalam fraktur
pelvis, yaitu:
1. Defisien volume cairan b.d hambatan mengakses cairan, asupan cairan
kurang dan kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan (Domain 2.
Kelas 5. Kode Diagnosis 00027)
2. Nyeri akut b.d agen cidera biologis, agen cidera kimiawi dan agen cidera
fisik (Domain 12. Kelas 1. Kode Diagnosis 00132)
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d asupan garam tinggi, kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, kurang pengetahuan tentang
faktor yang dapat diubah, gaya hidup kurang gerak dan merokok (Domain
4. Kelas 4. Kode Diagnosis 00204)
4. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskletal, ansietas,
penurunan kekuatan otot, penurunan massa otot, penurunan ketahanan
tubuh, disuse, kurang dukungan lingkungan, kaku sendi, malnutrisi, nyeri
dan gaya hidup kurang gerak (Domain 4. Kelas 2. Kode Diagnosis 00085)
5. Kerusakan integritas jaringan b.d agen cidera kimiawi, kekurangan
volume cairan (Domain 11. Kelas 2. Kode Diagnosis 00044)
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
No
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Kekurangan NOC: NIC :
Volume Cairan 1. Fluid balance 1. Pertahankan catatan
Berhubungan 2. Hydration intake dan output
dengan:Kehilang 3. Nutritional Status : yang akurat
an volume cairan Food and Fluid 2. Monitor status hidrasi
secara aktif Intake ( kelembaban
- Kegagalan Setelah dilakukan membran mukosa,
mekanisme tindakan nadi adekuat, tekanan
pengaturan keperawatan darah ortostatik ), jik
DS : selama…..defisit diperlukan
- Haus volume cairan teratasi 3. Monitor hasil lab yang
DO: dengan criteria hasil: sesuai dengan retensi
- Penurunan 1. Mempertahankan cairan (BUN , Hmt ,
turgor urine osmolalitas urin,
kulit/lidah output sesuai albumin, total protein )
- Membran dengan 4. Monitor vital sign
mukosa/kulit usia dan BB, BJ setiap 15menit – 1
kering urine jam
- Peningkatan normal, 5. Kolaborasi pemberian
denyut nadi, 2. Tekanan darah, cairan IV
penurunan 6. Monitor status nutrisi
tekanan darah, nadi, 7. Berikan cairan oral
penurunan suhu tubuh 8. Berikan penggantian
volume/tekanan dalam batas nasogatrik sesuai
nadi normal output (50 –
- Pengisian vena 3. Tidak ada tanda 100cc/jam)
menurun tanda 9. Dorong keluarga
- Perubahan dehidrasi, untuk membantu
status mental Elastisitas pasien makan
- Konsentrasi turgor kulit baik, 10.Kolaborasi dokter jika
urine membran tanda cairan berlebih
meningkat mukosa muncul meburuk
- Temperatur lembab, tidak 11.Atur kemungkinan
tubuh ada rasa tranfusi
meningkat haus yang 12.Persiapan untuk
- Kehilangan berlebihan tranfusi
berat badan 4. Orientasi 13.Pasang kateter jika
secara tiba-tiba terhadap perlu
- Penurunan waktu dan 14.Monitor intake dan
urine output tempat baik urin output setiap 8
- HMT meningkat 5. Jumlah dan jam
- Kelemahan iramapernapasan
dalam batas
normal
6. Elektrolit, Hb,
Hmt dalam batas
normal
7. pH urin dalam
batas normal
8. Intake oral dan
intravena
adekuat
Monitor status
neurologi
Definisi: Mengumpulk
an dan menganalisis
data pasien untuk
meminimalkan dan
mencegah komplikasi
neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran,
bentuk, simetrifitas,
dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat
kesadaran klien
3. Monitor tingkat
orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon
pasien terhadap
pengobatan
6. Informasikan pada
dokter tentang
perubahan kondisi
pasien
Manajemen cairan
Definisi:
Mempertahankan
keseimbangan cairan
dan mencegah
komplikasi akibat
kadar cairan yang
abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan
output cairan
2. Kaji adanya tanda-
tanda dehidrasi
(turgor kulit jelek,
mata cekung, dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan
pemberian transfusi (
seperti mengecek
darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi)
5. Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
6. Awasi respon klien
selama pemberian
komponen darah
7. Monitor hasil
laboratorium (kadar
Hb, Besi serum,
angka trombosit)
4. Hambatan NOC : NIC :
Mobilitas Fisik 1. Joint Movement : Exercise therapy :
Berhubungan Active ambulation
dengan : 2. Mobility Level 1. Monitoring vital sign
1. Gangguan 3. Self care : ADLs 2. sebelum/sesudah
metabolisme 4. Transfer latihan dan lihat
sel performance respon pasien saat
2. Keterlembata Setelah dilakukan latihan
n tindakan keperawatan 3. Konsultasikan dengan
perkembanga selama 1 x 1 jam terapi fisik tentang
n gangguan mobilitas rencana ambulasi
3. Pengobatan fisik teratasi dengan sesuai dengan
4. Kurang kriteria hasil: kebutuhan
support 1. Klien meningkat 4. Bantu klien untuk
lingkungan dalam menggunakan tongkat
5. Keterbatasan 2. aktivitas fisik saat berjalan dan
ketahan 3. Mengerti tujuan cegah terhadap
kardiovaskule dari peningkatan cedera
r mobilitas 5. Ajarkan pasien atau
6. Kehilangan 4. Memverbalisasika tenaga kesehatan lain
integritas n perasaan dalam tentang teknik
struktur meningkatkankeku ambulasi
tulang atan dan 6. Kaji kemampuan
7. Terapi kemampuan pasien dalam
pembatasan berpindah mobilisasi
gerak 5. Memperagakan 7. Latih pasien dalam
8. Kurang penggunaan alat pemenuhan
pengetahuan 6. Bantu untuk kebutuhan ADLs
tentang mobilisasi (walker) secara mandiri sesuai
kegunaan kemampuan
pergerakan 8. Dampingi dan Bantu
fisik pasien saat
9. Indeks massa 9. mobilisasi dan bantu
tubuh diatas penuhi kebutuhan
75 tahun ADLs ps.
percentil 10.Berikan alat Bantu
sesuai jika pasien
dengan usia memerlukan.
10. Kerusakan 11.Ajarkan pasien
persepsi bagaimana merubah
sensori posisi dan berikan
11. Tidak bantuan jika
nyaman, diperlukan
nyeri
12. Kerusakan
musculoskele
tal dan
neuromuskul
er
13. Intoleransi
aktivitas/penu
runan
kekuatan dan
stamina
14. Depresi
mood atau
cemas
15. Kerusakan
kognitif
16. Penurunan
kekuatan
otot, kontrol
dan atau
masa
17. Keengganan
untuk
memulai
gerak
18. Gaya hidup
yang
menetap,
tidak
digunakan,
deconditionin
g
19. Malnutrisi
selektif atau
umum
DO :
1. Penurunan
waktu reaksi
2. Kesulitan
merubah
posisi
3. Perubahan
gerakan
(penurunan
untuk
berjalan,
kecepatan,
kesulitan
memulai
langkah
pendek)
4. Keterbatasan
motorik kasar
dan halus
5. Keterbatasan
ROM
6. Gerakan
disertai nafas
pendek atau
tremor
7. Ketidak
stabilan
posisi selama
melakukan
ADL
8. Gerakan
sangat
lambat dan
tidak
terkoordinasi
5. Kerusakan NOC NIC
integritas kulit - Tissue Integrity : Pressure Management
Definisi : Peruba Skin and Mucous 1. Anjurkan pasien
han / gangguan Membranes untuk menggunakan
epidermis dan / - Hemodyalis akses pakaian yang longgar
atau dermis Setelah dilakukan 2. Hindari kerutan pada
tindakan keperawatan tempat tidur
Batasan selama 1 x 8 jam 3. Jaga kebersihan kulit
Karakteristik : kerusakan integritas agar tetap bersih dan
- Kerusakan kulit teratasi dengan kering
lapisan kulit kriteria hasil: 4. Mobilisasi pasien
(dermis) (ubah posisi pasien)
- Gangguan - Integritas kulit yang setiap dua jam sekali
permukaan baik bisa 5. Monitor kulit akan
kulit dipertahankan adanya kemerahan
(epidermis) (sensasi, 6. Oleskan lotion atau
- Invasi struktur elastisitas, minyak/baby oil pada
tubuh temperatur, hidrasi, daerah yang tertekan
pigmentasi) 7. Monitor aktivitas dan
Faktor Yang - Tidak ada luka/lesi mobilisasi pasien
Berhubungan : pada kulit 8. Monitor status nutrisi
Eksternal : - Perfusi jaringan pasien
- Zat kimia, baik 9. Memandikan pasien
Radiasi - Menunjukkan dengan sabun dan
- Usia yang pemahaman dalam air hangat
ekstrim proses perbaikan Insision site care
- Kelembapan kulit dan mencegah 1. Membersihkan,
- Hipertermia terjadinya cedera memantau dan
- Hipotermia berulang meningkatkan proses
- Faktor - Mampu melindungi penyembuhan pada
mekanik kulit dan luka yang ditutup
- Medikasi mempertahankan dengan jahitan, klip
- Lembab kelembaban kulit atau straples
- Imobilitasi dan perawatan 2. Monitor proses
fisik alami kesembuhan area
insisi
3. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
4. Bersihkan area
sekitar jahitan atau
staples,
menggunakan lidi
kapas steril
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., Mass, M., Moorhead, S., 2008. Nursing Outcomes Classification
(NOC) second Edition. Missouri : Mosby