0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
5 tayangan2 halaman
Dokumen tersebut membahas keabsahan akad nikah yang dilakukan melalui telekonferensi menurut undang-undang perkawinan dan hukum Islam. Secara garis besar, akad nikah via telekonferensi dianggap sah asalkan memenuhi syarat dan rukun perkawinan yang telah diatur dalam undang-undang, meskipun salah satu pihak tidak hadir secara fisik.
Dokumen tersebut membahas keabsahan akad nikah yang dilakukan melalui telekonferensi menurut undang-undang perkawinan dan hukum Islam. Secara garis besar, akad nikah via telekonferensi dianggap sah asalkan memenuhi syarat dan rukun perkawinan yang telah diatur dalam undang-undang, meskipun salah satu pihak tidak hadir secara fisik.
Dokumen tersebut membahas keabsahan akad nikah yang dilakukan melalui telekonferensi menurut undang-undang perkawinan dan hukum Islam. Secara garis besar, akad nikah via telekonferensi dianggap sah asalkan memenuhi syarat dan rukun perkawinan yang telah diatur dalam undang-undang, meskipun salah satu pihak tidak hadir secara fisik.
Akad Nikah Melalui Teleconference Menurut Undang-Undang Perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam!
Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan
atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dapat dikatakan sah apabila dilakukan sesuai dengan syarat dan prosedur yang telah diatur dalam Undang-Undang perkawinan. Dewasa ini ada beberapa kebijakan yang disahkan pemerintah guna menekan penyebaran Covid-19, salah satunya akad nikah melalui teleconference. Hal ini kemudian banyak memicu perdebatan apakah akad seperti ini dapat dikatakn sah atau tidak. Perkawinan via teleconference memang merupakan suatu hal yang masih tabu bagi masyarakat Indonesia, namun seiring perkembangan teknologi serta situasi pandemi sekarang tentunya ini menjadi salah satu opsi terbaik untuk dilakukan. Pelaksanaan akad nikah melalui teleconference pada dasarnya sama dengan pelaksanaan akad nikah pada umumnya, namun yang membedakannya adalah pelaksanaan akad nikah melalui teleconference berada dalam majelis yang berbeda (jarak jauh) atau melakukan ijab Kabul melalui alat telekomunikasi yang dapat dilihat secara gambar dan dapat didengar suaranya. Akad via teleconference ini sebenarnya tidak diatur dalam Undang-Undang, sehingga terkait sah atau tidaknya suatu akad itu kembali lagi terhadap terpenuhinya syarat serta rukun perkawinan. Dalam pandangan hukum positif sendiri mengaggap sah perkawinan via teleconference karena telah sesuai dengan syarat dan rukun yang diatur dalam Undang-Undang perkawinan. Salah satu syarat ijab qabul yaitu harus dilakukan dalam satu majelis. Hal ini yang menjadi pertentangan dikalangan para ulama. Ketua Lakpesdam NU, Rumadi, berpendapat bahwa ijab qabul melalui telepon saja sudah bisa dianggap satu majelis, kata Rumadi, tentu ijab qabul melalui video call dengan teknologi yang tak sekadar terdengar suara melainkan juga gambar lebih bisa dianggap sebagai satu majelis. Apalagi, antara penghulu, wali perempuan dan mempelai laki-laki juga bisa berkomunikasi langsung melalui teleconference ini. Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya mengatur unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam akad nikah dan belum mengatur secara spesifik keharusan hadir tidaknya para pihak hadir dalam pelaksanaan akad. Alhasil, berdasarkan hukum negara, penentu sah atau tidaknya ijab kabul adalah terpenuhinya rukun ditambah dengan pencatatan perkawinan, tidak masalah jika harus berbeda lokasi. “Ketika orang yang melakukan pernikahan sudah melaporkan ke negara dan pegawai pencatat nikah sudah mengawasi berlangsungnya akad ijab kabul , Maka akad dan ijab qabul tersebut sebenarnya sudah sah. Relevan dengan pandangan sebelumnya, Dosen IAIN Sunan Ampel, Abdussalam Nawawi, berpendapat bahwa jika salah satu pihak tidak hadir dalam prosesi akad, namun keduanya dihubungkan melalui bantuan teknologi dengan sangat meyakinkan sekalipun lokasinya berbeda, maka dapat dihukumi sebagai satu majelis. Karena perkembangan dunia saat ini, kata Abdussalam, tidak bisa lagi membatasi ijab kabul harus dalam satu ruang dan waktu. “Kembali lagi pada inti ijab kabul adalah akad atau perjanjian, selama rukun dan syarat terpenuhi ijab kabul menjadi sah,