Anda di halaman 1dari 2

Nama : Muh Abizar Qiffari

Kelas : 52MH-1

Stambuk : 011202522020

Akad Nikah Melalui Teleconference Menurut Undang-Undang Perkawinan


dan Kompilasi Hukum Islam!

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan


atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
pengertian perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Perkawinan dapat dikatakan sah apabila dilakukan sesuai dengan
syarat dan prosedur yang telah diatur dalam Undang-Undang perkawinan.
Dewasa ini ada beberapa kebijakan yang disahkan pemerintah guna
menekan penyebaran Covid-19, salah satunya akad nikah melalui
teleconference. Hal ini kemudian banyak memicu perdebatan apakah
akad seperti ini dapat dikatakn sah atau tidak.
Perkawinan via teleconference memang merupakan suatu hal yang
masih tabu bagi masyarakat Indonesia, namun seiring perkembangan
teknologi serta situasi pandemi sekarang tentunya ini menjadi salah satu
opsi terbaik untuk dilakukan.
Pelaksanaan akad nikah melalui teleconference pada dasarnya
sama dengan pelaksanaan akad nikah pada umumnya, namun yang
membedakannya adalah pelaksanaan akad nikah melalui teleconference
berada dalam majelis yang berbeda (jarak jauh) atau melakukan ijab
Kabul melalui alat telekomunikasi yang dapat dilihat secara gambar dan
dapat didengar suaranya. Akad via teleconference ini sebenarnya tidak
diatur dalam Undang-Undang, sehingga terkait sah atau tidaknya suatu
akad itu kembali lagi terhadap terpenuhinya syarat serta rukun
perkawinan. Dalam pandangan hukum positif sendiri mengaggap sah
perkawinan via teleconference karena telah sesuai dengan syarat dan
rukun yang diatur dalam Undang-Undang perkawinan.
Salah satu syarat ijab qabul yaitu harus dilakukan dalam satu
majelis. Hal ini yang menjadi pertentangan dikalangan para ulama. Ketua
Lakpesdam NU, Rumadi, berpendapat bahwa ijab qabul melalui telepon
saja sudah bisa dianggap satu majelis, kata Rumadi, tentu ijab
qabul melalui video call dengan teknologi yang tak sekadar terdengar
suara melainkan juga gambar lebih bisa dianggap sebagai satu majelis.
Apalagi, antara penghulu, wali perempuan dan mempelai laki-laki juga
bisa berkomunikasi langsung melalui teleconference ini.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya mengatur unsur-unsur yang
harus terpenuhi dalam akad nikah dan belum mengatur secara spesifik
keharusan hadir tidaknya para pihak hadir dalam pelaksanaan akad.
Alhasil, berdasarkan hukum negara, penentu sah atau tidaknya ijab kabul
adalah terpenuhinya rukun ditambah dengan pencatatan perkawinan,
tidak masalah jika harus berbeda lokasi. “Ketika orang yang melakukan
pernikahan sudah melaporkan ke negara dan pegawai pencatat nikah
sudah mengawasi berlangsungnya akad ijab kabul , Maka akad dan ijab
qabul tersebut sebenarnya sudah sah.
Relevan dengan pandangan sebelumnya, Dosen IAIN Sunan Ampel,
Abdussalam Nawawi, berpendapat bahwa jika salah satu pihak tidak hadir
dalam prosesi akad, namun keduanya dihubungkan melalui bantuan
teknologi dengan sangat meyakinkan sekalipun lokasinya berbeda, maka
dapat dihukumi sebagai satu majelis. Karena perkembangan dunia saat
ini, kata Abdussalam, tidak bisa lagi membatasi ijab kabul harus dalam
satu ruang dan waktu. “Kembali lagi pada inti ijab kabul adalah akad atau
perjanjian, selama rukun dan syarat terpenuhi ijab kabul menjadi sah,

Anda mungkin juga menyukai