Makalah Kel 11 Hadis Maudhu'
Makalah Kel 11 Hadis Maudhu'
MAKALAH
OLEH
KELAS 3 C PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
PEKANBARU
2021
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “HADIS
MAWDHU’ DAN PERMASALAHANNYA” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Sholawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad saw.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga dengan selesainya makalah yang berjudul HADIS MAWDHU’ DAN
PERMASALAHANNYA ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan
inspirasi dan wawasan bagi pembaca.
Penulis,
3
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………….’ 4
2.1 Pengertian……………………………………………………………….. 6
2.2 Sejarah Awal Terjadinya Hadis Mawdhu’……………………………… 8
2.3 Sebab-Sebab Terjadinya Hadis Mawdhu’………………………………. 8
2.4 Hukum Meriwayatkan Hadis Mawdhu’………………………………… 14
2.5 Tanda-Tanda Hadis Mawdhu’…………………………………………… 15
2.6 Usaha Pars Ulama dalam Menangulangi Hadis Mawdhu’………………. 19
2.7 Para Pendusta dan Kitab-Kitab Hadis Mawdhu’………………………… 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah tertera, maka dapat diambil tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi Pengertian hadis Mawdhu’
2. Untuk mendeskribsikan Sejarah Awal Terjadinya Hadis Mawdhu’
3. Untuk mendeskribsikan Sebab-Sebab Terjadinya Hadis Mawdhu’
4. Untuk mendeskripsikan Hukum Meriwayatkan Hadis Mawdhu’
5. Untuk mendeskripsikan Tanda-Tanda Hadis Mawdhu’
6. Untuk mendeskripsikan Usaha Pars Ulama dalam Menangulangi Hadis Mawdhu’
7. Untuk mendeskripsikan Para Pendusta dan Kitab-Kitab Hadis Mawdhu’
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
ُ اخت َلقًا َوك ْذب ًا مما لَ ْم يَقُ ْلهُ أ َ ْو يَ ْفع َ ْلهُ أ َ ْو يُقره َ علَيه َو
ْ سل َم َ ُصلى للا ُ ب إلَى الر
َ سول َ ما نُس
Sesuatu yang disandarkan kepada Rasul secara mengada-ada dan bohong dari apa yang
tidak dikatakan beliau atau tidak dilakukan dan atau tidak disetujuinya.
َ علَيه َو
َ سلم َ ُصلى للا
َ سول للا
ُ لى َر
َ ع ْ ُه َو ْال ُم ْخت َلَ ُق ال َم
َ ُصنُ ْوعُ ال َمكذُ ْوب
Jadi, hadis maudhu' adalah hadis bohong atau hadis palsu, bukan dari Rasulullah, tetapi
dikatakan dari Rasulullah oleh seorang pembohong. Oleh karena itu, sebagian ulama ada yang
tidak memasukkannya sebagai bagian dari hadis dha'if karena ia bukan hadis dalam arti yang
sebenarnya dan ada pula yang memasukkannya, karena walaupun dikatakan hadis, tetapi palsu
dan bohong dalam arti palsu dan bohong ini meniadakan makna hadis.
Sejak masa Nabi dan masa Khulafa Ar-Rasyidin atau sebelum terjadi konflik antara
kelompok pendukung Ali dan Muawiyah, hadis Nabi masih bersih dan murni, tidak terjadi
pembauran dengan kebohongan dan perubahan perubahan. Analisis Ahmad Amin dalam
bukunya Fajr Al-Islam yang berkesimpulan telah terjadi hadis maudhu' sejak masa Rasulullah
karena pendustaan terhadap beliau inilah yang melatarbelakangi timbulnya sabda beliau
Barangsiapa yang mendustakan aku dengan sengaja, maka hendaklah bersiap siap
tinggal di neraka.
Analisis Ahmad Amin di atas tidak ilmiah karena tidak didukung oleh fakta yang konkret
dan tidak ada periwayatan shahih yang menjelaskan hal tersebut. Seandainya analisis itu benar,
tentu para sahabat menjelaskan periwayatan tersebut dan termuat dalam kitab-kitab hadis.
Awal terjadinya hadis maudhi' dalam sejarah muncul setelah terjadi konflik antarelite
politik dan antara dua pendukung Ali dan Mu'awiyah, umat Islam terpecah menjadi 3 kelompok,
yaitu Syi'ah, Khawarij, dan Jumhur Muslimin atau Sunni. Masing-masing mengklaim bahwa
kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing-masing ingin
mempertahankan kelompoknya, dan mencari simpatisan massa yang lebih besar dengan cara
mencari dalil dari Alquran dan hadis Rasulullah. Jika tidak didapatkan ayat atau hadis yang
mendukung kelompoknya, mereka mencoba menta'wilkan dan memberikan interpretasi yang
terkadang tidak layak.
Ketika mereka tidak menemukan ayat-ayat Alquran atau hadis yang mendukung tujuan
partainya, sementara penghafal Alquran dan hadis masih banyak, maka sebagian mereka
membuat hadis palsu (maudhi) seperti hadis hadis tentang keutamaan para Khalifah, pimpinan
kelompok, dan aliran-aliran dalam agama. Pada masa ini tercatat dalam sejarah masa awal
terjadinya hadis maudhu' yang lebih disebabkan oleh situasi politik. Namun, yang perlu
diketahui, pada masa ini hanya sedikit jumlah hadis maudhi karena faktor penyebabnya tidak
banyak. Mayoritas faktor penyebab timbulnya hadis maudhu' adalah karena tersebarnya bid'ah
dan fitnah. Sementara para sahabat justru menjauhkan dari itu. Mereka sangat mencintai
Rasulullah dan telah mengorbankan segala jiwa raga dan harta bendanya untuk membela beliau
dengan penuh ketulusan hati. Mereka hidup bersama beliau, selalu meneladani dan
mempraktikkan sunnah dengan penuh kejujuran dan takwa kepada Allah. Secara logika, tidak
mungkin mereka berbuat dusta kepada beliau dengan membuat hadis maudhu'.
Demikian juga pada masa tabi'in, hadis dibawa oleh para ulama besar yang diterima dari
sahabat secara langsung. Mereka sangat teguh beragama, bersungguh-sungguh, dan berhati-hati
dalam meriwayatkannya. Sunnah di ingat, diriwayatkan, dan dipraktikkan dalam kehidupan
mereka dengan sifat kejujuran dan kecerdasan mereka yang luar biasa. Maka hadis maudhu'
8
hanya ditimbulkan dari sebagian kelompok orang-orang bodoh yang bergelut dalam bidang
politik atau mengikuti hawa nafsunya untuk menghalalkan segala cara.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hadis maudhu', yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Politik
Abu Al-Faraj bin Al-Jauzi dan Amir Asy-Sya'bi yang dikutip oleh Ajaj Al-Khathib
berpendapat bahwa hadis-hadis shahih tentang keutamaan Ali sudah banyak, tetapi Syi'ah
Rafidhah tidak puas dengan itu, mereka membuat hadis mawdhit dan tidak ada seseorang
yang didustakan pada umat ini seperti pendustaan terhadap Ali. Ali dan ahlul bait orang-
orang baik, seperti Al Hasan, Al-Husain, Muhammad bin Al-Hanafiyah, Ja'far Ash-Shadiq,
Zaid bin Ali, dan lain-lain. Mereka orang baik-baik, wara', dan takwa. Mungkin yang
menciptakan hadis maudhu' ini adalah orang-orang yang mengatasnamakan mereka dengan
berlindung pada payung Syi'ah.
Wasiatku, tetap rahasiaku, khalifahku pada keluargaku, dan sebaik orang yang
menjadi khalifah setelahku adalah Ali.
Contoh lain:
َغفَ َرل َكَ َولذُريتكَ َول َوالدَيْكَ َول َ ْهلكَ َولش ْيعَتكَ َول ُمحبي ش ْيعَتك
َ َعلي إن للا
َ يَا
Kemudian dibalas oleh sekte Sunni, dengan hadis yang di-maudhu'-kan pada
Abdullah bin Abu Aufa berkata: Aku melihat Nabi duduk bersandar pada Ali kemudian
Abu Bakar dan Umar datang maka Nabi bersabda:
Hai Abu Al-Hasan! Cintai mereka, maka dengan mencintai mereka engkau masuk
surga.
Sekte Khawarij lebih bersih dari pe-mawdhu'-an hadis, karena menurut mereka,
bohong termasuk dosa besar dan pelaku dosa besar dihukumi kafir. Oleh karena itu,
mereka yang paling bersih dalam periwayatan hadis. Sebagai mana kata Abu Dawud:
"Tidak ada di antara kelompok hawa nafsu yang lebih shahih hadisnya daripada
Khawarij."
Setelah Islam merontokkan dua negara super power, yaitu Kerajaan Romawi dan
Persia, Islam tersebar ke segala penjuru dunia. Sementara musuh-musuh Islam tersebut
tidak mampu melawannya secara terang-terangan, maka mereka meracuni Islam melalui
ajarannya dengan memasukkan beberapa hadis maudha ke dalamnya yang dilakukan oleh
kaum Zindiq. Hal ini dilakukan agar umat Islam lari daripadanya agar mereka melihat
bahwa ajaran-ajaran Islam itu menjijikkan. Misalnya apa yang diriwayatkan mereka:
Abu Al-Qasim Al-Balkhi berkata: "Demi Allah ini dusta, umat Islam telah ijma'
bahwa yang memikul Arsy adalah para malaikat." Hammad bin Zaid menerangkan
bahwa orang-orang Zindiq telah membuat maudhu' sebanyak 14.000 hadis palsu. Di
antara mereka Abdul Karim bin Abu Al-Auja yang mengaku sebelum dibunuh: "Demi
Allah aku telah membuat hadis maudhu' sebanyak 4.000 buah, di dalamnya aku
haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram." la dibunuh pada masa Khalifah
Muhammad bin Sulaiman bin Ali, Amir Bashrah (160-173 H) pada masa Abbasiyah.
Umat Islam pada masa sebagian Daulah Umawiyah sangat menonjol fanatisme
Arabnya sehingga orang-orang non-Arab merasa terisolasi dari pemerintahan. Oleh
karena itu, di antara mereka ada yang ingin memantapkan posisinya dengan membuat
hadis maudhu'. Misalnya, seseorang yang fanatik pada kabilah Persia merasa bangsa
Persialah yang paling baik, demikian juga bahasanya, seraya mengatakan:
Untuk mengimbangi hadis maudhu' di atas muncullah dari lawannya yang fanatik
bahasa Arab:
Bahasa yang paling dimurkai Allah adalah bahasa Persia dan bahasa
penghuni surga adalah bahasa Arab.
Ada pada umatku seorang laki-laki bernama Muhammad bin Idris lebih bahaya
atas umatku dari pada iblis dan ada pada umatku seorang laki-laki bernama
Abu Hanifah dia menjadi lampunya umatku.
Sebagian qashshash (ahli cerita atau ahli dongeng) ingin menarik perhatian para
pendengarnya, yaitu orang-orang awam agar banyak pendengar, penggemar dan
pengundangnya dengan memanfaatkan profesinya itu untuk mencari uang, dengan cara
memasukkan hadis maudhu' ke dalam propagandanya. Qashshash ini populer pada abad
ke-3 H yang duduk di masjid-masjid dan di pinggir-pinggir jalan, di antara mereka terdiri
dari kaum Zindiq dan orang orang yang berpura-pura jadi orang alim. Akan tetapi, pada
tahun 279 H masa pembai'atan Khalifah Abbasiyah Al-Mu'tashim, mereka dilarang
berkeliaran di masjid-masjid dan di jalan-jalan tersebut.
Tukang cerita itu membuat beberapa periwayatan yang seolah-olah dari Rasulullah
dengan menempelkan sanad seolah-olah hadis mereka benar dari Rasulullah. Contohnya
mereka menggambarkan surga dengan suatu ilustrasi yang menakjubkan. Suatu ketika
Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma'in shalat di Masjid Ar-Rashafah kemudian
melihat seseorang yang men ceritakan hadis yang diperoleh dari mereka (tetapi tukang
cerita ini tidak kenal Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma'in) dari Abdul Razzaq
dari Ma'mar dari Qatadah, Rasulullah bersabda:
ُ َ َم ْن قَا َل ل َ إلَهَ إل للاُ َخلَقَ للا ُ م ْن ُكل كَل َمة طَائ ًرا م ْنق
ُ ارهُ م ْن ذَ َهب َور ْي
شهُ م ْن َم ْر َجان
Barang siapa yang membaca “Tidak Ada Tuhan Selain Allah” maka Allah
menciptakan dari setiap kata seekor burung yang paruhnya dari emas dan bulunya
dari marjan.
Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in berembuk dan berkata: “Demi
Allah, aku tidak pernah mendengar hadits ini melainkan sekarang ini.” Setelah selesai
kisah, tukang cerita itu dipanggil – dikiranya akan diberi hadiah uang – ditanya “Dari
mana Anda mendapatkan hadits tersebut?” Ia menjawab “Dari Imam Ahmad bin Hanbal
12
dan Yahya bin Ma’in.” Saya Yahya bin Ma’in dan ini Imam Ahmad bin Hanbal tidak
pernah mendengar hadits ini dari Rasulullah salallahu alaihi wasallam. Lantas ia
menjawab: “Aku mendengar Yahya bin Ma’n itu bodoh dan aku tidak pernah
membuktikannya selain sekarang ...” Imam Ahmad meletakkan tangan di atas mukanya
dan diperintahkan meninggalkan majelis tersebut , lalu berdiri dan pergi!
Jawaban ini adalah ungkapan bodoh dan konyol yang tidak peduli atas pendustaan
kepada Rasul. Padahal syariat dan hadis Rasal yang shahih sempurna, tidak perlu pada
pendustaan.
6. Menjilat Penguasa
Di antara mereka ada yang ingin mendekati penguasa dengan cara membuat hadis
palsu yang sesuai dengan apa yang dilakukannya untuk mencari legalitas bahwa
ungkapan itu hadis Rasulullah. Misalnya yang dilakukan, Chiyats bin Ibrahim An-
13
Nakha'i ketika masuk ke istana Al-Mahdi yang sedang bermain burung merpati. Ghiyats
berkata, Rasulullah bersabda:
Tidak ada perlombaan, kecuali pada anak panah alam pada burung
Pada mulanya ungkapan itu memang hadis dari Rasulullah, tetapi aslinya tidak
ada kata "burung" (au janah). Karena ia melihar Khalifah sedang bermain burung merpati,
maka ditambah "atau burung merpati". Al-Mahdi ketika mendengar hadis palsu itu
memberi hadiah 10.000 dirham kepadanya, tetapi setelah mengetahui bahwa Ghiyats
pendusta, burung tersebut disembelih dan berkata: "Aku bersaksi pada tengkokmu bahwa
ia adalah tengkok penda pada Rasulullah.”
Masalah khilafiyah, baik dalam fiqh atau teologi juga mendorong terbuatnya hadis
maudhui yang dilakukan oleh sebagian pengikut mazhab yang fanatik dalam marhabnya.
Misalnya:
ُ ص َلة َ لَه
َ ََم ْن َرفَ َع يدَ ْيه في الركُ ْوعُ فَل
Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya dalam ruku, maka tidak sah
shalatnya
Menurut Adz-Dzahabi, pemalsu hadis ini adalah Ma'mun bin Ahmad Masalah
angkat tangan pada saat rüku' atau bangun dari ruku' dan atau perpindahan gerakan shalat
bersamaan takbir intipal (takhir karena perpindahan gerakan dalam shalat) memang
terjadi khilafiyah antarmashab, ada yang me wajibkannya seperti pendapat Al-Auza'i dan
ada yang menilai sunnah, tidak wajib sebagaimana mayoritas ulama. Akan tetapi,
sekalipun bagi yang tidak mengangkat tangan sekalipun tidak menilai ke-maudhui-an
hadis seperti yang dilakukan oleh mazhab Al-Hanafiyah. Mazhab ini hanya menilai salah
satu hadis yang diriwayatkan oleh Mujahid dari Ibnu Umar.
14
Umat Islam telah sepakat bahwa membuat hadis maudha' hukumnya haram secara mutlak,
tidak ada perbedaan di antara mereka. Menciptakan hadis maudhi sama dengan mendustakan
kepada Rasulullah. Karena perkataan itu dari pencipta sendiri atau dari perkataan orang lain,
kemudian diklaim bahwa Rasulullah yang menyabdakan, berarti ia berdusta stas nama
Rasulullah yang melakukan hal demikian diancam dengan apa peraka, sebagaimana Mi beliau
Jumbur ulama Ahlu As-Sunnah telah bersepakat bahwa bohong termasuk berdosa besar,
semua ahli hadis menolak khabar yang dibawa oleh pendusta Rasul, bahkan Abu Muhammad Al-
Juwaini mengkafirkannya.
Hanya kelompok sesat yang memperbolehkan membuat hadis mawdhu’ seperti Al-
Karramiyah, yaitu pengikut Muhammad bin Karram As-Sustan seorang tokoh anthropomorfisme
(mujasisimah) dalam teologi. Mereka memperbolehkan membuat hadis mawdhu' dalam masalah
yang menggemarkan ibadah (targhib) dan yang mengancam orang berdosa (tarhib) berdasarkan
hadis di atas melalun jalan lain yang ditambah اس
َ ( ليُضل النuntuk merapatkan manusia). Namun,
menurut penelitian para ulama, tambahan ini tidak terdapat dalam periwayatan para huffazh al-
hadits, maka tambahan tersebut juga suatu kebohongan. Lengkapnya hadis periwayatan mereka,
yaitu
Berdasarkan hal ini di antara mereka mengatakan, "Kami bohong untuk kebaikan, bukan
untuk kejelekan. Alasan ini tentu sangat rendah, karena agama Allah tidak perlu pembohong
untuk mencari alasan. Cara membuat hadis maudhi' terkadang disusun sendiri, kemudian
15
dipasang sinad dim di riwayatkannya atau dengan mengambil perkataan sebagian ulama,
kemudian dipasang sanad.
Sebagaimana haram membuat hadis madh, para ulama juga sepakat haram
meriwayatkannya tanpa menjelaskan ke-mawdhu’-an atau kebohongannya, baik dalam targhib,
tarhib, fadha'il a'mal, ahkam, kisah, dan lain-lain.
Hadis maudhi dapat diketahui melalui tanda-tandanya, baik yang ada pada sanad atau
pada matan.
Sebagaimana pengakuan Abdul Karim bin Abu Al-Auja ketika akan dihukum mati
ia mengatakan, "Demi Allah, aku palsukan padamu 4.000 buah hadis Di dalamnya aku
haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram." Kemudian dihukum pancung
lehernya atas instruksi Muhammad bin Sulaiman bin Ali, Gubernur Bashrah (160-173 H).
Maysarah bin Abdi Rabbih Al-Farisi mengaku banyak membuat hadis maudhi tentang
keutamaan Alquran dan keutamaan Ali. Ia mengaku membuat hadis maudhu' lebih dari
16
70 hadis. Demikian juga Abu Ishmah bin Maryam yang bergelar Nuh Al-Jami mengaku
banyak membuat hadis maudhu' yang disandarkan kepada Ibnu Abbas tentang keutamaan
Alquran.
Ma'mun bin Ahmad Al-Harawi mengaku mendengar hadis dari Hisyam ben
Hammar. Al-Hafizh bin Hibban bertanya "Kapan Anda datang ke Syam Ma'mun
menjawab, "Pada tahun 250 H. Ibnu Hibban menjelaskan, bahwir Hisyam bin Ammar
meninggal pada tahun 245 H. Sambut Ma'mun "Hisyam bin Ammar yang lain." Hal ini
menunjukkan adanya pengakuan bahwa in idak pernah bertemu dengan Hisyam bin
Aminat.
Seperti yang disandarkan Al-Hakim dari Saif bin Umar Al-Taminu, aka di siss
Sa'ad bin Tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah (al-Kuttab) menangis, ditanya
bapaknya: "Mengapa engkau menang Anaknya menjawab "Dipukul gurunya. Lantas
Sa'ad berkata: "Sungguh saya bikin hina mereka sekarang. Memberitakan kepadaku
Ikrimah dari Ibnu Abbas secara muni
Guru-guru anak kecilmu adalah orang yang paling jelek di antara kau Mereka
paling sedikat sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kan terhadap
orang-orang miskin.
17
Ibnu Ma'in berkata, "Tidak halal seseorang meriwayatkan satu hadis dan Sa'ad bin
Tharif." Ibnu Hibban berkomentar: "Ia memalukan hadis" Al-Hakim juga berkata: "la
dituduh sebagai Zindig dan gugur dalam periwayatan."
d. Kedustaan Perawi
Seorang perawi yang dikenal dusta, meriwayatkan suatu hadis sendirian dan tidak
ada seorang tsiqah yang meriwayatkannya.
Salah satu tanda kemaudhan suatu hadis adalah lemah dari segi ho dan maknanya.
Secara logis tidak dibenarkan bahwa ungkapan itu datang dari Rasul. Banyak hadis-hadis
panjang yang lemah sunan bahasa dan maknanya. Seorang yang memiliki keahlian
bahasa dan sastra memiliki ketajaman dala memahami hadis dari Nabi atau bukan hadis
maudhu' ini, bukan bahasa Nabi yang mengandung sastra (fashahah) karena sangat rusak
susunannya. Ar-Rab bin Khats yang berkata:
ُض ْوء الن َهار نَ ْعرفُةهُ َوظُ ْل َمةً َكظُ ْل َمة الل ْيل ننك ُره َ إن ل ْل َحد ْيث
َ ضو َءا َك
Sesungguhnya hadis ini bercahaya seperti cahaya siang kami mengenalnya dan
memilika kegelapan bagaikan gelap malam kami menolaknya.
Hadis palsu jika diriwayatkan secara eksplisit bahwa ini lafal dari Nabi dapat
dideteksi oleh para pakar yang ahli dalam bidangnya sehingga tercium bahwa ini hadis
yang sesungguhnya dan hadis palsu. Jika tidak dinyatakan secara eksplisit, menurut Ibnu
Hajar Al-Asqalani, hadis itu dikembalikan kepada maknanya yang rusak, karena bisa jadi
ia beralasan riwayah bi al-ma'na atau karena tidak bisa menyusunnya secara baik.
b. Rusaknya Makna
dapat diwakilkan. Misalnya sebagaimana yang diriwayatkan ibnu al-jauzi dari jalan
thariq Abdurrahman bin zaid bin aslam dari ayahnya dari kakeknya secara marfi’i:
Bahwasanya perahu nabinuh berthawaf di bait (ka’bah) tujuh kali dan sholat di
maqam Ibrahim dua rakaat.
Hadis ini mawdhu’ karena irrasional, tidak mungkin secara akal, perahu
melakukan berputar-putar 7 kali seperti orang yang sedang melakukan thawaf haji.
Demikian juga melakukan shalat di maqam Ibrahim.
َس ْب َع سنيْن َ عبَدْتُ للاَ َم َع َرسُوله قَ ْب َل ا َ ْن يَ ْعبُدَهُ ا َ ُحد م ْن هَذه ْالُمة خ َْم
َ س سنيْنَ ا َ ْو َ
سبْعيْنَ نَبيًّا
َ اب ْ ض َحى كَذَا َو َكذَا َر ْكعَةً اُعْط
َ ي ث َ َو َ َم ْن
ُ صلى ال
dapat diterima. Muhammad bin sirin mengatakan, para ulama semula tidak bertanya
tentang sanad sunnah. Akan tetapi, setelah terjadi pemalsuan hadis, maka mereka pun
berkata kepada yang meriwayatkannya: “ sebutkan kepada kami para perawinya”. Maka
jika mereka memang sudah ahli sunnah, diambil hadisnya dan jika ahli bid’ah tidak di
ambil hadisnya.
Keharusan sanad dalam menerima hadis bukan pada orang-orang khusus saja,
bagi masyarakat umum pun pada saat itu mengharuskan menerimanya dengan sanad. Hal
ini mulai berkembang sejak masa tabi’in , hingga merupakan suatu kewajiban bagi ahli
hadis menerangkan sanad hadis yang ia riwayatkan.
hadis dari yang jujur, adil dan andal daya ingatnya dan sebaliknya, hingga dapat
dibedakan mana hadis shahih dan mana yang tidak sahih.
Diantara para pendusta hadis yang diketahui setelah penelitian yang dilakukan oleh para
ulama yaitu sebagai berikut:
a. Aban bin Ja’far An-Numaiqi, membuat 300 buah hadis yang disandarkan kepada Abu
Hanifah.
b. Ibrshim bin Zaid Al-Aslami, membuat hadis disandarkan dari Malik
c. Ahmad bin Abdullah Al-Juwaini, juga membuat beribu-ribu hadis untuk kepantingan
kelompok Al-Karramiyah.
d. Jabir bin Zaid Al-Jua’fi membuat 30.000 buah hadis.
e. Nuh bin Abu Maryam membuat hadis mawdho’ tentang surah-surahdalam Al-Qur’an.
f. Muhammad bin syuja’ Al-Wasithi, Al-Harits bin Abdullah Al-A’war,Muqatil bin
sulaiman, Muhammad bin sa’id Al-Mashlub dan ibnu Abu Yahya.
2. Kitab-kitab tafsir
Kitab-kitab tafsir yang terdapat banyak hadis mawdhu’ antara lain, Ats-Tsa’labi, Al-Wahidi,
Az-Zamakhsyari, Al-Baidhawi.
a. Tadzkirah Al- Mawdhu’at, karya Abu al- fadhal Muhammad bin thahir al-maqdisi (448-
507H). kitab ini menyebutkan hadis secara alphabet dan disebutkan nama perawi yang
dinilai cacat.
b. Al-mawdhu’at al-kubra, karya abu al-faraj Abdurrahman al-jauzi (508-597H) 4 jilid
c. Al- la’ali al-mashnu’ah fi al-ahadits al-mawdhu’ah, karya jalaluddin as-suyuthi (849-991
H)
d. Al-ba’its ‘ala al-khalash min hawadis al-qashsh, karya zainuddin abdurrahim al-iraqi
(725-806 H).
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hadis maudhu' adalah hadis bohong atau hadis palsu, bukan dari Rasulullah, tetapi
dikatakan dari Rasulullah oleh seorang pembohong. Oleh karena itu, sebagian ulama ada yang
tidak memasukkannya sebagai bagian dari hadis dha'if karena ia bukan hadis dalam arti yang
sebenarnya dan ada pula yang memasukkannya, karena walaupun dikatakan hadis, tetapi palsu
dan bohong dalam arti palsu dan bohong ini meniadakan makna hadis.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hadis maudhu', yaitu sebagai
berikut. Faktor Politik, dendam musuh islam, fanatisme kabilah negri atau pimpinan, Qashshash,
mendekatkan dengan kebodohan, menjilat penguasa, perbedaan dalam mazhab. Hukum
meriwayatkan hadis mawdhu’ . Umat Islam telah sepakat bahwa membuat hadis maudha'
hukumnya haram secara mutlak, tidak ada perbedaan di antara mereka. Menciptakan hadis
maudhi sama dengan mendustakan kepada Rasulullah. Hadis maudhi dapat diketahui melalui
tanda-tandanya, baik yang ada pada sanad atau pada matan. Tanda-Tanda Maudhu' pada Sanad
dan tanda-tanda mawdhu’ pada matan .
1. para pendusta dalam hadisDiantara para pendusta hadis yang diketahui setelah penelitian
yang dilakukan oleh para ulama yaitu sebagai berikut:
a. Aban bin Ja’far An-Numaiqi, membuat 300 buah hadis yang disandarkan kepada Abu
Hanifah.
b. Ibrshim bin Zaid Al-Aslami, membuat hadis disandarkan dari Malik
c. Ahmad bin Abdullah Al-Juwaini, juga membuat beribu-ribu hadis untuk kepantingan
kelompok Al-Karramiyah
d. Jabir bin Zaid Al-Jua’fi membuat 30.000 buah hadis.
e. Nuh bin Abu Maryam membuat hadis mawdho’ tentang surah-surahdalam Al-Qur’an.
24
3.2 Saran
Sebagai umat nya nabi Muhammad saw, sudah sepantasnya untuk kita sebagai
umatnya untuk mengikuti sunnah-sunnah nya, baik secara perbuatan, perkataan, maupun
keadaan Nabi saw dapat dijadikan sebagai acuan atau salah satu pedoman kehidupan
setelah Al-Qur‟an. Belajar dan memahami hadits juga merupakan sebuah keharusan bagi
umat muslim agar terhindar dari hadits-hadits yang palsu.
Oleh sebab itu, dengan adanya makalah yang penulis buat, berharap agar dapat
memberikan sedikit tambahan ilmu mengenai kualitas hadits jika ditinjau dari sanad dan
matannya. Dan penulis berharap, agar kedepannya aka nada penulis-penulis lainnya yang
dapat menjelaskan secara rinci dan lebih baik lagi mengenai judul ini.
25
DAFTAR PUSTAKA