Anda di halaman 1dari 38

Laboratorium Mekanika Tanah

Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik


Universitas Indonesia

NAMA PRAKTIKAN : Adityamaspurbo Nurwahyu Wibowo (2006573576)


Muhammad Aliffito Rizki Ramadhan (2006535306)
Silvan Aprilyando (2006573645)
KELOMPOK : R-MTD-08
TANGGAL PRAKTIKUM : 3 Oktober 2021
JUDUL PRAKTIKUM : Atterberg Limits
ASISTEN : Wanita Nahdah
PARAF DAN NILAI :

a) LIQUID LIMIT (BATAS CAIR)


I. PENDAHULUAN
A. Standar Acuan dan Referensi
ASTM D 4318 "Standard Test Methods for Liquid Limit, Plastic Limit, and
Plasticity Index of Soils"
AASHTO T 89 "Determining the Liquid Limit of Soils"
SNI 1967:2008 "Cara uji penentuan batas cair tanah"

B. Maksud dan Tujuan Percobaan


Mencari kadar air pada liquid limit (batas cair) dari sampel tanah.

C. Alat – alat dan Bahan


a. Alat
• Alat Cassagrande
• Standard grooving tool
• Can
• Spatula
• Mangkuk porselin
• Oven
• Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
• Botol penyemprot
b. Bahan
• Sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM sebanyak ± 1 kg

1
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

• Air Suling

Gambar 1. 1 Peralatan praktikum liquid limit: a) Alat Cassagrande;


b) Standard grooving tool; c) can; d) Alat penyemprot
Sumber : Modul Praktikum (2017)
D. Teori dan Rumus yang Digunakan
Di dalam laboratorium, liquid limit didefinisikan sebagai kadar air
dimana sampel tanah yang telah dimasukkan pada alat cassagrande, dibuat
celah di tengahnya dengan standard grooving tool lalu alat cassagrande
diputar dengan kecepatan 2 ketukan per-detik dan tinggi jatuh 10 mm,
sehingga pada ketukan ke-25 sampel tanah yang digores dengan grooving
tool merapat sepanjang 0,5 inch.

Dalam batas cair, kadar air dalam keadaan tertentu dipelajari. Namun,
dalam hal ini hanya dipelajari dalam tiga keadaan, yaitu batas cair, batas
plastis, dan batas susut dari tanah, atau secara skematis diwakili pada sebuah
diagram yaitu:

Gambar 1. 2 Diagram Atterberg Limits


Sumber : Modul Praktikum (2017)
Semakin ke kanan diagram di atas, kadar airnya semakin sedikit.
Batas cair ini ditentukan dengan percobaan memakai alat percobaan liquid

2
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

limit. Alat ini dikembangkan oleh Cassagrande dan besarnya batas cair
ditentukan pada ketukan ke-25.

𝑤1 − 𝑤2
𝑊= × 100%
𝑤2 − 𝑤3

Dengan :
W = kadar air
w1 = berat tanah basah + can
w2 = berat tanah kering + can
w3 = berat can
E. Teori Tambahan
Liquid limit atau batas cair didefinisikan sebagai batas kadar air yang
memisahkan fase viscous liquid dengan plastic state of soil consistency
(Spagnoli, 2017). Selain menggunakan metode cassagrande, menentukan
batas cair dapat dilakukan dengan menggunakan cone penetration test (CPT)
atau sondir (Schmertmann,1978). Menurut Rahardjo (2008), kelebihan dan
kekurangan dari uji sondir adalah sebagai berikut:
Kelebihan:
• Cukup ekonomis dan cepat
• Dapat dilakukan ulang dengan hasil yang relatif sama
• Kolerasi empirik yang terbukti semakin andal
• Perkembangan yang semakin meningkat khususnya dengan adanya
penambahan sensor pada sondir listrik
Kekurangan:
• Tidak didapat sampel tanah
• Kedalaman penetrasi terbatas
• Tidak dapat menembus kerikil atau lapis pasir yang pada
Menurut Dahms dan Fritz (Wagner, 2013), klasifikasi batas cair tanah
adalah sebagai berikut:

3
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Tabel 1. 1 Klasifikasi Tanah


Indeks
Klasifikasi Batas Cair Batas
Plastisitas
Tanah (%) Plastis (%)
(%)
Silt, low
25-35 20-28 4-11
plasticity
Silt,
medium 35-50 22-23 7-20
plasticity
Clay, low
25-35 15-22 7-16
plasticity
Clay,
medium 40-50 18-25 16-28
plasticity
Clay, high
60-85 20-35 35-55
plasticity
Sumber : Wagner, 2013
Berdasarkan nilai batas cairnya, kandungan mineral tanah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 1. 2 Klasifikasi mineral dalam tanah lempung

Sumber : Das, 2021


II. PRAKTIKUM
A. Persiapan Praktikum
1. Menyiapkan tanah lolos saringan No. 40 ASTM sebanyak ±1 kg, dengan
kondisi kering udara.

4
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

2. Memastikan kebersihan alat-alat.


3. Mengalibrasi timbangan yang akan digunakan.
4. Menyiapkan botol penyemprot dan air suling.
5. Menyiapkan dan mengeringkan can yang diperlukan.
B. Jalannya Praktikum
1. Memasukkan sampel tanah ke dalam mangkuk porselin dan kemudian
mencampurkannya dengan air suling dan aduk dengan spatula hingga
tanah menjadi homogen.
2. Memasukkan sampel tanah ke dalam mangkuk cassagrande selapis demi
selapis dan mengusahakan agar tidak ada udara di antara setiap lapisan
dengan spatula. Tebal tanah yang dimasukkan kurang lebih hingga setebal
0.5 inch pada bagian tengahnya.
3. Membuat celah di tengah-tengah tanah dalam mangkuk cassagrande
dengan menggunakan grooving tool dalam arah tegak lurus mangkuk,
melakukannya dengan hati–hati agar tidak terjadi retak pada bagian
bawahnya (gambar 1.3).

Gambar 1. 3 Membuat celah dengan grooving tool


Sumber : Modul Praktikum (2017)
4. Menyalakan alat cassagrande dengan kecepatan konstan 2 putaran per-
detik dan tinggi jatuh 1 cm, lakukan hingga tanah tepat merapat sepanjang
0.5 inch. Pada saat itu menghentikan alat cassagrande dan catat jumlah
ketukan (gambar 1.4)

5
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Gambar 1. 4 Tanah yang merapat sepanjang 1⁄2 inch


Sumber : Modul Praktikum (2017)
5. Menimbang can terlebih dahulu, lalu mengambil sebagian tanah dalam
mangkuk cassagrande dan memasukkan sampel tanah tersebut ke dalam
can dan kemudian timbang berat can + tanah. Terakhir, memasukkan can
+ tanah ke dalam oven.
6. Mengulangi seluruh langkah di atas untuk lima sampel dan dengan nilai
ketukan antara 10 hingga 50 ketukan, hal ini dibantu dengan cara
menambahkan air suling atau menambahkan tanah.
7. Setelah kurang lebih 18 jam dalam oven, mengeluarkan sampel tanah dari
oven dan timbang kembali.
8. Menghitung kadar airnya.

C. Perbandingan Dengan ASTM


Pada ASTM jumlah ketukkan adalah antara 25 – 35 ketukan, sedangkan
pada percobaan ini jumlah ketukan adalah antara 10 – 50 ketukkan, hingga
tanah merapat sepanjang 0.5 inch.
III. PENGOLAHAN DATA
A. Data Hasil Praktikum
Tabel 1. 3 Data Hasil Pengamatan
No. Can 1 2 3 4
Jumlah Ketukan 15 20 31 41
Berat tanah basah + can 34,53 39,53 41,12 39,89
Berat tanah kering + can 24,05 27,36 28,62 28,17

6
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Berat Can 8,34 8,63 8,70 8,94


Sumber : Hasil Praktikum (2021)
B. Perhitungan
Tabel 1. 4 Hasil Pengamatan Data
No. Can 1 2 3 4
Jumlah Ketukan 15 20 31 41
Berat tanah basah + can 34,53 39,53 41,12 39,89
Berat tanah kering + can 24,05 27,36 28,62 28,17
Berat Can 8,34 8,63 8,70 8,94
Berat tanah kering 15,71 18,73 19,92 19,23
Berat air 10,48 12,17 12,50 11,72
Kadar air (%) 66,71 64,98 62,75 60,95
Sumber : Hasil Praktikum (2021)
Menentukan Nilai Liquid Limit

Cara 1

Batas cair didapat dengan menarik garis vertikal pada N = 25 sampai


memotong grafik. Regresi logaritmik antara N (jumlah ketukan) dengan W
(kadar air):

Tabel 1. 5 Regresi logaritmik antara N (jumlah ketukan) dengan W (kadar air)


N (x) 15 20 31 41

W(y) 66,71 64,98 62,75 60,95

Sumber : Hasil Praktikum (2021)

7
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Grafik Liquid Limit


67,00

66,00

65,00

64,00
W (%)

63,00

62,00
y = -5,626ln(x) + 81,922
61,00

60,00
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Jumlah Ketukan (N)

Gambar 1. 5 Grafik untuk menentukan Liquid Limit


Sumber : Hasil Praktikum (2021)
Dari grafik di atas, diperoleh persamaan kurva: y = -5,626ln(x) + 81,922
maka untuk N = 25 → Liquid Limit = -5,626ln(25) + 81,922 = 63,81%
Cara 2

Dengan rumus :
𝑁 0.121
𝐿𝐿 (%) = 𝑊𝑛 ( )
25

Keterangan :
LL = liquid limit
Wn = kadar air pada ketukan ke-n
N = jumlah ketukan

15 0,121
LL1 = 66,71 × (25) = 62,71%

20 0,121
LL2 = 64,98 × (25) = 63,25%

31 0,121
LL3 = 62,75 × (25) = 64,41%

8
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

41 0,121
LL4 = 60,95 × (25) = 64,71%
Tabel 1. 6 Nilai LL (%) seluruh No. Can
No. N Wn (%) LL (%)
1 15 66,71 62,71
2 20 64,98 63,25
3 31 62,75 64,41
4 41 60,95 64,71
LL Rata-Rata 63,77
Sumber : Hasil Praktikum (2021)
𝐿𝐿𝑐𝑎𝑟𝑎 1 −𝐿𝐿𝑐𝑎𝑟𝑎 2
Kesalahan Relatif = | | × 100%
𝐿𝐿𝑐𝑎𝑟𝑎 1

63,81−63,77
=| | × 100% = 0,072%
63,81

Menentukan Harga Flow Index (FI)

Untuk mendapatkan harga Flow Index (FI) ialah dengan menarik garis lurus
sehingga memotong sumbu pada ketukan ke-10 dan ketukan ke-100.

Kadar air untuk N = 10; W = -5,626 Ln(10) + 81,922 = 68,97 %

Kadar air untuk N = 100; W = -5,626 Ln(100) + 81,922 = 56,01 %

FI = WN=100 – WN=10

FI = -12,95 %

IV. ANALISIS
A. Analisis Percobaan
Tujuan praktikum kali ini adalah mencari kadar air pada liquid limit
(batas cair) dari sampel tanah. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah sebagai berikut, alat Cassagrande berupa mangkuk dan
mesin uji liquid limit, standard grooving tool untuk membuat celah di tengah-
tengah tanah dalam mangkuk cassagrande, can sebagai wadah sampel tanah
dalam menimbang berat sampel, spatula untuk mengaduk sampel tanah

9
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

dengan air suling, mangkuk porselen sebagai tempat pengadukan sampel


tanah dengan air, oven untuk mengeringkan sampel tanah, timbangan dengan
ketelitian 0,01 gram untuk menimbang berat sampel tanah dan can, botol
penyemprot sebagai alat untuk mencampur air suling dengan sampel tanah,
sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM sebagai bahan uji yang sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, yaitu ASTM D 4318, dan air suling
sebagai bahan campuran sampel tanah untuk tes uji cair. Air suling dipilih
karena telah didemineralisasi sehingga kandungan mineralnya hilang.
Tahap pertama, praktikan siapkan tanah lolos saringan no. 40 ASTM,
dengan kondisi kering udara yang sesuai dengan ASTM D 4318. Praktikan
memastikan kebersihan alat-alat selama proses praktikum. Selanjutnya,
praktikan mengalibrasi timbangan yang akan digunakan. Setelah itu,
praktikan menyiapkan botol penyemprot dan air suling. Langkah terakhir
dalam tahap persiapan adalah praktikan menyiapkan dan mengeringkan can
yang diperlukan.
Tahap selanjutnya adalah proses percobaan, langkah pertama adalah
praktikan memasukkan sampel tanah ke dalam mangkuk porselen dan
kemudian campur dengan air suling dan aduk dengan spatula hingga tanah
menjadi homogen. Batas cair hanya dapat dicari jika tanah homogen.
Langkah kedua adalah praktikan memasukkan sampel tanah ke dalam
mangkuk cassagrande selapis demi selapis dan praktikan mengusahakan tidak
ada udara di antara setiap lapisan dengan spatula karena rongga udara dapat
memengaruhi pergerakan alat cassagrande saat proses perhitungan jumlah
pukulan. Tebal tanah yang dimasukkan kurang lebih hingga setebal 0.5 inci
pada bagian tengahnya. Langkah ketiga adalah praktikan membuat celah di
tengah-tengah tanah dalam mangkuk cassagrande dengan menggunakan
grooving tool dalam arah tegak lurus mangkuk. Langkah ini harus dilakukan
secara hati-hati agar tidak terjadi retak pada bagian bawahnya dan supaya
celah yang dihasilkan lurus. Langkah keempat adalah praktikan menyalakan
alat cassagrande dengan kecepatan konstan 2 putaran per-detik dan tinggi
jatuh 1 cm, dilakukan hingga tanah tepat merapat sepanjang 0.5 inch. Pada
saat itu praktikan menghentikan alat cassagrande dan mencatat jumlah

10
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

ketukan. Langkah kelima adalah praktikan menimbang can terlebih dahulu,


lalu ambil sebagian tanah dalam mangkuk cassagrande dan masukkan ke
dalam can dan kemudian timbang berat can + tanah. Setelah itu, masukkan
can + tanah ke dalam oven. Jika sudah selesai, praktikan mengulang seluruh
langkah di atas untuk lima sampel dan dengan nilai ketukan antara 10 hingga
50 ketukan, hal ini dibantu dengan cara menambahkan air suling atau
menambahkan tanah. Setelah kurang lebih 18 jam, praktikan mengeluarkan
sampel tanah dari oven dan menimbangnya kembali. Waktu 18 jam
merupakan waktu yang diperlukan bagi tanah untuk mencapai kondisi
ovendry. Langkah terakhir adalah praktikan menghitung kadar air.
B. Analisis Data dan Hasil
Praktikan memperoleh data praktikum berupa jumlah ketukan sebesar
15, 20, 31, dan 41 ketukan yang secara berurutan diikuti dengan nilai berat
tanah kering dan can, berat tanah kering dan can, serta berat can. Jumlah
ketukan digunakan sebagai sumbu-x untuk mencari regresi logaritmik
persamaan liquid limit. Data-data yang telah didapatkan ini kemudian
digunakan untuk mencari berat tanah kering, berat air, kadar air, batas cair,
dan flow index dari tanah tersebut.

Pertama-tama, praktikan menghitung nilai berat tanah kering dengan


mengurangkan berat tanah kering dan can dengan berat can. Untuk mencari
berat tanah basah, praktikan dapat melakukan pengurangan antara berat tanah
basah dan can dengan berat can. Kemudian, praktikan dapat mencari nilai
kadar air dengan perbandingan berat tanah basah dan berat tanah kering dikali
100%. Diperoleh nilai kadar air sebagai berikut, 66,71% untuk 15 ketukan,
64,98% untuk 20 ketukan, 62,75% untuk 31 ketukan, dan 60,95 untuk 41
ketukan.

Setelah memperoleh nilai kadar air, praktikan mencari nilai batas cair
untuk masing-masing ketukan dengan dua cara. Cara pertama adalah cara
grafik dengan persamaan kurva yang diperoleh dari grafik regresi logaritmik
antara jumlah ketukan sebagai sumbu-x dengan kadar air sebagai sumbu-y.
Hubungan antara jumlah ketukan dengan kadar air adalah berbanding

11
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

terbalik. Semakin banyak jumlah ketukan, maka nilai kadar air semakin kecil.
Lalu, praktikan menghitung persamaan kurva y = -5,626ln(x) + 81,922
dengan x adalah jumlah ketukan (N) sebanyak 25 ketukan. Ketukan ke-25
diperkirakan merupakan saat kadar air optimum. Diperoleh nilai batas cair
sebesar 63,81%.

𝑁
Cara kedua adalah dengan menggunakan rumus 𝐿𝐿 = 𝑊( )0,121.
25

Setelah praktikan melakukan perhitungan, diperoleh nilai batas cair sebesar


62,71% untuk 15 ketukan, 63,25% untuk 20 ketukan, 64,41% untuk 31
ketukan, dan 64,71% untuk 41 ketukan. Setelah praktikan merata-ratakan
nilai-nilai batas cair tersebut, diperoleh nilai batas cair rata-rata 63,77%.

Dilihat dari rata-rata batas cair dari kedua cara tersebut adalah
63,79%. Mengacu pada tabel klasifikasi tanah Dahms dan Fritz (Wagner,
2013), sampel diklasifikasikan sebagai tanah clay, high plasticity. Kandungan
mineral yang terkandung dalam sampel tanah adalah Kaolinite dan Illite.

Setelah memperoleh nilai batas cair dari kedua cara di atas, praktikan
mencari kesalahan relatif. Diperoleh kesalahan relatif sebesar 0,072% yang
dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara cara 1
dengan cara 2. Tahap akhir adalah praktikan menentukan harga flow index
(FI) dengan kadar air untuk 100 ketukan dikurangi dengan kadar air untuk 10
ketukan, diperoleh FI sebesar -12,95%. Nilai flow index menandakan
kekuatan geser tanah di mana semakin besar nilai flow index maka semakin
kecil kekuatan geser tanah. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka sampel
tanah termasuk ke dalam tanah dengan kekuatan geser tanah sangat tinggi.

C. Analisis Kesalahan
Dalam praktikum ini, praktikan dapat melakukan beberapa kesalahan,
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Air suling dengan sampel tanah tidak teraduk dengan baik
sehingga tanah tidak homogen. Untuk mengatasinya, pastikan
praktikan mengaduk air suling dan tanah menggunakan spatula
dengan benar.

12
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

2. Sampel tanah tidak dimasukkan ke mangkuk cassagrande selapis


demi selapis sehingga masih terdapat rongga udara di antara
lapisannya. Untuk mengatasinya, praktikan lebih teliti dan
berhati-hati dalam memasukkan sampel tanah selapis demi selapis
ke mangkuk cassagrande.
3. Pembuatan celah di tengah-tengah sampel tanah tidak hati-hati
sehingga timbul retak pada bagian bawahnya. Untuk
mengatasinya, praktikan lebih berhati-hati saat proses pembuatan
celah di tengah-tengah tanah.
4. Praktikan lupa membersihkan tanah yang berada di tepi mangkuk
cassagrande setelah membuat celah di tengah sehingga
menimbulkan kesalahan dalam praktikum. Untuk mengatasinya,
memastikan praktikan untuk membersihkan tanah yang berada di
tepi mangkuk tersebut.
V. KESIMPULAN
Untuk menjawab tujuan praktikum, maka kesimpulan yang dapat
diambil dari hasil pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut :
1. Batas cair (LL) secara keseluruhan bernilai 63,77% dengan rincian :
a. LL cara grafik bernilai 63,81%
b. LL cara rumus bernilai 63,77%
c. Kesalahan Relatif sebesar 0.072% (Perbedaan yang diperoleh dari
kedua cara tidak signifikan)

2. Kesalahan relatif yang diperoleh sebesar 0,072 sehingga


3. Tanah termasuk ke dalam jenis tanah clay, high plasticity dengan
kandungan mineral berupa, Kaolinite dan Illite berdasarkan tabel
klasifikasi tanah Dahms dan Fritz dengan batas cair sebesar 63,77%
4. Flow index yang didapatkan adalah -12.95%. Angka ini menunjukkan
bahwa kekuatan geser tanah tersebut sangat tinggi.
VI. APLIKASI
Batas cair dapat diterapkan untuk menentukan konsistensi perilaku
material dan sifatnya pada tanah kohesif, di mana konsistensi tanah
tergantung dari nilai batas cairnya. Di samping itu, nilai batas cair ini dapat

13
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

digunakan untuk menentukan nilai indeks plastisitas tanah yaitu nilai batas
cair dikurangi dengan nilai batas plastis.
Batas cair juga dapat digunakan untuk menentukan kekuatan geser
dari tanah untuk menentukan kelayakan suatu tanah dalam menerima beban
dari struktur di atasnya
VII. REFERENSI
Buku Pedoman Praktikum Mekanika Tanah. (2017). Depok: Laboratorium
Mekanika Tanah.
Wagner, Jean-Frank. (2013). Mechanical Properties of Clays and Clay
Minerals. 10.1016/B978-0-08-098258-8.00011-0.

Spagnoli, G., Sridharan, A., Oreste, P., & Di Matteo, L. (2017). A


probabilistic approach for the assessment of the influence of the
dielectric constant of pore fluids on the liquid limit of smectite and
kaolinite. Applied Clay Science, 145, 37-43

Schmertmann, J. H. (1978). Guidelines for cone penetration test:


performance and design (No. FHWA-TS-78-209). United States.
Federal Highway Administration
VIII. LAMPIRAN

Gambar 1. 6 Proses Persiapan Praktikum


Sumber : Video Praktikum

14
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Gambar 1. 7 Proses Uji Coba Praktikum


Sumber : Video Praktikum

Gambar 1. 8 Proses Uji Coba Praktikum


Sumber : Video Praktikum

15
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

c) PLASTIC LIMIT (BATAS PLASTIS)


I. PENDAHULUAN
A. Standar Acuan dan Referensi
ASTM D 4318 "Standard Test Methods for Liquid Limit, Plastic Limit, and
Plasticity Index of Soils"
AASHTO T 90"Determining The Plastic Limit and Plasticity Index Of Soils"
SNI 1966:2008 "Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah"

B. Maksud dan Tujuan Percobaan

Mencari kadar air pada batas plastis (plastic limit) dari sebuah sampel tanah
atau untuk menentukan batas terendah kadar air ketika tanah dalam keadaan
plastis, dan angka Indeks Plastisitas suatu tanah.
C. Alat – alat dan Bahan
a. Alat
• Pelat kaca
• Container
• Spatula
• Mangkuk porselin
• Oven
• Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
b. Bahan
• Sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM sebanyak ± 1 kg
• Air Suling

D. Teori dan Rumus yang Digunakan


Di dalam laboratorium, plastic limit didefinisikan sebagai kadar air
pada batas dimana sampel tanah digulung pada pelat kaca hingga mencapai
diameter kurang lebih ⅛ inch (3.2 mm) dan tanah tersebut tepat retak–retak
halus. Dari percobaan ini dapat ditentukan Plastic Index (IP), dengan rumus:

IP = LL – PL

Kadar air tanah dalam keadaan aslinya biasa terletak di antara batas
plastis dan batas cair. Rumus yang digunakan adalah :

16
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
𝑤1 − 𝑤2
𝑊= × 100%
𝑤2 − 𝑤3

Dengan :
W = kadar air
w1 = berat tanah basah + can
w2 = berat tanah kering + can
w3 = berat can
E. Teori Tambahan
Analisis batas plastis digunakan untuk mencari kekuatan suatu
struktur (Tin-Loi, 2009). Analisis ini mengestimasi faktor pengamplifikasi
beban hidup yang dapat mendorong terjadinya structural crisis, dalam hal ini
berupa plastic collapse.
Menurut Burmister (Wagner, 2013), klasifikasi tanah berdasarkan
indeks plastisitasnya adalah sebagai berikut:
Tabel 1. 7 Klasifikasi Indeks Plastisitas
Indeks Plastisitas Deskripsi
0 Non-Plastic
1-5 Slightly Plasttic
5-10 Low Plasticity
10-20 Medium Plasticity
20-40 High Plasticity
>40 Very High Plasticity
Sumber : Modul Praktikum (2021)
Berdasarkan indeks plastisitasnya, dapat diperoleh derajat ekspansif
tanah dengan mengacu pada tabel berikut

17
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Tabel 1. 8 Klasifikasi derajat ekspansif tanah berdasarkan indeks plastisitasnya

Sumber : Chen, 2012


Berdasarkan nilai batas cairnya, kandungan mineral tanah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 1. 9 Klasifikasi kandungan mineral dalam tanah lempung

Sumber : Das, 2021


II. PRAKTIKUM
A. Persiapan Praktikum
1. Membersihkan alat-alat yang akan digunakan.
2. Menyiapkan botol penyemprot dan air suling.
3. Menyiapkan tanah lolos saringan No. 40 ASTM.
4. Menimbang berat kedua container.
B. Jalannya Praktikum
1. Memasukkan sampel tanah ke dalam mangkuk porselen dan kemudian
mencampurkannya dengan air suling dan aduk dengan spatula hingga
tanah menjadi homogen.
2. Mengambil sampel tanah tersebut sedikit lalu menggulungnya di atas
pelat kaca sampai berdiameter ⅛ inch. Bila kadar air berlebih, pada waktu
sampel tanah mencapai diameter ⅛ inch tidak terjadi retak–retak, maka
percobaan ini harus diulang kembali dengan menambahkan sampel tanah.

18
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Sedangkan bila kadar air kurang, sampel tanah akan retak-retak sebelum
mencapai diameter ⅛ inch. Percobaan ini harus diulang kembali dengan
menambahkan air sehingga sampel tanah tepat retak–retak pada waktu
mencapai diameter ⅛ inch.

Gambar 1. 9 Proses menggulung sampel tanah


Sumber : Modul Praktikum (2017)
3. Memasukkan sampel tanah yang mulai retak–retak halus pada diameter ⅛
inch ke dalam dua container yang sudah ditimbang beratnya. Berat
container + tanah minimum adalah 15 gram.
4. Menutup container secepatnya agar kadar air tidak berkurang karena
penguapan. Kemudian menimbang container yang telah berisi tanah
tersebut.
5. Memasukkan container yang telah berisi tanah yang telah ditimbang
dalam keadaan terbuka ke dalam oven selama kurang lebih 18 jam.
6. Setelah kurang lebih 18 jam dalam oven, mengeluarkan lalu menimbang
container berisi tanah tersebut guna mencari kadar airnya. Pada saat
menghitung kadar air ini, jangan lupa menambahkan berat penutup
container agar berat total container seperti pada saat menimbang berat
tanah basah sebelumnya.
C. Perbandingan Dengan ASTM
Percobaan yang dilakukan pada dasarnya menggunakan metode menurut
cara ASTM. Ada beberapa perbedaan percobaan yang dilakukan, dengan cara
ASTM D 4318, yaitu:

19
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

• Pada percobaan, waktu penggulungan tanah tidak ditentukan, sedangkan


pada ASTM waktu penggulungan tanah maksimum adalah dua menit.
• Pada percobaan, setelah tanah digulung dan terjadi retak–retak, maka
tanah tersebut dibagi menjadi dua bagian sama besar dan dimasukkan ke
dalam container. Sedangkan pada ASTM, tanah yang telah digulung akan
diremukkan kembali dan digulung kembali sampai sampel tanah tersebut
sukar untuk digulung kembali
III. PENGOLAHAN DATA
A. Data Hasil Praktikum
Tabel 1. 10 Data Hasil Pengamatan
No. Can 1 2
Berat tanah basah + can 60,71 62,35
Berat tanah kering + can 46,29 47,39
Berat Can 12,84 12,72
Sumber : Hasil Praktikum (2021)
B. Perhitungan
Tabel 1. 11 Hasil Pengamatan Data
No. Can 1 2
Berat tanah basah + can 60,71 62,35
Berat tanah kering + can 46,29 47,39
Berat Can 12,84 12,72
Berat tanah kering 33,45 34,67
Berat air 14,42 14,96
Kadar air (%) 43,11 43,15
Kadar air rata-rata (plastic limit) 43,13
Sumber : Hasil Praktikum (2021)
Selanjutnya, mencari nilai plastic index (PI) atau indeks plastis
dengan rumus :
IP = LL -–PL
PL

IP = 63,81 – 43,13
IP = 20,68 %

20
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

IV. ANALISIS
D. Analisis Percobaan
Tujuan praktikum kali ini adalah mencari kadar air pada batas plastis
(plastic limit) dari sebuah sampel tanah atau untuk menentukan batas
terendah kadar air ketika tanah dalam keadaan plastis, dan angka Indeks
Plastisitas suatu tanah. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah sebagai berikut, pelat kaca sebagai alas untuk
menggulung sampel tanah, container sebagai wadah bagi sampel tanah,
spatula untuk mengaduk sampel tanah dengan air suling, mangkuk porselen
sebagai tempat pengadukan sampel tanah dengan air, oven untuk
mengeringkan tanah, dan timbangan dengan ketelitian 0.01 gram untuk
menimbang sampel uji, sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM sebagai
bahan uji, dan air suling yang tidak ada kandungan mineralnya sebagai bahan
campuran sampel tanah untuk tes uji batas plastis.
Tahap pertama, praktikan membersihkan alat-alat yang akan
digunakan. Lalu, praktikan menyiapkan botol penyemprot dan air suling.
Setelah itu, praktikan menyiapkan tanah lolos saringan No.40 ASTM.
Langkah terakhir dalam proses penyiapan adalah praktikan menimbang berat
kedua container.
Tahap selanjutnya adalah proses percobaan, langkah pertama adalah
praktikan memasukkan sampel tanah ke dalam mangkuk porselen dan
mencampurkannya dengan air suling, lalu mengaduknya dengan spatula
hingga homogen. Batas plastis hanya dapat dicari jika tanah homogen.
Langkah kedua adalah praktikan mengambil sampel tanah tersebut sedikit
lalu menggulungnya di atas pelat kaca sampai berdiameter 1/8 inch. Diameter
1/8 inch merupakan diameter yang menurut ASTM, sebuah kadar air
dikatakan plastic limit saat mencapai diameter 1/8 inch dengan kondisi retak-
retak. Pelat kaca digunakan sebagai alas agar kandungan air dalam tanah
tidak terserap ke alasnya. Bila kadar air berlebih, pada waktu sampel tanah
mencapai diameter 1/8 inch tidak terjadi retak-retak, maka praktikan harus
mengulang kembali percobaan ini dengan menambahkan sampel tanah.
Sedangkan bila kadar air kurang, sampel tanah akan retak-retak sebelum

21
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

mencapai diameter 1/8 inch. Praktikan harus mengulang kembali percobaan


ini dengan menambahkan air sehingga sampel tanah tepat retak-retak pada
waktu mencapai diameter 1/8 inch. Langkah ketiga adalah praktikan
memasukkan sampel tanah yang mulai retak-retak halus pada diameter 1/8
inch ke dalam dua container yang sudah ditimbang beratnya. Berat container
dan tanah minimum adalah 15 gram. Langkah keempat adalah praktikan
menutup container secepatnya agar kadar air tidak berkurang karena
penguapan. Kemudian, praktikan menimbang container yang telah berisi
tanah tersebut. Langkah kelima adalah praktikan memasukkan container
dalam keadaan terbuka ke dalam oven berisi tanah yang telah ditimbang
selama kurang lebih 18 jam agar kering seluruhnya. Setelah kurang lebih 18
jam dalam oven, praktikan mengeluarkan lalu menimbang container berisi
tanah tersebut guna mencari kadar airnya. Tanah harus dimasukkan ke dalam
oven selama 18 jam agar mencapai kondisi oven dry. Pada sat menghitung
kadar air ini, praktikan menambahkan berat penutup container agar berat total
container seperti pada saat menimbang berat tanah basah sebelumnya.
E. Analisis Data dan Hasil
Praktikan memperoleh data praktikum berupa berat tanah basah dan
container, berat tanah kering dan container, dan berat container. Data-data
yang telah didapatkan ini kemudian digunakan untuk mencari berat tanah
kering, berat air, kadar air, batas plastis, dan plasticity index (PI) tanah
tersebut.

Pertama-tama, praktikan mencari nilai berat tanah kering dengan


mengurangkan berat tanah basah dan container dengan berat container. Lalu,
praktikan mencari nilai berat tanah basah dengan mengurangkan berat tanah
basah dan container dengan berat tanah kering dan container. Setelah itu,
praktikan mencari kadar air dengan membandingkan berat tanah basah
dengan berat tanah kering. Nilai kadar air yang praktikan dapatkan
merupakan nilai batas plastis dari sampel tanah tersebut. Untuk sampel
pertama, praktikan mendapatkan nilai batas plastis sebesar 43,11%,
sedangkan untuk sampel kedua praktikan mendapatkan nilai batas plastis

22
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

sebesar 43,15%. Nilai batas plastis rata-rata yang praktikan dapatkan adalah
43,13%.

Setelah mendapatkan nilai batas plastis rata-rata, praktikan mencari


nilai PI dengan mengurangkan batas cair dari percobaan liquid limit dengan
nilai batas plastis yang didapatkan pada percobaan ini. Batas cair yang
digunakan adalah 63,81% atau batas cair dari cara grafik karena lebih akurat.
Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan nilai PI sebesar 20,68%.
Semakin besar nilai PI, maka jumlah partikel lempung dalam tanah semakin
banyak. Sedangkan jika PI rendah, maka dengan sedikit pengurangan kadar
air akan berakibat tanah menjadi kering dan sebaliknya, jika kadar air
bertambah sedikit maka tanah akan menjadi cair. Dengan mengacu pada tabel
klasifikasi indeks plastisitas Burmister, tanah yang digunakan dalam
praktikum ini dapat dikategorikan sebagai tanah very high plasticity dengan
kandungan mineral Kaolinite.

Berdasarkan tabel derajat ekspansif yang ada di teori tambahan,


praktikan dapat menyimpulkan bahwa sampel tanah ini memiliki derajat
ekspansif yang tinggi karena nilai indeks plastisitasnya di antara 15% - 28%.

F. Analisis Kesalahan
Dalam praktikum ini, praktikan dapat melakukan beberapa kesalahan,
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Air suling yang dicampur dengan tanah tidak diaduk dengan
benar sehingga tanah belum homogen. Untuk mengatasinya,
praktikan mengaduk tanah dan air suling dengan benar sehingga
tanah tercampur secara homogen.
2. Container yang telah dimasuki oleh sampel tanah tidak segera
ditutup sehingga kadar air berkurang akibat penguapan. Untuk
mengatasinya, praktikan segera menutup container yang telah
dimasuki sampel tanah.
3. Berat penutup container belum ditambahkan saat menghitung
kadar air. Untuk mengatasinya, praktikan menambahkan berat
penutup container saat menghitung kadar air.

23
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

V. KESIMPULAN
Untuk menjawab tujuan praktikum, maka kesimpulan yang dapat
diambil dari hasil pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut :
1. Praktikum bertujuan untuk mencari kadar air pada batas plastis (plastic
limit) dari sebuah sampel tanah atau untuk menentukan batas terendah
kadar air ketika tanah dalam keadaan plastis, dan angka Indeks Plastisitas
suatu tanah.
2. Nilai batas plastis yang didapatkan sebesar 43.13%
3. Nilai indeks plastisitas yang didapatkan sebesar 20.68%. Nilai indeks
plastisitas ini menunjukkan bahwa tanah ini merupakan tanah dengan
very high plasticity dengan kandungan mineral Kaolinite.
4. Sampel tanah ini memiliki derajat ekspansif tinggi karena nilai indeks
plastisitasnya di bawah 15-28%.
VI. APLIKASI
Batas plastis diterapkan untuk menentukan konsistensi perilaku
material guna menguji kelayakan material tersebut dalam pekerjaan
konstruksi, mengetahui kekuatan tanah dalam menopang struktur yang akan
dibangun di atasnya, nilai keplastisan tanah digunakan untuk menentukan
bahan geosintetik yang tepat untuk memperbaiki struktur tanah
VII. REFERENSI
Buku Pedoman Praktikum Mekanika Tanah. (2017). Depok: Laboratorium
Mekanika Tanah.
Tin-Loi, F. (2009). Limit analysis by linear programming. Plastic analysis
and design of steel structures. Elsevier, Amsterdam, 163-193.
Wagner, J. F. (2013). Mechanical properties of clays and clay minerals. In
Developments in Clay Science (Vol. 5, pp. 347-381). Elsevier.
Chen, F. H. (2012). Foundations on expansive soils (Vol. 12). Elsevier
VIII. LAMPIRAN

24
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Gambar 1. 10 Proses Persiapan Praktikum


Sumber : Video Praktikum

Gambar 1. 11 Proses Uji Coba Praktikum


Sumber : Video Praktikum

25
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Gambar 1. 12 Proses Uji Coba Praktikum


Sumber : Video Praktikum

26
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

d) SHRINKAGE LIMIT (BATAS SUSUT)


I. PENDAHULUAN
A. Standar Acuan dan Referensi
ASTM D 427 "Standard Test Method for Shrinkage Factors of Soils by the
Mercury Method"
AASHTO T 92 "Standard Method of Test for Determining the Shrinkage
Factors of Soils"
SNI 3422:2008 "Cara uji penentuan batas susut tanah"

B. Maksud dan Tujuan Percobaan

Mencari kadar air pada batas susut dari suatu sampel tanah.

C. Alat – alat dan Bahan


a. Alat
• Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram
• Coated dish
• Shrinkage dish
b. Bahan
• Air Raksa
• Sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM sebanyak ± 1 kg
• Vaselin

Gambar 1. 13 Peralatan praktikum shrinkage limit: a) Shrinkage dish;


b) Coated dish; c) Air Raksa
Sumber : Modul Praktikum (2017)

27
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

D. Teori dan Rumus yang Digunakan


Shrinkage limit adalah kadar air pada batas keadaan semi plastis dan
beku. Di dalam laboratorium, shrinkage limit didefinisikan sebagai batas di
mana tidak akan terjadi perubahan volume pada massa tanah, apabila kadar
airnya dikurangi. Pada tahapan ini tanah mengering tanpa diikuti perubahan
volume. Batas susut ditunjukkan dengan kadar air tanah pada tahap
mengering dan tidak terdapat perubahan/pengurangan volume. Rumus yang
digunakan:

(𝑤𝑤 − 𝑤𝑑 ) − (𝑉𝑤 − 𝑉𝑑 )𝜌𝑤


𝑆𝐿 = × 100%
𝑤𝑑

Dengan :
ww = berat tanah basah
wd = berat tanah kering
Vw = volume tanah basah
Vd = volume tanah kering
ρw = berat jenis air = 1 gram/cm3
𝑤𝑑
𝑆𝑅 = × 100%
𝑉𝑑

E. Teori Tambahan
Pada shrinkage limit atau batas susutnya, jika kadar air terus
dikurangi, udara akan masuk ke rongga-rongga di tanah sehingga volume dari
tanah tersebut tetap konstan (Grubeša et al., 2016). Dengan mendapat nilai
batas susut, kita dapat mengetahui shrinkage factors seperti shrinkage ratio,
shrinkage index, dan volumetric shrinkage. Faktor-faktor susut ini membantu
dalam proses mendesain struktur yang akan dibuat di lokasi tempat tanah
tersebut diuji. Grubeša mendefinisikan faktor-faktor susut tersebut sebagai
berikut:
• Shrinkage ratio didefinisikan sebagai rasio antara berat tanah kering
dengan volumenya.
• Shrinkage index didefinisikan sebagai selisih antara batas plastis dan
batas susut dari tanah.

28
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

• Volumetric shrinkage didefinisikan sebagai berkurangnya volume tanah


saat kadar airnya dikurangi dengan persentase tertentu menuju batas
susutnya.
Menurut Roman (Triastuti, 2017), derajat ekspansif tanah dapat
diklasifikasikan berdasarkan batas susutnya dengan menggunakan tabel
berikut ini:
Tabel 1. 12 Klasifikasi derajat ekspansif tanah berdasarkan batas susutnya
Batas Susut Derajat Ekspansif
<15 Rendah
15-30 Medium
30-40 Tinggi
>40 Sangat Tinggi
Sumber : Triastuti, 2017
Berdasarkan nilai attenberg limits, kandungan dalam tanah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 1. 13 Klasifikasi mineral dalam tanah berdasarkan Atterberg Limit

Sumber : Mitchell dan Soga (1993)


II. PRAKTIKUM
D. Persiapan Praktikum
1. Menyiapkan tanah lolos saringan No. 40 ASTM.
2. Menyiapkan air suling dan botol penyemprot.
3. Menimbang coated dish dan container yang diperlukan.
E. Jalannya Praktikum

29
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

1. Memasukkan butiran tanah ke dalam mangkuk porselen dan memberi air


suling secukupnya kemudian mengaduknya dengan spatula hingga
homogen.
2. Memperlakukan sampel tanah yang sudah homogen tersebut seperti pada
langkah-langkah percobaan liquid limit, mengusahakan tanah telah
merapat sepanjang 0.5 inci pada kisaran 20-25 ketukan.
3. Mengambil sampel tanah dari alat cassagrande tersebut ke dalam coated
dish yang sudah diolesi vaseline. Lalu, mengetuk-ngetuk coated dish agar
sampel tanah mengisi penuh seluruh bagian coated dish dan
permukaannya rata.
4. Menimbang sampel tanah dan coated dish tersebut.
5. Mengulangi percobaan tersebut sebanyak dua kali
6. Mendiamkan coated dish dan sampel tanah di udara terbuka kurang lebih
selama 18 jam agar tidak mengalami retak-retak akibat pemanasan secara
tiba-tiba.
7. Setelah 18 jam, memasukkan sampel tanah ke dalam oven
8. Setelah sekitar 18–24 jam di oven, mengeluarkan coated dish dan tanah
kering dari oven. Kemudian, menimbangnya lagi, dan kemudian
menghitung volume tanah basah dan volume tanah kering.

➢ Hitung volume tanah basah:


• Menimbang coated dish (w1).
• Memasukkan raksa ke dalam coated dish sampai penuh, lalu
meratakan permukaan raksa dengan pelat kaca agar sejajar dengan
pinggiran coated dish.
• Kemudian menimbang coated dish beserta isinya (w2).
• Volume tanah basah adalah:
𝑤𝐻𝑔 𝑤2 − 𝑤1
𝑉𝑤 = =
𝜌𝐻𝑔 𝜌𝐻𝑔
➢ Hitung volume tanah kering:
• Memasukkan raksa ke dalam shrinkage dish sampai penuh dan
ratakan dengan pelat kaca.

30
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

• Menimbang shrinkage dish beserta isinya sehingga diperoleh berat air


raksa dalam. (wHg+S)
• Mencelupkan sampel tanah kering ke dalam shrinkage dish yang
berisi raksa dengan menekannya secara hati–hati dengan pelat kaca
berkaki tiga sehingga permukaan sampel tanah benar–benar berada
tepat di permukaan air raksa. Sebagian raksa akan tumpah keluar.
Proses ini disebut sub-merging soil cake.

Gambar 1. 14 Proses sub-merging soil cake


Sumber : Modul Praktikum (2017)
• Mengeluarkan sampel tanah dan timbang kembali shrinkage dish +
raksa yang tersisa (wHg)
• Volume tanah kering adalah:
𝑤𝐻𝑔+𝑆 − 𝑤𝐻𝑔
𝑉𝑤 =
𝜌𝐻𝑔
F. Perbandingan Dengan ASTM
Percobaan yang dilakukan pada dasarnya menggunakan metode menurut
cara ASTM. Ada beberapa perbedaan percobaan yang dilakukan, dengan cara
ASTM D 427, yaitu:
• Pada percobaan di dalam laboratorium, coated dish yang telah diolesi
vaselin dan diisi tanah diketuk–ketuk agar tidak tersisa gelembung udara
di dalamnya. Sedangkan menurut standar ASTM D 427, coated dish
hanya digoyang–goyangkan.
• Pada metode ASTM alat yang dipakai untuk menampung tanah adalah
mangkuk porselen yang mempunyai diameter ±1.75 inch dan tinggi ±0.5
inch, sedangkan dalam percobaan di dalam laboratorium dipakai coated
dish.
III. PENGOLAHAN DATA

31
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

A. Data Hasil Praktikum


Tabel 1. 14 Data Hasil Pengamatan
A B
Berat tanah + coated dish 46,46 40,31
Berat coated dish 24,63 18,11
Berat coated dish + tanah
36,69 30,38
kering
Berat coated dish + merkuri 217,85 215,2
Berat merkuri + shrinkage dish 760,76 760,76
Berat shrinkage dish + raksa 650,14 648,3
Sumber : Hasil Praktikum (2021)
B. Perhitungan
Tabel 1. 15 Hasil Pengamatan Data
A B
Berat tanah + coated dish 46,46 40,31
Berat coated dish 24,63 18,11
Berat tanah basah 21,83 22,2
Berat coated dish + tanah
36,69 30,38
kering
Berat tanah kering 12,06 12,27
Berat coated dish + merkuri 217,85 215,2
Berat merkuri 193,22 197,09
Volume tanah basah 14,28 14,57
Berat merkuri + shrinkage dish 760,76 760,76
Berat shrinkage dish + raksa 650,14 648,3
Berat raksa yang dipindahkan 110,62 112,46
Volume tanah kering (Vd) 8,18 8,31
Shrinkage Limit 30,39 29,95
Shrinkage Ratio 147,51 147,62
Sumber : Hasil Praktikum (2021)
Keterangan :

32
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

(𝑤𝑤 − 𝑤𝑑 ) − (𝑉𝑤 − 𝑉𝑑 )𝜌𝑤


𝑆𝐿 = × 100%
𝑤𝑑

• Shrinkage Limit (SL)dish 1 = 30,39%


• Shrinkage Limit (SL)dish 2 = 29,95%

𝑤𝑑
𝑆𝑅 = × 100%
𝑉𝑑

• Shrinkage Ratio (SR)dish 1 = 147,51%


• Shrinkage Ratio (SR)dish 2 = 147,62%

Mencari nilai rata-rata SL dan SR :


𝑆𝐿𝑑𝑖𝑠ℎ 1 +𝑆𝐿𝑑𝑖𝑠ℎ 2
• SLrata-rata =
2
30,39+29,95
=
2
= 30,17%
𝑆𝑅𝑑𝑖𝑠ℎ 1 +𝑆𝑅𝑑𝑖𝑠ℎ 2
• SRrata-rata =
2
147,51+147,62
=
2
= 147,56%
IV. ANALISIS
A. Analisis Percobaan
Tujuan praktikum kali ini adalah mencari kadar air pada batas susut
dari suatu sampel tanah. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah sebagai berikut, timbangan dengan ketelitian 0.01 gram,
coated dish sebagai wadah pengujian, dan shrinkage dish yang juga berfungsi
sebagai wadah pengujian, sampel tanah lolos saringan No. 40 ASTM yang
sudah kering oven, dan vaselin untuk mengolesi coated dish agar tidak ada
tanah yang menempel.
Tahap pertama, praktikan menyiapkan tanah lolos saringan No.40
ASTM ovendry. Langkah terakhir dalam proses penyiapan adalah praktikan
menyiapkan coated dish atau container yang diperlukan.

33
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Tahap selanjutnya adalah proses percobaan, langkah pertama adalah


praktikan memasukkan butiran tanah ke dalam mangkuk porselen dan
memberikan air suling secukupnya, kemudian mengaduknya dengan spatula
hingga homogen. Batas susut dapat dicari jika tanah homogen. Langkah
kedua adalah praktikan memperlakukan sampel tanah yang sudah homogen
tersebut seperti pada langkah-langkah percobaan liquid limit. Praktikan
mengusahakan agar tanah telah merapat sepanjang 0.5 inch pada kisaran 20-
25 ketukan agar sesuai dengan ketentuan percobaan cassagrande yang
mensyaratkan batas cair pada ketukan ke-25. Kadar air tanah diperkirakan
optimum pada ketukan ke-25. Langkah ketiga adalah praktikan mengambil
sampel tanah dari alat cassagrande tersebut ke dalam coated dish yang sudah
diolesi vaseline. Kemudian, praktikan mengetuk-ngetuk coated dish agar
sampel tanah mengisi penuh seluruh bagian coated dish dan permukaannya
rata. Langkah keempat adalah praktikan menimbang sampel tanah dan coated
dish tersebut. Langkah kelima adalah praktikan mengulangi percobaan
tersebut sebanyak dua kali. Langkah keenam adalah praktikan mendiamkan
coated dish dan sampel tanah di udara terbuka kurang lebih selama 18 jam
agar tidak mengalami retak-retak akibat pemanasan secara tiba-tiba. Langkah
ketujuh adalah praktikan memasukkan sampel tanah ke dalam oven setelah 18
jam. Dan langkah terakhir, setelah 18-24 jam di oven, praktikan
mengeluarkan coated dish dan tanah kering dari oven. Kemudian, praktikan
menimbangnya lagi dan menghitung volume tanah basah dan tanah kering.
Untuk menghitung volume tanah basah, praktikan terlebih dahulu
menimbang coated dish (w1). Lalu, praktikan memasukkan raksa ke dalam
coated dish sampai penuh, lalu meratakan permukaan raksa dengan pelat kaca
agar sejajar dengan pinggiran coated dish. Setelahnya, praktikan menimbang
coated dish beserta isinya (w2). Volume tanah basah dapat dicari dengan
membandingkan berat raksa dengan massa jenisnya.
Untuk menghitung volume tanah kering, praktikan terlebih dahulu
memasukkan raksa ke dalam shrinkage dish sampai penuh dan meratakannya
dengan pelat kaca. Selanjutnya, praktikan menimbang shrinkage dish beserta
isinya sehingga diperoleh berat air raksa dalam shrinkage dish (wHg+s). Air

34
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

raksa digunakan karena air raksa memiliki sifat kohesif yang tinggi.
Akibatnya, air raksa tidak akan membasahi dinding kaca maupun sampel
tanah. Setelahnya, praktikan mencelupkan sampel tanah kering ke dalam
shrinkage dish yang berisi raksa dengan menekannya secara hati-hati dengan
pelat kaca berkaki tiga sehingga permukaan sampel tanah benar-benar berada
tepat di permukaan air raksa. Sebagian raksa akan tumpah keluar. Proses ini
disebut submerging soil cake. Kemudian, praktikan mengeluarkan sampel
tanah dan menimbang kembali shrinkage dish + raksa yang tersisa (WHg).
Volume tanah kering dapat dicari dengan membagi hasil pengurangan antara
berat raksa + shrinkage dish dan berat raksa dengan massa jenis raksa.
B. Analisis Data dan Hasil
Praktikan memperoleh data praktikum berupa praktikan akan
mendapat data berupa berat tanah basah + coated dish senilai 46.46 gram
untuk sampel A dan 40.31 gram untuk sampel B, berat coated dish sebesar
24.63 gram untuk sampel A dan 18.11 gram untuk sampel B, berat tanah
kering + coated dish sebesar 36.69 gram untuk sampel A dan 30.38 gram
untuk sampel B, berat raksa + coated dish sebesar 217.85 gram untuk sampel
A dan 215.2 gr untuk sampel B, berat raksa + shrinkage dish sebesar 760.76
gram untuk sampel A dan B, dan berat raksa + shrinkage dish (setelah sub-
merging soil cake) sebesar 650.14 gram untuk sampel A dan 648.3 gram
untuk sampel B.

Pertama-tama, Data-data yang telah praktikan dapatkan kemudian


diolah untuk mendapatkan berat tanah basah sebesar 21.83 gram untuk
sampel A dan 22.2 gram untuk sampel B, berat tanah kering sebesar 12.06
gram untuk sampel A dan 12.27 gram untuk sampel B, berat raksa sebesar
193.22 gram untuk sampel A dan 197.09 gram untuk sampel B, volume tanah
basah sebesar 14.28 cm3 untuk sampel A dan 14.57 cm3 untuk sampel B, berat
raksa setelah dikeluarkan sebesar 110.62 gram untuk sampel A dan 112.46
gram untuk sampel B, dan volume kering sebesar 8.18 gram untuk sampel A
dan 8.31 gram untuk sampel B. Setelah mendapatkan seluruh nilai ini,
praktikan mencari batas susut dan rasio susut. Setelah dilakukan
penghitungan, praktikan mendapat nilai rata-rata batas susut sebesar 30.17%

35
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

dan nilai rasio susut sebesar 147.56%. Rasio susut adalah indikator yang
menyatakan seberapa besar perubahan volume tanah akibat perubahan kadar
air di atas batas susut. Batas susut ditunjukkan dengan kadar air tanah pada
tahap mengering dan tidak terdapat perubahan/pengurangan volume. Apabila
kadar airnya dikurangi, tidak akan terjadi perubahan volume pada massa
tanah. Dan jika kadar airnya ditambah, akan terjadi perubahan volume pada
massa tanah

Nilai batas susut yang praktikan dapatkan bisa digunakan untuk


mengetahui derajat ekspansif dari tanah tersebut. Berdasarkan tabel yang
dicetuskan oleh Roman, praktikan dapat mengetahui bahwa tanah tersebut
dikategorikan sebagai tanah dengan derajat ekspansif yang sedang. Nilai
batas susut ini dipengaruhi oleh perubahan air yang berpengaruh pada
perubahan volume (Agustina dan Fitriyana, 2019).

C. Analisis Kesalahan
Dalam praktikum ini, praktikan dapat melakukan beberapa kesalahan,
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Air suling yang dicampur dengan tanah tidak diaduk dengan
benar sehingga tanah belum homogen. Untuk mengatasinya,
praktikan mengaduk tanah dan air suling dengan benar sehingga
tanah tercampur secara homogen.
2. Coated dish belum diolesi oleh Vaseline. Solusinya adalah
memastikan bahwa coated dish telah diolesi oleh Vaseline.
3. Ketidaktelitian praktikan dalam melakukan pengukuran dengan
timbangan. Solusinya adalah memastikan bahwa praktikan telah
teliti dalam melakukan pengukuran
V. KESIMPULAN
Untuk menjawab tujuan praktikum, maka kesimpulan yang dapat
diambil dari hasil pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut :
1. Nilai batas susut yang didapatkan sebesar 30.17%
2. Nilai rasio susut yang didapatkan sebesar 147.56%

36
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

3. Dari nilai batas susut yang didapat, dapat disimpulkan bahwa kadar air
ditambah sehingga kemungkinan ekspansif perubahan volume sangat
tinggi.
4. Sampel tanah ini dikategorikan sebagai tanah dengan derajat ekspansif
tinggi.
VI. APLIKASI
Batas susut diterapkan untuk menganalisis kecenderungan tanah
dalam mengalami penyusutan (shrinkage) dan pengembangan (swelling),
serta mengetahui kelayakan suatu tanah untuk dibebani struktur di atasnya,
seperti fondasi, jalan, maupun bendungan.
VII. REFERENSI
Buku Pedoman Praktikum Mekanika Tanah. (2017). Depok: Laboratorium
Mekanika Tanah.
Grubeša, I. N., Barisic, I., Fucic, A., & Bansode, S. S. (2016). Characteristics
and uses of steel slag in building construction. Woodhead Publishing

Agustina, S., & Fitriyana, L. (2019). Pengaruh feldspar dan ampas tebu
terhadap propertis tanah ekspansif. Reviews in Civil Engineering, 3(1)

Triastuti, N. S. (2017, November). Ekspansif soil solution in the villages at


Trenggalek. In AIP Conference Proceedings (Vol. 1903, No. 1, p.
090002). AIP Publishing LLC.

VIII. LAMPIRAN

Gambar 1. 15 Proses Persiapan Praktikum


Sumber : Video Praktikum

37
Atterberg Limits
Laboratorium Mekanika Tanah
Departmen Teknik Sipil – Fakultas Teknik
Universitas Indonesia

Gambar 1. 16 Proses Uji Coba Praktikum


Sumber : Video Praktikum

Gambar 1. 17 Proses Uji Coba Praktikum


Sumber : Video Praktikum

38
Atterberg Limits

Anda mungkin juga menyukai