Anda di halaman 1dari 11

KOMPETENSI PENGADILAN DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA DAN PELANGGARAN ATAS MEREK


(Studi Putusan Nomor 18-K/PM.II-09/AD/II/2019)
Mini Skripsi Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Hukum Hak Kekayaan Intelektual Kelas D

Dosen Pengajar :
Dr. Hj. Rika Ratna Permata, S.H., M.H
Dr. Not. Ranti Fauza Mayana Tanwir, S.H

Oleh :
Fadhel Ally Muhammad
110110180241

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS HUKUM
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam era globalisasi saat ini, perkembangan perekonomian dunia sangat pesat.
Kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi sangat berpengaruh dalam perkembangan
perekonomian. Barang dan/atau jasa yang ditawarkan dan diproduksi lebih bervariasi,
sehingga menumbuhkan kreativitas masyarakat. Barang dan/atau jasa yang diproduksi
merupakan suatu hasil dari kemampuan manusia yang dapat menimbulkan Hak Kekayaan
Intelektual (HKI).
Pada dasarnya HKI merupakan suatu hak yang timbul sebagai hasil kemampuan
intelektual manusia dalam berbagai bidang sehingga menghasilkan suatu produk yang
bermanfaat bagi masyarakat. Merek merupakan salah satu cabang HKI yang berpengaruh
dalam suatu produk barang dan/atau jasa. Merek diatur didalam Undang-undang Nomor 21
Tahun 1961, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor 14 Tahun
1997, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001. Dan tahun 2016 telah dikeluarkan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis.
Seperti yang diketahui, tindak pidana pemalsuan merek merupakan delik aduan
sebagaimana diatur dalam Pasal 95 Undang-Undang Merek. Implikasi dari delik aduan
berarti bagi pihak kepolisian sifatnya hanya menunggu adanya aduan dari pihak yang
dirugikan. Dengan kata lain jika tidak ada yang mengadu maka sekalipun telah terjadi
pemalsuan merek, aparat polisi dapat saja mengabaikan atau membiarkan pelaku bebas tanpa
diproses secara hukum. Pelaku dari delik aduan hanya dapat dituntut karena adanya aduan.
Berbeda dengan delik biasa seperti contoh dalam delik tindak pidana pencurian atau delik
jabatan dan lain-lain. Dalam delik biasa pelakunya dituntut oleh petugas tanpa harus
menunggu aduan dari pihak tertentu dengan perkataan lain tidak perlu ada aduan langsung
aparat kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Penegakan hukum di bidang merek, dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
terhadap pemilik merek yang mereknya telah didaftarkan. Perlindungan atas merek atau hak
atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan kepada negara kepada pemilik merek yang
terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Perlindungan atas merek terdaftar yaitu adanya
kepastian hukum atas merek terdaftar, baik untuk digunakan, diperpanjang, dialihkan, dan
dihapuskan sebagai alat bukti bila terjadi sengketa pelanggaran atas merek terdaftar.
Merek memiliki peranan yang penting bagi pemilik suatu produk yaitu membangun
loyalitas konsumen. Merek dapat pula dilakukan strategi pemasaran berupa pengembangan
produk kepada masyarakat pemakai atau kepada masyarakat konsumen, dimana kedudukan
suatu merek dipengaruhi oleh mutu suatu barang yang dihasilkan oleh perusahaan yang
mempunyai merek tersebut.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2,3, dan 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek, Merek terdiri dari tiga jenis. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada
barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Merek jasa adalah
merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa yang karakteristiknya
sama yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang - barang sejenis lainnya. Dalam Undang -
undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek juga dijelaskan pengertian bahwa merek adalah
merupakan tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka atau kombinasi dari
kesemuanya yang mempunyai ciri khas sendiri sehingga menjadi daya pembeda dengan
produk lain dan digunakan dalam perdagangan barang maupun jasa.
Pasal 3 Undang - undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu memberikan
hak eksklusif kepada pemilik merek. Hak eksklusif merupakan hak khusus yang diberikan
Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu
tertentu menggunakan merek tersebut, atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama atau badan hukum yang menggunakannya.

Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah tata cara gugatan atas pelanggaran merek terdaftar pada pengadilan
niaga ?
2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa merek di pengadilan dikaitkan dengan Nomor
20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan kasus dalam Putusan
Nomor 18-K/PM.II-09/AD/II/2019 ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Pemikiran
A. Kompetensi Mengadili
Dalam penyelesaian sengketa di pengadilan terdapat suatu hal yang dikenal dengan
kewenangan mengadili atau bisa disebut juga kompetensi mengadili. Kewenangan mengadili
dikenal menjadi dua, yaitu :
- Kewenangan/Kompetensi Relatif
Kewenangan/kompetensi relatif mengatur pembagian kekuasaan mengadili
antar badan peradilan yang sama, tergantung pada domisili atau tempat tinggal para
pihak (distributie van rechtsmacht), terutama tergugat. Pengaturan mengenai
kewenangan relatif ini diatur pada Pasal 118 HIR. Kewenangan relatif ini
menggunakan asas actor sequitor forum rei yang berarti yang berwenang adalah
Pengadilan Negeri tempat tinggal Tergugat.1
- Kewenangan/Kompetensi Absolut
Kewenangan/kompetensi absolut merupakan pemisahan kewenangan yang
menyangkut pembagian kekuasaan antara badan-badan peradilan, dilihat dari
macamnya pengadilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili (attributie
van rechtsmacht). Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman terdiri
dari Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha
Negara.2
B. Ruang Lingkup Peradilan Niaga
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, hingga saat ini Pengadilan Niaga
berwenang menangani perkara-perkara sebagai berikut:
a. Kepailitan dan PKPU, serta hal-hal yang berkaitan dengannya, termasuk kasus-
kasus actio pauliana dan prosedur renvoi tanpa memperhatikan apakah
pembuktiannya sederhana atau tidak (UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang);
b. Hak kekayaan intelektual:
• Desain Industri (UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri);

1
Sudikno Mertukusumo, 2010, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, hlm. 86
2
Ibid, hlm. 89
• Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu);
• Paten (UU No. 14 Tahun 2001tentang Paten);
• Merek (UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek);
• Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta).
c. Lembaga Penjamin Simpanan (UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan):
• Sengketa dalam proses likuidasi.
• Tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan
berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha.3

3
Hukum Online “Lingkup Kewenangan Pengadilan Niaga”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4d47fcb095f46/lingkup-kewenangan-pengadilan-niaga/
diakses pada minggu, 6 Desember 2020
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Spesifikasi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini bersifat deskriptis analitis yaitu
dengan menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh berupa data sekunder
mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan konseptualisasi Teori mengenai Kedaulatan
Virtual Sebagai Wujud Dari Perlindungan Pelanggaran Hak Cipta Dalam Pembajakan Film
Melalui Platform Digital.
B. Pendekatan
Sesuai dengan bidang kajian Ilmu Hukum maka pendekatan yang digunakan dalam
Penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menitikberatkan pada studi kepustakaan untuk
mengkaji arti, maksud dan keberadaan konseptualisasi Teori. Metode Sejarah Hukum (Legal
Historical Method) dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pengaturan khususnya
legislasi dan regulasi kedaulatan digital sehingga diketahui latar belakang dan prinsip-prinsip
hukum yang dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam linkunp digital di Indonesia.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data mempergunakan tahapan penelitian berupa Penelitian
Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Virtual (Virtually Research). Penelitian bahan
kepustakaan ini meliputi inventarisasi peraturan perundang-undangan nasional. Kemudian
penelitian terhadap berbagai kebijakan (policy) dan legislasi berkaitan dengan penemuan
hukum, khususnya tentang Kedaulatan Virtual Sebagai Wujud Dari Perlindungan
Pelanggaran Hak Cipta Dalam Pembajakan Film Melalui Platform Digital. dilakukan melalui
media teknologi informasi dan komunikasi (TIK) khususnya untuk memperoleh data
sekunder yang hanya didapatkan melalui situs di Internet. Studi Virtual (virtually research)
dilakukan untuk melengkapi dan sekaligus menunjang Studi Kepustakaan (library research)
khususnya berkaitan dengan aktualitas bahan kepustakaan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Analisis
A. Tata Cara Gugatan Atas Pelanggaran Merek Terdaftar Pada Pengadilan Niaga
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis, Pasal 83, maka ada beberapa hal penting yang perlu diketahui yaitu:
Terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek, maka Pemilik Merek
terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan ke pengadilan
niaga dengan bukti pihak lain telah menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dari pemilik merek
terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar; Gugatan yang diajukan berupa ganti
rugi; dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek
tersebut; Gugatan dapat pula diajukan oleh pemilik Merek terkenal berdasarkan putusan
pengadilan.Gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis telah mengatur mengenai Tata Cara Gugatan pada Pengadilan Niaga,
sebagaimana dinyatakan pada Pasal 85 ayat:
(1) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), Pasal 68, Pasal 74, dan Pasal
76 diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau
domisili telgugat.
(2) Dalam hal salah satu pihak bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
(3) Panitera mendaftarkan gugatan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan
kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan
tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
(4) Panitera menyampaikan gugatan kepada ketua pengadilan Niaga dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(5) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan
disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ketua Pengadilan Niaga mempelajari
gugatan dan menunjuk majelis hakim untuk menetapkan hari sidang.
(6) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah
gugatan didaftarkan.
(7) Sidang pemeriksaan sampai dengan putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus diselesaikan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah perkara diterima
oleh majelis yang memeriksa perkara tersebut dan dapat diperpanjang paling lama 30
(tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(8) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
(9) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (8) wajib disampaikan
oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas
gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diucapkan.
Penjelasan Pasal 85 ayat (4) Yang dimaksud dengan "hari" adalah hari kalender.
Pasal 86. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara gugatan Merek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 berlaku secara mutatis mutandis terhadap syarat dan tata cara
gugatan Indikasi Geografis.
Mutatis mutandis, ialah dengan perubahan seperlunya; dengan perbedaan yang sudah
dipertimbangkan.4
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagimana menjamin
ditaatinya hukum perdata materiil dengan peranturan hakim.Dapat pula dikatakan bahwa
hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagimana caranya menjamin
pelaksanaan hukum perdata materiil. Lebih tegas dikatakan bahwa hukum acara perdata
adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya mengajukan serta melaksanakan putusan
tersebut mengajukan tuntutan hak berarti meminta perlindungan hukum terhadap haknya
yang dilanggar oleh orang lain.5
B. Penyelesaian sengketa merek di pengadilan dikaitkan dengan Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan kasus dalam
Putusan Nomor 18-K/PM.II-09/AD/II/2019
Jika dikaitkan dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis. Maka seharusnya sengketa atas merek yang terjadi seharusnya diajukan di
pengadilan niaga seperti yang sudah di atur dalam pasal 83, akan tetapi pada perkara yang
terjadi dalam putusan nomor 18-K/PM.II-09/AD/II/2019, sengketa tersebut diajukan di
peradilan militer, mengapa seperti itu? Karena dalam kasus tersebut yang menjadi terdakwa
merupakan seorang anggota militer. Sebagaimana yang dijelaskan diatas, terdapat

4
Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan Keenam, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009. hal. 285.
5
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Kelima, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. hal.94.
kompetensi mengadili dalam hal ini kompetensi absolut dimana pemisahan kewenangan yang
menyangkut pembagian kekuasaan antara badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya
pengadilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili dijelaskan pula dalam Pasal
24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman terdiri dari Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer Pasal 5 ayat
(1) dijelaskan jika Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di
lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan
memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, dan pada Pasal 9
dijelaskan jika Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:
1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu
melakukan tindak pidana adalah:
a) Prajurit;
b) yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
c) anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan
atau dianggai sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
d) seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c
tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman
harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan
Bersenjata.
3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang
bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang
ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus
memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
Maka dari itu sengketa merek yang terjadi dalam putusan nomor 18-K/PM.II-
09/AD/II/2019 diajukan di Pengadilan Militer karena terdakwa merupakan seorang anggota
angkatan bersenjata yang memang harus di adili di peradilan militer sesuai dengan yang
diatur dalam Pasal 9 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Penyelesaian sengketa atas pelanggaran merek di pengadilan niaga dapat dilakukan
apabila pemilik merek terdaftar dan/atau penerima lisensi merek terdaftar mengajukan
gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau
jasa yang sejenis berupa: gugatan ganti rugi; dan/atau penghentian semua perbuatan
yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Gugatan dapat pula diajukan oleh
pemilik merek terkenal berdasarkan putusan pengadilan. Dalam hal tergugat dituntut
menyerahkan barang yang menggunakan merek secara tanpa hak, hakim dapat
memerintahkan penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah
putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Berdasarkan kompetensi mengadili dalam hal ini kompetensi absolut, dimana adanya
pemisahan kewenangan yang menyangkut pembagian kekuasaan antara badan-badan
peradilan, maka dari itu sengketa atas merek yang terjadi tidak selalu di ajukan di
pengadilan niaga saja, dapat juga diajukan di pengadilan militer apabila sang
terdakwa merupakan anggota dari angkatan bersenjata.
Daftar Pustaka
Buku
Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan Keenam, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009
Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cahaya Atma Pustaka,Yogyakarta, 2010
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Kelima, Sinar Grafika, Jakarta,
2009

Dokumen Hukum
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer
Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Lain – Lain
Hukum Online “Lingkup Kewenangan Pengadilan Niaga”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4d47fcb095f46/lingkup-kewenangan-
pengadilan-niaga/

Anda mungkin juga menyukai