Anda di halaman 1dari 33

1

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HAMBATAN BERDIRI PADA LANSIA DI DESA

CEPOKOMULYO KECAMATAN GEMUH

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :

SOLIKHATUN

NIM : SK. 117.031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL

KENDAL, OKTOBER 2020


2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah seorang yang memiliki usia lebih dari atau sama

dengan 55 tahun (WHO,2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai

menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejeas (Darmojo,2015). World Health Organization

(WHO) telah mengidentifikasikan lansia sebagai kelompok masyarakat

yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental (Indrayani,2017).

Jumlah lanjut usia diseluruh dunia saat ini diperkirakan lebih dari 629

juta jiwa (1 dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun

2025 lanjut usia akan mencapai 1,2 miliyar (Nugroho,2008).

Jumlah lansia Indonesia tahun 2017 menunjukkan jumlah lanjut

usia usia (> 60 tahun dijawa tengah mencapai 12,59% dari sekitar 34

juta total penduduk. Jumlah penduduk lanjut usia di Jawa Tengah

10.34%. Jumlah penduduk lansia di Kota Semarang 377.499 dari

1.575.068 dari jumlah penduduk 773.764 jiwa laki laki dan 801.304

juwa penduduk perempuan (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2015).

Jumlah penduduk lansia di Kota Kendal pada tahun 2016 yang

berumur 60 tahun keatas sejumlah laki laki 20.517 jiwa dan


3

perempuannya 17.731 jiwa dan pada tahun 2017 yang berumur 60-70

jiwa sebanyak laki-laki 39.881 jiwa dan perempuan 38.132 jiwa.

Dilihat dari jumlah trsebut, terjadi peningkatan di Kabupaten Kendal

(Dinas Kesehatan Kendal,2017).

Proses Menua (Aging) adalah proses alami yang disertai adanya

penurunan kondisi fisik, pskikologis maupun sosial yang salng

berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi

menimbulkan masalah kesehatan secara umum kesehatan jiwa secara

khusus pada lansia (Azizah, 2011). Hambatan mobilitas fisik

merupakan masalah yang sering dijumpai pada lansia akibat berbagai

masalah fisik, dimana suatu keadaan lansia yang mengalami

keterbatasan gerakan fisik atau kekakuan sendi. Itulah dapat

menyebabkan hambatan untuk melakukan aktivitas misalnya berjalan

pada kesehariannya (Potter 2012). Salah satu penyebab terjadinya

hambatan mobilitas fisik adalah gangguan neuromuskular (Riyadi,

2015).

Penyebab kemunduran fisik ini merupakan suatu perubahan pada

sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tetapi karena proses menua

(Hurlock,1994). Seorang lansia akan mengalami kendala atau

ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu, berarti tidak mampu

melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain, baik

sebagian dibantu (ketergantungan ringan atau sedang) maupun

ketergantungan seluruhnya (ketergantungan total atau berat) (Nursari


4

dan Fitriyani, 2002).Berdasarkan Nanda (2018) hambatan berdiri

merupakan bagian dari kemunduran fisik. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi hambatan berdiri atau keterbatasan kemampuan secara

mandiri atau terarah untuk menciptakan dan mempertahankan posisi

tegak dari kaki sampai kepala, yaitu gangguan Emosi, kekurangan

energi, kekuatan otot tidak memadai, malnutrisi, obesitas dan nyeri.

Berdasarkan sebuah penelitian menurut Liu (2010) tentang pengaruh

Senam TaiChi Terhadap Peningkatan Keseimbangan Dinamis dan

Penurunan Faktor Resiko Jatuh Pada Lanjut Usai menyatakan bahwa

senam tai chi melakukan berbagai gerakan dengan menggunakan

dominasi gerakan pernafasan melalui gerakan kaki dengan lutut yang

berfokus pada penempatan kaki, posisi kepala tegak dapat

mengintegrasikan keseimbangan yaitu kekuatan otot akibatnya

keseimbangan dapat tercapai baik saat diam maupun bergerak.

Faktor faktor yang mempengaruhi hambatan berdiri; Gangguan

Emosi (Nanda, 2018). Pada lanjut usia, permasalahan psikologis

terutama akan muncul bila mereka tidak berhasil menemukan solusi

terbaik bagi masalah yang timbul. Masalah yang timbul akan

mempengaruhi emosi pada lansia dan mengakibatkan rasa tersisih,

tidak dibutuhkan lagi, ketidak-ikhlasan menerima kenyataan baru

seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, merupakan sebagian

kecil dari keseluruhan perasaan/emosi yang tidak nyaman dan harus

dihadapi (Kathryn,2019). Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan


5

Gangguan emosi pada lansia oleh Ladyani (2013) tentang Hubungan

Antara Tingkat Depresi dengan Aktivitas Mobilisasi Lansia Di Panti

Werdha Natar Lampung Selatan Tahun 2013. Untuk aktivitas

mobilisasi menunjukkan sebagian besar (84,6 %) lansia memiliki

kemandirian secara utuh, 13,5% lansia memiliki kemandirian terbatas,

dan 1,9% lansia tidak mandiri dalam melakukan mobilisasi.Hal ini

menunjukkan perlunya dilakukan perawatan yang intensif kepada para

lansia untuk mengurangi tingkat depresi yang terjadi, sehingga

meningkatkan kualitas hidup lansia itu sendiri.

Hambatan berdiri ada hubungannya dengan kekurangan energy

KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh

rendahnyakonsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari

sehingga tidakmemenuhi kecukupan yang dianjurkan (Adriani dan

Wijatmadi, 2012). Kekurangan energi juga mengakibatkan

berkurangnya tenaga untuk berdiri secara mandiri untuk

mempertahankan posisi tegak dari kaki sampai kepala (Nanda, 2018).

Hasil Penelitian terkait dengan kekurangan energi oleh Arisanti

(2014) tentang Gambaran Asupan Energi dan Zat Gizi Pada Lansia Di

Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama Indralaya menyatakan bahwa

Masih ditemukannya 48,9% lansia mempunyai asupan energi sedang,

40% lansia mempunyai asupan protein baik, 35,6% . Hal ini terjadi

karena pada kelompok lansia terjadi penurun kebutuhan energi

sehingga kebutuhan karbohidratnya pun ikut menurun. Hal ini


6

disebabkan karena tidak semua makanan yang disajikan dihabiskan

oleh lansia yang disebabkan oleh menurunnya fungsi indera perasa

karena menurunya taste buds yang tinggal 36% dan penurunan

efisiensi absorpsi protein oleh tubuh. Asupan energi ini disesuaikan

dengan kebutuhan seseorang dan setiap orang tidak sama

kebutuhannya, jika seseorang mengalami kekurangan atau kelebihan

gizi akan dapat menimbulkan penyakit (Notoatmodjo,2013).

Kondisi terkait hambatan berdiri yaitu karena adanya Penurunan

kekuatan otot merupakan salah satu perubahan yang nyata dari proses

penuaan. Banyak faktor yang menyebabkan menurunnya kekuatan

otot. Faktor utamanya adalah penurunan massa otot (Lambert&Evans,

2002). Menurunnya kekuatan otot pada proses penuaan terjadi akibat

kebocoran kalsium dari protein dalam sel otot yang disebut ryanodine

yang kemudian memicu terjadinya kejadian yang membatasi kontraksi

serabut otot. Kalsium akan berkurang dan dapat menyebabkan

penurunan kontraksi otot Anderssonet al. (2011). Hasil penelian

Pinontoan (2015) tentang Gambaran Kekuatan Otot Pada Lansia Di

BPLU Senja Cerah Paniki Bawah. Responden yang berada dalam

kelompok umur 60-69 tahun memiliki rerata kekuatan otot yang lebih

besar dibanding kelompok umur 70-79 tahun, 80-89 tahun dan 90-99

tahun saat fleksi siku, ekstensi siku dan abduksi bahu. Sementara itu,

kelompok umur 80-89 tahun dan 90-99 tahun secara konsisten

memiliki rerata kekuatan otot yang rendah pada tiap gerakan. Hal
7

tersebut menunjukan bahwa seiring bertambahnya usia kekuatan otot

semakin menurun. Hal ini disebabkan karena sebagaian besar

responden didapatkan bahwa cukup banyak yang sebelumnya sering

melakukan latihan beban.

Masalah hambatan berdiri bisa juga disebabkan oleh Malnutrisi

pada lansia (Nanda, 2018). Tanda gejala malnutrisi pada lansia di

tandai dengan menurunnya nafsu makan, kesulitan menelan karena

berkurangnya air liur, cara makan yang lambat karena masalah pada

gigi, mual karena depresi dan gangguan status fungsional (Nugroho,

2009). Malnutrisi yang terjadi pada hambatan berdiri, ketika tubuh

tidak mendapatkan cukup nutrisi. Penyebabnya berupa pola makan

yang buruk, kondisi pencernaan, atau penyakit lain, yang berakibat

menurunnya berat badan dan kurangnya energi pada tubuh.

(WHO,2004).

Berdasarkanhasil penelitian terkait dengan malnutrisi pada lansia

menurut Sari 2019. Responden lansia yang mengalami malnutrisi lebih

banyak terjadi pada responden dengan jenis kelamin perempuan, umur

>67 tahun. Hasil analisis didapatkan nilai OR dari variabel Sulit

mengunyah adalah 5,546, artinya responden yang sulit mengunyah

memiliki peluang malnutrisi sebesar 5,546 kali lebih tinggi

dibandingkan responden yang tidak sulit mengunyah sulit menelan,

dan sulit merasakan ( Senjaya, 2016). Memiliki kesulitan dalam

mempertahankan posisi tegak saat berdiri juga dipengaruhi banyak


8

faktor, salah satunya yaitu Obesitas pada lansia (Nanda, 2018).

Gangguan yang melibatkan lemak tubuh berlebihan yang

meningkatkan risiko masalah kesehatan. Obesitas atau kelebihan berat

badan disebabkan karena pola konsumsi yang berlebihan terutama

makanan yang banyak mengandung lemak, protein dan karbohidrat

yang tidak sesuai dengan kebutuhan.Kurangnya aktivitas fisik

merupakan faktor utama yang menyebabkan berat badan berlebih atau

obesitas (Almatsier, 2011).

Hasil penelitian Rahayu (2017) tentang Hubungan Asupan Energi,

Karbohidrat dan Lemak dengan Status Obesitas Pada Lansia Di

Posyandu Lansia Wedra Utama Purwosari. Menyatakan bahwa Nilai

rata-rata status gizi lansia yaitu 26.31Kg/m2 ±4.48 yang berarti

sebagian besar lansia mengalami obesitas tingkat I. Nilai minimum

status gizi lansia sebesar 18.58 Kg/m2. Lansia dengan status gizi

normal memiliki pola makan baik sehingga dapat mengontrol status

gizi mereka. Nilai maksimum status gizi yaitu 43.20 Kg/m2, karena

proporsi tinggi badan lansia tidak sebanding dengan berat badan

yaitutinggi badan 133.5 cm memiliki berat badan 77 kg.

Faktor yang mempengaruhi hambatan berdiri yang paling sering di

alami lansia yaitu nyeri atau suatu kondisi dimana seseorang

merasakan perasaan yang tidak nyaman atau tidak menyenangkan yang

disebabkan oleh kerusakan jaringan yang telah rusak atau yang

berpotensi untuk rusak serta rasa sakitdantidaknyamanpadasendi,


9

yaitujaringan yang menghubungkan dan membantu pergerakan antara

dua tulang. Senditerdapat di seluruhtubuh misalnya pada pinggul, dan

lutut (Dharmady,2004 ). Sehingga lansia memiliki hambatan berdiri

dikarenakan rasa nyeri dirasakan terutama area lutut (Nanda, 2018).

Hasil Penelitain terkait dengan nyeri pada lansia oleh Nahariani

(2012) tentang Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Intensitas

Nyeri Sendi, bahwa hampir separuhnya yaitu 9 responden (42.86%)

mempunyai aktivitas fisik aktif dan mengalami intensitas nyeri

berat.Namun, aktivitas fisik dengan intensitas ringan dan sedang dapat

memperkuat dan menjaga kesehatan sendi.Pada lansia yang aktivitas

fisiknya aktif dan mengalami nyeri sendi agar mengurangi

aktivitasnya untuk menurunkan intensitas nyeri sendi yang dirasakan,

meskipun diharapkan lansia tetap aktif dimasa sesuai dengan

kemampuan fisiknya.

Permasalahan persendian sering terjadi pada lansia akibat proses

menua diantaranya kurangnya gerakan pada daerah persendian atau

aktivitas tubuh (Fauziah, 2013) Masalah persendian biasanya akan

berdampak pada jaringan disekitar persendian, sepeti otot, ligamen,

dan tendon. Seiring waktu, peradangan ini bisa menghancurkan

jaringan persendian. Efek dari kondisi ini akan membatasi aktivitas

keseharian, seperti sulit untuk berjakan dan mengguanakan tangan

(Admin, 2010). Hasil penyakit rematik pada lansia di jawa tengah

(25,5%) dari jumlah 60 lansia. Prevelensi rematik tertinggi pada umur


10

>75 tahun (33% dan 54,8%) (Riskesdas, 2013). Di Amerika, di

laporkan bahwa terdapat lebih dari 60.000.000 penderita osteoarthritis,

sampai penyakit ini disebut sebagai penyakit pasca pensiun. Sebagian

besar penderita osteoarthritis kelihatannya menderita obesitas. Sendi

yang sering dikenai osteoarthritis adalah sendi lutut, panggul dan

beberapa sendi kecil di tangan dan kaki (Yatim, 2006).

Data studi pendahuluan di Desa Cepokomulyo pada 30 oktober

2020 menunjukkan data jumlah lansia didapatkan 10 responden terdiri

dari 1 laki-laki dan 9 perempuan yang mengalami hambatan berdiri

yaitu 1 lansia perempuan mengalami gangguan emosi berupa rasa

penyesalan dengan pengobatan yang salah, 2 lansia terdiri dari 1 laki-

laki dan 1 perempuan mengalami kekurangan energi pada saat ingin

berdiri dan harus di bantu, 2 lansia terdiri dari 1 laki-laki dan 1

perempuan lansia memiliki gangguan otot yang kurang memadai, , 1

lansia perempuan mengalami obesitas dengan BB 60 kg TB 160 cm

dan 10 lansia mengalami nyeri pada area panggul menjalar ke lutut

(dengan penyakit penyerta 9 lansia mengalami atritis reumatoid dan 1

lansia mengalami hipertensi). Mengalami hambatan berdiri yang

mengganggu aktivitas keseharian di karenakan gangguan berdiri.

Penyebabnya . Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang Gambaran Faktor-faktor yang mempengaruhi

Hambatan Berdiri pada lansia Di Cepokomulyo.


11

B. Rumusan Masalah

Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemmapuan jaringan

untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi

normalnya. Hambatan mobilitas fiisk merupakan masalah yang sering

dijumpai pada lansia akibat berbagai masalah fisik, dimana suatu

keadaan lansia yang mengalami keterbatasan gerakan fisik atau

kekakuan sendi. Itu dapat menyebabkan hambatan untuk melakukan

aktivitas misalnya berdiri sampai berjalan pada kesehariannya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas sehingga

peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Bagaimana Gambaran Faktor-

faktor yang mempengaruhi hambatan berdiri pada lansia di desa

Cepokomulyo?”

C. Tujuan penelitian

1. Mengetahui gambaran faktor-faktor hambatan berdiri pada lansia

di Desa Cepokomulyo

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakter responden meliputi : usia, jenis

kelamin dan penyakit yang di derita.

b. Mengidentifikasi Gangguan emosi pada lansia dengan

hambatan berdiri di desa cepokomulyo.

c. Mengidentifikasi kekurangan energi pada lansia dengan

hambatan berdiri di desa cepokomulyo.


12

d. Mengidentifikasi kekuatan otot pada lansia dengan hambatan

berdiri di desa cepokomulyo.

e. Mengidentifikasi kekurangan nutrisi pada lansia dengan

hambatan berdiri di desa cepokomulyo.

f. Mengidentifikasi obesitaspada lansia dengan hambatan berdiri

di desa cepokomulyo.

g. Mengidentifikasi nyeri pada lansia dengan hambatan berdiri di

desa cepokomulyo.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah :

a. Bagi peneliti

Hasil penelitian bermanfaat dalam mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi hambatan berdiri pada lansia dan di

harapkan depat menambah fererensi untuk penelitian

selanjutnya.

b. Keilmuan keperawatan

Hasil penelitian dapat menjadi referensi atau masuka bagi

program pengembangan adalam ilmu keperawatan di mata

kuliah keperawatan komunitas gerontik terutama tentang

mengetahui bagaimana gambaran faktor-faktor yang

mempengaruhi hambatan beridiri pada lansia.

E. Keaslian Penelitian
13

Penelitian tentang “Gambaran Faktor-faktor yang mempengaruhi

Hambatan Berdiri Pada Lansia di Desa Cepokomulyo Kecamatan

Gemuh” belum pernah di lakukan sebelumnya tetapi penelitian yang

sejenis pernah dilakukan. Penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel

1.1 dibawah ini.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

N Nama Judul Metode Hasil Perbedaan

o peneliti penelitian penelitian penelitian penelitian


1 Novia Karakteristik Kuantitati Permasalahan Variabel

Arizka aktivitas f yang terjadi penelitian

(2018) hambatan Deskriptif pada aktivitas berbeda,

berjalan hambatan desain

pada lansia jalan pada penelitian

atritis lansia atritis yang

reumatoid di reumatoid digunakan

UPTD meliputi berbeda,

puskesmas kemampuan tempat

II weleri berjalan penelitian

menanjak pada berbeda.

lansia

Kemampuan

berjalan di
14

permukaan

tidak rata pada

lansia atritis

reumatoid

Kemampuan

menaiki

tangga pada

lansia atritis

reumatoid

Kemampuan

menaiki

tangga pada

lansia atritis

reumatoid

Kekmampuan

menyusuri tepi

jalan pada

lansia atritis

reumatoid

Kemampuan

tidak mampu

berjalan

dengan jarak
15

tertentu pada

lansia atritis

reumatoid.
2 Chintyawati Hubungan Kuantitati Hasil Variabel

2014 antara Nyeri f penelitian ini penelitian

Reumatoid mneyimpulkan berbeda,

Atritis bahwa 20 desain

dengan responden penelitian

Kemandirian mengalami yang

dalam nyeri rendah digunakan

Aktivitas disertai berbeda,

Kehidupan dengan tingkat tempat

Sehari-Hari kemnadian penelitian

Pada Lansia yang tinggi, berbeda.

Di dan 19

POSBINDU responden

Karang mengalami

Mekar nyeri tinngkaat

Wilayah tinggi disertai

Kerja tingkat

Puskesmas kemandirian

Pisangan rendah. Hasi

Tangerang uji statistik

Selatan mengguanaka
16

Tingkat n uji chi

square di

peroleh hasil

bahwa

terdapat

hubungan

bermakna

antara nyeri

reumatoid

atritis dengan

tingkat

kemandirian

dalam

melakukan

aktivitas

sehari-hari

BAB II
17

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

1. Definisi Lansia

Lanjut usia merupakan tahap akhir prosses penuaan, dan lansia

merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut

Usia (Kemenkes, 2016). Lanjut usia merupakan suatu proses

menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan

memperbaiki kerusakan yang diderita (Padila,2013). Masa tua masa

dimana orang merasa puas dengan keberhasilannya, tetapi bagi

sebagian orang masa ini merupakan masa awal terjadinya kemunduran.

Masa tua di pandang sebagi masa kemunduran dan masa kelemahan,

namun masa tua dialami dengan cara yang berbeda-beda (Chintyawati,

2014). Lansia merupakan suatu unit yang juga menghendaki

kemandirian dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan

kesejahteraan (Rohaedi, 2016).

2. Batasan Lansia

Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :

a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.

b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

c. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.


18

d. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

e. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90

tahun.

Batasan lansia yang ada di indonesia adalah 60 tahun keatas.

Pernyataan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998

tentang kesejahteraan Lanjut Usia pada pasal 1 ayat 2 adalah

seorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Kemenkes,

2016).

3. Perubahan yang terjadi pada lansia

Pada dasarnya lansia mengalami beberapa perubahan pada fisik,

mental, sosial, spiritual, dan psikologis. Pada proses menua terjadi

perubahan pada system fisiologis / lansia, meliputi perubahan system

muskuluskeletal, saraf, kardiovaskuler, respirasi indra dan integumen

(Darmojo, 2011). Menurut Darmojo (2011) dan Maryam (2016).

Menerangkan bahwa pada lansia terjadi perubahan fisiologis pada

lansia diantaranya;

a. Perubahan kosndisi fisik

Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi;

1) Sel

Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan

tubuh menurun dan cairan intraseluler berkurang, proporsi

protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hasil menurun, jumlah


19

sel diotak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak

akan menjadi lebih dangkal dan melebar (Maryam, 2016).

2) Sistem integumen

Perubahan pada sistem integumen yaitu kulit keriput akibat

kehilangan jaringan lemak, kulit kering, dan kurang clastis

karena menurunnya cairan, kulit pucat dan terdapat bintik-binti

hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit, terjadi

perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerutan-

kerutan halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis,

pigmen kulit terganggu, produksi vitamin D meurun, kuku jari

tangan dan kaki menjadi keras serta rapuh, kuku kaki tumbuh

secara berlebihan dan seperti tanduk, pada wanita usia lebih

dari 60 tahun , rambut wajah meningkat, rambut menipis atau

botak, warna rambut kelabu dan meinipis serta jumlah da

fungsi kringat berkurang.

3) Sistem muskuloskletal

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang,

pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot sehingga

geraakn menjadi lambat, namun pada otot polos tidak begitu

terpengaruh, cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh

(osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan

menjadi kaku, kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami

sklerosis, gangguan gaya berjalan, kartilago yang meliputi


20

permukaan sendi tulang penyangga rusak, aliran darah ke otak

berkurang sejalan dengan proses menua, komposisi otot

berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan oleh lemak,

kolagen dan jaringan perut)

4) Sistem kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemamouan

jantungn memompa darah menurun 1% per tahun, dan

berkurangnya curah jantung. Berkurangnya heart rate terhadap

respon stress, elastisitas pembuluh darah menurun, aktivitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan

posisi tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan

tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan

pusing mendadak) tekanan darah meningkat akibat

meningkatnya restensi pembuluh darah perifer sehingga

tekanan darah meningkat, bertambah panjang dan lekukan,

arteri dan aorta intima bertambah tebal, seta fibrosis di media

arteri, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi

dan pendarahan.

5) Sistem perkemihan

Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal

menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang

akibatnya kemampuan mengonsentrasu urine menurun, filtrasi

gomeruls menurun sampai 50%, BJ urine menurun,


21

proteinuria, BUN (blood urea nitrogen) meningkat sampai 21

mg%, nilai ambang ginjal terhadap glokosa meningkat,

kapasitas kandung kemih menurun 200ml karena otot-tott

menjadi lemah, frekuensi berkemih meningkat, vesika urinari

sulit dikosongkan pada pria akibatnya retensi urine meningkat,

pemebsaran prostat (75% usia diatas 65 tahun), berat ginjal

menurun 30-50%, jumlah nefron menurun, dan kemampuan

untuk mengencerkan urine oleh ginjal menurun.

6) Sistem pernapasan

Otot- otot pernapsan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,

aktivitas silia menurun, elastisitas paru menurun, alveoli

ukurannya melebar dari biasanya dan jumlah menurun, terjadi

penyempitan pada bronkus, oksigen arteri menurun menjadi &

% mmHg, CO2 pada arteri tidak berganti dan berkurangnya

fleksi batu.

7) Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar,

rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu

pengosongan lambung menurun, peristaltik melemah sehingga

dapat mengakibatkan konstipasi, hilangnya sensitivitas safar

pengecap dilidah, terutama rasa manis , asin, asam dan pahit.

8) Sistem penglihatan
22

Kornea lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis

dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keuruh,

menjadi katarak sehingga menyebabkan gangguan penglihatan.

9) Sistem pendengaran

Presbiakusis atau penurunan pendengaran , membran timpani

menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis, penumpukan

serumen,sehingga mengeras karena meningkatnya keratyin,

pereubahan degeneratif osikel, bertambahnya obstruksi tuba

eustachii , berkurangnya persepsi nadi tinggi.

10) Sistem Persyarafan

Membran timpaniatrofi sehingga terjadi otosklerosis,

berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkuranya sel

kortikal, reaksi menjadi lambat, kuramg sensitif terhadap

sentuhan, berkurangnya aktivitas sel T, bertambahnya waktu

jawaban motorik, hambatan neuron motorik melemah,dan

kemunduran fungsi saraf otonom, terjadi pengumpulan

serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin dan

vertigo.

Stanly 2007 dan Kushariyadi (2009), mengidentifikasi

secara umum bebrerapa perubahan kondisi fisik pada lansia

yang dapat dilihat dari;

a. Perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf; otak,

isi perut; limpa, hati.


23

b. Perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan,

kecepatan dan belajar keterampilan baru

c. Perubahan panca indera ; penglihatan, pendengaran,

penciuman, perasa.

d. Perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan

kulit.

Pendapat (Nugroho, 2009). Menggambarkan tentang

perubahan kemunduran biologi yang terjadi pada lansia

adalah ;

a. Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastis

lagi. Fungsi kulit sebagai pengatur suhu tubuh

lingkungan dan mencegah kuman-kuman penyakit

masuk.

b. Rambut miulai rontok, berwarna putih, kering dan tidak

mengkilat.

c. Gigi mulai habis

d. Penglihatan dan pendengaran berkurang.

e. Mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang

lincah.

f. Keterampilan tubuh menghilang disana sini terdapat

timbunan lemak terutama pada bagian pinggul dan

perut.
24

g. Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara

jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara

keseluruhan menyusut, fungsinya menurun dan

kekuatannya berkurang.

h. Pembuluh darah penting khususnya yang terletak

dijantung dan otak mengalami kekakuan lapisan intim

menjadi kasar akibat merokok, hipertansi, diabetes

militus, kadar kolesterol tinggi dan lain lain yang

memudahkan timbulnya pengumpulan darah dan

thrombosis.

i. Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium)

menurun akibatnya tulang menjadi keropos dan mudah

patah.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa pada lansia akan terjadi banyak penurunan baik

secara fisiologis maupun anatomi yang pada akhirnya

mempengaruhi kehidupan lansia. Selain perubahan

fisiologis, terjdai juga perubahan psikologis yaitu

dengan munculnya berbagai penyakit, diantaranya

terkait dengan perubahan.

4. Permasalahan yang terjadi pada lansia

Pendapat Maryam (2011) menyebutkan bahwa masalah fisik yang

sering ditemukan pada lansia antara lain :


25

a. Mudah jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang mengakibatkan seseorang

mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih

rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.

b. Mudahn lelah

Mudah lelah pada lansia disebebkan oleh faktor psikologis

(perasaan bosan, keletihan, atau perasaan depresi), gangguan

organis (misalnya anemia, gangguan pada tulang), dan pengaruh

obat-obatan.

c. Kekacauan mental aku

Disebabkan oleh kekacauan, penyakt infeksi dengan demam tinngi,

alcohol, penyakit metabolisme, dan gangguan fungsi otak.

d. Nyeri dada

Disebabkan oleh penyakit jantung koroner, ancurisme atau, radang

selaput jantung dan gangguan pada system pernafasan.

e. Sesak napas saat beraktivitas

Disebabkan oleh kelmahan jantung, gangguan system pernafasan,

over weight, dan anemia.

f. Nyeri pada punggung dan sendi panggul

Disebabkan oleh gangguan sendi, susunan sendi pada susunan

antar tulang.

g. Sukar menahan buang air kecil

h. Gangguan tidur
26

B. Hambatan Berdiri

1. Definisi

Keterbatasan kemempuan secara mandiri atau terarah untuk

menciptakan dan / atau mempertahankan posisi tegak dari kaki sampai

ke kepala (Nanda, 2018).

2. Penyebab terjadinya hambatan beridiri

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik

tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Salah satu

penyebabnya terjadi hambatan mobilitas fisik adalah adanya gangguan

Neuromuskular (Riyadi, 2015).

3. Pentingnya mobilisasi pada lansia

Mobilisasi merupakan kemampuan lansia untuk bergerak secara bebas,

mudah dan teratur bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat

dan mobilisasi diperlukan unuk meningkatkan kesehatan aktivitas

kemandirian lansia dan memperlambat penyakit degenartif dan

keterbatasan hambatan gerak pada lansia (Potter, 2012). Mobilisasi

pada lansia merupakakan suatu aspek terpenting pada aktivitas karena

hal itu esensial untuk mempertahankan aktivitas kemandirian dan

keterbatasan fisik pada mobilisasi lansia dan untuk memperbaiki

sirkulasi darah, membuat nafas dan menstimulus kembali fungsi

gastrointestinal normal dan untuk mendorong menggerakkan kaki,

tungkai bawah supaya tidak terjdai keterbatasan pada fisik lansia

(Fauziah, 2013). Mobilisasi mengacu pada kemampuan seorang lansia


27

untuk bergerak dengan bebas saat beraktivitas dan imobilisasi

mengacu pada rentang banyak tingkatan aktivitas penting pada lansia

(Nanda, 2015).

Berdasarkan penilaian hambatan kemampuan beridiri pada lansia

No Hambatan kemampuan berdiri Ya Tidak


1 Hambatan kemampuan menyesuaikan
posisi tungkai bawah pada permukaan
rata.

2 Hambatan kemampuan posisi


seimbang terhadap batang tubuh

3 Hambatan kemampuan
merenggangkan panggul

4 Hambatan kemampuan
merenggangkan lutut

5 Hambatan kemmapuan gerakan fleksi


panggul

6 Hambatan kemampuan gerakan fleksi


lutut

7 Hambatan kemampuan
mempertahankan batang tubuh dalam
posisi seimbang

8 Hambatan kemampuan menekan


batang tubuh dengan berat badan

C. Faktor faktor yang Mempengaruhi Hambatan Berdiri


28

Menurut (Nanda, 2018) faktor yang mempengaruhi hambatan berdiri pada

lansia meliputi :

a. Gangguan emosi

b. Kekurangan energi

c. Malnutrisi

d. Kekuatan otot yang tidak memadai

e. Obesitas

f. Nyeri

Hambatan berdiri

Keterbatasan kemempuan secara


D. Kerangka Teori mandiri atau terarah untuk
menciptakan dan / atau
mempertahankan posisi tegak
dari kaki sampai ke kepala
(Nanda, 2018).
29

Perubahan-perubahan lanjut usia

1. Perubahan fisik
a. Sel
b. Sistem integumen
c. Sistem
muskuloskeletal
d. Sistem kardiovaskular
e. Sistem perkemihan
f. Sistem pernafasan
g. Sistem gastointestinal
h. Sistem penglihatan
Sistem pendengaran
i. Sistem persarafan
2. Perubahan mental
3. Perubahan psikososial
4. Perubahan spiritual Gangguan aktivitas atau hambatan
5. Perubahan fisiologis beridiri

1. Hambatan kemampuan
menyesuaikan posisi
tungkai bawah pada
Faktor yang berhubungan dengan permukaan rata.
hambatan berdiri 2. Hambatan kemampuan
posisi seimbang terhadap
1. Gangguan Emosi batang tubuh
2. Kekurangan energi 3. Hambatan kemampuan
merenggangkan panggul
3. Kekuatan otot yang tidak
4. Hambatan kemampuan
memadai merenggangkan lutut
4. Malnutrisi 5. Hambatan kemmapuan
5. Obesitas gerakan fleksi panggul
6. Hambatan kemampuan
6. Nyeri gerakan fleksi lutut
7. Obesitas 7. Hambatan kemampuan
8. Nyeri mempertahankan batang
tubuh dalam posisi
seimbang
8. Hambatan kemampuan
menekan batang tubuh
Gambar 2.1 kerangka teori dengan berat badan
Sumber : Modifikasi menurut darmojo (2011), Nanda (2018).
BAB III
30

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang

lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari

masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012). Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi

hambatan berdiri pada lansia, maka kerangka konsep dapat disusun

sebagai berikut :

Variabel tunggal

Gambaran faktor-faktor yang


mempengaruhi hambatan
berdiri pada lansia

Gambar 3.1 kerangka konsep

B. Desain penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk

menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa

kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian (umar, 2010).

Desain dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian suvei

deskriptif eksplorasi dan non hipotesis , yaitu peneliti hanya akan

mendeskripsikan variabel penelitian, yaitu gambaran faktor0faktor

yang mempengaruhi hambatan berdiri pada lansia untuk menemukan


31

fenomena baru yang terkait penjajagan tanpa menganalisis atau

menghubungkan antara variabel tersebut atau dengan variabel lain

(hidayat, 2009).

C. Populasi dan sampel penelitian

1. Popilasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu vaiabel yang menyangkut

masalah yang diteliti. Populasi bisa berupa orang, kejadian,

perilaku, atau suatu yang lain yang akan dilakukan penelitian

(Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia

yang berada di Desa Cepokomulyo sebanyak 35 orang yang

mengalami hambatan berdiri.

2. Sampel

Sampel merupakan suatu bagian dari jumlah atau objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

2012). Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang berada

di Desa Cepokomulyo yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan

responden. Semakin banyak sampel, maka hasil penelitian akan

lebih representif. Metode total sampling merupakan penentuan

sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai

responden atau sampel (Sugiyono, 2013). Total sampling dan total

angka yang diambil dalam penelitian sebanyak 35 responden yang

mengalami hambatan kemmapuan berdiri yang berada di Desa

Cepokomulyo.
32

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan nonprobability yaitu sampel jenuh atau sering

disebut juga total sampling dimana penentuan sampel dengan

mengambil seluruh anggota populasi 35 populasi sebagai

responden atau 35 sampel yang mengalami hambatan kemapua

beridiri (Sugiyono,2013). Adapun untuk memenuhi sampel

dilakukan pengambilan smapel perlu il sebagidilakukan kriteria

inklusi maupunkriteria ekslusi. Kriteria inklusi adalah kriteria yang

perlu di penuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil

sebagai sampel. Sedangkan kriteria ekslusi adalah anggota populasi

yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).

Maka di dalam penelitian ini kriteria inklusi dan ekslusi yaitu :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan karakterisik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan di teliti (Nursalam,

2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

1. Lansia yang masih kooperatif di Desa Cepokomulyo.

2. Lansia yang masih mempunyai fungsi kognitif

3. Lansia yang bersedia menjadi responden di Desa Cepokomulyo.

b. Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. Seperti


33

keadaan yang mengganggu pengukuran maupun interpretasi hasil,

ketidakmampuan pelaksanaan, hambatan etis, atau subjek menolak

berpartisipasi (Nursalam, 2012). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini

adalah :

1. Lansia yamg tidak ada di tempat saat pengambilan data.

2. Lansia yang saat pengambilan data tidak dalam kondisi mengalami

hambatan berdiri

D. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat

Lokasi penelitian merupakan tempat pengambilan penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Tempat penelitian dilakukan di Desa

Cepokomulyo.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian adalah rentang waktu yang digunakan untuk

pelaksanaan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini sudah

dilakukan pada Oktober 2020. Penelitian ini terdiri dari beberapa

tahap, yitu studi kepustakaan, pengajuan judul, studi pendahuluan,

mempesiapkan proposal penelitian, seminar proposal penelitian,

pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, penyusunan

laporan penelitian dan yang terakhir melakukan seminar hasil

penelitian.

Anda mungkin juga menyukai