Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut Usia adalah seorang yang memiliki usia lebih dari atau sama dengan

55 tahun (WHO,2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya

kemmapuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta

fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejeas (Darmojo,2015).

World Health Organization (WHO) telah mengidentifikasikan lansia sebagai

kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental

(Indrayani,2017). Jumlah lanjut usia diseluruh dunia saat ini diperkirakan lebih

dari 629 juta jiwa (1 dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun

2025 lanjut usia akan mencapai 1,2 miliyar (Nugroho,2008).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2017 menunjukkan

jumlah lanjut usia usia (> 60 tahun dijawa tengah mencapai 12,59% dari sekitar 34

juta total penduduk. Jumlah penduduk lanjut usia di Jawa Tengah 10.34%. Jumlah

penduduk lansia di Kota Semarang 377.499 dari 1.575.068 dari jumlah penduduk

773.764 jiwa laki laki dan 801.304 juwa penduduk perempuan (Profil Kesehatan

Kota Semarang, 2015). Jumlah penduduk lansia di Kota Kendal pada tahun 2016

yang berumur 60 tahun keatas sejumlah laki laki 20.517 jiwa dan perempuannya

17.731 jiwa dan pada tahun 2017 yang berumur 60-70 jiwa sebanyak laki-laki

39.881 jiwa dan perempuan 38.132 jiwa. Dilihat dari jumlah trsebut, terjadi

peningkatan di Kabupaten Kendal (Dinas Kesehatan Kendal,2017).


Proses Menua (Aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan

kondisi fisik, pskikologis maupun sosial yang salng berinteraksi satu sama lain.

Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum

kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Azizah,2011). Hambatan mobilitas fiisk

merupakan masalah yang sering dijumpai pada lansia akibat berbagai masalah

fisik, dimana suatu keadaan lansia yang mengalami keterbatasan gerakan fisik

atau kekauan sendi. Itulah dapat menyebabkan hambatan untuk melakukan

aktivitas misalnya berjalan pada kesehariannya (Potter 2012). Hurlock (1994)

mengemukakan bahwa penyebab kemunduran fisik ini merupakan suatu

perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tetapi karena proses

menua. Menurut Nursari dan Fitriyani (2002) seorang lansia akan mengalami

kendala atau ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu, berarti tidak mampu

melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain, baik sebagian dibantu

(ketergantungan ringan atau sedang) maupun ketergantungan seluruhnya

(ketergantungan total atau berat).

Berdasarkan Nanda (2018) ada beberapa faktor yang berhubungan dengan

hambatan berdiri atau keterbatasan kemampuan secara mandiri atau terarah untuk

menciptakan dan mempertahankan posisi tegak dari kaki sampai kepala, yaitu

Gangguan Emosi, kekurangan energi, kekuatan otot tidak memadai, malnutrisi,

obesitas dan nyeri. Faktor faktor yang berhubungan dengan hambatan berdiri;

Gangguan Emosi. Pada lanjut usia, permasalahan psikologis terutama akan

muncul bila mereka tidak berhasil menemukan solusi terbaik bagi masalah yang

timbul akibat proses menua. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidak-ikhlasan

menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh,

merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan/emosiyang tidak nyaman dan


harus dihadapi (Kathryn,2019). Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan

Gangguan emosi pada lansia Menurut Ladyani (2013) tentang Hubungan Antara

Tingkat Depresi dengan Aktivitas Mobilisasi Lansia Di Panti Werdha Natar

Lampung Selatan Tahun2013. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian kecil

(7,7%) lansia tidak mengalami depresi sedangkan 48,1% lainnya lansia

mengalami depresi ringan dan 23% dari lansia mengalami depresi berat. Untuk

aktivitas mobilisasi menunjukkan sebagian besar (84,6 %) lansia memiliki

kemandirian secara utuh, 13,5% lansia memiliki kemandirian terbatas, dan 1,9%

lansia tidak mandiri dalam melakukan mobilisasi. Hal ini menunjukkan perlunya

dilakukan perawatan yang intensif keada para lansia untuk mengurangi tingkat

depresi yang terjadi, sehingga meningkatkan kualitas hidup lansia itu sendiri.

Hambatan berdiri ada hubungannya dengan Kekurangan energi termasuk

kekurangan konsumsi karbohidrat sebagai penggantinya lemak akan terpakai dan

protein akan digunakan sebagai sumber energi. Apabila hal ini terus berlanjut,

akan terjadi Kurang Energi Protein (KEP), kekurangan energy juga

mengakibatkan berkurangnya tegana untuk berdiri secara mandiri untuk

mempertahankan posisi tegak dari kaki sampai kepala. Hasil Penelitian terkait

dengan kekurangan energi menurut Djafar tentang Dampak Pengetahuan Dan

Sikap Terhadap Tindakan Kader Posyandu Tentang Pedoman Umum Gizi

Seimbang (Pugs) Di Pondok Betung Pondok Aren. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa: (1) Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan

kader Posyandu tentang PUGS, (2) Tidak terdapat hubungan antara umur dengan

tindakan kader posyandu tentang PUGS, (3) Tidak terdapat hubungan antara

pekerjaan dengan tindakan kader posyandu tentang PUGS. (4) Terdapat hubungan

antara pengetahuan dengan tindakan kader posyandu tentang PUGS, (5) Tidak
terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan kader posyandu tentang PUGS.

Hasil uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan antara umur dengan

tindakan kader posyandu tentang PUGS. dengan nilai r= 0,187 dan P = 0,168

(P>0,05). Hal ini diduga karena umur yang semakin bertambah belum tentu dapat

menjadikan seseorang melakukan tindakan yang baik mengenai PUGS dengan

melakukan pesan-pesannya. Dalam jurnal Djafar Notoatmodjo menyatakan bahwa

asupan energi sangat penting artinya untuk kehidupan manusia, untuk

mempertahankan hidupnya manusia memerlukan berbagai unsur gizi yang sangat

diperlukan. Asupan energi ini disesuaikan dengan kebutuhan seseorang dan setiap

orang tidak sama kebutuhannya, jika seseorang mengalami kekurangan atau

kelebihan gizi akan dapat menimbulkan penyakit (Notoatmodjo,2013).

Kondisi terkait hambatan berdiri yaitu karena adanya Penurunan kekuatan

otot merupakan salah satu perubahan yang nyata dari proses penuaan. Banyak

faktor yang menyebabkan menurunnya kekuatan otot. Faktor utamanya adalah

penurunan massa otot (Lambert&Evans, 2002). Anderssonet al. (2011)

menyatakan bahwa menurunnya kekuatan otot pada proses penuaan terjadi akibat

kebocoran kalsium dari protein dalam sel otot yang disebut ryanodine yang

kemudian memicu terjadinya kejadian yang membatasi kontraksi serabut otot.

Kalsium akan berkurang dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi otot. Hasil

penelian Pinontoan (2015) tentang Gambaran Kekuatan Otot Pada Lansia Di

BPLU Senja Cerah Paniki Bawah. Responden yang berada dalam kelompok umur

60-69 tahun memiliki rerata kekuatan otot yang lebih besar dibanding kelompok

umur 70-79 tahun, 80-89 tahun dan 90-99 tahun saat fleksi siku, ekstensi siku dan

abduksi bahu. Sementara itu, kelompok umur 80-89 tahun dan 90-99 tahun secara

konsisten memiliki rerata kekuatan otot yang rendah pada tiap gerakan Hal
tersebut menunjukan bahwa seiring bertambahnya usia kekuatan otot semakin

menurun. Akan tetapi, pada gerakan fleksi bahu, ekstensi bahu, fleksi lutut,

ekstensi lutut dan dorsofleksi responden yang berada dalam kelompok umur 70-

79 tahun memiliki rerata kekuatan otot yang sedikit lebih besar dibanding dengan

responden yang berada dalam kelompok umur 60-69 tahun. Hal ini disebabkan

karena sebagaian besar responden terdistribusi pada mereka yang berumur

kisaran 70-79 tahun yang berjumlah 12 orang (46,2%). Selain itu, pada anamnesa

yang dilakukan saat penelitian didapatkan bahwa cukup banyak responden yang

berada dalam kelompok umur 70-79 tahun yang sebelumnya sering melakukan

latihan beban.

Masalah hambatan berdiri bisa juga disebabkan oleh Malnutrisi pada lansia

(Nanda, 2108). Menurunnya nafsu makan, kesulitan menelan karena

berkurangnya air liur, cara makan yang lambat karena masalah pada gigi, mual

karena depresi dan gangguan status fungsional (Nugroho, 2018). Malnutrisi yang

terjadi pada hambatan berdiri, ketika tubuh tidak mendapatkan cukup nutrisi.

Penyebabnya berupa pola makan yang buruk, kondisi pencernaan, atau penyakit

lain, yang berakibat menurunnya berat badan dan kurangnya energi pada tubuh.

Bentuk bahaya dari malnutrisi peningkatan faktor risiko terhadap penyakit infeksi

dan kematian akibat defisiensi vitamin A (WHO,2004).

Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan malnutrisi pada lansia menurut

Sari 2019 tentang Malnutrisi pada Lansia di Kota Pekanbaru menyatakan bahwa

Responden lansia yang mengalami malnutrisi lebih banyak terjadi pada responden

dengan jenis kelamin perempuan, umur >67 tahun. Hasil analisis didapatkan nilai

OR dari variabel Sulit mengunyah adalah 5,546, artinya responden yang sulit

mengunyah memiliki peluang malnutrisi sebesar 5,546 kali lebih nggi


dibandingkan responden yang dak sulit mengunyah setelah dikontrol oleh variabel

jenis kelamin, pendidikan, gangguan kognif, sulit menelan, dan sulit merasakan.

Memiliki kesulitan dalam mempertahankan posisi tegak saat berdiri juga

dipengaruhi banyak faktor, salah satunya yaitu Obesitas pada lansia (Nanda,

2018). Gangguan yang melibatkan lemak tubuh berlebihan yang meningkatkan

risiko masalah kesehatan. Obesitas atau kelebihan berat badan disebabkan karena

pola konsumsi yang berlebihan terutama makanan yang banyak mengandung

lemak, protein dan karbohidrat yang tidak sesuai dengan kebutuhan.Kurangnya

aktivitas fisik merupakan faktor utama yang menyebabkan berat badan berlebih

atau obesitas (Almatsier, 2011).

Hasil penelitian terkait dengan Obesitas Menurut Rahayu (2017) tentang

Hubungan Asupan Energi, Karbohidrat dan Lemak dengan Status Obesitas Pada

Lansia Di Posyandu Lansia Wedra Utama Purwosari. Nilai rata-rata status gizi

lansia di Posyandu Lansia Wedra Utama Purwosari yaitu 26.31Kg/m2 ±4.48 yang

berarti sebagian besar lansia mengalami obesitas tingkat I. Nilai minimum status

gizi lansia sebesar 18.58 Kg/m2. Lansia dengan status gizi normal memiliki pola

makan yang baik sehingga mereka dapat mengontrol status gizi mereka. Nilai

maksimum status gizi lansia yaitu 43.20 Kg/m2, karena proporsi tinggi badan

lansia tidak sebanding dengan berat badanya yaitu dengan tinggi badan 133.5 cm

memiliki memiliki berat badan 77 kg. Lansia yang memiliki status gizi obesitas

mengaku bahwa sejak dari kecil mereka sudah memiliki status gizi berlebih, tetapi

ada juga yang dikarenakan pola makan yang berlebihan dan seringnya

mengkonsumsi makan-makanan yang tinggi energi, karbohidrat dan lemak saat

masih muda.
Faktor yang berhubungan dengan hambatan berdiri yang paling sering di

alami lansia yaitu Nyeri atau suatu kondisi dimana seseorang merasakan perasaan

yang tidak nyaman atau tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kerusakan

jaringan yang telah rusak atau yang berpotensi untuk rusak serta rasa sakit dan

tidak nyaman pada sendi, yaitu jaringan yang menghubungkan dan membantu

pergerakan antara dua tulang. Sendi terdapat di seluruh tubuh misalnya pada

pinggul, dan lutut. Sehingga lansia memiliki hambatan berdiri dikarenakan rasa

nyeri dirasakan terutama area lutut.Hasil Penelitain terkait dengan nyeri pada

lansia menurut Nahariani (2012) tentang Hubungan Antara Aktivitas Fisik

dengan Intensitas Nyeri Sendi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa hampir

separuhnya yaitu 9 responden (42.86%) mempunyai aktivitas fisik aktif dan

mengalami intensitas nyeri berat. Namun, aktivitas fisik dengan intensitas ringan

dan sedang justru dapat memperkuat dan menjaga kesehatan sendi. Sehingga pada

lansia yang aktivitas fisiknya aktif dan mengalami nyeri sendi agar mengurangi

sedikit aktivitasnya untuk menurunkan intensitas nyeri sendi yang dirasakan,

meskipun diharapkan lansia tetap aktif dimasa tua tetapi harus disesuaikan dengan

kemampuan fisiknya.

Permasalan persendian sering terjadi pada lansia akibat proses menua

diantaranya kurangnya gerakan pada daerah persendian atau aktivitas tubuh

(Fauziah,2013) Masalah persendian biasanya akan berdampak pada jaringan

disekitar persendian, sepeti otot, ligamen, dan tendon. Seiring waktu, peradangan

ini bisa menghancurkan jaringan persendian. Efek dari kondisi ini akan membatasi

aktivitas keseharian, seperti sulit untuk berjakan dan mengguanakan tangan

(Admin,2010).
Hasil penyakit rematik pada lansia di jawa tengah (25,5%) dari jumlah 60 lansia.

Prevelensi rematik berdasarkan wawancara yang di diagnosa tenaga kesehatan

meningkat seiring dengan bertambahnya umur, prevelensi tertinggi pada umur

>75 tahun (33% dan 54,8%) (Riskesdas, 2013). Osteoarthritis biasanya terjadi

pada usia di atas 50 tahun. Di Amerika, di laporkan bahwa terdapat lebih dari

60.000.000 penderita osteoarthritis, sampai penyakit ini disebut sebagai penyakit

pasca pensiun. Sebagian besar penderita osteoarthritis kelihatannya menderita

obesitas. Perempuan lebih banyak menderita osteoarthritis daripada lelaki dan

terutama pada usia lanjut. Sendi yang sering dikenai osteoarthritis adalah sendi

lutut, panggul dan beberapa sendi kecil di tangan dan kaki (Yatim, 2006).

Data studi pendahuluan di Desa Cepokomulyo pada 30 oktober 2020

menunjukkan data jumlah lansia didapatkan 10 responden terdiri dari 1 laki-laki

dan 9 perempuan yang mengalami hambatan berdiri yaitu 1 lansia perempuan

mengalami gengguan emosi, 1 lansia laki-laki mengalami kekurangan energi, 2

terdiri dari 1 laki-laki dan 1 perempuan lansia memiliki gangguan otot yang

kurang memadai, 3 perempuan lansia mengalami malnutrisi , 1 lansia perempuan

mengalami obesitas dan 10 lansia mengalami nyeri pada area panggul menjalar ke

lutut (dengan penyakit penyerta 9 lansia mengalami atritis reumatoid dan 1 lansia

mengalami hipertensi). Mengalami hambatan berdiri yang mengganggu aktivitas

keseharian di karenakan gangguan berdiri. Berdasarkan data diatas maka peneliti

tertarik untuk meneliti tentang Gambaran Faktor-faktor yang mempengaruhi

Hambatan Berdiri pada lansia Di Cepokomulyo.


B. Rumusan Masalah

Lansia dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemmapuan jaringan untuk

memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga

tidak dapat bertahan terhadap jejeas (Darmojo,2015). Hambatan mobilitas fiisk

merupakan masalah yang sering dijumpai pada lansia akibat berbagai masalah

fisik, dimana suatu keadaan lansia yang mengalami keterbatasan gerakan fisik

atau kekauan sendi. Itulah dapat menyebabkan hambatan untuk melakukan

aktivitas misalnya berjalan pada kesehariannya (Potter 2012). Berdasarkan latar

belakang yang telah dipaparkan diatas sehingga peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Bagaimana Gambaran Faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan

berdiri pada lansia di desa Cepokomulyo?”

C. Tujuan penelitian

1. Mengetahui gambaran faktor-faktor hambatan berdiri pada lansia di Desa

Cepokomulyo

2. Tujuan khusus

Mengidentifikasi karakter responden meliputi : usia, jenis kelamin dan

penyakit yang di derita.

a. Mengidentifikasi Gangguan emosi yang berhubungan dengan hambatan

berdiri pada lansia di desa Cepokomulyo.

b. Mengidentifikasi kekurangan energi yang berhubungan dengan hambatan

berdiri pada lansia di desa Cepokomulyo

c. Mengidentifikasi kekuatan otot yang tidak memadai yang berhubungan

dengan hambatan berdiri pada lansia di desa Cepokomulyo

d. Mengidentifikasi kekurangan nutrisi berhubungan dengan hambatan

berdiri pada lansia di desa Cepokomulyo


e. Mengidentifikasi obesitas berhubungan dengan hambatan berdiri lansia di

desa Cepokomulyo

f. Mengidentifikasi nyeri berhubungan dengan hambatan berdiri pada lansia

di desa Cepokomulyo

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah :
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian bermanfaat dalam mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi hambatan berdiri pada lansia dan di harapkan depat
menambah fererensi untuk penelitian selanjutnya.
b. Keilmuan keperawatan
Hasil penelitian dapat menjadi referensi atau masuka bagi program
pengembangan adalam ilmu keperawatan di mata kuliah keperawatan
komunitas gerontik terutama tentang mengetahui bagaimana gambaran
faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan beridiri pada lansia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

1. Definisi Lansia

Lanjut usia merupakan tahap akhir prosses penuaan, dan lansia merupakan

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas berdasarkan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia (Kemenkes, 2016).

Lanjut usia merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Padila,2013). Masa tua masa

dimana orang merasa puas dengan keberhasilannya, tetapi bagi sebagian orang

masa ini merupakan masa awal terjadinya kemunduran. Masa tua di pandang

sebagi masa kemunduran dan masa kelemahan, namun masa tua dialami dengan

cara yang berbeda-beda (Chintyawati, 2014). Lansia merupakan suatu unit yang

juga menghendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan

kesejahteraan (Rohaedi, 2016).

2. Batasan Lansia

Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :

a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.

b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

c. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

d. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.


e. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.

Batasan lansia yang ada di indonesia adalah 60 tahun keatas. Pernyataan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan

Lanjut Usia pada pasal 1 ayat 2 adalah seorang yang telah mencapai usia 60

tahun keatas (Kemenkes, 2016).

3. Perubahan yang terjadi pada lansia

Pada dasarnya lansia mengalami beberapa perubahan pada fisik, mental, sosial,

spiritual, dan psikologis. Pada proses menua terjadi perubahan pada system

fisiologis / lansia, meliputi perubahan system muskuluskeletal, saraf,

kardiovaskuler, respirasi indra dan integumen (Darmojo, 2011). Menurut Darmojo

(2011) dan Maryam (2016). Menerangkan bahwa pada lansia terjadi perubahan

fisiologis pada lansia diantaranya;

a. Perubahan kosndisi fisik

Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi;

1) Sel

Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh menurun

dan cairan intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal,

darah, dan hasil menurun, jumlah sel diotak menurun, mekanisme

perbaikan sel terganggu, otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar

(Maryam, 2016).

2) Sistem integumen

Perubahan pada sistem integumen yaitu kulit keriput akibat kehilangan

jaringan lemak, kulit kering, dan kurang clastis karena menurunnya

cairan, kulit pucat dan terdapat bintik-binti hitam akibat menurunnya

aliran darah ke kulit, terjadi perubahan pada daerah sekitar mata,


tumbuhnya kerutan-kerutan halus di ujung mata akibat lapisan kulit

menipis, pigmen kulit terganggu, produksi vitamin D meurun, kuku jari

tangan dan kaki menjadi keras serta rapuh, kuku kaki tumbuh secara

berlebihan dan seperti tanduk, pada wanita usia lebih dari 60 tahun ,

rambut wajah meningkat, rambut menipis atau botak, warna rambut

kelabu dan meinipis serta jumlah da fungsi kringat berkurang.

3) Sistem muskuloskletal

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot

akibat menurunnya serabut otot sehingga geraakn menjadi lambat, namun

pada otot polos tidak begitu terpengaruh, cairan tulang menurun sehingga

mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan

menjadi kaku, kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis,

gangguan gaya berjalan, kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang

penyangga rusak, aliran darah ke otak berkurang sejalan dengan proses

menua, komposisi otot berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan

oleh lemak, kolagen dan jaringan perut)

4) Sistem kardovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemamouan jantungn

memompa darah menurun 1% per tahun, dan berkurangnya curah jantung.

Berkurangnya heart rate terhadap respon stress, elastisitas pembuluh darah

menurun, aktivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang,

perubahan posisi tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan

tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing

mendadak) tekanan darah meningkat akibat meningkatnya restensi

pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat, bertambah


panjang dan lekukan, arteri dan aorta intima bertambah tebal, seta fibrosis

di media arteri, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan

pendarahan.

5) Sistem perkemihan

Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun

sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang akibatnya kemampuan

mengonsentrasu urine menurun, filtrasi gomeruls menurun sampai 50%,

BJ urine menurun, proteinuria, BUN (blood urea nitrogen) meningkat

sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glokosa meningkat,

kapasitas kandung kemih menurun 200ml karena otot-tott menjadi lemah,

frekuensi berkemih meningkat, vesika urinari sulit dikosongkan pada pria

akibatnya retensi urine meningkat, pemebsaran prostat (75% usia diatas

65 tahun), berat ginjal menurun 30-50%, jumlah nefron menurun, dan

kemampuan untuk mengencerkan urine oleh ginjal menurun.

6) Sistem pernapasan

Otot- otot pernapsan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, aktivitas

silia menurun, elastisitas paru menurun, alveoli ukurannya melebar dari

biasanya dan jumlah menurun, terjadi penyempitan pada bronkus, oksigen

arteri menurun menjadi &% mmHg, CO2 pada arteri tidak berganti dan

berkurangnya fleksi batu.

7) Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar

menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung

menurun, peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi,


hilangnya sensitivitas safar pengecap dilidah, terutama rasa manis , asin,

asam dan pahit.

8) Sistem penglihatan

Kornea lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan

hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keuruh, menjadi katarak

sehingga menyebabkan gangguan penglihatan.

Stanly 2007 dan Kushariyadi (2009), mengidentifikasi secara umum

bebrerapa perubahan kondisi fisik pada lansia yang dapat dilihat dari;

a. Perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf; otak, isi perut;

limpa, hati.

b. Perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan

belajar keterampilan baru

c. Perubahan panca indera ; penglihatan, pendengaran, penciuman,

perasa.

d. Perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit.

Pendapat (Nugroho, 2009). Menggambarkan tentanf perubahan

kemunduran biologi yang terjadi pada lansia adalah ;

a. Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastis lagi. Fungsi

kulit sebagai pengatur suhu tubuh lingkungan dan mencegah

kuman-kuman penyakit masuk.

b. Rambut miulai rontok, berwarna putih, kering dan tidak mengkilat.

c. Gigi mulai habis

d. Penglihatan dan pendengaran berkurang.

e. Mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.


f. Keterampilan tubuh menghilang disana sini terdapat timbunan

lemak terutama pada bagian pinggul dan perut.

g. Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah

jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan

menyusut, fungsinya menurun dan kekuatannya berkurang.

h. Pembuluh darah penting khususnya yang terletak dijantung dan

otak mengalami kekakuan lapisan intim menjadi kasar akibat

merokok, hipertansi, diabetes militus, kadar kolesterol tinggi dan

lain lain yang memudahkan timbulnya pengumpulan darah dan

thrombosis.

i. Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium) menurun

akibatnya tulang menjadi keropos dan mudah patah.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada

lansia akan terjadi banyak penurunan baik secara fisiologis

maupun anatomi yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan

lansia. Selain perubahan fisiologis, terjdai juga perubahan

psikologis yaitu dengan munculnya berbagai penyakit, diantaranya

terkait dengan perubahan ------

4. Permasalahan yang terjadi pada lansia

Pendapat Maryam (2011) menyebutkan bahwa masalah fisik yang sering

ditemukan pada lansia antara lain :

a. Mudah jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak

terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran.
b. Mudahn lelah

Mudah lelah pada lansia disebebkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan,

keletihan, atau perasaan depresi), gangguan organis (misalnya anemia,

gangguan pada tulang), dan pengaruh obat-obatan.

c. Kekacauan mental aku

Disebabkan oleh kekacauan, penyakt infeksi dengan demam tinngi, alcohol,

penyakit metabolisme, dan gangguan fungsi otak.

d. Nyeri dada

Disebabkan oleh penyakit jantung koroner, ancurisme atau, radang selaput

jantung dan gangguan pada system pernafasan.

e. Sesak napas saat beraktivitas

Disebabkan oleh kelmahan jantung, gangguan system pernafasan, over weight,

dan anemia.

f. Nyeri pada punggung dan sendi panggul

Disebabkan oleh gangguan sendi, susunan sendi pada susunan antar tulang.

g. Sukar menahan buang air kecil

h. Gangguan tidur

Anda mungkin juga menyukai