Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN AUTISME

Disusun oleh :
Nabilla Suci Ariestya (02026018)

AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA KARYA JAYA


JAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa telah memberikan manusia akal pikiran sehingga makalah
ini terselesaikan. Dalam pembahasan kali ini kami ingin menjelaskanlukabakar. Diharapkan makalah ini
dapat membantu perawat dalam melaksanakankegiatan belajarnya dalam hal ini yang berhubungan
dengan metode pendidikan kesehatan pelaksanaan asuhan keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa Makalah ini tidak akan terwujud tanpa
bantuan, bimbingan, serta dorongan dari pihak lain, maka penulis menyampaikan ucapan banyak terima
kasih kepada ibu dosen yaitu Ns. Reni amiati S,kep selaku dosen pengajar keperawatan anak
Demikianlah makalah ini kami buat, dan kami juga menyadari bahwa makalah ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mohon kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritik
demi perbaikan makalah ini agar bisa lebih baik. Semoga dari hasilpembahasan ini bisa diambil hikmah
dan manfaatnya bagi kita semua. Selain itu kami juga senantiasa berharap agar kegiatan ini dapat
menambah hasanah berfikir kita untuk terus melangkah menyongsong masa depan sebagai generasi yang
terbaik.

Jakarta, 12 November 2021


Hormat kami,

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I.....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................4
1.2 Tujuan.........................................................................................................................................5
1.3 Manfaat.......................................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
TINJAUAN TEORITIS........................................................................................................................6
2.1 Definisi.........................................................................................................................................6
2.2 Etiologi........................................................................................................................................6
2.3 Manisfestasi Klinik......................................................................................................................7
2.4. Patofisiologi................................................................................................................................9
2.5 Tanda dan gejala.........................................................................................................................9
2.6 Pemeriksaan Diasnostik Autism................................................................................................10
2.7 Penatalaksanaan Terapi............................................................................................................10
2.8 Komplikasi.................................................................................................................................12
BAB III................................................................................................................................................13
KONSEP KEPERAWATAN..............................................................................................................13
3.1. PENGKAJIAN.........................................................................................................................13
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN................................................................................................14
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN............................................................................................15
3.4 IMPLEMENTASI.....................................................................................................................16
3.5 EVALUASI................................................................................................................................16
BAB IV................................................................................................................................................17
PENUTUP...........................................................................................................................................17
4.1 KESIMPULAN..........................................................................................................................17
4.2 SARAN......................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang
yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang
autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada
reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama
sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata,
sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner,
seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada
tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala
kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan
cara berkomunikasi yang aneh, Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya
miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan
budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki
kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini
dengan hasil yang lebih baik. Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada
dan Jepang pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada tahun
2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang
kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan
semakin besar.
Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme
masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Di
Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun.
Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan
ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan
dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak
menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak
perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang
berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang
namun diperkirakan jumlah anak austime dapat mencapai 150 - 200 ribu orang.
Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih memahami konsep
anak dengan autisme, dimana konsep ini saling terkait satu sama lain. Semoga Askep ini
dapat membantu para orang tua, masyarakat umum dan khusnya kami (mahasiswa
keperawatan) dalam memahami anak dengan autisme, sehingga kami harapkan kedua anak
dengan kondisi ini dapat diperlakukan dengan baik

1.2 Tujuan
untuk dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan autism.

1.3 Manfaat
Diharapkan agar makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang anak berkebutuhan
khusus yaitu autisme
BAB II

TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi

Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas
atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305)
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas
imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman,
1999: 120)
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk
mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan,
perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305)
Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock dan
sadock 2000) Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti
aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati,
2007).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi
dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal
sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan
pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas imajinatif dan
interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar pribadi
(umur 30 bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik
dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas

2.2 Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor – faktor yang
menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:
1. Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang
disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).
2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan
dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian
juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan
Cytomegalovirus Infection.
3. Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya gangguan
autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang
disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin,
ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang
bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan. Ahli lainnya berpendapat bahwa
autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

2.3 Manisfestasi Klinik

1. Di bidang komunikasi :
a. Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak seperti
tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.
b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang tidak dimengerti orang
lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (Echolalia).
e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang didengar tanpa
mengerti artinya.
f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata) atau sedikit berbicara (kurang
verbal) sampai usia dewasa.
g. Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2. Di bidang interaksi sosial :
a. Anak autis lebih suka menyendiri
b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau
mata dengan orang lain.
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih
tua dari umurnya.
d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
3. Di bidang sensoris :
a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau benda – benda yang ada
disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
4. Di bidang pola bermain :
a. Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya.
b. Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar – putar.
e. Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan
sejenisnya.
f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana –
mana.
5. Di bidang perilaku :
a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku
berkekurangan (hipoaktif).
b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang –
goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
c. Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak –
balik, dan melakukan gerakan yang diulang – ulang.
d. Tidak suka terhadap perubahan.
e. Duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Di bidang emosi :
a. Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa – tawa dan
b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
c. Kadang agresif dan merusak.
d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.
e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya atau
didekatnya.

2.4. Patofisiologi

Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui adalah bahwa penyebab
dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, beberapa penelitian membuktikan bahwa
beberapa penyebab autisme adalah ketidakseimbangan biokimia, faktor genetic dan
gangguan imunitas tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan oleh infeksi virus
(TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit kekurangan enzim),
dan sindrom X (kelainan kromosom).
Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
1. Faktor keluarga dan psikologi
2. Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan.
3.Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf)
4.Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang menyebabkan gangguan fungsi
fungsinya sehingga menimbulkan keadaan autism pada penderita
5. Faktor genetik
6. Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara kandung juga menderita
penyakit yang sama.
7. Faktor kekebalan tubuh

2.5 Tanda dan gejala


Gejala autisme pada bayi dan anak yang lebih muda

1. Tidak memberi respons ketika namanya dipanggil


2. Menghindari kontak mata dengan orang lain
3. Tidak tersenyum, meskipun Anda memberikan senyum pada mereka
4. Melakukan gerakan berulang, seperti mengepakkan tangan, menjentikkan jari, atau
mengayunkan tubuh
5. Cenderung pendiam, tidak banyak berceloteh seperti bayi kebanyakan
6. Sering mengulang kata atau frasa yang sama

Gejala autisme pada anak yang lebih besar

1. Sulit mengungkapkan perasaan dan mengekspresikan emosi


2. Sulit mengerti apa yang diucapkan, dipikirkan, dan dirasakan orang lain
3. Memiliki minat tinggi pada suatu kegiatan sehingga terkesan obsesif dan melakukan
suatu perilaku secara berulang (stimming)
4. Menyukai rutinitas yang terstruktur dan sama. Jika rutinitas terganggu, ia akan sangat
marah.
5. Sulit untuk menjalin pertemanan dan lebih suka menyendiri
6. Sering kali menjawab sesuatu yang tidak sesuai dengan pertanyaan. Alih-alih menjawab,
mereka lebih sering mengulang apa yang dikatakan orang lain

7. Gejala autis pada anak laki-laki dan perempuan, terkadang sedikit berbeda. Anak
perempuan cenderung lebih tenang dan pendiam, sementara anak laki-laki cenderung
lebih hiperaktif. Gejala pada anak perempuan yang “samar-samar” ini menyebabkan
diagnosis jadi lebih sulit.

2.6 Pemeriksaan Diasnostik Autism

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari
berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun
komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening
yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme· Childhood
Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh
Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat
menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang,
penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal · The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar
pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18
bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an. · The Autism
Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang
digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan
sosial mereka · The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi
anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3
bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

2.7 Penatalaksanaan Terapi


yang dilakukan untuk anak dengan autisme
1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain
khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus
pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias
diukur kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa.
Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau
kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang , namun
mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan
orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara
yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot2
halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu
autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang2 tonus
ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan
otot2nya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam
ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain.
Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul
dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.
6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam
belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi
dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan
teknik-teknik tertentu.
7) Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami
mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk.
Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut
dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak
tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap
sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat
perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya.
Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan
ketrampilan yang lebih spesifik.
9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal
inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui
gambargambar, misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication System).
Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN!
(Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat
gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya
gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu
anak-anak ini 12 diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut.
Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari
gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang
komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).
Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian
1. Edukasi kepada keluarga
Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu perkembangan anak, karena
orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat membantu untuk belajar berkomunikasi,
berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi
penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang mudah.
2. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan dokter.
Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat kerusakan di otak yang
mengganggu pusat emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi
mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah
Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi
kejang dan perilaku agresif)

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita autis biasanya adalah ;
1. Gangguan infeksi yang berulang ulang
2. Batuk
3. Flu
4. Demam berkepanjangan

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN

a. Identitas klien Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau sama
sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila
didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau
guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan
lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar suara
keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari
50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.

 Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan
apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat
penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler


2. gangguan interaksi sosial berhuungan dengan hambatan perkembangan
3. gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan pertumbuhan fisik terganggu
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat berkomunikasi
Kriteria Hasil : Komunikasi Verbal
1) Kemampuan berbicara meningkat
2) Kemampuan mendengar meningkat
3) Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat
4) Respon perilku mmbaik
Rencana tindakan : Promosi komunikasi defsit berbicara
1) Monitor kecepatan, tekanan.kuantitas,volume dan diksi berbicara
2) Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
3) Gunakan metode komunikasi alternative (mis. menukis, mata berkedip, papan
komunikasi, dengan gambar dan huruf, isyarat tangan dan computer)
4) Berikan dukungan psikologis
5) Anjurkan terapi berbicara perlahan
6) Rujuk ke ahli patologi berbicara atau therapis

2. Gangguan interaksi sosial b.d hambatan perkembangan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan interaksi sosial klien
meningkat
Kriteria Hasil : Interaksi Sosial
1) Diharapkan prasaaan klien nyaman dengan situasi sosial dapat meningkat
2) Diharapkan klien mudah menerima atau mengkomunikasikan perasaan dapat
meningkat
3) Pasien dapat mampu responsive kepada orang lain
Rencana tindakan : Modifikasi perilaku keterampilan sosial
1) Identifikasi focus pelatihan keterampilan sosial
2) Moivasi untuk berlatih keterampilan sosial
3) Libatkan keluarga selama latihan sosial, jika perlu
4) Edukasi keluarga untuk dukung keterampilan sosial
5) Latih keterampilan sosial secara bertahap
3. gangguan tumbuh kembang b.d pertumbuhan fisik terganggu
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan tumbuh kembang
membaik
Kriteria Hasil : Status Perkembangan
1) Klien mampu menerapkan keterampilan atau perilaku sesuai usia dapat meningkat
2) Kemampuan perawatan diri klien dapat meningkat
3) Respon sosial klien dapat meningkat
Rencana tindakan : Perawatan perkembangan
1) Indentifikasi pencapaian tugas perkembangkan anak
2) Sediakan aktivitas yang memotivasi anak berinteraksi dengan anak lainnya
3) Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif atau umpan balik
atau usahanya
4) Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
5) Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
6) Rujuk untuk konseling, jika perlu

3.4 IMPLEMENTASI

Implementasi ini disusun menurut Patricia A Potter, Implementasi merupakan


pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun/ ditemukan yang betujuan
untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan
dengan pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan
anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis.
Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluargannya. Implementasi
membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien dan memodufikasi rencana
keperawatan yang sudah ada, mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk
mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan

3.5 EVALUASI
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang dibuat dan
menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien
teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang
ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia
2,5 tahun (Devision, 2006). Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah
faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu :
Faktor Genetik, Faktor Cacat (kelainan pada bayi), Faktor Kelahiran dan Persalinan

4.2 SARAN

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa-
mahasiswi keperawatan dapat memahami asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan khusus
autisme dan bagi orang tua yang memiliki anak autisme.
DAFTAR PUSTAKA

Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.


Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC.
Anonim. Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html
Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana. Yupi, Supartini. 2004. Buku
Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Nugraheni,SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2): 9-17.
Http://www.journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/11944/8798

Anda mungkin juga menyukai