DI SUSUN OLEH
NPM : 121051320118062
SEMESTER : 6 (Enam)
PEMINATAN : EPIDEMIOLOGI
2021
1. Pendahuluan
Tifoid merupakan penyakit demam akut dan mengancam jiwa yang disebabkan
oleh infeksi sistemik dari bakteri Salmonella enteric dengan serotype masing-
masing typhi dan paratyphi. Gejala klasik penyakit ini adalah onset bertahap
perut. Selain itu, gejala lainnya adalah sakit kepala yang berat,badan lemah,
produktif pada awal penyakit, pada penderita dewsa lebih banyak terjadi
dari jumlah bakteri yang menginfeksi, masa inkubasi dapat berlangsung dari
tiga hari sampai dengan satu bulan dengan rata-rata antara 8-14 hari.
2. Epidemiologi
Tifoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak bergantung pada iklim
ketersediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan kebersihan individu yang kurang
baik. Menurut WHO, sekitar 21 juta kasus tifoid dan 222.000 kasus kematian
berhubungan dengan penyakit ini terjadi secara global tiap tahunnya, dimana
penyakit ini mencapai 13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka
berbagai benua, mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga
3. Etiologi
Etiologi tifoid adalah bakteri gram negatif, bentuk batang, tidak berkapsul, bersifat
4. Penularannya
Penularan demam tifoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu dikenal dengan
5F yaitu (food, finger, fomitus, fly, feses) Feses dan muntahan dari penderita
demam tifoid dapat menularkan bakteri Salmonella typhi kepada orang lain.
dan melalui perantara lalat, di mana lalat tersebut akan hinggap di makanan yang
tercemar oleh bakteri Salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui
langsung, faktor resiko, bahaya dan sebagainya) Sosialisai melalui media massa
sarana dan sumber air bersih Mengajak masyarakat untuk melakukan personal
hygiene (mencuci tangan setelah buang air besar, dan sesudah maupun
makanan yang baik, sehat, dan bersih kepada para Ibu rumah tangga Mengajak
masyarakat untuk selalu memanfaatkan toilet ketika (maaf) buang air besar
terutama kepada para tenaga medis, anggota keluarga penderita, dan turis
Early Diagnosis and Promt Treatment (Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera)
yangtepat Pencarian dan pelaporan kasus demam tifoid yang rutin dan sigap
yang masih efektif untuk penderita akut (Rehabilitasi) Penderita disarankan untuk
menjaga personal hygiene, sanitasi lingkungan dan makanan, sarana air bersih,
dan sebagainya.
b. Nyeri otot
c. Sakit kepala
e. Sakit perut
6. Pengobatan
7. Pencegahan
secara umum oleh masyarakat. Hal ini terkait dengan usaha memelihara atau
dilakukan agar kebiasaan buruk atau tidak sehat masyarakat kemudian tidak
diikuti oleh generasi selanjutnya. Oleh karena pencegahan ini masih bersifat
umum (tidak untuk penyakit tertentu) sehingga bisa digunakan tidak hanya
untuk penyakit demam tifoid saja tetapi juga untuk penyakit lainnya. Contoh
8. Faktor resiko
Sanitasi lingkungan yang buruk meliputi sumber air bersih yangtercemar, kondisi
tetapi tidak bersih), tidak menggunakan jamban atau toilet untuk buang air
Menjadikan sungai sebagai sapiteng rumah tangga Hal ini dapat mencemari
sungai sehingga bakteri S.typhi dapat menyebar di dalam sungai. Jika, sungai
tersebut dimanfaatkan sebagai tempat untuk mandi, cuci, kakus maka bakteri S.
(khususnya sayuran) dalam kondisi mentah dan minum air yang tidak direbus
Makanan atau minuman yang tidak dimasak hingga matang atau mendidih
(untuk air) akan menyebabkan bakteri yang berada pada sayur dan yang
berada didalam air tidak mati sehingga akan dengan mudah termakan dan
masuk ke dalam tubuh. Pasteurisasi susu yang tidak baik Pasteurisasi susu yang
pengolahan dan penyajian makanan dan minuman yang tidak baik Cara
pengolahan dan penyajian makanan dan minuman yang tidak sesuai standar
kebersihan.
TUGAS UTS
DI SUSUN OLEH
NPM : 121051320118062
SEMESTER : 6 (Enam)
PEMINATAN : EPIDEMIOLOGI
2021
Kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
Leprae. Kusta dikenal dengan “The Great Imitator Disease” karena penyakit ini
seringkali tidak disadari karena memiliki gejala yang hampir mirip dengan penyakit
kulit lainnya. Hal ini juga disebabkan oleh bakteri kusta sendiri mengalami proses
pembelahan yang cukup lama yaitu 2–3 minggu dan memiliki masa inkubasi 2–5
tahun bahkan lebih (Kemenkes RI, 2018). Insiden kusta di dunia pada tahun 2016
berdasarkan data WHO mengalami peningkatan, yakni dari 211.973 pada tahun
2015 menjadi 214.783 di tahun 2016. Sebesar 94% dari insiden kusta ini dilaporkan
oleh 14 negara dengan >1000 kasus baru tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan masih
diterapi yakni dengan penambahan Clofazimin oleh WHO selama 12 bulan (Kumar,
Girdhar, Chakma, & Girdhar, 2015). Sejak tahun 2015 hingga tahun 2017, Jawa
penderita kusta. Angka keberhasilan pengobatan penderita kusta pada tahun 2015
telah melebihi target secara kumulatif (>90%). Penderita kusta yang berhasil
Pada tahun 2016 penderita yang berhasil MDT meningkat sebanyak 138.897 kasus,
kabupaten/kota masih di angka yang sama seperti pada tahun 2016 (Dinkesprov
Gambaran kasus kusta tipe PB berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2015-2017
tahunnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gero & Reinaldis
(2015) yang menyatakan bahwa sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2011, atau
Abad Naob, Kafamenanu adalah laki-laki dengan jumlah total 797 selama 10 tahun,
atau 89% dari jumlah total penderita kusta yang ada. Jika dirata-rata penderita kusta
yaitu hanya berjumlah 102 penderita selama 10 tahun, atau hanya sekitar 11% saja.
Tingginya kasus kusta tipe PB, terutama pada laki-laki dari pada perempuan
disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah mobilitas laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan, sehingga frekuensi paparan lebih besar dari pada perempuan
pada laki-laki biasanya lebih tidak peduli dengan kondisi tubuhnya, dibandingkan
dengan perempuan yang lebih cepat dalam mencari pengobatan karena lebih peduli
dengan penampilan (Ranjan, Dogra, & Dogra, 2015). Perbedaan aktivitas juga bisa
dengan banyak orang bisa menjadi faktor risiko penularan kusta, sebab bisa jadi
interaksinya tersebut dilakukan dengan orang yang sudah terinfeksi oleh bakteri
kusta dan berpotensi menularkannya pada orang lain yang ada disekitarnya (Susanti
& Azam, 2016). Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Blora pada tahun 2016
menunjukkan bahwa pada penderita kusta berjenis kelamin laki-laki yang telah
kusta laki-laki yang praktik pencarian pengobatannya buruk sebesar 38,10%. Salah
satu faktor penyebabnya adalah adanya keterbatasan waktu dalam hal pencarian
dengan kasus kusta terutama tipe PB terbanyak dalam 3 tahun berturut-turut yaitu
dari 2015-2017. Jika dilihat dari segi geografis, kabupaten tersebut merupakan
kabupaten yang termasuk dalam wilayah/daerah Tapal Kuda, yakni sekitar Madura,
sampai daerah di sepanjang Pantai Utara Jawa Timur. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Aisyah & Agusni (2018) yang menyatakan bahwa
jumlah pasien terbanyak yang datang ke unit rawat jalan rumah sakit Dr. Soetomo
Surabaya paling banyak berasal dari Kota Surabaya, Madura (Sampang, Bangkalan,
Pamekasan dan Sumenep). Pada penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa di Jawa
Timur terutama di wilayah Tapal Kuda merupakan daerah yang endemis kusta,
Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H. Armauer
Hansen tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat tahan asam, bentuk pleomorf
lurus, batang ramping dan sisanya berbentuk paralel dengan kedua ujung-ujungnya
bulat dengan ukuran panjang 1-8 um dan diameter 0,25-0,3 um. Basil ini menyerupai
kuman berbentuk batang yang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora.
Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang yang
utuh, berwarna merah terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati
bentuknya terpecah-pecah (fragmented) atau granular. Basil ini hidup dalam sel
terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak dapat dikultur dalam media buatan
(in vitro).
kerusakan saraf tepi, maka akan terjadi gangguan fungsi saraf tepi : sensorik,
motorik dan otonom. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi
saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena terjadinya peradangan (neuritis)
sewaktu keadaan reaksi lepra. Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya
kurang/mati rasa (anestesi). Akibat kurang/mati rasa pada telapak tangan dan kaki
benda asing yang dapat menyebabkan infeksi mata dan akibatnya buta. Kekuatan
otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/lumpuh dan lama-lama otot mengecil
(atrofi) oleh karena tidak dipergunakan. Jarijari tangan dan kaki menjadi bengkok
(clow hand/clow toes) dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi, bila terjadi
(lagoptalmus).
Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah
dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti
bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae
menderita kusta, Iklim (cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial
ekonomi dan genetik Juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan
pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa
dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidak cukupan
Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya
kecuali susunan saraf pusat. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri M.
leprae yang menyerang kulit, saraf tepi di tangan maupun kaki, dan selaput lendir
pada hidung, tenggorokan dan mata. Kuman ini satu genus dengan kuman TB
dimana di luar tubuh manusia, kuman kusta hidup baik pada lingkungan yang
lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. Kuman kusta dapat
bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai
menularkan pada 10-15 orang. Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan (1991),
seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya.
Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan
akan lebih baik jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa
menangkap kuman. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host
baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk
akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Lingkungan terdiri
dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik terdiri dari : keadaan geografis
(dataran tinggi atau rendah, persawahan dan lain-lain), kelembaban udara, suhu,
lingkungan tempat tinggal. Adapun lingkungan non fisik meliputi : sosial (pendidikan,
pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan