A. Latar Belakang
Sistem saraf adalah pusat kontrol tubuh yang mengatur komunikasi serta
mengarahkan fungsi organ dan sistem tubuh. Sistem saraf terdiri dari otak,
sumsum tulang belakang, saraf dan ganglia. Sistem saraf dapat dikelompokan
menjadi dua kategori, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Menurut
Alhagry (2017), sitem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang.
Otak adalah pusat dari segala suatu tindakan di tubuh kita dan setiap perubahan
emosi yang kita alami. Sistem saraf tepi terdiri dari semua saraf yang
menghubungkan otak dan sumsum tulang belakang dengan reseptor sensorik, otot,
dan kelenjar. Sistem saraf tepi membawa implus yang dibentuk oleh reseptor
sensorik ke sistem saraf pusat dan juga membawa implus saraf dai sistem saraf
pusat ke efektor (Chalik, 2016).
Neuron atau sel-sel saraf adalah sel halus yang menghasilkan dan mengirim
implus saraf. Neuron bersifat amitotik sehingga neuron tidak dapat digantikan jika
mengalami kerusakan karena neuron tidak mengalami mitosis. Neuron memiliki
dua karakteristik fungsional, yaitu iritabilitas dan konduktivitas. Iritabilitas adalah
kemampuan menanggapi rangsangan dengan membentuk implus saraf.
Konduktivitas adalah kemampuan untuk mengirim implus saraf sepanjang akson
ke neuron lain. Berdasarkan fungsinya neuron dibedakan menjadi tiga, yaitu
neuron aferen, neuron eferen dan neuron interneuron. Neuron aferen berfungsi
untuk menyampaikan informasi dari ujung perifer ke sistem saraf pusat. Neuron
eferen berfungsi menyampaikan informasi dari sistem saraf pusat ke sel efektor
(sel otot, kelenjar, dan sel lainnya). Neuron interneuron terletak di seluruh sistem
saraf pusat yang berfungsi sebagai integrator dan pengubah sinyal (Chalik, 2016).
Gerak dapat terjadi secara sadar dan ada pula gerak yang terjadi tanpa
disadari. Implus pada gerak sadar melalui jalan panjang, yaitu impuls dari reseptor
dibawa oleh saraf sensori ke otak untuk diolah kemudian hasil olahan berupa
tanggapan dibawa oleh saraf motor sebagai perintah kepada efektor. Gerak refleks
yang paling sederhana hanya memerlukan dua tipe sel saraf, yaitu neuron sensor
dan neuron motorik. Gerak refleks terjadi apabila rangsangan yang diterima oleh
saraf sensori langsung disampaikan oleh neuron perantara. Pada gerak refleks,
implus melalui jalur yang pendek yaitu dimulai dari reseptor penerima
rangsangan, lalu diteruskan ke saraf pusat oleh saraf sensori, kemudian diterima
oleh sel saraf penghubung dan tanggapan langsung dikirim ke saraf motor untuk
sampai ke efektor tanpa diolah di dalam otak (Wulandari, 2009).
Banyak komponen-komponen yang terlibat dalam gerak, secara disadari
maupun tidak disadari. Mekanisme gerak tubuh tak lepas dari peranan sistem
saraf. Berdasarkan fungsinya sistem saraf dibedakan menjadi tiga, yaitu sel saraf
sensorik, sel saraf mototrik dan sel saraf konektor. Sel saraf sensorik merupakan
sel yang berfungsi untuk membawa rangsangan dari reseptor ke sistem saraf
pusat. Sel saraf sensorik disebut juga sel saraf indera karena berhubungan dengan
alat indera sebagai penerima rangsangan. Sel saraf motorik adalah sel yang
berfungsi untuk membawa implus berupa tanggapan dari sel saraf pusat menuju
kelenjar tubuh. Sel saraf motorik disebut juga sel saraf penggerak karena
berhubungan dengan otot sebagai alat gerak. Sel saraf konektor atau penghubung
merupakan sel yang berfungsi meneruskan rangsangan dari sel saraf sensorik dan
sel saraf motorik (Wilarso, 2001).
Menurut Storer (1970), ada beberapa faktor yang menyebabkan gerak
refleks, antara lain: 1) adanya reseptor rangsangan dari luar, 2) Induksi nervous
implus atau badan sel saraf ke tulang tulang belakang, 3) Adanya sinapsis, 4)
Terjadinya penerimaan rangsangan oleh neuron mototrik sehingga terjadi refleks
sebagai respon. Menurut Richard dan Gordan (1989), rangsangan atau stimulus
deri luar biasanya berupa sinar, tekanan, zat-zat, dsb. Sedangkan rangsangan atau
stimulasi dari dalam yaitu berupa makanan, oksigen, air dan lainnya.
B. Tujuan
A. Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah katak sawah
(Fejervarya cancrivora) dan larutan H2SO4 1% (asam sulfat 1 %).
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain jarum penusuk,
pinset, gelas beker dan baki preparat.
B. Cara Kerja
A. Hasil
¼ medulla - - - ++
spinalis
½ medulla - - - +
spinalis
¾ medulla - - - +
spinalis
Total medulla - - - -
spinalis
Keterangan
++ : ada respon, cepat
+ : ada respon, lambat
- : tidak ada respon
B. Pembahasan
1. Katak masih memberikan respon berupa gerak rafleks spinal setelah diberi
perlakuan atau stimulus, meskipun otak katak sudah dirusak.
2. Katak tidak akan memberikan respon apapun setelah diberi perlakuan atau
stimulus jika medulla spinalis katak dirusak total.
DAFTAR PUSTAKA
Alhagry, Salma. et al. 2017. Emotion Recognition based on EEG using LSTM
Recurrent Neural Network. International Journal of Advanced Computer
Science and Applications. Vol 8(10). pp. 355-358
Chalik, Raimundus. 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Richard, W.H dan Gordan. 1989. Animal Physiology. New York: Harper-Collins
Publisher.
Storer, T. dkk. 1970. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Trueb, L. A. dan Duellman. 1986. Biology of Amphibians. New York: McGraw Hill
Company.
Wilarso, Joko. 2001. Biologi Pendidikan Dasar. Jakarta: Erlangga.
Wulandari, Ika Puspita. 2009. Pembuatan Alat Ukur Kecepatan Respon Manusia
Berbasis Mikrokontroller. Jurnal Neutrino. 1(2). pp. 208-219.