(PPH OP)
Setiap wajib pajak yang telah di memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib
mendaftarkan diri pada kantor ditjen pajak yang wilayah kerjanyameliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak (NPWP)
1. A. orang pribadi
B. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Badan
3. Bentuk usaha tetap
Objek pajak
adalah suatu transaksi (biasanya sumber pendapatan) yang menurut peraturan
perpajakan tergolong sebagai transaksi yang harus dikenai pajak.
Sedangkan objek PPh merupakan setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib
pajak. Penghasilan tersebut diperoleh wajib pajak dari dalam maupun luar negeri, seperti:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang Pajak Penghasilan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta seperti keuntungan karena
pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti
saham atau penyertaan modal.
7. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
9. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
10. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
11. Royalti.
14. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
18. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
19. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
22. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai KUP.
23. Objek Pajak yang dikenakan PPh final atas penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan-tabungan lainnya.
24. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek.
25. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.
Tarif
Tariff pajak yang di muat pada PPh pasal 21 dibebankan kepada wajib pajak yang telah
berpenghasilan. Namun, sebelumnya anda harus mengetahui terlebih dahulu tentang besaran
penghasilan kena pajak PPh pasal 21 yang di atur dalam peraturan direktorat jendral pajak
sebagai berikut:
Untuk Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi, dalam menghitung penghasilan kena pajak
diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak.
CONTOH PERHITUNGAN:
Berapa tarif pajak penghasilan PPh 21 pribadi? Menurut Pasal 17 ayat (1), tarif pajak
penghasilan wajib pajak pribadi dibagi menjadi empat lapis sebagai berikut:
Yang dimaksud Penghasilan Kena Pajak (PKP) di atas adalah hasil pengurangan dari pendapatan
bersih per tahun dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Apa itu PTKP?
PTKP merupakan jumlah pendapatan wajib pajak yang dibebaskan dari pajak penghasilan.
Direktorat Pajak menganggap pendapatan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar
wajib pajak dan keluarga sehingga tidak dimasukkan dalam perhitungan PPh 21.
Nilai PTKP ditetapkan oleh Kementerian Keuangan secara berkala, dan selalu mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun. PTKP 2018 masih sama dengan PTKP 2016 yang ditetapkan
oleh Peraturan Menteri Keuangan No 101/PMK.010/2016, yakni sebesar Rp 54.000.000 per
tahun untuk wajib pajak pribadi yang tidak kawin.
Contoh 1:
Seorang karyawan lajang dan tak punya tanggungan (TK/0) di perusahaan Anda memiliki gaji
(sudah dikurangi biaya jabatan 5% dan iuran pensiun) Rp 7.400.000, sehingga pendapatan
bersih per tahun Rp 88.800.000. Berapa tarif pajaknya?
PKP = penghasilan bersih – PTKP
PKP = Rp Rp 88.800.000 – Rp 54.000.00
PKP = Rp 34.800.000
Karena PKP kurang dari Rp 50.000.000, maka berlaku tarif PPh 21 sebesar 5%.
PPh 21 terutang = 5% x Rp 34.800.000
PPh 21 terutang = Rp 1.740.000
Contoh 2:
Karyawan lainnya di perusahaan Anda golongan jabatannya lebih tinggi, Misalnya bergaji bersih
Rp 10.500.000 per bulan, atau Rp 126.000.000 per tahun. Maka berlaku tarif seperti berikut:
PKP = penghasilan bersih – PTKP
PKP = Rp 126.000.000 – Rp 54.000.000
PKP = Rp 72.000.000
Karena PKP di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000, maka berlaku dua lapis tarif
PPh 21:
Rp 50.000.000 dikenai tarif 5%
Rp 22.000.000 dikenai tarif 15%
PPh 21 terutang = (5% x Rp 50.000.000) + (15% x Rp 22.000.000)
PPh 21 terutang = Rp 2.500.000 + Rp 3.300.000
PPh 21 terutang = Rp 5.800.000
Lalu, bagaimana tarif PPh 21 untuk wajib pajak yang punya tanggungan maupun yang
berkeluarga, apakah besarnya berbeda? UU di atas tidak membedakannya. Artinya, tarif pajak
penghasilan wajib pajak pribadi berlaku untuk yang tidak kawin, kawin, dan punya tanggungan.
Perbedaannya terletak pada besaran PTKP yang ditetapkan sesuai dengan status wajib pajak.
Jika PTKP wajib pajak tidak kawin dan tak punya tanggungan adalah Rp 54.000.000, maka PTKP
wajib pajak punya tanggungan dan/atau kawin sebagai berikut:
Jika suami istri memiliki pekerjaan sendiri, penghasilan sendiri, dan NPWP sendiri, maka PTKP
istri adalah TK/0 atau dianggap tidak kawin dan tak punya tanggungan. Sedangkan PTKP suami
adalah kawin yakni K/0 sampai dengan K/3.
Contoh 3:
Jika karyawan pada contoh 2 yang bergaji bersih setahun Rp 126.000.000 di atas kemudian
kawin dan memiliki 2 orang anak, maka perhitungan tarif PPh 21-nya seperti berikut:
PKP = penghasilan bersih – PTKP K/2
PKP = Rp 126.000.000 – Rp 67.500.000
PKP = Rp 58.500.000
Karena PKP di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000, berlaku tarif dua lapis:
Rp 50.000.000 dikenai tarif 5%
Rp 8.500.000 dikenai tarif 15%
Maka PPh 21 terutang = (5% x Rp 50.000.000) + (15% x Rp 8.500.000)
Maka PPh 21 terutang = Rp 2.500.000 + Rp 1.275.000
Maka PPh 21 terutang = Rp 3.775.000