Anda di halaman 1dari 4

BUKTI AUDIT

Pengertian Tentang Bukti Audit


Bukti Audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka dan informasi lain yang
disajikan dalam laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Auditor harus mengumpulkan bukti audit karena bukti audit inilah menjadi dasar bagi auditor
untuk memberi opini auditnya.
Bukti Audit terdiri atas 2 tipe:
1. Data Akuntansi, meliputi:
a. Sistem Pengendalian Internal
b. Catatan dan Data Akuntansi berupa jurnal, Buku Besar, Buku Pembantu,
Rekonsiliasi, dsb.
2. Informasi Penguat (pendukung).

Jenis-Jenis Bukti Audit


1. Bukti Dokumenter
2. Bukti Catatan
3. Bukti Matematis
4. Bukti Pengendalian Internal
5. Bukti Fisik
6. Bukti Observasi
7. Bukti Inspeksi
8. Bukti Analitik
9. Bukti Surat
10. Bukti Konfirmasi
11. Bukti Perhitungan
12. Bukti Keterangan
13. Bukti Penelusuran
14. Bukti Lisan atau Wawancara

Keputusan Yang Harus Diambil Auditor Dalam Proses Pengumpulan Bukti


Dalam proses pengumpulan bukti audit, auditor melakukan empat pengambilan keputusan
yang saling berkaitan:
a. Penentuan prosedur audit yang akan digunakan.
b. Penentuan besarnya sampel untuk prosedur audit tertentu.
c. Penentuan unsur tertentu yang harus dipilih dari populasi.
d. Penentuan waktu yang cocok untuk menerapkan prosedur audit.

Faktor utama yang harus diperhatikan sehubungan dengan bukti audit yang akan dikumpulkan
auditor:
1. Kecukupan Bukti Audit.
Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas atau jumlah bukti audit. Faktor
yang mempengaruhi kecukupan bukti audit, meliputi:
a. Materialitas Audit
Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas audit dengan kuantitas bukti
yang diperlukan.
Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang
diperlukan. Sebaliknya, jika tingkat materialitas ditetapkan tinggi, maka kuantitas
bukti yang diperlukan sedikit.
b. Risiko Audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan
untuk mendukung pendapat (opini) atas laporan keuangan. Semakin rendah tingkat
risiko audit yang dapat diterima auditor semakin banyak kuantitas bukti yang
diperlukan.
c. Faktor Ekonomi
Pengumpulan bukti yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua factor, yakni:
Waktu dan Biaya. Auditor harus mempertimbangkan factor ekonomi dalam
menentukan jumlah dan kompetensi bukti audit yang dikumpulkan. Jika dengan
mengumpulkan jumlah bukti audit yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan yang
sama tingginya dengan pemeriksaan seluruh bukti, auditor memilih untuk
memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit berdasarkan pertimbangan ekonomi:
Biaya dan Manfaat (cost and benefit).
d. Ukuran dan Karakteristik Populasi
Auditor tidak mengumpulkan dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada.
Pengumpulan dan pemeriksaan terhadap bukti audit sering dilakukan atas dasar
sampling.
Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besarnya sampling yang
harus diambil dari pupulasi.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas individual
yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel dan
informasi yang lebih kuat dan mendukung atas populasi yang bervariasi (heterogen)
anggotanya daripada populasi yang seragam (homogen).

2. Kompetensi Bukti Audit


Kompetensi atau Reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat
dengan efektivitas pengendalian internal klien (auditee). Semakin efektif pengendalian
internal klien semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan.
Kompetensi bukti audit berupa yang berupa informasi penguat dipengaruhi oleh
beberapa factor:
a. Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu.
Faktor relevansi berarti bahwa bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.
Contoh: Jika tujuan audit adalah untuk menentukan eksistensi atau keberadaan
persediaan yang disajikan dalam neraca, maka auditor harus memperoleh bukti
dengan melakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik persediaan barang yang
dilakukan oleh klien. Dengan demikian maka auditor memperoleh bukti fisik sebagai
bukti audit yang relevan dengan tujuan auditnya yakni untuk menentukan eksistensi
persediaan. Namun, bukti audit tersebut tidak relevan dengan tujuan audit yang
lain.
b. Sumber Bukti
Bukti yang berasal dari sumber di luar organisasi (bukti eksteren) pada umumnya
merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap tinggi. Demikian pula,
pengetahuan yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui pemeriksaan fisik,
observasi, penghitungan, dan inspeksi lebih memberikan keyakinan bagi auditor
daripada pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung.
c. Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu ini berhubungan dengan tanggal atau saat pemakaian bukti
tersebut. Ketepatan waktu ini sangat penting dalam verifikasi asset lancer dan
kewajiabn lancer, dan akun-akun laba-rugi terkait karena hasilnya digunakan untuk
mengetahui apakah pisah batas (cut off) telah dilakukan secara tepat.
Bukti yang diperoleh dekat dengan tanggal neraca lebih kompeten daripada bukti
yang diperoleh jauh hari sebelumnya.
d. Obyektivitas
Bukti yang bersifat obyektif umumnya dianggap lebih andal (kompeten)
dibandingkan dengan bukti yang bersifat subyektif.
Contoh: Bukti tentang eksistensi aset tetap berwujud, akan lebih kompeten bila
diperoleh melalui inspeksi fisik, karena secara obyektif bukti tersebut lebih konklusif.
Dalam menelaah bukti subyektif, misalnya estimasi manajemen, auditor harus
mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan
menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement
(pertimbangan).

3. Dasar Yang Memadai


Standar audit tidak mengharuskan auditor mempunyai dasar yang absolut (mutlak),
pasti, dan terjamin untuk menyatakan pendapatnya (opini).
Persyaratan Dasar Yang Layak/Memadai (realistis) berhubungan dengan tingkat
keyakinan keseluruhan yang diperlukan oleh auditor untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan auditan.
Judgement atau pertimbangan auditor tentang kelayakan suatu bukti audit dipengaruhi
berbagai factor, yaitu:
a. Pertimbangan Profesional.
Pertimbangan professional memberikan kontribusi pada penentuan dan penerapan
secara wajar jumlah dan kualitas bukti yang diisyaratkan. Penentuan kecukupan dan
kompetensi bukti dalam suatu audit sangat ditentukan oleh pertimbangan auditor.
b. Integritas Manajemen
Manajemen bertanggung jawab atas asersi yang tercantum dalam laporan keuangan
dan mengendalikan dokumentasi bukti penguat dan bukti akuntansi yang
mendukung laporan keuangan.
Semakin rendah tingkat kepercayaan auditor terhadap integritas manajemen
semakin banyak bukti audit kompeten yang perlu dikumpulkan.
c. Transaksi Yang Terjadi
Jenis dan banyaknya transaksi mempengaruhi informasi akuntansi yang dihasilkan.
Semakin banyak transaksi menuntut semakin banyaknya bukti audit kompeten yang
harus dihimpun.
d. Jenis Kepemilikan Organisasi
Audit terhadap laporan keuangan organisasi public memerlukan tingkat keyakinan
yang lebih tinggi dibanding dengan audit atas laporan keuangan organisasi yang
dimiliki kalangan terbatas (sektor privat). Hal ini disebabkan karena dalam audit
laporan keuangan, laporan audit digunakan oleh pemakai dari kalangan yang lebih
luas dan pengguna laporan audit tersebut mengandalkan pengambilan
keputusannya terutama atas laporan keuangan auditan.
e. Kondisi Keuangan
Umumnya jika suatu entitas organisasi mengalami masalah atau kesulitan keuangan,
kondisi demikian cenderung meningkatkan evaluasi dan penilaian subyektif serta
kehati-hatian auditor.
Auditor harus memperhatikan kemungkinan salah saji yang disengaja manajemen
untuk meningkatkan nilai aset dan kinerja organisasi. Hal itu dilakukan manajemen
untuk menutup-nutupi kondisi keuangannya yang buruk atau bermasalah.

Anda mungkin juga menyukai