Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

DETEKSI DINI KOMPLIKASI DAN PENANGANAN AWAL


KEGAWATDARURATAN PADA NEONATUS,BAYI DAN
BALITA

OLEH KELOMPOK I

YESMIEL BOIMAU

JUWINDA HONIN

DELAYA M. SMAUT

RITA LEMBA KAPATANG

PRISCILA JENINA NANI

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG

TA 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia dan rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah mengenai Deteksi dini
komplikasi dan penanganan awal kegawatdaruratan pada , NEONATUS, BAYI dan
BALITA dengan baik walapun masih banyak kekurangan di dalamnya..

Kami sangat berharap makalah ini akan bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan kita mengenai Fleksibel dalam kehidupan, disiplin dan
tepat waktu. Kami pun menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang sudah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Kupang, 17 oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
JUDUL..............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................1


B. Tujuan ..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan (KMS, Grafik Pertumbuhan
Bayi (WHO)
B. Deteksi Dini Untuk Komplikasi Pada Bayi Baru Lahir dan  Neonatus
C. Deteksi Dini Gangguan Perkembangan (KPSP, DDST)
D. Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan pada Bayi
E. Peran Bidan dalam Asuhan Bayi dan Balita dengan Gangguan
Pertumbuhan dan Perkembangan

BAB III PENUTUP...........................................................................................................


A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir usia 0-28 hari (neonatus) merupakan generasi penerus yang akan
berperan penting di masa yang akan datang. Bayi yang sehat akan menjadi
modal utama dalam pembentukan generasi yang kuat, berkualitas dan produktif.
Untuk itu asuhan tidak hanya diberikan pada ibu saja , tetapi juga sangat
diperlukan asuhan kepada Bayi Baru Lahir (BBL). Masa bayi baru lahir atau
yang disebut neonatus merupakan masa yang rentan terhadap gangguan
kesehatan dan merupakan periode yang rawan bagi kelangsungan hidup
kedepannya. Menurut Rahardjo (2015) bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi
yang baru mengalami proses kelahiran, berusiaa 0-28 hari yang memerlukan
penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (penyesuaian dari kehidupan
intrauteri ke kedhidupan ekstrauteri) dan toleransi bagi bayi baru lahir untuk
dapat hidup dengan baik. Normalnya neonatus akan melalui proses adaptasi
karena adanya perubahan lingkungan dari intrauterin ke ekstrauterin seperti
adanya penyesuaian terhadap suhu lingkungan, pernafasan dan sistem hepatika.
Namun jika neonatus tidak dapat melakukan adaptasi dengan baik maka
neonatus akan mengalami keadaan patologi seperti hipotermi, gangguan
pernafasan dan ikterus yang merupakan penyebab AKN paling banyak di
Indonesia. Komplikasi neonatus tersebut dapat terjadi karena beberapa 1 2
penyebab, berdasarkan usia neonatus 0-6 hari penyebabnya adalah gangguan
pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus
(6%), post partum (3%), dan kelainan konginental (1%). Penyebab kematian
neonatal 7-28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan konginental (19%),
pneumonia (17%), Respiratory Distress Syndrome/RDS (14%), prematuritas
(14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%),tetanus (3%), defisiensi nutrisi (3%) dan
Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Selain itu juga terdapat penyebab
lain seperti kesehatan ibu, kondisi sosial ekonomi, praktek kesehatan masyarakat
dan mutu pelayanan kesehatan.
Melihat adanya risiko kematian yang tinggi dan berbagai serangan komplikasi,
maka setiap neonatus harus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
Langkah ini dilakukan untuk menemukan secara dini terdapat penyakit atau
tanda bahaya pada neonatus sehingga pertolongan dapat segera diberikan. Bidan
sebagai tenaga kesehatan berperan dalam kesehatan ibu dan anak sepanjang
siklusnya, berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya kelangsungan hidup,
perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak Indonesia. Upaya tersebut
dapat berupa pemberian pelayanan kesehatan neonatus secara komprehensif
berkelanjutan sesuai standart oleh tenaga kesehatan yang kompeten pada
neonatus setidaknya 3 kali, selama periode 0-28 hari setelah lahir, baik di
fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Kunjungan pertama (KN
1) dilakukan saat neonatus berumur 6-48 5 jam, kunjungan kedua (KN 2 ) saat
neonatus berumur 3-7 hari dankunjungan ketiga (KN 3) saat neonatus berumur
28 hari. Upaya asuhan komprehensif dan berkelanjutan ini diharapkan dapat
mendeteksi adanya permasalahan secara dini pada neonatus, dilihat dari
berbagai aspek yang ada di sekeliling neonatus baik aspek keluarga, sosial,
ekonomi dan budaya. Dengan upaya tersebut maka masalah-masalah pada
neonatus dapat ditangani dengan segera dan akan dapat dicegah sehingga AKN
menurun.

B. Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan referensi dan tambahan
wawasan terhadap mahasiswa sekaligus dapat membantu proses pembelajaran
mata kuliah ASKEB NEONATUS dalam pokok bahasan Deteksi dini komplikasi
dan penyulit Pada neonatus bayi dan balita. Selain itu pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah ASKEB neonatus.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan (KMS, Grafik Pertumbuhan Bayi
(WHO))
1. Kartu Menuju Sehat (KMS) KMS adalah alat yang penting untuk memantau
tumbuh kembang anak. Aktivitas pemantauan ini tidak hanya menimbang dan
mencatat saja, melainkan juga harus menginterprestasikan tumbuh kembang
anak kepada ibunya, sehigga ibu memahami bahwa pertumbuhan anak dapat
diamati dengan cara menimbang teratur tiap bulan. David morley merupakan
pelopor penggunaan kartu pertumbuhan anak “road to health chart” pada tahun
1975 di Nigeria. KMS merupakan gambar kurva berat badan anak usia 0-5
tahun terhadap umurnya. Kartu ini berisi catatan penting berupa riwayat
kelahiran, imunisasi dan pemberian ASI. Morley menambahkan 4 patokan
sederhana perkembangan psiko-motorik pada KMS nya, ibu juga dapat
mengetahui juga tingkat perkembangan anaknya yaitu: · Kemampuan duduk
(5-9,5 bulan) · Berjalan kurang lebuih 10 langkah tanpa bantuan (9-18,5
bulan) Mengucapkan sepatah kata (10-21 bulan) · Kemampuan berbahasa
beberapa kata (18,5 bulan sampai 3 tahun) Garis acuan baku yang digunakan
pada KMS Morley memakai persentil sesuai dengan International Centre UK
Study, yaitu: · Garis atas adalah persentil ke-50 BB rata-rata anak laki-laki ·
Garis bawah adalah persentil ke-3 BB anak wanita Garis pada kurva
pertumbuhan berfungsi ganda, yaitu: · Sebagai tanda persentasi/persentil
tertentu · Petunjuk arah yang harus dicapai oleh grafik BB anak · Arah A =
baik · Arah B = kurang baik, memerlukan perhatian khusus · Arah C =
memerlukan tindakan segera · Arah D = ibu harus diberi pujian atas
keberhasilan menaikkan kembali berat badan anaknya searah kurva
pertumbuhan normal Tujuan pemantauan pertumbuhan fisik anak: · Agar
pertumbuhan mudah diamati · Menciptakan kebutuhan akan rasa ingin tahu
terhadap petumbuhan anak · Meningkatkan lingkungan yang layak untuk
pertumbuhan anak · Melukiskan setiap kejadian yang kurang menguntungkan
anak · Menemukan seawal mungkin gejala gangguan. WHO mengeluarkan
sebuah kurva pertumbuhan standar yang menggambarkan pertumbuhan anak
umur 0-59 bulan di lingkungan yang diyakini dapat mendukung pertumbuhan
optimal anak. Untuk membuat kurva pertumbuhan ini, WHO melakukan
penelitian multisenter pada tahun 1997 sampai 2003 dengan tujuan untuk
menggambarkan pertumbuhan anak yang hidup di lingkungan yang tidak
memiliki faktor penghambat pertumbuhan. Data dikumpulkan dari 6 negara
yaitu Brazil, Ghana, India, Norwegia, Oman dan Amerika. Penelitian ini
terdiri atas dua bagian; pertama adalah penelitian longitudinal (subyek diikuti
dari lahir sampai usia 2 tahun); dan kedua adalah penelitian cross-sectional
(pada anak usia 1,5 sampai 5 tahun). Panjang badan diukur pada posisi tidur
telentang untuk anak usia 0-2 tahun dan setelah usia 2 tahun tinggi badan
diukur sebagai tinggi berdiri
 Penelitian longitudinal Pada awal penelitian terdapat 1737 subyek yang
memenuhi kriteria penelitian, namun data yang digunakan adalah data 882
subyek yang menyelesaikan penelitian ini. Subyek diberi makan sesuai dengan
rekomendasi WHO yaitu mendapat ASI sampai usia 12 bulan dan mendapat
makanan tambahan setelah berumur 6 bulan. Ibu subyek penelitian tidak
merokok.
 Penelitian cross-sectional Subyek diambil dari strata demografik yang sama
dengan subyek penelitian longitudinal. Terdapat 6669 subyek usia 18-71 bulan
yang masing-masing dinilai dalam satu kali pengukuran. telah menetapkan
untuk skrining pertumbuhan anak dengan umur sampai 5 tahun dapat
menggunakan kurva pertumbuhan WHO. Adapun kurva pertumbuhan WHO ini
dibedakan antara anak perempuan dan laki-laki. Jenis-jenis kurva pertumbuhan
WHO yaitu Panjang badan menurut usia, Berat badan menurut usia, Berat badan
menurut panjang badan (0-2 tahun) ,Berat badan menurut tinggi badan (2-5
tahun), Indeks massa tubuh menurut usia, Lingkar kepala menurut usia, Lingkar
lengan atas menurut usia, Lipatan kulit subskapular menurut usia · Cara
Menggunakan Grafik Pertumbuhan WHO Tentukan umur, panjang badan (anak
di bawah 2 tahun)/tinggi badan (anak di atas 2 tahun), berat badan. Tentukan
angka yang berada pada garis horisontal/mendatar pada kurva. Garis horisontal
pada beberapa kurva pertumbuhan WHO menggambarkan umur dan
panjang/tinggi badan, Tentukan angka yang berada pada garis vertikal/lurus
pada kurva. Garis vertikal pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan
panjang/berat badan, umur, dan IMT, Hubungkan angka pada garis horisontal
dengan angka pada garis vertikal hingga mendapat titik temu (plotted point).
Titik temu ini merupakan gambaran perkembangan anak berdasarkan kurva
pertumbuhan WHO.
B. Deteksi Dini Untuk Komplikasi Pada Bayi Baru Lahir dan  Neonatus
Deteksi dini untuk komplikasi pada bayi baru lahir dan neonatus dengan melihat
tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut:

 Tidak mau minum atau menyusu atau memuntahkan semua


 Riwayat kejang
 Bergerak hanya jika di rangsang (letargis)
 Frekuensi nafas <30 kali permenit atau >60 kali permenit
 Suhu tubuh <36,5oC atau >37oC
 Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
 Merintih
 Ada pustule pada kulit
 Nanah banyak di mata dan mata cekung
 Pusar kemerahan meluas ke dinding perut
 Turgor kulit kembali <1 detik
 Timbul kuning atau tinja berwarna pucat
 Berat badan menurut umur rendah dan atau masalah dalam pemberian ASI
 Bayi berat lahir rendah <2500gram atau >4000gram
 Kelaianan congenital seperti  ada celah di bibir atau langit-langit
Masalah atau kondisi akut perlu tindakan segera dalam satu jam kelahiran (oleh
tenaga di kamar bersalin) :
  Tidak bernafas
  Sesak nafas
  Sianosis sentral ( kulit biru)
  Bayi berat lahir rendah (BBLR ) < 2500 gram
  Letargis

  Hipotermi atau stress dingin (suhu aksila <36.5°c)


  Kejang

Kondisi perlu tindakan awal


  Potensial infeksi bakteri (pada ketuban pecah din atau pecah lama)
  Potensial sifilis (ibu dengan gejala atauserologis positif)
  Kondisi malformasi atau masalah lain yang tidak perlu tindakan segera (oleh
tenaga di kamarbersalin):
  Lakukan asuhan segera bayi baru lahir dalam jam pertama setelah kelahiran bayi
  Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang sesuai

Komplikasi Pada Bayi Baru Lahir Dan Neonatus


Komplikasi pada bayi baru lahir dan neonates,antara lain:
  Prematuritas dan BBLR
  Asfiksia

  Infeksi bakteri

  Kejang

  Ikterus

  Diare

  Hipotermi

  Tetanus neonatorum
  Masalah pemberian ASI
  Trauma lahir
  Sindroma gangguan pernafasan
  Kelainan congenital
Prematuritas Dan BBLR
BBLR Bayi Berat Lahir Rendah dibedakan menjadi :
  BBLSR Bayi Berat Lahir Sangat Rendah bila lahir berat lahir kurang dari 1.500
gram,
  BBLR Bayi Berat Lahir Rendah bila berat lahir antara 1.501-2.499 gram.
Sedangkan bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan kurang dari usia kehamilan
37 minggu.
Penyebab BBLR dan kelahiran prematur sangatlah multifaktorial, antara lain asupan
gizi ibu sangat kurang pada masa kehamilan, gangguan pertumbuhan dalam
kandungan (janin tumbuh lambat), faktor plasenta, infeksi, kelainan rahim ibu,
trauma, dan lainnya

  Faktor Resiko BBLR


      asfiksia atau gagal untuk bernapas secara spontan dan teratur saat atau beberapa
menit setelah lahir.
      Sindrom Gawat Napas salah satu disebabkan karena  faktor paru yang belum
matang tau TRDN sesak sementara pada bayi baru lahir karena cairan paru yang
berlebihan.
      hiportemia (suhu tubuh 6,5 167 C).
Penanganan umum perawatan BBLR atau prematur setelah lahir adalah
mempertahankan suhu bayi agar tetap normal, pemberian minum, dan pencegahan
infeksi. Bayi dengan BBLR juga sangat rentan terjadinya hiportemia, karena
tipisnya cadangan lemak di bawah kulit dan masih belum matangnya pusat
pengatur panas di otak. Untuk itu, BBLR harus selalu dijaga kehangatan tubuhnya
Upaya yang paling efektif mempertahankan suhu tubuh normal adalah sering
memeluk dan menggendong bayi. Ada suatu cara yang disebut metode kangguru
atau perawatan bayi lekat, yaitu bayi selalu didekap ibu atau orang lain dengan
kontak langsung kulit bayi dengan kulit ibu atau pengasuhnya dengan cara selalu
menggendongnya. Cara lain, bayi jangan segera dimandikan sebelum berusia
enam jam sesudah lahir , bayi selalu diselimuti dan ditutup kepalanya, serta
menggunakan lampu penghangat atau alat pemancar panas. Minum sangat
diperlukan BBLR dan prematur, selain untuk pertumbuhan juga harus ada
cadangan kalori untuk mengejar ketinggalan beratnya. Minuman utama dan
pertama adalah air susu ibu (ASI) yang sudah tidak diragukan lagi keuntungan
atau kelebihannya. Disarankan bayi menyusu ASI ibunya sendiri, terutama untuk
bayi prematur. ASI ibu memang paling cocok untuknya, karena di dalamnya
terkandung kalori dan protein tinggi serat elektrolit minimal.
BBLR dan bayi prematur sangat rentan terhadap terjadinya infeksi sesudah lahir.
Karena itu, tangan harus dicuci bersih sebelum dan sesudah memegang bayi,
segera membersihkan bayi bila kencing atau buang air besar, tidak mengizinkan
menjenguk bayi bila sedang menderita sakit, terutama infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA), dan pemberian imunisasi sesuai dengan jadwal.
Untuk tumbuh dan berkembang sempurna bayi BBLR dan prematur harus mendapat
asupan nutrien berupa minuman mengandung karbohidrat, protein, lemak, serta
vitamin yang lebih dari bayi bukan BBLR. Penting dipertahikan agar zat tersebut
betul-betul dapat digunakan hanya untuk tumbuh, tidak dipakai untuk melawan
infeksi. Biasanya BBLR dapat mengejar ketinggalannya paling lambat dalam
enam bulan pertama.
   Asfiksi
            Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya
dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.
            Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia
akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.

   Kejang
Kejang, spasme, atau tidak sadar dapat di sebabkan oleh asfiksia neonatorum,
hipoglikemi atau merupakan tanda meningitis atau masalah pada susunan syaraf.
Diantara episode kejang yang terjadi, bayi mungkin tidak sadar, letargi, rewel atau
masih normal. Spasme pada tetanus neonatorum hamper mirip dengan kejang,
tetapi kedua hal tersebut harus dibedakan karena manajemen keduanya berbeda.

   Ikterus
Ikterus adalah warna kuning yang ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-14, tidak
disertai tanda dan gejala ikterus patologis
Ikterus adalah keadaan transisional  normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi
aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak
terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga.
Ikterus adalah kadar bilirubin yang tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dl
(Kosim, 2008).

  Hipotermi
Hipotermi pada bayi baru lahir adalah suhu tubuh dibawh 36,5oC pengukuran
dilakukan pada ketiak selama 3-5 menit.
Hipotermi disebabkan oleh :
1.   Evaporasi, terjadi apabila bayi lahir tidak segera dikeringkan.
2.   Konduksi, terjadi apabila bayi diletakkan ditempat dengan alas yang dingin,
seperti pada waktu menimbang bayi.
3.   Radiasi, terjadi apabila bayi diletakkan diudara lingkungan dingin.
4.   Konveksi, terjadi apabila bayi berada dalam ruangan ada aliran udara karena
pintu, jendela terbuka.

  Cara Mengatasi Hipotermi


o   Ganti pakain yang dingin dan basah dengan pakain yang hangat dan kering,
     memakai topi dan selimut yang hangat.
o   Bila ada ibu/ pengganti ibu anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan
       kontak kulit dengan kulit.
o   Periksa ulang suhu bayi 1 jam kemudian, bila suhu naik pada batas normal (36,5
-37,5o C), berarti usaha meenghangatkan berhasil.
o   Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,
berikan ASI peras.
      Rujuk apabila terdapat salah satu keadaan :
1.    Jika setelah menghangatkan selama 1 jam tidak ada kenaikan suhu (membaik).
2.    Bila bayi tidak dapat minum
3.    Terdapat gangguaan nafas atau kejang.
4.    Bila disertai salah satu tanda tanpak mengantuk/ letargis atau ada bagian tubuh
     bayi yang mengeras.
                  Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik
serta tidak ada masalah lain yang memerlukan pengawasan, bayi tidak perlu
dirujuk. Nasihati ibu cara merawat bayi lekat/ metode Kanguru dirumah.
Departemen kesehatan RI 2016

   Tetanus Neonatorum
          Tetanus Neonatorum Adalah penyakit yang dideritaolehbayibarulahir
(neonatus). Tetanus neonatorum penyebabkejang yang seringdijumpaipada BBL
yang bukan karena trauma Kelahiran atauasfiksia, tetapi disebabkan infeksiselama
masa neonatal, yang antara lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau
perawatan tidak aseptic (IlmuKesehatanAnak, 1985)

   Sindroma Gangguan Pernafasan Nafas


          Merupakan kumpulan gejala yang terdiri dispnea, frekuensi pernafasan yang
lebih dari 60 kali per menit ,adanya sianosis, adanya rintihan bayi saat ekspirasi
serta adanya retraksi suprasternal,interkostal,epigastrium saat inspirasi.Penyakit
ini merupakan penyakit membrane hialin,dimana terjadi perubahan atau
kurangnya komponen surfaktan pulmoner komponen ini merupakan suatu zat aktif
pada alveoli yang dapat mencegah kolapnya paru.
          Fungsi surfaktan itu sendiri adalah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir
ekspirasi. Penyakit ini terjadi pada bayi mengingat produksi surfaktan yang
kurang . Pada penyakit ini kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitas
menjadi terganggu dan alveolus akan kembali kolaps pada setiap akhir ekspirasi
dan pada pernafasan selanjutnya dibutuhkan tekanan negative intra thorak yang
lebih besar dengan cara inspirasi yang lebih kuat . Keadaan kolapsnya paru dapat
menyebabkan gangguan pentilasi yang akan menyebabkan hipoksia dan asidosis.
          Gangguan pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh beberapa
sebab,apabila gangguan pernapasan tersebut disertai dengan tanda-tanda hipoksia
(kekurangan oksigen),maka proknosisnya buruk dan merupakan penyebab
kematian bayi baru lahir. Kalau seandainya bayi selamat dan tetap hidup akan
beresiko tinggi dan terjadi kelainan neorologis dikemudian hari.
  Penyebab Gangguan Pernafasan
o    penyakit parenkim paru-paru, misalnya penyakit membran hialin atelektatis
o    kelainan perkembangan organ misalnya agenesis paru – paru ,hemia
diafragmatika
o    obstruksi jalan nafas , misalnya trakeomalasia , makrolasia .
  Penilaian
Tanda – tanda gangguan pernafasan pada bayi baru lahir dapat diketahui dengan
cara menghitung frekuensi pernafasan dan melihat tarikan dinding iga serta warna
kulit bayi.
  Ciri – Ciri Bayi Yang Mengalami Gangguan Pernafasan 
a)    Nafas bayi berhenti lebih 20 detik
b)    Bayi dengan sianosis sentral ( biru pada lidah dan bibir )
c)    Frekuensi nafas bayi kurang 30 kali / menit
d)   Frekuensi nafas bayi lebih 60 kali /menit , mungkin menunjukan tanda tambahan
gangguan nafas.
  Penatalaksanaan
Tindakan Yang Harus Dilakukan Pada Bayi Yang Mengalami Gangguan Pernafasan
Antara Lain:
1. Beri oksigen dengan kecepatan sedang
2. Jika bayi menglami apnea :
 Bayi dirangsang dengan mengusap dada atau punggung bayi
 Bila bayi tidak mulai bernafas atau mengalami sianosis sentral , nafas megap –
megap atau bunyi jantung menetap kurang dari 100 kali /menit,lakukan resusitasi
dengan memakai balon dan sungkup.
3. Kaji ulang temuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Periksa kadar glukosa darah.Bila kadar glukosa kurang dari 40 mg, tangani
sebagai hipoglikemia .
5. Berikan perawatan selanjutnya dan tentukan gangguan nafas berat manejemen
spesifik menurut jenis gangguan nafasnya
6. Tentukan apakah gangguan nafas berat,sedang atau ringan
  Cara Mencegah Terjadinya Gangguan Pernafasan:
Jadi untuk mencegah terjadinya ganguan pernapasan Segera lakukan resusitasi pada
bayi baru lahir, apabila bayi :
- tidak bernapas sama sekali / bernapas dengan megap-megap
- bernapas kurang dari 20 kali per menit.

 Manajemen Segera Pada Tanda Bahaya:


Tiga keadaan yang perlu tindakan segera ialah : tidak bernafas atau megap-megap, 
sianosis atau sukar bernafas.
  Tidak bernafas atau megap-megap
Penanganan umum
   Keringkan bayi, ganti kain basah dan bungkus dengan pakaian hangat kering
  Jika belum di lakukan, segera klem dan potong tali pusat’
  Letakkan bayi di tempat yang keras dan hangat untuk resusitasi
  Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan perawatan dan resusitasi

   Resusitasi
                 Perlunya resusitasi harus ditentukan sebelum akhir menit pertama
kehidupan. Indikator terpenting bahwa di perlukan resusitasi ialah kegagalan nafas
setelah bayi lahirS

C. Deteksi Dini Gangguan Perkembangan (KPSP, DDST)


1. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) KPSP adalah suatu daftar
pertanyaan singkat yang ditujukan kepada para orangtua dan dipergunakan
sebagai alat untuk melakukan skrining pendahuluan perkembangan anak usia
3 bulan-6 tahun. Bagi tiap golongan umur terdapat 10 pertanyaan untuk
orangtua atau pengasuh anak. · Alat atau instrumen yang digunakan
a. Formulir KPSP menurut umur
berisi 9–10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah
dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0–72 bulan.
 Alat bantu pemeriksaan berupa pensil, kertas, bola sebesar bola tenis,
kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang
tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0,5–1 cm.
 Jadwal Pemeriksaan Atau Skrining KPSP Rutin .Jadwal pemeriksaan atau
skrining KPSP rutin adalah pada umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36,
42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan.
 Anak belum mencapai umur skrining tersebut maka minta ibu datang
kembali pada umur skrining yang terdekat untuk pemeriksaan rutin.
 Apabila orangtua datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah
perkembangan sedangkan umur anak bukan umur skrining maka
pemeriksaan menggunakan KPSP untuk umur skrining terdekat yang
lebih muda. Contoh: bayi umur umur 7 bln maka yg digunakan adalah
KPSP 6 bln.
 Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan Contoh:
bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan bila umur bayi 3
bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan. · Interpretasi hasil KPSP Ø
Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya
 Apabila jumlah jawaban Ya = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai (S)
dengan tahap perkembangannya.
 Apabila jumlah jawaban Ya = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan
(M), tentukan jadwal untuk dilakukan pemeriksaan ulang dua minggu
kemudian.
 Apabila jumlah jawaban Ya = 6 atau kurang, kemungkinan ada
penyimpangan(P) maka anak tersebut memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut atau dirujuk.
 Intervensi yang dilakukan Sesuai Beri pujian ibu karena telah mengasuh
anak dengan baik.
 Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin, sesuai
usia dan kesiapan anak.
 Ingatkan untuk pemeriksaan KPSP pada usia 3 bulan selanjutnya
 Beri petunjuk pada ibu/keluarga agar melakukan stimulasi perkembangan
pada anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.
 Ajari ibu untuk mengintervensi stimulasi perkembangan anak untuk
mengejar ketinggalannya.
 Lakukan pemeriksaan fisik lainnya untuk menunjang adanya penyakit
yang menyebabkan keterlambatan perkembangan
 Evaluasi kembali setelah 2 minggu jika tetap 7 atau 8 lakukan
pemeriksaan lanjutan lainnya Penyimpangan
 Lakukan pemeriksaan anak secara menyeluruh: Anamnesis, pemeriksaan
fisis umum dan neuorologik dan pemeriksaan penunjang bila ada indikasi
· Cara Melakukan Pemeriksaan Ulang Dengan KPSP Pemeriksaan ulang
dengan menggunakan KPSP dilaksanakan pada tiga keadaan dibawah ini:
 Hasil KPSP negatif atau jumlah jawaban Ya = 9 atau 10, pemeriksaan
ulang dapat dilakukan - Tiap 3 bulan untuk usia dibawah 12 bulan - Tiap
6 bulan untuk usia 12 sampai 72 bulan
 Hasil KPSP dengan jawaban Ya = 7 atau 8, pemeriksaan ulang dilakukan
satu minggu kemudian setelah pemeriksaan pertama.
 Hasil KPSP dengan jawaban Ya = kurang dari 7 atau pemeriksaan ulang
tetap 7–8, anak perlu dirujuk kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
lengkap. ·
 Petugas Yang Dapat Melakukan Pemeriksaan Yaitu: Tenaga kesehatan,
Guru TK, dan Petugas PAUD terlatih.
2. DDST/Denver II Denver II merupakan revisi dari DDST.
Denver II merupakan tes psikomotorik dan salah satu metode skrining
terhadap kelainan perkembangan anak. · Fungsi Denver II, yaitu:
 Menilai tingkat perkembangan anak sesuai umur
 Menilai perkembangan anak sejak baru lahir sampai 6 tahun
 Menjaring anak tanpa gejala terhadap kemungkinan kelainan perkembangan
 Memastikan apakah anak dengan kecurigaan terdapat kelainan, memang
mengalami kelainan perkembangan
 Melakukan pemantauan perkembangan anak yang berisiko Denver II memiliki
125 gugus tugas (kemampuan) perkembangan.

Tiap tugas digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang


horizontal berurutan sesuai umur. Sensitifitas Denver II tinggi tetapi
terbatas pada spesitifitas dan nilai prediktif. Waktu penilaian berkisar
antara 15-20 menit. Pada waktu tes, tugas yang diperiksa/screening 25-30
tugas. Tes sesuai dengan tugas perkembangan yang terpotong garis umur.
Umur anak perlu ditetapkan dengan menggunakan patokan 30 hari untuk 1
bulan dan 12 bulan untuk 1 tahun. Umur bayi prematur merupakan umur
korektif sampai usia 2 tahun. Garis umur ditarik vertikal pada formulir
Denver II yang memotong kotak tugas perkembangan pada 4 sektor.
Sektor Denver II tersebut adalah: Alat peraga yang dibutuhkan untuk
Denver II berupa benang wol merah, manik-manik, kubus merah kuning
hijau biru, mainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, pensil;
lembar formulir Denver II; buku petunjuk sebagai referensi tentang cara-
cara melakukan tes dan cara penilaian. · Penilaian Denver II, yaitu:
A. Pass (P) - Anak melakukan tes dengan baik - Orang tua/pengasuh anak
mmberi laporan yang tepat dan dapat dipercaya bahwa anak dapat
melakukannya
B. Fail (F) - Anak tidak dapat melakukan tes dengan baik - Orang tua/pengasuh
memberi laporan “tepat” bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik
C. No opportunity (NO) - Anak tidak memiliki kesempatan melakukan tes
karena ada hambatan - Hanya blh dipakai pada tes dengan tanda R
D. Refusal (R) - Anak menolak melakukan tes · Interpretasi penilaian
individual pada Denver II, yaitu:
1. Lebih “advanced” - Item tgs perkembangan pada kanan
garis umum à “lebih” karena kebanyakan anak
seusianya masih belum “lulus”
2. Normal - Jika anak “gagal” atau “menolak” melakukan
tes pada item disebelah kanan garis umur - Anak tidak
diharapkan “lulus” smpai umurnya lebih tua
3. Caution“peringatan” - Anak “gagal” atau “menolak”
tes pada item yang garis umur teletak pada persentil 75
90
4. Delayed/keterlambatan - Anak “gagal” atau “menolak”
melakukan tes pada item yang terletak di sebelah kiri
garis umur - Anak “gagal” atau “menolak” tes pada
90% anak seusianya sudah dapat melakakannya
5. No opportunity “tidak ada kesempatan” - Orang tua
atau anak tidak ada kesempatan melakukan atau
mencoba · Interpretasi tes Denver II, yaitu: A. Normal -
Tidak ada keterlambatan (F) atau paling banyak t
erdapat 1 “caustion” (C) - Lakukan pemeriksaan ulang
pada kontrol berikutnya B. Abnormal - ≥2 kterlambatan
(F) - Dirujuk untuk evaluasi diagnostik C. Suspek - ≥2
“caution” (C) dan atau ≥1 keterlambatan (F) - Tes ulang
pada 1-2 minggu à menghilangan faktor sesaat D. Tidak
dapat dites - Menolak ≥ 1 item sebelah kiri garis umur
atau menolak >1 item yang tembus garis umur pada
daerah persentil 75-90 - Uji ulang dalam 1-2 minggu E.
Pertimbangan merujuk - Setelah tes ulang masih
“suspek” atau “tidak dapat diuji” - Pertimbangkan rujuk
ke ahli tumbuh kembang.
D. Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan pada Bayi
1. Gangguan Perkembangan Seorang anak dapat mengalami keterlambatan
perkembangan di hanya satu ranah perkembangan saja, atau dapat pula di lebih
dari satu ranah perkembangan. Keterlambatan perkembangan umum atau
global developmental delay merupakan keadaan keterlambatan perkembangan
yang bermakna pada dua atau lebih ranah perkembangan. Istilah keterlambatan
perkembangan umum dapat digunakan untuk anak berusia di bawah 5 tahun,
sedangkan retardasi mental umumnya dipakai untuk anak yang lebih tua
dimana tes IQ dapat memberikan hasil yang lebih akurat dan dengan reliabilitas
yang lebih baik. · Anak dengan gangguan perkembangan umum tidak selalu
mengalami retardasi mental di kemudian hari.
a. Penyebab keterlambatan perkembangan umum antara lain:
 Gangguan genetik atau kromosom seperti Sindrom Down
 Gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi serebral atau CP, spina
bifida, sindrom Rubella
 Riwayat bayi risiko tinggi seperti bayi prematur atau kurang bulan, bayi
berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit berat pada awal kehidupan
sehingga memerlukan perawatan intensif dan lainnya.
 Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami keterlambatan
perkembangan umum, perlu data/laporan atau keluhan orang tua dan
pemeriksaan deteksi dini atau skrining perkembangan pada anak.
 Pemeriksaan skrining perkembangan penting dilakukan dan harus
dilakukan dengan menggunakan alat skrining perkembangan yang benar.
 Dengan mengetahui secara dini, maka dapat dicari penyebab
keterlambatannya dan segera dilakukan intervensi yang tepat.
b. Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah · 12 bulan: tidak
merespon panggilan namanya
 15 bulan: belum ada kata · 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura · 24 bulan:
belum ada gabungan 2 kata yang berarti · Segala usia: tidak adanya babbling,
bicara dan kemampuan bersosialisasi/ interaksi
c. Tanda bahaya gangguan kognitif
 2 bulan: kurangnya fixation · 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti
gerak benda
 ·6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara · 9 bulan: belum
babbling seperti mama, baba.
 24 bulan: belum ada kata berarti · 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
d. Gangguan Perkembangan Motorik
Gangguan motorik kasar:
 Faktor keturunan, Faktor lingkungan, Faktor kepribadian, Retardasi mental,
Serebral palsi, Obesitas, Penyakit neuromuscular: Duchene muscular distrofi,
Buta
 Tanda bahaya perkembangan motorik kasar
Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota
tubuh bagian kiri dan kanan, Menetapnya refleks primitif (refleks yang
muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6 bulan Hiper/hipotonia atau
gangguan tonus otot, Hiper/hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh,
Adanya gerakan yang tidak terkontrol.
 Gangguan Motorik Halus
Tanda bahaya gangguan motorik halus
Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan , Adanya dominasi satu
tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun, Eksplorasi oral (seperti
memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat dominan setelah
usia 14 bulan, Perhatian penglihatan yang inkonsisten.

 Gangguan Perkembangan Bahasa


Faktor penyebab:
Genetik, Gangguan pendengaran, Intelegensi rendah, Kurangnya
interaksi dengan lingkungan, Maturasi yang terlambat ,Faktor keluarga
,Psikosis, Gagap, dapat disebabkan karena tekanan dari ortu agar anak
bicara dengan jelas, Bibir sumbing dan lidah yang pendek juga dapat
menyebabkan gangguan bahasa.
 Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan
terhadap suatu benda pada usia 20 bulan, Ketidakmampuan membuat
frase yang bermakna setelah 24 bulan, Orang tua masih tidak mengerti
perkataan anak pada usia 30 bulan, Tanda bahaya bicara dan bahasa
(reseptif), Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara
atau bunyi, misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons Ø
Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau
ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan, Sering mengulang
ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan.
e. Gangguan Perkembangan Pada Bayi Dan Balita Lainnya
1) Autis
Autis Adalah keadaan introversi mental dengan perhatian yang hanya
tertuju pada ego sendiri. Anak yang mengalami gangguan ini akan
terlihat lebih emosional, serta di tandai dengan adanya gangguan dan
keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, prilaku, komunikasi dan
interaksi sosial (Aulia Fadhli, 2018). Jika seorang bayi mengalami
autis, ketika di panggil namanya dia tidak akan merespon. Bayi juga
terlihat kurang menjalin hubungan mata, dengan orang lain. Ketika
berumur satu tahun, ia belum bisa menunjuk. Lebih dari satu tahun
perkembangan kemampuan bahasa agak terlambat. Jika sudah bisa
berbahasa, penggunaanya tidak secara produktif meskipun kosa
katanya bagus (Aulia Fadhli, 2018). Tanda dan gejala autis:
 Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik, seperti tidak
mampu menjalin interaksi sosial dgn baik
 Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, seperti perkembangan
bicara yg terlambat
 Adanya suatu pola yg di pertahankan dan di ulang-ulang dalam prilaku,
minat dan kegiatan (Aulia Fadhli, 2018).
2) Asperger Disorder
Asperger Disorderadalah anak yang memiliki gangguan pada
kemampuan komunikasi, interaksi sosial, serta tingkah laku. Namun
gangguan pada anak asperger lebih ringandari pada autis. Pada
umumnya penderita asperger tidak bisa berkomunikasi dua arah
maupun berkomunikasi non verbal dengan bahasa tubuh (Aulia Fadhli,
2018).
Tanda dan gejala Asperger:
 Sering mencari perhatian dengan berbicara keras.
 Menolak untuk melakukan tatap mata, tidak mampu menggunakan
komunikasi non verbal, dan tidak melihatkan ekspresin wajah
 Menunjukkan ketertarikan pada satu hal atau dua hal saja. Ø Tidak
memiliki rasa humor, tidak berempati dan gaya bicara monoton kaku
(Aulia Fadhli, 2018).
3) Sindroma Down Sindroma
Down adalah penyakit yang merupakan kumpulan dari gejala klinik
tertentu. Dahulu penyakit ini dikenal dengan nama mongoloid karena
penderita memiliki gejala klinik yang khas, yaitu wajahnya seperti
bangsa mongol dengan mata yang sipit membujur ke atas (Aulia Fadhli,
2010). Tanda dan gejala:
 Wajah yang khas dengan mata sipit membujur ke atas.
 Hidung kecil, mulut kecil, lidah besar sehingga cenderung di julurkan
dan letak telingga rendah.
 Telapak tangan pendek, jari-jari pendek, bertubuh pendek, dan
cenderung gemuk.
 IQ biasanya 50-70, tetapi kadang untuk yang di beri latihan biasanya
sampai 90 (Aulia Fadhli, 2018).

f. Gangguan Pertumbuhan Pada Bayi dan Balita


1) BB/TB · Pengukuran Berat Badan Bila BB di bawah Garis Merah (BGM) atau
tidak naik artinya: anak mempunyai Gangguan Pertumbuhan, Pengukuran
Panjang atau Tinggi Badan Menggunakan Tabel BB/TB berdasarkan NCHS
Interpretasi:
 2 SD sampai +2 SD = gizi baik Ø < -2 SD sampai -3 SD = gizi kurang
 < -3 SD = gizi buruk
 > +2 SD = gizi lebih/gemuk
2) LK (lingkaran kepala) ·
Pengukuran Lingkar Kepala Menggunakan pita pengukur lingkar kepala
dan Grafik Lingkar Kepala. Interpretasi:
 Bila ukuran LK berada dalam “jalur hijau” = LK normal
 Bila ukuran LK berada di luar “jalur hijau” = LK tidak normal
 Di atas “jalur hijau” = makrosefali, Di bawah “ jalur hijau”=
mikrosefali, Lingkaran kepala lebih dari 2 SD di atas rata-rata untuk
umur dan jenis kelamin, Bisa berasal dari hidrosefali, megalencepali,
hematoma subdural, tumor, tengkorak yang menebal, dsb.

E. Peran Bidan dalam Asuhan Bayi dan Balita dengan Gangguan


Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Deteksi Dini Tumbang Anak
Kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya
penyimpangan tumbang pada balita · 3 jenis deteksi dini tumbang yg
dilakukan:
1) Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan: mengetahui status gizi kurang/
buruk, LK yang mikro/makrosefali
2) Deteksi dini penyimpangan perkembangan: mengetahui gangguan
perkembangan (keterlambatan), gangguan daya lihat, daya dengar, dll
3) Deteksi dini penyimpangan mental emosional: seperti autisme, gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktifitas, dll (Kemenkes RI, 2018).
4) Tindakan deteksi tumbang yang dilakukan
5) Penyimpangan pertumbuhan: pemantauan dengan BB terhdp TB, LK, LL,
dimulai sejak usia 0 bulan dilakukan secara periodik min tiap 3 bulan
sekali
6) Penyimpangan perkembangan: KPSP, DDST, TDL, TDD Ø
Penyimpangan mental emosional: KMME, CHAT, GPPIJ (Kemenkes RI,
2018).
b. Peran Bidan dalam mendeteksi gangguan tumbang
Bidan memiliki kesempatan yang luas untuk memantau perawatan dan
pengasuhan yang dialami bayi hingga ia menjadi anak yang sehat ·
Keberadaan bidan mudah dijangkau oleh masyarakat · Bidan bisa menjadi
rujukan termudah untuk layanan tumbang anak di masyarakat · Bidan
dapat berkecimpung dalam dunia sekolah melalui UKS, dimulai dari
tingkat PAUD untuk memantau tumbang (Kemenkes RI, 2018)

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Terjadinya kematian bayi baru lahir masih tinggi di indonesia oleh karena itu kita
sebagai petugas kesehatan harus mampu mendeteksi dini adanya komplikasi pada
bayi baru lahir neonatus babyi dan balita sehingga kita dapat membuat
perencanaan dan penatalaksanaan dari komplikasi tersebutsehingga dapat
memberikan pertolongan segera serta dapat mencegah terjadinya kematian.

3.2  Saran
Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah laksanakanlah penatalaksanaan
yang sebaik- baiknya pada Bayi baru lahir, sehingga pada akhirnya akan
dapatmenurunkan angka kematian Bayi baru lahir.
 Bagi Mahasiswa
Dalam penetapan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa dapat melakukan
pengkajianyang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mampu
memberikan asuhan yang kompeten bagi pasien. Mahasiswa juga diharapkan
dapat mengaplikasikan ilmu yangdiperolehnya selama proses pembelajaran di
lapangan.
 Bagi Institusi
Pendidikan Diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dalam
membimbingmahasiswa dalam memberikan asuhan kebidanan bagi pasien,
sehingga mahasiswa dapat mengevaluasikan teori dan praktek yang telah
diperolehnya.
  Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan kepada klien agar menerapkan asuhan kebidanan yang telah diberikan
baik berupatindakan pencegahan maupun dalam pelaksanaannya

DAFTAR PUSTAKA
Soejatmiko. 2018. Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Balita.Sari
Pediatri. Soetjaningsih. 2017. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: EGC
Yulifah. 2019. Konsep Kebidanan. Malang: SalembaMedika Soetjiningsih,
2016. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Kemenkes RI, 2018. Aulia Fadhli, 2018
Departemen kesehatan RI 2016

Departemen kesehatan RI 2016

Departemen kesehatan RI 2016

Anda mungkin juga menyukai