Anda di halaman 1dari 25

KONSEP TATALAKSANA ARITMIA PADA PEA

K ASISTOL DAN MANAJEMEN AED

Disusun Oleh :

KELOMPOK (7)

Diansari ramadhana (B1F119051)

Setiana alirusi (B1F119047)

Ardilla futri (B1F119027)

PROGRAM STUDI D-3 TEKNIK KARDIOVASKULER

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayat-Nya sehingga kami bisa menyusun makalah
ini dengan baik dan tepat waktu.

Seperti yang kita ketahui bahwa “Basic cardiac life support” itu sangat
penting bagi kita semua. Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu kami mohon
kritik dan saran jika ada kesalahan dalam makalah kami dan kami
mengucapkan terima kasih kepada bapak Pembina mata kuliah Basic
Cardiac Life Support. Atas perhatian dan waktunya kami sampaikan
banyak terima kasih.

Makassar, Desember 2020

Kelompok VII

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..1

BAB I…………………………………………………………………………………….3

PENDAHULUAN……………………………………………………………………..3
1.1 Latar belakang……….………………………………………….………3
1.2 Tujuan Makalah…………………………………………….…..……….4
1.3 Manfaat Makalah…………………………………………….….………5
BAB II………………………………………………………………………………….6

TINJUAN TEORI……………………………………………………………………6

2.1 Definisi PEA…………………………………………………….………6


2.2 Etiology PEA……………………………………………………………7
2.3 Tatalaksana PEA (Pulse Electrical Activity)…………………………7
2.4 Definisi Asystole….…………………………………………………….9
2.5 Tatalaksana Asystole…………………………………………………...9
2.6 Manajemen AED………………………………………………………10
a. Definisi Defibrilasi...........................................................................................10
b. Fungsi AED........................................................................................................11
c. Tujuan defibrilasi AED......................................................................................11
c. Spesifikasi Alat AED.........................................................................................11
a. AED BeneHeart D3........................................................................................11
b. Aed zoll pro.....................................................................................................12
c. AED Philips FR 3............................................................................................13
d. Bagian-bagian alat latih defibrilasi..................................................................14
e. Perawatan alat defibrilasi/AED........................................................................15
e. Mekanisme kerja AED......................................................................................17
f. Penggunaan obat pada AED............................................................................19
a. Epinephrine.....................................................................................................20
b. Amiodarone.....................................................................................................20
c. Lidocaine.........................................................................................................21

2
BABIII…………………………………………………………………………………22

PENUTUP…………………………………………………………………………….22

A. Kesimpulan………………………………………………………………22
B. Saran……………………………………………………………………..22
DAFTAR PUSTAKA…………………..…………………………………………..22

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………24
2.1 Pulseless electrial activity (PEA)……………………………………………..8
2.2 Pulseless electrial activity (PEA)……………………………………………..9
2.3 Asystole…………………………………………………………………………9
2.5 Contoh Epinephirine……………………………………………………….…20
2.6 Contoh Amiodarone dan Lidocaine…………………………………………21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit kardiovaskuler menyebabkan 12 juta kematian di seluruh


dunia setiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian primer
di Amerika Serikat. Walaupun fibrilasi ventrikel jarang ditulis
sebagai penyebab kematian, namun fibrilasi ventrkiel setiap tahun
bertanggung jawab terhadap lebih dari 400.000 sudden cardiac
death (SDC) di amerika serikat.

Suatu henti jantung yang disebabkan oleh infark miokardium


seringkali terjadi setelah jantung mengalami proses fibrilasi
ventrikel. Pada fibrilasi ventrikel jantung kehilangan
kemampuannya untuk berfungsi sebagai pompa. Hal ini akan
menyebabkan bahkan hilangnya cardiac output yang dikuti oleh
hipoperfusi jaringan dank arena kekurangan oksigen, akan
menyebabkan iskemia jaringan secara keseluruhan, dimana otak
dan miokardium adalah jaringan yang paling mudah terkena. Oleh
sebab itu fibrilasi ventrikel yang tidak mendapatkan penanganan
dikatakan sebagai penyebab primer dari SDC.

Tindakan defibrilasi segera sangat penting untuk penanganan


fibrilasi ventrikel maupun takikardi ventrikel tanpa denyut. Sampai
saat ini, early defibrillation masih merupakan terapi yang paling
tepat dan cepat untuk fibrilasi ventrikel dibandingkan degan obat-
obatan yang memerlukan waktu lebih lama untuk bekerja. Shock
yang mengalirkan arus melalui jantung secara seragam dan
serentak akan mendepolarisasi sejumlah tertentu (critical mass)
otot jantung. Tujuan tindakan ini adalahuntuk mempengaruhi

4
semua kelainan listrik jantung dan membiarkan sel pacemaker
intrinsic jantung untuk mengatur dan mengambil alih konduksi
primer yang normal. Ritme konduksi normal ini akan
mengembalikan jumlah cardiac output yang mencukupi kebutuhan
untuk metabolism tubuh.
Usaha defibrilasi yang berhasil sangat tergantung pada jeda waktu
antara onset fibrilasi ventrikel dan prosedur defibrilasi dan
resusitasi. Gelombang fibrilasi ventrikel biasanya dimulai dengan
amplitude dan frekuensi yang relative tinggi dan kemudian menurun
sampai menjadi asistole dalam 15 menit. Hal ini kemungkinan
berhubungan dengan cadangan energy yang dimiliki sel otot
jantung. Fibrilasi ventrikel dengan onset segera dengan amplitude
yang tinggi, lebih sensitif tehadap usaha defibrilasi dibandingkan
fibrilasi ventrikel yang telah berlangsung lam. Tingkat keberhasilan
tindakan defibrilasi menurun 5-10% untuk setiap menit penundaan
waktu dihitung dari onset fibrilasi ventrikel. Oleh karena hal
tersebut, pengetahuan tentang prosedur defibrilasi sangatlah
penting untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan
dalam hal resusitasi penderita.

1.2 Tujuan Makalah

Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui :


1. Definisi PEA,
2. Etiology PEA
3. Tata laksana PEA
4. Definisi Asystole,
5. Tatalaksana Asystole
6. Definisi AED defibrilasi,
7. Mekanisme AED defibrilasi,
8. Tujuan AED

5
9. Spesifikasi alat AED
10. Bagian-bagian alat AED
11. Perawatan alat AED
12. Penggunaan obat-obatan pada AED defibrilasi.

1.3 Manfaat Makalah

Manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui bagaimana


tatalaksana henti jantung non shockable (Asystole dan PEA) serta
mekanisme kerja AED defibrilasi pada kasus henti jantung.

6
BAB II

TINJUAN TEORI

2.1 Definisi PEA

Pulseless electrical activity (PEA) adalah kondisi klinis yang ditandai


dengan tidak responsive dan kurangnya denyut nadi yang teraba
dengan adanya aktivitas listrik jantung yang terorganisir. Aktivitas
kelistrikan yang sebelumnya disebut sebagai disosiasi
elektromekanis (EMD). Meskipun kurangnya aktifitas listrik ventrikel
selalu menyiratkan kurangnya aktivitas mekanik ventrikel (asistol).
Artinya, aktivitas listrik adalah kondisi yang diperlukan, tetapi tidak
cukup, untuk aktivitas mekanik. Dalam situasi henti
jantung,kehadiran aktivitas listrik ventrikel terorganisisr tidak selalu
disertai dengan aktivitas mekanik venikel yang cukup untuk
menghasilkan denyut nadi teraba. PEA tidak berarti ketenangan
mekanis. Pasien mungkin memiliki kontraksi ventrikel yang lemah
dan tekanan aorta yang dapat direkam (pseudo-PEA).

PEA adalah suatu kondisi di mana kontraksi jantung tidak ada di


hadapan aktivitas listrik yang terkoordinasi. PEA meliputi sejumlah
irama jantung terorganisir, termasuk irama supraventricular (sinus
versus nonsinus) dan irama ventrikel (akselerasi idioventrikular atau
melarikan diri). Tidak adanya pulsa perife tidak harus disamakan
dengan PEA, karena mungkin disebabkan oleh penyakit pembuluh
darah perifer yang parah.

2.2 Etiology PEA

7
PEA terjadi ketika gangguan kardiovaskuler, pernapasan, atau
metabolisme utama mengakibatkan ketidakmampuan otot jantung
untuk menghasilkan kekuatan yang cukup sebagai respons
terhadap depolarisasi listrik. PEA selalu disebabkan oleh gangguan
kardiovaskuler yang mendalam (misalnya, hipoksia atau asidosis
yang berkepanjangan parah atau hipovolemia ekstrem atau emboli
paru yang membatasi aliran).

Kegiatan awal melemahkan kontraksi jantung, dan situasi ini


diperburuk oleh asidosis yang memburuk, hipoksia, dan
peningkatan tonus vagal. Kompromi lebih lanjut dari keadaan
inotropik otot jantung menyebabkan aktivitas mekanik yang tidak
memadai, meskipun ada aktifitas lostrik. Peristiwa ini menyebabkan
degenerasi ritme dan kematian pasien selanjutnya. Oklusi koroner
transien biasanya tidak menyebabkan PEA, kecuali jika hipotensi
atau aritmia lainnya terlibat.

Hipoksia sekunder akibat gagal napas mungkin merupakan


penyebab paling umum dari PEA, dengan insufisiensi pernapasan
menyertai 40-50%, dari kasus PEA. Situasi yang menyebabkan
perubahan mendadak pada preload, afterload, atau kontraaktilitas
sering mengakibatkan PEA. Penggunaan agen antipsikotik telaha
terbukti sebagai prediktor signifikan dan independen terhadap PEA.

2.3 Tatalaksana PEA (Pulse Electrical Activity)

PEA adalah keadaan darurat yang tiak memerlukan anamnesis dan


pemeriksaan fiaik lengkap. Penanganan PEA harus cepat dengan
protocol resusitasi kardiopulmonal yang baku ,eliputi RJP efektif
pemberian obat-obatan berupa epinefrin dan vasopessin seta
identifikasi dan penanganan penyebab.

8
Segera lakukan RJP sebanyak 5 siklus. RJP (30 kompresi
dada: 2 ventilasi) dilakukan jika pada pasien belum terpasang
advanced airway (ETT). Jika pada pasien telah terpasang
advanced airway, berikan ventilasi 8-10 kali/menit sambil
dilakukan kompresi dada 100 kali/menit.
Pertimbangan pemberian obat-obatan selama RJP. Berikan
epinefrin 1 mg IV setiap 3-5 menit atau vasopessin 40 U IV
(untuk menggantikan dosis pertama dan kedua epinefrin).
Setelah siklus RJP, cek kembali irama jantung. Tatalaksana
selanjutnya sesuai dengan temuan.

Gambar 2.1 Pulseless electrical activity (PEA)

Gambar 2.2 Pulseless electrical activity (PEA)

2.4 Definisi Asystole

9
Asystole adalah garis mendatar yang melintang pada layar monitor
EKG, Asystole adalah suatu keadaan dimana tidak ada aktivitas
listrik. Secara klinis, pasien dalam keadaan tidak sadar, apnea dan
tanpa nadi. Asystole dan VF (Ventricular fibrillation) sulit dibedakan
tanpa pembacaan telemetri. Walaupun begitu, pengobatannya
sangat berbeda. Klinisi selalu memverifikasi ritme ini pada lead
kedua. Pada pemeriksaan EKG, menunjukkan tidak ada HR, ritme,
gelombang P, interval PR, lebar QRS maupun gelombang ST-T

Gambar 2.3 Asystole

2.5 Tatalaksana Asystole

Asistole adalah keadaan gawat daruat di mana anamnesis dan


pemeriksaan fisik tidak perlu lengkap. Penanganan asistole harus
cepat dengan protocol resusitasi kardiopulmonal yang baku
meliputi RJP segera, pemberian obat-obatan berupa epinefrin dan
vasopressin.
RJP dilakukan sebanyak 5 siklus RJP, cek kembali irama jantung.
Tatalaksana selanjutnya sesuai temuan. Dalam tatalaksana PEA

10
dan asistole sering perlu dipertimbangkan pemberian beberapa
obat-obatan epinefrin dan vasopressin.

2.6 Manajemen AED

a. Definisi Defibrilasi

Shock defibrilasi mengantarkan energy listrik dalam jumlah yang


sangat banyak dan hamper serentak dengan durasi beberapa
milidetik yang akan mengalir antara electrode positif dan negative
melewati jantung yang mengalami fibrilasi ventrikel atau takikardi
ventrikell tanpa denyut. Aliran arus listrik ini tidak secara langsung
membuat jantung berdenyut normal, tapi mendepolarisasi seluruh
miokardium sehingga kemudian terjadi complete electrical silence
atau asystole. Periode electrical silence pasca pemberian shock
yang singkat ini akan memberikan efek repolarisasi spontan pada
sel pacemaker jantung untuk pulih. Siklus regular dari repolarisasi
dan depolarisasi dari sel pacemaker ini akan kembali mengatur
terjadinya aktifitas kontraktil yang normal.

Defibrilasi adalah suatu alat yang menghasilkan shock listrik dalam


jumlah yang terkontrol pada pasien untuk mengakhiri aritmia
jantung. Teknik pemberian shock listrik biasanyan dikenal dengan
defibrilasi jika shock diberikan untuk mengehentikan fibrilasi
ventrikel. Cardioversion merupakan istilah yang digunakan jika
shock digunakan untuk aritmia lain seperti fibrilasi atrium, fluter
atrium, atau takikardi ventrikel.

Suatu defibrillator biasanya terdiri dari capacitor charger, capacitor


penyimpanan energy dan discharge circuit. Capacitor charger
mengubah tenaga dari sumber dengan tegangan yang relative
rendah menjadi tegangan dengan tingkat yang cukup untuk

11
memberikan shock. Jika defibrillator diset “charge”, capacitor
charger akan menaikkan tegangan pada capasitor penyimpanan
energy sampai simpanan ini mencapai jumlah energy yang
diinginkan untuk melakukan defibrilasi. Discharge circuit kemu dian
menghantarkan energy pada electrode baik dengan gelombang
monophasic atau biphasic. Karena kedua electrode ditempatkan
terpisah pada dinding dada, dengan organ jantung diantaranya,
maka arus listrik akan mengalir melewati jantung juga.

b. Fungsi AED

Alat pacu jantung defibrilator memiliki dua bagian, yaitu lead dan
generator. Lead adalah bagian yang akan ditempelkan ke dada
pasien. Bagian tersebut terdiri dari kabel pacu serta sensor yang
akan merekam irama jantung dan memberikan aliran listrik ke
jantung.
Sementara generator adalah sebuah komputer kecil yang
menerima data dari sensor dan menunjukkan apakah detak jantung
normal atau tidak.
Jadi, fungsi umum dari alat ini adalah memonitor irama jantung,
menentukan ritme jantung yang tidak normal, dan mengembalikan
detak jantung seseorang kembali ke ritme normal dengan
mengirimkan sinyal listrik.

c. Tujuan defibrilasi AED

Alat medis yang dapat menganalisis irama jantung secara otomatis


dan memberikan kejutan listrik untuk mengembalikan irama jantung
jika dibutuhkan.

d. Spesifikasi Alat AED

12
a. AED BeneHeart D3
Adalah defibrilator yang ringkas, durable, ringan dan terintegrasi
dengan monitoring, defibrilasi manual, AED, dan pacer. Ini
merupakan biphasic defibrilator-monitor profesional yang cocok
untuk penggunaan di rumah sakit dan klinik di seluruh dunia.
Fitur Utama:
 Desain ringkas 4-dalam-satu yang terintegrasi: monitoring,
Defibrilasi Manual, AED, dan pacer
Layar besar dan terang dengan 3 bentuk gelombang memastikan
kemudahan menampilkan ECG dan SPO2
 Defibrilasi, kardioversi tersinkron, dan AED dengan teknologi dua
tahap (biphasic)
 Dosis energi dapat dinaikkan hingga 360 J untuk memaksimalkan
keberhasilan defibrilasi
 Kapasitas daya baterai yang kuat untuk mendukung pemantauan
yang kontinu dan dalam waktu yang lama dan kejutan selama
pengangkutan tanpa catu daya eksterna
 Desain yang ringkas dan ringan yang dirancang khusus untuk
aplikasi di rumah sakit dan klinik

b. Aed zoll pro


Dirangcang untuk penggunaan di dalam dan di lapangan.
Kombinasi untuk pertolongan dasar dan lanjutan. Menawarkan
bimbingan untuk penyelamat BLS dan kemampuan yang lebih maju
untuk profesional. Desain simpel, solid dengan pengoperasian yang
mudah.

Fitur serta Spesifikasi AED Zoll Pro :


 Gelombang kotak Biphasic
 Seleksi energi (120J, 150J, 200J)
 Waktu pengisian kurang dari 10 detik dengan baterai baru

13
 Elektroda: Zoll CPR-D-padz,
 Kabel 3 lead membolehkan pemantauan dasar memakai elektroda
EKG.
 Fashion pembedahan yang fleksibel membiarkan penyelamat
handal berlaku override manual buat mengakses keahlian yang
lebih maju, tercantum menunjukkan denyut jantung, serta buat
memutuskan apakah serta kapan buat membagikan penyembuhan.
 Suatu resolusi besar auto- mendapatkan tampilan LCD membuat
jejak ECG dalam zona tertentu, senantiasa menunjukkan gain,
sehingga penyelamat bisa dengan gampang memandang ritme
penderita.
 Baterai serta Electrode Kompatibilitas Mengirit Waktu Kritis Dan
Bayaran AED Pro menawarkan fleksibilitas buat penuhi kebutuhan
Kamu

c. AED Philips FR 3.
Defbilator yang dirancang dan didesain khusus sehingga mudah
dikemas dan dibawa kemanapun. Gelombang biphasic didukung
dengan layar LCD resolusi tinggi untuk defibrillasi yang maksimal.
Spesifikasi Defibrillator FR 3 Philips :
 Model – 861.388 (display teks) 861389 (EKG dan tampilan teks)
Disertakan dengan AED, baterai primer (1), SMART Pads III (1 set),
instruksi dicetak (Panduan Pemasangan) dan CD-ROM (Referensi
Administrasi)
 Bentuk Gelombang- SMART parameter gelombang terpotong
eksponensial biphasic menyesuaikan sebagai fungsi dari impedansi
pasien. Dewasa puncak nominal saat 32A (150J menjadi beban
ohm 50); pediatrik nominal puncak arus 19A (50J menjadi beban
ohm 50) menggunakan opsional Bayi / Anak Key
 Pengiriman kejutan – Via bantalan defibrilator ditempatkan di
anterior-anterior (Lead II) posisi untuk orang dewasa; Posisi

14
anterior-posterior untuk bayi dan anak-anak di bawah 55 lbs (25 kg)
atau 8 tahun.
 Kontrol – tombol On / Off, tombol shock, tombol pilihan. Fitur Auto-
On, bila digunakan dengan opsional FR3 tas jinjing, memungkinkan
FR3 untuk menyala ketika kasus tutupnya dibuka
 Indikator – LCD warna resolusi tinggi, pager, suara, nada dan
berkicau, speaker audio, konektor socket, lampu siap, tombol shock
 Advanced Mode Dikonfigurasi menggunakan opsional software
 Ukuran 2,7 “tinggi x 5,3” wide x 8,7 “dalam (6,9 cm x 13,5 cm x 22,1
cm)
 Berat 3 lbs 8 oz (1,6 kg) dengan FR3 baterai standar diinstal
 Layar LCD layar warna, 320 x 240 piksel. 2,8 “x 2,1” (7,2 cm x 5,4
cm)
 Bandwidth 1 Hz sampai 30 Hz (-3dB), nominal (non-diagnostik)
 Dipantau Timbal II Timbal menggunakan anterior-anterior
penempatan bantalan dewasa
 Jenis 12 VDC, 4,7 Ah, lithium mangan dioksida sel primer lama
hidup
 Kapasitas Biasanya 300 guncangan atau 12 jam waktu operasi
pada 77 ° F (25 ° C) jika dikonfigurasi untuk pemantauan setelah
ada Syok Disarankan (NSA) kehidupan siaga minimal 3 tahun
ketika disimpan di bawah kondisi lingkungan siaga (baterai
terpasang)

d. Bagian-bagian alat latih defibrilasi

Defibrillator manual atau otomatis (AED) umumnya memiliki


bagian-bagian yang sama, hanya saja berbeda bentuknya. Berikut
ini beberapa bagian defibrillator dan AED secara umum :
 Baterai : Sebgaimana kita ketahui, defibrillator merupakan alat
listrik yang jelas membutuhkan baterai dalam beroperasi.
Umumnya baterai defibrillator yang digunakan adalah baterai jenis

15
rechargeable (dapat di isi ulang) dengan umur hidup yang lama (5
tahun)
 Pads Defibrillator: Merupakan dua buah Elektroda yang digunakan
untuk mengalirkan Energi listrik dari Unit Defibrillator / AED ke dada
pasien.
 Monitor: Hanya terdapat pada defibrillator monitor/manual, dan
umumnya tidak terdapat pada AED.
 Kabel ECG : Bagian ini hanya terdapat pada jenis defibrillator
monitor, yaitu modul kabel yang digunakan untuk pemantauan
EKG.
 Kabel SpO2 : Sebagaimana modul EKG defib monitor juga
sebagian dilengkapi dengan modul SpO2 untuk pemantauan
saturasi oksigen.

e. Perawatan alat defibrilasi/AED

Mengingat, defibrillator adalah salah satu perangkat elektronik


yang dapat usang karena udara, cuaca, air dan suhu lingkungan.
Oleh sebab itu, ketika anda membeli sebuah perangkat defibrillator
anda juga harus tahu bagaimana cara perawatan defibrillator yang
benar agar perangkat anda tetap dalam kondisi prima saat
digunakan.

Beberapa Daftar Pemeriksaan Yang Perlu Dilakukan Dalam


Perawatan Defibrillator :

 Periksa PAD Dan Baterai

Sebagaimana kita ketahui, Pads dan Baterai AED atau juga


defibrillator lainnya memiliki umur hidup. Dengan kata lain bisa
kadaluarsa dalam waktu tertentu. Umumnya Pads dapat bertahan
antara 2 hingga 5 tahun. Terkadang ada juga sampai 4 tahun
tergantung merknya. Namun untuk pads AED harus diganti setelah
digunakan. Untuk Baterai AED dapat bertahan hingga 5 tahun. Jadi

16
untuk mempertahankan kinerja perangkat anda, aksesoris yang
perlu diperhatikan salah satunya adalah Pads dan Baterai.
 Lakukan Self Testing (Cek Tampilan)
Sebagian besar User yang memiliki AED dan Defibrillator tidak
akan mengetahui secara pasti adanya permasalahan pada
perangkatnya. Padahal ini sangatlah penting. Bagaimana
seandainya AED tersimpan begitu lama tanpa kita mengtahui
kondisinya, kemudian tiba – tiba harus digunakan secara darurat.
Ternyata perangkat tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya ?
Tentunya hal ini sangat disayangkan. Oleh sebab itu, anda bisa
lakukan maintenance atau perawatan simple dengan melakukan
self test secara berkala. Anda bisa lakukan satu minggu sekali atau
satu bulan sekali. Semua perangkat defibrillator memiliki fitur ini,
dan terdapat indikator apabila memang terdeteksi satu
permasalahan di bagian tertentu pada perangkat tersebut.
 Pemeriksaan Kesehatan Perangkat Secara Lengkap
Selain Self Test, perlu juga sebuah perangkat defibrillator dilakukan
pemeriksaan lengkap secara berkala. Umumnya dilakukan satu
tahun sekali. Proses pemeriksaan ini dilakukan secara professional
dan jauh lebih ketat daripada tes mandiri. Terutama dilakukan
pengecekan terhadap kemampuan analisa perangkat dalam
mendeteksi ritme jantung yang berbeda. Hal ini harus dipasikan
dengan benar dan valid. Kegagalan pada proses defibrillasi bisa
disebabkan karena faktor tersebut.
Seiring bertambahnya usia sebuah perangkat defibrillator tentunya
hal – hal demikian ini menjadi penting. Karena tidak menutup
kemungkinan bagian atau komponen yang terdapat di dalam alat ini
juga mengalami penuaan. Hal ini dapat berakibat pada kinerja
defibrillator yang menurun dan otomatis berpengaruh terhadap
keberhasilan defibrilasi

17
 Pelatihan AED
Untuk menjaga dari kesalahan penggunaan akan lebih baik apabila
seseorang yang ditugaskan bertanggung jawab penuh terhadap
penggunaan alat. Untuk itulah perlu dilakukan training atau
pelatihan professional yang nantinya akan digunakan untuk
memandu atau memberikan tutoral bagaina cara menggunakan
AED yang benar.
Ini merupakan bagian dari perawatan defibrillator secara tidak
langsung. Defibrillator masih selalu dapat digunakan selama pads
dan baterai belum kadaluarsa. Namun apabila dalam sekali
penggunaan terdapat kesalahan. Maka bisa jadi anda tidak dapat
menggunakan untuk yang kedua kalinya.
 Proses Penggantian Sparepart
Semua perangkat elektronik memiliki masa simpan yang efektif.
Seperti halnya defibrillator. Baterai AED bertahan hingga 5 tahun,
setelah itu harus segera dilakukan penggantian agar kembali dapat
digunakan dengan maksimal. Maka, gunakanlah aksesoris atau
sparepart original yang direkomendasikan.

f. Mekanisme kerja AED

Defibrilasi atau cardiovesi yang baik mem erlukan energy yang


cukup untuk membangkitkan aliran arus transmiokardium untuk
menghentikan aritmia. Namun operator haus mengindai
penghantaran arus yang terlalu besar oleh karena dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang cukup signifikan. Shock
defibrilasi mengalirkan sangat banyak elektron pada jantung dalam
waktu yang sangat singkat Tekanan yang mendorong aliran
electron ini disebut potensial listrik yang diukur dalam satuan volts.
Resistensi selalu terdapat pada aliran electron ini yang disebut
hambatan, yang diukur dalam satuan ohm. Secara singkat dapat
dijabarkan yaitu electron mengalir disebut dengan arus (ampere)

18
dengan satu tekanan (volts) dalam periode waktu tertentu
(milidetik) di seluruh suatu bahan yang mempunyai resistensi atau
tahanan (ohm).
Operator memilih energy shock (joule) dalam menjalankan
defibrillator, namun yang benar-benar mendefibrilasikan jantung
adalah aliran arus electron (ampere). Defibrilasi didapat dengan
membangkitkan suatu amplitudo, aliran arus dan mempertahankan
aliran tersebut dalam suatu interval waktu. Amplitudo arus, durasi
shock dan bagaimana amplitude arus berubah selama interval
tersebut memiliki hubungan yang sangat kompleks dalam
menentukan bagaimana shock yang diberikan, akan melakukan
defibrilasi.
Para peneliti mengatakan bahwa istilah current density merupakan
kunci dari keberhasilan defibrilasi. Curent density adalah rasio dari
besarnya arus yang mengalir di seluruh konduktor ke daerah yang
dileati oleh aliran arus tersebut, dinyatakan sebagai aliran arus per
unit area (ampere/cm2). Current density tergantung pada dosis
shock yang dipilih, lebih ditentukan oleh posisi electrode dan
anatomi thorak.
Berdasarkan hokum ohm diatas dimana arus = voltage ÷ tahanan,
maka operator dapat mempengaruhi arus listrik dari defibrillator
dengan memberikan efek langsung pada tahanan transthorak.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah energy yang dipilih,
ukuran electrode, kualitas kontak antara kulit dan electrode, jumlah
dan interval waktu dari shock yang sebelumnya, material electrode
yang menempel pada kulit, fase ventilasi, jarak antar kedua
electrode (ukuran dada), dan tekanan kontak antara electrode dan
dada. Penelitian yang dilakukan telah berhasil menentukan tahanan
transthorak manusia normalnya antara 15-150 ohm, dan rata-rata
tahanan orang dewasa sekitar 70-80 ohm. Jika tahanan transthorak
tinggi maka shock dengan energy yang rendah mungkin akan gagal

19
untuk melewatkan arus yang cukup diseluuh jantung untuk
menimbulkan defibrilasi.

Operator sebaiknya melakukan beberapa hal untuk mengurangi


tahanan transthoak yaitu dengan menekan pedal electrode,
sedangkan self-adhesive electrode tidak memerlukan tekanan
tambahan. Ketika menggunakan pedal electrode, electrode harus
selalu dilapisi dengan gel atau pasta khusus untuk defibrilasi.
Terdapatnya material yang menempel antara electrode dengan
dinding dada dapat meningkatkan tahanan tansthorak. Jika
menggunakan self-adhesive elektode maka tekan dengan kuat dan
merata diseluruh permukaan pedal untuk mendapatkan perlekatan
yang baik. Pertimbangkan adanya rambut dada yang banyak oleh
arena seringkali kontak antara kulit dan electrode terganggu dan
terdapat udara yang terperangkap dalam jumlah yang signifikan.
Keadaan ini dapat meningkatkan tahanan dan dapat menimbulkan
percikan arus listrik, dimana pada tempat yang mengandung
oksigen cukup banyak seperti misalnya critical care unit akan dapat
menimbulkan percikan api atau kebakaran. Sehingga mungkin
diperlukan pencukuran secukupnya pada daerah tempat
menempelnya elektode. Sebagai pencegahan berikan tekanan kuat
pada kontak antara pedal dan dada untuk mengurangi tahanan dan
tempatkan pedal sepenuhnya menempel pada kulit untuk
mencegah percikan listrik antara elektode satu dengan yang lain.
Pertimbangkan fase respirasi oleh karena volume tidak yang besar
dapat meningkatkan tahanan dengan bertambahnya jarak antara
kedua electrode. Kebanyakan pasien yang mengalami henti
jantung akan berada pada fase akhir ekspirasi saat diberikan shock
oleh karena penolong yang memberikan bantuan ventilasi akan
menghentikan ventilasi buatan saat pasien menerima shock.

20
g. Penggunaan obat pada AED

Saat ini obat-obatan yang direkomendasikan adalah epinefrin,


amiodaron, dan lidokain.
Epinefrin diberikan jika irama jantung asystole atau PEA (Pulse
Electric Activity). Amiodaron dan lidokain diberikan jika irama
jantung fibrilasi ventrikel (VF),
Semua obat yang diberikan melalui jalur intravena.

a. Epinephrine
Dosis epinephrine adalah 1 mg IV/IO setiap 3-5 menit, epinefrin
dapat diberikan 2-2,5 mgg endotrakeal bila akses IV/IO tidak
didapat.
Epinephrine hydrochloride memiliki efek stimulasi terhadap reseptor
β-adrenergic kontroversial karena dapat meningkatkan kerja
miokardium dan mengurangi perfusi subendokardial

Gambar 2.5 Contoh Epinephrine

b. Amiodarone
Dosis awal 300 mg IV/IO, kemudian diikuti oleh satu dosis lanjutan
150 mg IV/IO. Amiodarone memiliki pengaruh terhadap channel
sodium, kalium, dan kalsium dan dapat blok reseptor α dan β

21
Gambar 2.6 Contoh Amiodarone

c. Lidocaine
Dosis awal adalah 1 – 1.5 mg/kg IV, jika ritme bertahan dapat diberi
dosis tambahan 0.5 – 0.75 mg/kg IV dengan interval 5-10 menit,
hingga dosis maksimal 3 mg/kg. Lidocaine dapat diberikan bila
amiodarone tidak tersedia; obat ini belum dibuktikan efektif untuk
meningkatkan survival jangka pendek atau jangka panjang pasien
henti jantung

Gambar 2.7 Contoh Lidocaine

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

22
Tingkat keberhasilan tindakan defibrilasi menurun 5-10% untuk
setiap menit penundaan waktu dihitung dari onset fibrilasi ventrikel.
Oleh karena hal tersebut, pengetahuan tentang prosedur defibrilasi
sangatlah penting untuk mengembangkan keterampilan dan
pengetahuan dalam hal resusitasi penderita.

B. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat


banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan
memperbaiki makalah ini jika ada kesalahan dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Yuniadi Y. Hermanto DY. Rachaje AU. Buku ajar kardivaskuler jilid I dan II oleh
departemen kardiologi dan Kedokteran vaskuler FKUI. Jakarta Sagung Seto.
2017.

Jordan MR, Morisanponce D.Asystole. stat Pealrs. 2017. Oct 9. {medicane full
text}. Translate,2109 desember.

23
Fuzaylov G, woods B, documentation of recustation of an infark with pulseless
electrical activity arrest because of cardiac tompenade Eur J emerrg Med. 2009
Apr.16. medicaneTranslate,2109 desember.

Kabo. P. bagimana menggunakan obat-obat kardiovaskuler secara rasional .


Jakarta Belai: Penerbit FKUI.2011

Electromagnetic Interference with implantable cardiverter Defibrilators at power


frequency; An In Vivo Study. Andreas Napp, Stephan josteen, dinamik Stunder,
et al. Circulation 2014;129:441-450.

24

Anda mungkin juga menyukai