Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

GAGAL GINJAL KRONIK

OLEH

KELOMPOK: 4

1. LENDA MOMIAKE
2. EMILIA ANA AWANG
3. MELDA SUSAN K. Y. KOTA
4. DESTY TAOULAI
5. AGRINTO TALOIM
6. FREDERIKO KAKE
7. NOVRI D. KOA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya
yang telahmelimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. ASKEP ini merupakan salah satu tugas
kelompok.
Dalam menyelesaikan ASKEP ini, kami telah banyak mendapatkan bantuan
dan masukan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami
menyampaikan terima kasih mata kuliah, dan kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa ASKEP ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan ASKEP ini
kedepannya.

Kupang , 02 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012 penderita


gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50%. The United States Renal Data
System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena End Stage
Renal Disease (ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada tahun 2012
dengan tingkat pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada tahun 2013 dengan
tingkat pertumbuhan 6%.

Di Indonesia Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik berdasarkan diagnosis


dokter pada penduduk umur ≥15 tahun di tahun 2013 sebanyak 2.0‰ dan meningkat
di tahun 2018 sebanyak 3.8 ‰ atau sekitar satu juta penduduk. Sedangkan pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di tahun 2015 sebanyak
51.604 pasien, kemudian meningkat ditahun 2017 menjadi 108.723 pasien.
Terus meningkatnya angka GGK dengan hemodialisa membuat Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia menetapkan program untuk mengatasinya melalui
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ginjal kronik dengan meningkatkan
upaya promotif dan preventif dengan modifikasi gaya hidup, yaitu dengan
melakukan aktivitas fisik teratur, makan makanan sehat (rendah lemak, rendah
garam, tinggi serat), kontrol tekanan darah dan gula darah, monitor berat badan,
minum air putih minimal 2 liter perhari, tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak
dianjurkan, dan tidak merokok. Selain itu pemerintah juga mendorong implementasi
program Posbindu Pelayanan Penyakit Tidak Menular adar dapat dilakukan deteksi
dini terhadap penyakit gagal ginjal kronik. (KEMENKES, 2018).

Masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal kronik cukup
kompleks, yang meliputi : Hipervolemia, defisit nutrisi, ansietas, kerusakan integritas
kulit, gangguang pertukaran gas, dan intoleransi aktivitas. Dari beberapa masalah
yang muncul dapat dilakukan intervensi berdasarkan NANDA (2015), seperti kaji
status nutrisi pasien, monitoring tanda-tanda vital, monitor masukan cairan,
instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi dan jelaskan tentang proses
penyakit.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien gagal
ginjal kronik, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai pelaksana,
pendidik, pengelola, peneliti dan advocate. Sebagai pelaksana, perawat berperan
dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional dan kemprehensif yang
meliputi: mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatkan
asupan nutrisi yang adekuat, menignkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan
mencegah injury. Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan,
khususnya tentang pembatasan diet, cairan, dll.

Perawat sebagai pengelola, yaitu perawat harus membuat perencanaan


asuhan keperawatan dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan yang lainnya
sehinggal program pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan baik. Peran
perawat sebagai peneliti adalah menerapkan hasil penelitian di bidang keperawatan
untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Peran perawat sebagai advocate
adalah membela hak pasien selama perawatan, seperti hak pasien untuk mengetahui
rasional penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Mampu menjelaskan Asuhan Keperawatan kepada pasien yang mengalami


gagal ginjal kronik

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian kepada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik

b. Menegakkan diagnose keperawatan kepada pasien yang mengalami gagaal


ginjal kronik

c. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami


gagaal ginjal kronik

d. Melaksanakan tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami


gagaal ginjal kronik

e. Melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami


gagaal ginjal kronik
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan


volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal
ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif &
Kusuma, 2013).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ
ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh
berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam
basa (Abdul, 2015)
Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK)
adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih
kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan
gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat
pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai
karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan
pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal,
hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona,
2016).
B. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah
Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik
progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih
artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis
yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,
dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan
darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis

3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari
traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh
darah secara serius merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat.

6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.

7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi


keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

C. Tanda dan Gejala

Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):

1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun


hingga 25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN
sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.

D. Patofisiologi
Pathway Gagal Ginjal Kronik

(Sumber: Brunner & Sudart, 2013 dan SDKI, 2016).

Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti


gangguan metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus
Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer
(nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR
menurun.

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk


glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron- nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron
rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan
haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak


timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi
renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang


normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer
dan Bare, 2011).

E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1) Dialisis

Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang


serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa
dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal
sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk
menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini
dikenal ada 2 jenis dialisis :
2) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser


yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari
tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan
dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
3. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan
dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
4. Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat


menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
5. Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,


kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada
indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
6. Koreksi asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium


Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100.
7. Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat


menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
8. Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian


mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
9. Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.


Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
10. Transplantasi ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu


dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi
kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan
(Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).

1) Identitas pasien

Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, pekerjaan orang tua.

2) Keluhan utama

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,


takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumya

Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,


bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang
dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

4) Aktivitas/istrahat

Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah


atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

5) Sirkulasi

Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),
hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecenderungan perdarahan.

6) Integritas ego

Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,


menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

7) Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh
kuning pekat, merah, coklat, oliguria.

8) Makanan/cairan

Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan


(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan
diuretic, distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap
akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah.

9) Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome


“kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status
mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.

10) Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku


berhati- hati/distraksi, gelisah.

11) Pernapasan

Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan


banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman
dan batuk dengan sputum encer (edema paru).
12) Keamanan

Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,


dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan
pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
keterbatasan gerak sendi.

13) Seksualitas

Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

14) Interaksi Sosial

Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,


mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

15) Penyuluhan/pembelajaran

Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal),


penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria,
maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons


pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi
menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis
negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami
sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi
keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis
ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis
positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai
kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan
Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015).
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien.
Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan
ginjal kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan
SDKI, 2016):
1) Hipervolemia

2) Defisit nutrisi

3) Nausea

4) Gangguan integritas kulit/jaringan

5) Gangguan pertukaran gas

6) Intoleransi aktivitas

7) Resiko penurunan curah jantung

8) Perfusi perifer tidak efektif

9) Nyeri akut

c. Intervensi Keperawatan

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga,


dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa
tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar sesama perawat dan tim
kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi
pasien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan
yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah
membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan
kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).

d. Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan


keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan
yang di prioritaskan.
Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien,
faktor- faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010)
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap
operasional yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan
implementasi keperawatan, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap Prainteraksi

Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan


dan keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana
keperawatan yang baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan,
memahami rasional ilmiah dan tindakan yang akan dilakukan, mengetahui
sumber daya yang diperlukan, memahami kode etik dan aspek hukum yang
berlaku dalam pelayanan keperawatan, memahami standard praktik klinik
keperawatan untuk mengukur keberhasilan dan penampilan perawat harus
meyakinkan.
2. Tahap Perkenalan

Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur,


alamat pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang
akan dilakukan oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi
kesempatan pada pasien untuk bertanya tentang tindakan yang akan
dilakukan
3) Tahap Kerja

Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan,


hal- hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah
energy pasien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi
pasien, respon pasien terhadap tindakan yang telah diberikan.
4) Tahap Terminasi

Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah


dilakukan tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien
dan puji atas kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan
dan lingkungan pasein dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum
menginggalkan pasien, lakukan pendokumentasian.
Evaluasi
e. Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap
respon pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses
atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak
teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon pasien.

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1) Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan


tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3) Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan
dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan
4) Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan
kondisi atau munculnya masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal


Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.
Yogyakarta: Nuha Medika

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG

Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh
Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria

Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik


dengan Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma
Thesis Univesitas Andalas

KEMENKES (2018). Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan


CERDIK dan PATUH. Diakses pada tanggal 07 Desember 2018
dari www.depkes.go.id

Kinta, (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien


dengan Gagal Ginjal Kronik. Scribd. Diakses pada 30 November
2018

Kozier, Barbara (2010). Fundamentals of Canadian Nursing: Concepts,


Process and Practice, edisi2. Pearson Education Canada

Long, Barbara C. (1996). Perawatan medikal bedah:suatu


pendekatan proses keperawatan. Mosby Company

Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2011). Askep Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta: Salemba Medika

Nurarif & Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction
Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Dan NANDA NIC-NOC Jilid 2 Medaction

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Purwaningsih, Wahyu & Karlina, Ina. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika

RISKESDAS (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Diakses


pada 2 desember 2018. Dari http://www.depkes.go.id/resources/d
ownload/general- /Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).

Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins.

Toto, Abdul.(2015). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Perkemihan.


Jakarta : Trans Info Media

World Health Organization, (2013) The WOrld Organization Quality of


Life. diakses pada tanggal 2 Desember 2018. Dari
http://www.whoqoi.breff.org

Yuliana, Lina. (2013). Karya Tulis Ilmiah Gambaran Pengetahuan


Perawat Tentang Discharge Planning Pasien Di Rumah Sakit Santo
Borromeus Bandung. Diakses pada tanggal 02 Desember 2018.

Anda mungkin juga menyukai