Anda di halaman 1dari 19

Nama : Nova Rovikah

NIM : 1910421023

Kelas : Akuntansi B

TUGAS PERENCANAAN PAJAK

Peraturan Pelaksana Pajak Final

1. Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. PP No. 14 Tahun 1997.
Mengubah beberapa ketentuan dan menambah ketentuan baru dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 1994, sebagai berikut :
Ketentuan Pasal 1 ayat (2) diubah seluruhnya, sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 1
(2) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 0,1% (satu per
seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan."
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 1 dan Pasal 2 yang dijadikan Pasal 1A, yang
berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 1A

(1) Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% (setengah
persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa diakhir tahun 1996.

(2) Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, maka
nilai saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar harga saham pada saat
penawaran umum perdana."

Menambah ketentuan baru di antara Pasal 2 dan Pasal 3 yang dijadikan Pasal 2A, yang
berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 2A
Penyetoran tambahan Pajak Penghasilan atas saham pendiri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1A dilakukan oleh pemilik saham pendiri :
Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, apabila
saham perusahaan telah diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan ;
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa, apabila
saham perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek pada saat atau setelah Peraturan
Pemerintah ini ditetapkan."
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 3 dan Pasal 4 yang dijadikan Pasal 3A, yang
berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 3A
Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban Pajak Penghasilannya tidak
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A, atas penghasilan dari
transaksi penjualan saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994."
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2. Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI. PP No. 131 Tahun
2000.
(1) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang
ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
(3) Dengan memperhatikan perkembangan moneter, Menteri Keuangan dapat menetapkan
pengenaan Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia selain sebagaimana
ditentukan dalam ayat (1).
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak
termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
(5) Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat mengajukan permohonan
restitusi atas pajak yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan restitusi diatur dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 2
Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto
Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebagai berikut :
a. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak
luar negeri.
Pasal 3
(1) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak dilakukan terhadap :
a. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang
jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebih
Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah;
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat
sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau
rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d ditetapkan lebih lanjut
oleh Menteri Keuangan, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah dan atau Gubernur
Bank Indonesia, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing.

Pasal 4

(1) Bank sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) dan Bank Indonesia wajib
memotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(2) Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan bank yang
menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang bukan Dana Pensiun
yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan bukan bank wajib
memotong Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia tersebut.

Pasal 5

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 6

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
1994 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto
Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 80,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3582) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1.

3. Penghasilan dari hadiah undian. PP No. 132 Tahun 2000.


Pasal 1
Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong
atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Pasal 2
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto
hadiah undian.
Pasal 3
Penyelenggara undian wajib memotong atau memungut Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2.
Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan rekomendasi dari instansi yang
terkait.
Pasal 5
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
1994 tentang Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3575) dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

4. Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan. PP No. 5 Tahun 2002.


Pasal II
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan dan/atau bangunan, diubah
sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi
sebagai berikut :
"Pasal 2
(1) Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau diperoleh dari
penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak
Penghasilan oleh penyewa.
(2) Dalam hal ini penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka Pajak Penghasilan yang
terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau
memperoleh penghasilan."
2. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh
persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final."
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2000.

5. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. PP No. 71 Tahun
2008.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3580) sebagaimana telah beberapa kali diubah
dengan Peraturan Pemerintah :
a. Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas
Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3634);
b. Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan
Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3891);
Diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat yakni ayat (5) dan ayat (6),
sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 4
(1) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3
ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah sederhana dan Rumah Susun
Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen)
dari jumlah bruto nilai pengalihan.
(2) Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai yang tertinggi
antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau
bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 12
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan, kecuali :
a. Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat
yang bersangkutan;
b. Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor
189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.
(3) Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Nilai Jual Objek
Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang
bersangkutan atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit,
adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak terutang tahun pajak
sebelumnya.
(4) Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek Pajak
yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan
Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan berada.
(5) Rumah Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Rumah Sederhana
Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(6) Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bangunan
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian
yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun
terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang
mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.”
2. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 5
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah :
a. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak
yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto
pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (2) huruf c;
c. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
d. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan; atau
e. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.”
Pasal II
1. Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, terhadap Wajib Pajak badan, termasuk
koperasi, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan, apabila :
a. Melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari
2009 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang; dan
b. Penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang
bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi,
pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
2. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
3. Pasal 6 dihapus.
4. Ketentuan Pasal 8 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 8 berbunyi
sebagai berikut :
“Pasal 8
(1) Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
bersifat final.
(2) Dihapus.

6. Penghasilan berupa bunga/diskonto obligasi yang dijual di bursa efek. PP No. 16


Tahun 2009.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :
1. Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan.
2. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang Obligasi
dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.

Pasal 2
(1) Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi
dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila penerima
penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah :
a. Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan; dan
b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah :
a. Bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar :
1.) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2.) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan
penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap,dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
b. Diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar :
1.) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2.) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan
penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan;
c. Diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar :
1.) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2.) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan
penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan
d. Bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
sebesar :
1.) 0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
2.) 5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
3.) 15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.
Pasal 4
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh :
a. Penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga
dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo
Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat
jatuh tempo Obligasi; dan/atau
b. Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas
bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak
Penghasilan atas Bunga Obligasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Pasal 6
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2002 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan
dan/atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4175),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
7. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi. PP No. 40 Tahun 2009.

Pasal I

Ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4881) diubah
dan di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 10A, Pasal
10B, dan Pasal 10C yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10

Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran
kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008,
pengenaan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :

a. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi ditentukan sebagai berikut :
1.) Dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
2.) Dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final bagi Wajib Pajak yang memenuhi
kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga
yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
b. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
huruf a angka 1) ditentukan sebagai berikut :
1.) Dikenakan pemotongan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan oleh pengguna jasa dalam hal pengguna jasa
adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau
orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 tersebut pada saat pembayaran
uang muka dan termin;
2.) Dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya
selain sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
c. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
huruf a angka 2) ditentukan sebagai berikut :
1.) Dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final sesuai dengan ketentuan dalam
huruf d oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah,
Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai
Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai
pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan termin;
2.) Dikenakan pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam huruf d, dengan cara
menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang pada saat menerima pembayaran
uang muka dan termin, dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya
selain yang dimaksud dalam angka 1).
d. Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau
disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c ditetapkan sebagai berikut :
1.) 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa
perencanaan konstruksi;
2.) 2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa
pelaksanaan konstruksi; atau
3.) 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa
pengawasan konstruksi.
Pasal 10A
Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008, untuk pembayaran
kontrak atau bagian dari kontrak dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2008 berlaku
ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam hal berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia
Jasa dan Pengguna Jasa sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak
Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
b. Dalam hal berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh Penyedia
Jasa dan Pengguna Jasa sejak tanggal 1 Januari 2009 atau penyelesaian pekerjaan tidak
menggunakan berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan, pengenaan Pajak
Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
Pasal 10B
Terhadap kontrak yang ditandatangani sejak tanggal 1 Agustus 2008, pengenaan Pajak
Penghasilan dilakukan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.
Pasal 10C
Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008
hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008.

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2008.

8. Penghasilan dari UMKM . PP No. 46 Tahun 2013.

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :

1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983


tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Pasal 2

(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

(2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap;
dan
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

(3) Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang
dalam usahanya :

a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap; dan
b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

(4) Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah :

a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau


b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara
komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).
Pasal 3

(1) Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 adalah 1% (satu persen).

(2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun
Pajak yang bersangkutan.

(3) Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi
jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun
Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang
bersangkutan.

(4) Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak
Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 4

(1) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto
setiap bulan.

(2) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).

Pasal 5

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas penghasilan dari
usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 6

Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 7

Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang
terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan

Pasal 8

Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan
penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan
sebagai berikut :

a. Kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai


dengan 5 (lima) Tahun Pajak;
b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. Kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak
berikutnya.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu dan kriteria beroperasi secara komersial diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 10
Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai
berikut :
1. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir
sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
2. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai
dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal
Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya
Peraturan Pemerintah ini di bulan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku;
3. Didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan
dari usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib
Pajak sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 11
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.

Anda mungkin juga menyukai