Jurnal Keperawatan, Volume XI, No.

1, April 2015 ISSN 1907 - 0357

PENELITIAN
HUBUNGAN FREKUENSI MENYUSUI DENGAN INVOLUSI
UTERUS PADA IBU NIFAS
Nelly Indrasari*
*Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang

Kasus kematian ibu nifas akibat perdarahan dan kasus perdarahan post partum primer maupun sekunder
salah satunya disebabkan oleh subinvolusi uterus. Data di wilayah kerja Pos Kesehatan Kelurahan
Rajabasa Bandar Lampung dari 20 ibu nifas yang melakukan kunjungan ulang periode Maret 2013,
terdapat 13 ibu nifas dengan frekuensi menyusui bayinya ≥ 8 kali dan 7 ibu nifas dengan frekuensi
menyusui < 8 kali seluruhnya mengalami keterlambatan involusi uterus. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan frekuensi menyusui terhadap involusi uterus pada ibu nifas di Wilayah Kerja
Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung. Jenis penelitian adalah
penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu nifas pada
hari pertama, hari ke tiga dan hari ke tujuh post partum berjumlah 138 orang dan jumlah sampel sebanyak
100 ibu nifas. Pengumpulan data menggunakan checklist. Analisis data yang digunakan adalah univariat
dan bivariat dengan uji Chi-square. Hasil uji statistik diperoleh dari 32 responden yang frekuensi
menyusuinya < 8 kali terdapat sebanyak 18 responden (56,3%) mengalami involusi uterus tidak sesuai,
sedangkan dari 68 responden yang frekuensi menyusuinya ≥ 8 kali terdapat 10 responden (14,7%)
mengalami involusi uetrus tidak sesuai dengan value = 0,000 yang berarti nilai value < 0,05, maka
dapat disimpulkan ada hubungan antara frekuensi menyusui terhadap involusi uterus pada ibu nifas.
Peneliti menyarankan untuk memberikan pelayanan yang tepat khususnya bagi tenaga medis kebidanan
untuk mencegah bahaya komplikasi dari subinvolusi uterus.

Kata Kunci: Frekuensi Menyusui, Involusi Uterus

LATAR BELAKANG banyak mengarah secara spesifik pada

Masa nifas merupakan waktu yang
dipakai untuk melakukan pengawasan
terhadap ibu post partum untuk
menghindari terjadinya kematian yang
disebabkan oleh perdarahan. Kematian ibu
pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6
sampai 8 jam post partum. Hal ini
disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan
eklampsia post partum (Manuaba, 2010).
Kasus kematian ibu nifas akibat
perdarahan dan kasus perdarahan post
partum primer maupun sekunder salah
satunya disebabkan oleh involusi uterus
yang abnormal/subinvolusi uterus.
Subinvolusi uterus adalah kegagalan
uterus untuk mengikuti pola normal
involusi/ proses involusi rahim tidak
berjalan sebagai semestinya sehingga
proses pengecilan uterus terhambat.
Subinvolusi merupakan istilah yang
dipergunakan untuk menunjukan
kemunduran yang terjadi pada setiap organ
dan saluran reproduktif kadang lebih
kemunduran uterus yang mengarah
keukurannya (Varney, 2008).
Menyusui dapat merangsang
produksi oksitosin yang dapat membantu
kontraksi uterus sehingga pendarahan
pasca persalinan lebih rendah.
Meningkatkan keberhasilan produksi ASI.
Meningkatkan jalinan kasih sayang Ibu-
bayi. Memulai menyusui dini akan
mengurangi 22% kematian bayi berusia 28
hari ke bawah (JNPK-KR, 2008). Menyusui
juga dapat mencegah kematian ibu yang
masih menjadi tantangan di Indonesia (PP
IBI,2007).
Proses involusi uterus dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu mobilisasi dini,
usia, paritas, senam nifas dan menyusui.
Menyusui dapat menghentikan dan
mempercepat perdarahan setelah
melahirkan sehingga rahim akan cepat
kembali seperti semula dan faktor yang
sangat mempengaruhi percepatan involusi
uterus yaitu dengan pemberian ASI pada
bayi (Ambarwati,2010).

[27]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015
Angka Kematian Ibu diseluruh dunia
masih cukup tinggi. Estimasi WHO
tentang AKI (Maternal Mortality
Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup)
adalah sebagai berikut, diseluruh dunia
sebesar 400/100.000, dinegara industri
AKI cukup rendah yaitu sebesar
20/100.00, di Eropa sebesar 24/100.000.
Untuk negara berkembang AKI masih
cukup tinggi yaitu sebesar 440/100.000, di
Afrika sebesar 830/100.000, di Asia
Tenggara sebesar 210/100.000 (WHO,
2007 ). Untuk negara-negara ASEAN, AKI
(per100.000 kelahiran hidup) sangat
bervariasi seperti Malaysia, Brunei,
Singapura, Kamboja, Laos, Philipina,
Myanmar, Thailand dan Vietnam (Depkes,
2008).
Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia tahun 2007 menyebutkan bahwa
AKI di Indonesia periode (2003-2007)
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Perkiraan jumlah kematian ibu menurut
penyebabnya di Indonesia tahun 2010, dari
11.530 kasus kematian, perdarahan
menempati urutan tertinggi yaitu sebanyak
3.114 kasus, disamping penyebab lainnya
seperti eklampsia, infeksi, komplikasi
puerperium, dan lain-lain (Profil
Kesehatan Indonesia, 2008).
Angka kematian ibu di Propinsi
Lampung tahun 2011 sebesar 146 kasus,
dengan penyebab kematian ibu pada saat
hamil, persalinan dan nifas. Penyebab
kematian ibu maternal dalam masa nifas
yaitu sebanyak 38 (26%) kasus, sedangkan
angka kejadian untuk kota Bandar
Lampung sebanyak 8 (88,9%) kasus
kematian ibu pada saat nifas, dan pada
kecamatan Raja Basa didapatkan 1 kasus
kematian pada ibu nifas (Profil Dinkes
Propinsi Lampung, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Putri di Sidoarjo (2011) didapatkan hasil
ada hubungan antara frekuensi menyusui
dengan involusi uterus.
Data prasurvey yang telah dilakukan
di wilayah kerja Pos Kesehatan Kelurahan
Rajabasa Kecamatan Rajabasa Bandar
Lampung dari 20 ibu nifas yang
melakukan kunjungan ulang periode Maret
2013, terdapat 13 ibu nifas dengan
ISSN 1907 - 0357
frekuensi menyusui bayi nya ≥8 kali dan 7
ibu nifas dengan frekuensi menyusui < 8
kali dalam sehari. Dari 7 ibu nifas dengan
frekuensi menyusui <8 kali tersebut
seluruhnya mengalami keterlambatan
involusi uterus.
Berdasarkan latar belakang diatas
penulis tertarik untuk mengetahui
“Hubungan Frekuensi Menyusui Terhadap
Involusi Uterus Pada Ibu Nifas Di wilayah
kerja Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa
Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung”.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian
analitik dengan pendekatan cross
sectional, Bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara frekuensi menyusui
terhadap involusi uterus pada ibu nifas di
Wilayah Kerja Pos Kesehatan Kelurahan
Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa
Bandar Lampung 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu nifas hari ke-1, hari ke-3 dan
hari ke-7 di Wilayah Kerja Pos Kesehatan
Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan
Rajabasa Bandar Lampung pada bulan
Januari - Juni tahun 2013 sebanyak 138
ibu nifas.
Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu dengan masa nifas hari ke-1,
hari ke-3 dan hari ke-7 di Wilayah Kerja
Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa Raya
Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung
Tahun 2013 yang berjumlah 100 ibu nifas.
Analisis Data dilakukan 2 tahap
yaitu Analisis univariat yang dilakukan
dengan tujuan untuk menggambarkan
distribusi frekuensi variabel penelitian
yaitu proporsi frekuensi menyusui
terhadap involusi uterus pada ibu nifas.
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat
hubungan frekuensi menyusui terhadap
involusi uterus pada ibu nifas.
[28]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN 1907 - 0357

HASIL Berdasarkan tabel di atas, maka

diketahui bahwa responden di Kelurahan
Analisis Univariat Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa
Bandar Lampung tahun 2013 didapatkan
Tabel 1: Distribusi Frekuensi Responden ibu nifas yang frekuensi menyusuinya > 8
Berdasarkan Usia kali dalam sehari yaitu sebanyak 68
responden (68%).
Usia f %
< 20 15 15 Tabel 5: Distribusi Frekuensi Involusi
20 – 30 61 61 Uterus pada Ibu Nifas
> 30 24 24
Involusi Uterus f %
Jumlah 100 100
Tidak Sesuai 28 28
Sesuai 72 72
Berdasarkan tabel di atas didapat-
kan dari 100 ibu nifas terdapat 15 ibu Jumlah 100 100
dengan usia < 20 tahun (15%), usia 20-30
tahun terdapat 61 ibu nifas (61%), dan > Berdasarkan tabel di atas, maka
30 tahun terdapat 24 ibu nifas (24%). diketahui bahwa responden di Kelurahan
Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa
Tabel 2: Distribusi Frekuensi Responden Bandar Lampung tahun 2013 didapatkan
Berdasarkan Paritas ibu nifas yang mengalami involusi uterus
sesuai yaitu sebanyak 72 responden (72%).
Paritas f %
Analisis Bivariat
Primi 41 41
Multi 59 59
Berdasarkan analisis bivariat
Jumlah 100 100
dijelaskan sebagai berikut :
Berdasarkan tabel di atas didapatkan Tabel 6: Hubungan Frekuensi Menyusui
dari 100 ibu terdapat ibu dengan primi dengan Involusi Uterus
sebesar 41%, sedangkan untuk multi
sebesar 59%. Involusi Uterus
Frekuensi Tidak Total
Sesuai
Tabel 3: Distribusi Frekuensi Responden Menyusui Sesuai
f % f % f %
Berdasarkan Pekerjaan
< 8 kali 18 56,3 14 43,7 32 100
≥ 8 kali 10 14,7 58 85,3 68 100
Pekerjaan f % Total 28 28 72 72 100 100
Bekerja 36 36 OR : 7,457 CI : 2,831-19,644 Pv : 0,000
Tidak Bekerja 64 64
Berdasarkan tabel diatas terlihat
Jumlah 100 100
bahwa dari 32 responden yang frekuensi
menyusuinya < 8 kali dalam sehari,
Berdasarkan dari tabel di atas
terdapat sebanyak 18 responden (56,3%)
didapatkan ibu yang bekerja sebesar 36%
mengalami involusi uterus tidak sesuai,
sedangkan ibu yang tidak bekerja sebesar
sedangkan dari 68 responden yang
64%.
frekuensi menyusuinya ≥ 8 kali dalam
sehari terdapat 10 responden (14,7%)
Tabel 4: Distribusi Ibu Nifas yang
mengalami involusi uterus tidak sesuai.
Menyusui
Hasil uji statistik diperoleh value =
0,000 yang berarti nilai value < 0,05,
Frekuensi Menyusui f %
maka dapat disimpulkan ada hubungan
< 8 kali 32 32 antara frekuensi menyusui terhadap
≥ 8 kali 68 68 involusi uterus pada ibu nifas di wilayah
Jumlah 100 100
[29]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015
kerja Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa
Raya Kecamatan Rajabasa Bandar
Lampung tahun 2013. Dari hasil analisis
didapatkan nilai OR = 7,457 (95% CI :
2,831-19,644) yang berarti bahwa
responden yang menyusuinya < 8 kali
sehari memiliki peluang sebanyak 7,457
kali untuk mengalami involusi uterus yang
tidak sesuai dibandingkan dengan
responden yang menyusuinya ≥ 8 kali
sehari.
PEMBAHASAN
Frekuensi menyusui pada ibu nifas
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa responden di Wilayah
Kerja Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa
Raya Kecamatan Rajabasa Bandar
Lampung tahun 2013 ibu nifas yang
frekuensi menyusui nya < 8 kali dalam
sehari, terdapat sebanyak 32 responden
(32%).
Memberikan ASI pada bayi
sebaiknya dilakukan sesering mungkin
atau menyusui secara tidak dijadwal (on
demand). Faktor penyebab berkurang nya
frekuensi menyusui atau masalah dalam
menyusui adalah kurang atau salah
informasi dari petugas kesehatan, puting
susu datar, puting susu nyeri atau lecet,
payudara bengkak, sindrom ASI kurang,
ibu yang berkerja, ibu yang sakit, bayi
dengan bingung puting, bayi prematur,
bayi sumbing dan bayi yang memerlukan
perawatan (Ambarwati, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh putri
di Rb Lilik Sedati, Sidoarjo didapatkan
hasil penelitian dari 25 responden, 18
responden menyusui secara penuh (lebih
dari 12 kali dalam sehari) 94,4 %
mengalami involusi normal, dari 5
responden menyusui kurang dari 8 kali
dalam sehari serta PASI 60 % mengalami
involusi tidak normal, dan 2 responden
tidak menyusui hanya 100 % mengalami
involusi tidak normal.
Pemberian ASI secara eksklusif dan
sesering mungkin merupakan hal yang
masih sulit untuk dilakukan oleh banyak
ISSN 1907 - 0357
ibu. Kurang nya pengetahuan serta kurang
nya informasi yang diberikan oleh tenaga
kesehatan membuat ibu tidak
mementingkan pemberian ASI secara
eksklusif. Adapun upaya yang dapat
dilakukan diantaranya memberikan
penyuluhan atau informasi kepada ibu
hamil maupun ibu nifas untuk melakukan
perawatan payudaranya agar bisa
memberikan ASI, jelaskan cara menyusui
yang benar agar tidak terjadi lecet pada
puting ibu. Pada ibu yang berkerja
anjurkan untuk tetap memberikan ASI nya
sesering mungkin apabila keadaan bayi
memungkinkan untuk dibawa ke tempat
bekerja ibu atau ajarkan ibu menyimpan
ASI, ajarkan bayi untuk diberikan ASI
tidak melalui botol untuk mencegah bayi
bingung puting.
Ibu dan bayi dapat saling membantu
agar produksi ASI meningkat dan bayi
terus memberikan isapan efektifnya.
Sebagai tenaga kesehatan berikan
penyuluhan kepada ibu untuk sesering
mungkin memberikan ASI minimal 8 kali
dalam sehari kepada bayi nya secara
eksklusif selama 6 bulan tanpa makanan
tambahan lainnya. Karena banyak manfaat
yang didapatkan oleh bayi dan ibu dengan
memberikan ASI sesering mungkin yaitu
salah satunya untuk mempercepat proses
involusi uterus.
Involusi Uterus
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa responden di Wilayah
Kerja Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa
Raya Kecamatan Rajabasa Bandar
Lampung tahun 2013 ibu nifas yang
mengalami involusi uterus tidak sesuai
yaitu sebanyak 28 responden (28%).
Involusi uterus ditandai dengan
penurunan ukuran dan berat serta
perubahan pada lokasi uterus juga ditandai
dengan warna dan jumlah lokia, bila uterus
tidak mengalami atau terjadi kegagalan
dalam proses involusi disebut dengan
subinvolusi (Varney, 2008). Kegagalan
dalam proses involui uterus dapat dicegah
dan diatasi dengan adanya pemeriksaan
pada ibu nifas serta melihat faktor yang
[30]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015
dapat mempercepat involusi uterus yaitu
senam nifas, mobilisasi dini, gizi,
frekuensi menyusui, hormon oksitosin,
usia dan paritas (Yanti, 2011)
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Penelitian yang dilakukan oleh Dira di RB
Rahayu dan BPS Sofia di Ungaran tahun
2011, sebagian besar responden proses
involusi uterinya normal sebanyak 23
orang (76,7%). Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan antara
frekuensi menyusui dengan involusi uteri
( value = 0,001 < α (0,05)).
Sesuai dengan program dan
kebijakan teknis pada masa nifas paling
sedikit 4 kali melakukan kunjungan masa
nifas, ini dilakukan untuk menilai status
ibu, untuk mencegah, mendeteksi dan
menangani masalah yang terjadi pada
masa nifas. Penulis berharap sebagai
tenaga kesehatan hendak nya bidan dapat
cepat mendeteksi ibu nifas. Memastikan
involusi uterus berjalan normal,
memastikan adanya kontraksi, penurunan
ukuran dan berat serta perubahan pada
lokasi pada fundus. Tidak ada tanda-tanda
perdarahan yang abnormal serta tidak ada
nya tanda-tanda infeksi. Berikan
penyuluhan yang dapat mempercepat
involusi uterus diantaranya seperti
mobilisasi dini, senam nifas, memberikan
ASI sesering mungkin dan secara ekslusif.
Hubungan Frekuensi Menyusui
Terhadap Involusi Uterus
Berdasarkan hasil analisis tentang
hubungan frekuensi menyusui terhadap
involusi uterus pada ibu nifas di Wilayah
Kerja Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa
Raya Kecamatan Rajabasa Bandar
Lampung tahun 2013 diketahui bahwa dari
32 responden yang frekuensi menyusuinya
< 8 kali dalam sehari, terdapat sebanyak
18 responden (56,3%) mengalami involusi
uterus tidak sesuai, sedangkan dari 58
responden yang frekuensi menyusuinya ≥
8 kali dalam sehari terdapat 10 responden
(14,7%) mengalami involusi uetrus tidak
sesuai.
Dari hasil uji statistik diperoleh
value = 0,000 yang berarti nilai value <
0,05, maka dapat disimpulkan ada
ISSN 1907 - 0357
hubungan antara frekuensi menyusui
terhadap involusi uterus pada ibu nifas di
wilayah kerja Pos Kesehatan Kelurahan
Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa
Bandar Lampung tahun 2013. Dari hasil
analisis didapatkan nilai OR = 7,457 (95%
CI : 2,831-19,644) yang berarti bahwa
responden yang menyusui nya < 8 kali
sehari memiliki peluang sebanyak 7,457
kali untuk mengalami involusi uterus yang
tidak sesuai dibandingkan dengan
responden yang menyusui nya ≥ 8 kali
sehari.
Salah satu faktor penyebab
terjadinya ibu nifas mengalami involusi
uterus yang tidak sesuai adalah kurangnya
frekuensi ibu untuk menyusui bayinya.
Menyusui yang paling baik adalah sesuai
dengan permintaan bayi (on demand)
minimal 8 kali per hari. Bahwa dengan
isapan bayi, air susu dikeluarkan
(Ambarwati, 2010)
Prosesnya adalah waktu bayi
menghisap otot-otot polos pada puting
susu terangsang, rangsangan ini oleh
syaraf diteruskan ke otak, bersamaan
dengan pembentukan prolaktin oleh
hipofisis anterior, rangsangan berasal dari
isapan bayi yang dilanjutkan ke hipofisis
pesterior yang kemudian mengeluarkan
hormon oksitosin. Melalui aliran darah,
hormon ini diangkat menuju uterus
sehingga uterus berkontraksi lebih baik
lagi, dengan demikian involusi uterus lebih
cepat dan pengeluaran lokhea lebih lancar.
Itulah sebabnya semakin sering isapan
bayi, semakin banyak asi yang diproduksi
dan mempercepat proses involusi uterus
(Roesli,2005).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh putri
di Rb Lilik Sedati, Sidoarjo didapatkan
hasil penelitian dari 25 responden, 18
responden menyusui secara penuh (lebih
dari 12 kali dalam sehari) 94,4 %
mengalami involusi normal, dari 5
responden menyusui kurang dari 8 kali
dalam sehari serta PASI 60 % mengalami
involusi tidak normal, dan 2 responden
tidak menyusui hanya 100 % mengalami
involusi tidak normal. Hasil uji statistik
diperoleh hasil P = 0,000 maka P < α
[31]
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015
sehingga Ho ditolak berarti ada hubungan
antara frekuensi menyusui dengan involusi
uterus.
Dari teori dan penelitian terkait
diatas maka terbukti bahwa frekuensi
menyusui berhubungan dengan involusi
uterus pada ibu nifas. Seorang ibu yang
frekuensi menyusuinya lebih sering atau
lebih dari 8 kali dalam sehari mempunyai
peluang untuk mengalami involusi uterus
sesuai dibandingkan dengan ibu yang
frekuensi menyusuinya kurang dari 8
dalam sehari. Ibu perlu mengetahui
pentingnya pemberian ASI secara efektif
atau sesering mungkin, jika ibu
mengetahui manfaat menyusui bayinya
sesering mungkin maka akan sangat
membantu bayi dan ibunya sendiri dalam
proses laktasi dan involusi uterus.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa ibu yang menyusui di Wilayah
Kerja Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa
Raya Kecamatan Rajabasa Bandar
Lampung Tahun 2013 yaitu sebanyak 68
(68%), involusi uterus pada ibu nifas di
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Eny Retna. 2010. Asuhan
Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha
Medika. 154 halaman.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan
Indonesia 2007. Jakarta: Depkes RI
Dinas Kesehatan. 2011. Profil Kesehatan
Propinsi Lampung. Data Subdin
Kesga- Lampung.
JNPK-KR (Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik-Kesehatan Reproduksi). 2008.
Asuhan Persalinan Normal. Jakarta :
JNPK-KR/POGI. 195 halaman.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
ISSN 1907 - 0357
Wilayah Kerja Pos Kesehatan Kelurahan
Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa
Bandar Lampung Tahun 2013 yaitu
sebanyak 72 (72%). Selanjutnya
berdasarkan analisis statistic disimpukan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara frekuensi menyusui terhadap
involusi uterus pada ibu nifas di Wilayah
Kerja Pos Kesehatan Kelurahan Rajabasa
Raya Kecamatan Rajabasa Bandar
Lampung Tahun 2013 ( value = 0,000).
Hasil penelitian ini menyarakan agar
dapat menambah bahan informasi untuk
memberikan pelayanan yang tepat
khususnya bagi tenaga medis kebidanan
untuk mencegah bahaya komplikasi dari
subinvolusi uterus memberi informasi
tentang pentingnya untuk memperhatikan
bahwa seorang ibu yang frekuensi
menyusuinya lebih sering atau lebih dari 8
kali dalam sehari mempunyai peluang
untuk mengalami involusi uterus sesuai
dibandingkan dengan ibu yang frekuensi
menyusuinya kurang dari 8 dalam sehari.
Selain itu Ibu-ibu nifas juga perlu
mengetahui pentingnya pemberian ASI
secara efektif atau sesering mungkin.
PP IBI. 2007. 50 Tahun IBI. Jakarta:
PP_IBI.
Putri, Rina Herlina. 2011. Hubungan
Frekuensi Menyusui dan Involusi
Uterus Pada Ibu Nifas di RB Lilik
Sedati Sidoarjo. Tersedia
(http://share.stikesyarsi.ac.id) [3 Mei
2013]
Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASI
Ekslusif. Jakarta:PT Pustaka
Pembangunan Swadaya Nusatara.
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Vol. 2. Jakarta:EGC.\
Yanti, Damai. 2011. Asuhan Kebidanan
Masa Nifas. Bandung:PT Refika
Aditama.
[32]