“Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Jurusan
Syariah dan Hukum Islam, Prodi Hukum Keluarga Islam ”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 10
AKBAR
NURALIM
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah
Subhana Wataala yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga
kami mampu menyelesaikan penulisan makalah “Kewarisan Beda Agama dalam
Pandangan Ulama Kontemporer” ini dan tak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Akhirul kalam, semoga yang tersaji ini dapat memberikan bantuan kepada
para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar di kampus.
Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
a) Latar Belakang......................................................................................1
b) Rumusan Masalah.................................................................................2
c) Tujuan Penulisan..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
a) Kesimpulan...........................................................................................14
b) Saran.....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum kewarisan Islam diyakini oleh sebagian besar umat Islam sebagai
ketika dalam konteks tertentu hukum kewarisan Islam tidak sejalan dengan
Meskipun ketentuan hukum waris beda agama ini dalam Islam sebenarnya
hidup, namun belum ada titik terang mengenai waris beda agama sekarang ini.
Bukti masih ada perbedaan pemikiran terkait masalah waris beda agama disini
melarang adanya waris beda agama, namun Yusuf al-Qaradawi dengan fiqh
yang hanya kepada kafir harbi saja. Dan beberapa penjelasan di atas diketahui
bahwa hukum waris beda agama dalam Islam masih diperdebatkan adanya.2
Qaradawi inilah yang kemudian membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih
jauh mengenai pandangan Fiqh Kontemporer saat ini dalam kewarisan beda
agama. Dan perbedaan pemikiran tentang waris beda agama disini perlu diketahui
1
2
kontemporer yang ada setelah zaman nabi maupun yang ada saat ini terutama
ulang penafsiran hukum kewarisan yang telah ada. Di antara masalah penting
untuk dikaji ulang adalah tentang Muslim yang mewarisi harta warisan dari
B. Rumusan Masalah
Kontemporer?
C. Tujuan Penulisan
Kontemporer
3
Ahmad Musadat, “Waris Beda Agama dalam Pespektif Hukum Islam: Studi Komparasi
Pemekiran Wahbah az-Zuhaili dan Yusuf al-Qaradawi”, h. 3.
4
Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari Al-Uṣūl
Al-Khamsah”, h. 1-2.
BAB II
PEMBAHASAN
seorang anak Muslim tidak boleh menerima warisan dari orang tuanya sendiri
yang notabene adalah non-Muslim. Hal tersebut didasarkan atas hukum syari’at
yang jelas-jelas melarang seorang Muslim dengan kafir saling mewarisi. Dasar
hukum beda agama sebagai penghalang saling mewarisi adalah hadist riwayat al-
jama’ah: 5
Maksud dari Kewarisan perbedaan agama adalah antara yang beragama Islam
dan yang bukan beragama Islam (non-muslim). Kewarisan beda agama ini terbagi
pada pembahasan sebab sebab kewarisan dan penghalangnya yaitu pada salah
sang Pewaris.6
5
Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari Al-Uṣūl
Al-Khamsah”, h. 3.
6
Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari Al-Uṣūl
Al-Khamsah”, h. 4.
3
4
fikih madzhab empat, para ulama madzab sepakat bahwa ada tiga hal yang
diwarisi oleh orang non muslim. apa pun agamanya. Hal ini telah ditegaskan
muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim.’
(Bukhari dan Muslim).8 Dari redaksi dari apa yang ditetapkan hadist tersebut,
maka hadist ini merupakan bagian dari hukum wad‘i, artinya ketentuan syariat
dalam bentuk menetapkan sesuai sebagai man‘i. Jadi dalam hadist ini
imam mujtahid.9
Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang mengaku
bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir. tetapi tidak boleh
mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Islam ya‘lu
7
Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari Al-Uṣūl
Al-Khamsah”, h. 4.
8
Fabian Hutamaswara Susilo, “Pembagian Warisan Pada Keluarga Beda Agama di
Jakarta”, (Skripsi S1, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2018), h. 27.
9
Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Cet; 2 Jakarta: Kencana, 2008), h. 61.
5
walaayu ‘la ‘alaihi (unggul. tidak ada yang mengunggulinya).10 Pendapat ini
dapat menerima warisan dari orang tua atau keluarganya yang non-muslim,
adalah Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauzi. Sedangkan golongan ulama
10
Fabian Hutamaswara Susilo, “Pembagian Warisan Pada Keluarga Beda Agama di
Jakarta”, h. 28.
11
Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari Al-Uṣūl
Al-Khamsah”, h. 3.
12
Chamim Tohari, “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari Al-Uṣūl
Al-Khamsah”, h. 4.
13
Muslich Maruzi, Pokok-pokok Ilmu Waris, Semarang: Pustaka Amani, 1981, h. 16.
14
Riana Kesuma Ayu, “Penghalang Mewarisi”, dalam http://rianan-kesuma-ayu.com/
penghalang-mewarisi, 27 Agustus 2018.
6
Muslim, tampak tidak popular dan jarang dicantumkan dalam kitab-kitab hukum
setuju dan Sayid Sābiq yang menolaknya, berikut penjelasan lebih detailnya:
1. Yusuf Al-Qaradhawi
boleh menikahi wanita muslimah. Karena itu pula, kita dapat mewarisi dari
mereka, sedang mereka tidak dapat mewarisi dari kita. Beliau membenarkan
dan setuju dengan pendapat ini. Meskipun jumhur ulama tidak menyetujuinya.
atau warisan itu dapat membantu untuk mentauhidkan Allah ﷻ, untuk
taat kepada-Nya, dan menolong menegakkan agama-Nya yang benar ini.
15
Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3, terjemah Hadyu al-Islam Fatawi
Mu’asirah, (Jakarta: GEMA INSANI, 2002), h. 850.
7
menjadi haram. Bahkan, menjadi bahaya dan ancaman bagi kita sendiri (umat
Islam).”16
Adapun bunyi hadits,”Orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir
dan orang kafir tidak mewarisi dari orang muslim”, kita menafsirkannya
Maksud kafir dalam hadits diatas adalah bukan kafir harbi yaitu kafir
yang memerangi umat Islam. Artinya orang muslim hanya tidak mewarisi dari
muslim hanya boleh mewarisi dari yang bukan kafir harbi saja.
sebagai berikut: “mengenai kewarisan untuk orang muslim dari orang kafir,
16
Ulin Khoiriyah, “Analisis Maslahah Terhadap Fatwa Yusuf Al-Qaradhawi Tentang
Waris Beda Agama”, (Skripsi S1, Program Ahwal Syakhsiyah IAIN Ponorogo, Jatim, 2018), h.
51.
8
sebagaimana orang kafir tidak mewarisi dari orang muslim. Pendapat ini juga
yang diambil para imam empat mazhab dan para pengikutnya. Namun, ada
juga yang berpendapat bahwa seorang muslim dapat mewarisi dari orang
kafir, dan orang kafir tidak dapat mewarisi dari orang muslim. Pendapat
terakhir ini adalah pendapat Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah bin Abu Shufyan,
dll.17
dari orang muslim. Akan tetapi, Imam Ibn Taimiyah juga berpendapat bahwa
orang muslim dapat mewarisi dari orang kafir dan orang munafik. Hal ini juga
Islam.18
Mu’adz bin Jabal dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Menurut mereka, sabda
Nabi bahwa orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir, yang dimaksud
“kafir” dalam hadits itu adalah kafir harbi. Jadi, bukan orang munafik, orang
murtad, atau orang kafir adh-dhimmi. Karena lafaz “kafir” walaupun
makna bagian dari orang ”kafir”. Seperti firman Allah, “Sesungguhnya Allah
17
Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, h. 852.
18
Ulin Khoiriyah, “Analisis Maslahah Terhadap Fatwa Yusuf Al-Qaradhawi Tentang
Waris Beda Agama”, h. 53.
9
berbeda dengan orang-orang kafir. Demikian pula dengan orang murtad, para
Qaradawi, ia telah mendengar tak sedikit orang kafir yang menyatakan bahwa
jika keislaman tidak menghalanginya mendapatkan warisan dari orang kafir,
keengganan masuk Islam jadi berkurang dan dorongan keinginan masuk Islam
semakin kuat. Maka, dengan ketentuan ini terlihatlah kemaslahatan yang besar
bagi Islam dan umat lain yang tertarik masuk Islam. Bahkan kemaslahatannya
wanita kafir. Ketentuan ini pun tidak menyelisihi dasar-dasar Islam. Karena
sahabat seperti Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas’ud, bahwa harta warisannya
adalah untuk ahli waris dari orang-orang muslim juga. Dan tentu, orang
murtad tidak termasuk dalam sabda Nabi ﷺ, ‘Orang muslim
19
Kementrian Agama RI, Ar-Rahim Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV. Mikraj
Khazanah Ilmu, 2013), h. 100.
20
Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, h. 854.
10
dan tidak berhak mendapatkan warisan. Oleh karena itu, jika orang murtad
sebagaimana dikatakan para sahabat dan tabi’in. Ini dapat menarik mereka
ketika orang tersebut murtad sebelum pewaris muslim meninggal dunia, maka
ia tidak berhak mendapatkan warisan. Akan tetapi jika orang yang murtad
masih kafir atau dalam artian ia masuk Islam hanya karna ingin mendapatkan
warisan saja.22
sebagai berikut: orang Islam dapat mewarisi dari orang non-Islam sedangkan
orang non-Islam itu sendiri tidak boleh mewarisi dari orang Islam.
Menurutnya Islam tidak menghalangi dan tidak menolak jalan kebaikan yang
bermanfaat bagi kepentingan umatnya. Terlebih lagi dengan harta peninggalan
atau warisan yang dapat membantu mantauhidkan Allah ﷻ, taat kepada-
kepada-Nya.
21
Ulin Khoiriyah, “Analisis Maslahah Terhadap Fatwa Yusuf Al-Qaradhawi Tentang
Waris Beda Agama”, h. 56.
22
Ulin Khoiriyah, “Analisis Maslahah Terhadap Fatwa Yusuf Al-Qaradhawi Tentang
Waris Beda Agama”, h. 61.
11
2. Sayid Sābiq
mewarisi dari orang yang kafir, dan seorang yang kafir tidak mewarisi dari
seorang yang muslim.23 Dengan demikian hak waris hanya jatuh kepada
anak atau keluarga yang agamanya sama dengan pewaris, seperti jika ayahnya
muslim dan anaknya juga muslim, maka hak waris jatuh kepada anaknya.
Namun jika anaknya mengikuti ibunya yang non muslim, maka hak warisnya
hanya kepada ibunya.
menikahi Ahlul Kitab, meskipun mereka tetap dianggap kufur atau bahkan
sesat, karenanya kemudian dalam hal ini suami yang muslim bisa menguasai
keluarganya secara utuh, sebab suami merupakan kepala keluarga yang di sisi
lain harus menafkahi istri dan anaknya. Maka, ketika anak dididik oleh ibu
dari golongan Ahlul Kitab, niscaya suami haruslah mampu memonitori dengan
mewarisi yang dihubungkan dengan pewaris.25 Lebih lanjut lagi kita juga
harus mengetahui apa saja yang menjadi penghalang dalam kewarisan, adapun
sebab-sebab untuk memperoleh warisan, akan tetapi dia kehilangan hak untuk
23
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz III (Kairo: Maktabah Daar al-Turas, 1970), h. 336.
24
Abdul Wahid Hasyim, “Perkawinan Beda Agama Serta Kewarisan Anak Pandangan
Sayyid Sabiq”, (Skripsi S1, Program Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2018), h.
46.
25
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz III, h. 426.
12
bahkan tidak.
satu agama.
tuanya, jika tidak maka anak tersebut tidak mendapatkan hak waris.27
itu anak dari hasil pernikahan tersebut akan mendapatkan akibatnya. Sebab
seorang anak tidak pernah meminta untuk lahir ke muka bumi dari orang
tua yang seperti apa, melainkan mereka dilahirkan ke muka bumi untuk
hari bisa dapat diselesaikan dengan cara yang bijaksana dan sesuai dengan
perkawinan beda agama semestinya tidak menjadi faktor yang utuh untuk
adalah, ayah dari anak tersebut seorang muslim dan anak itu mengikuti
28
Abdul Wahid Hasyim, “Perkawinan Beda Agama Serta Kewarisan Anak Pandangan
Sayyid Sabiq”, h. 49.
29
Abdul Wahid Hasyim, “Perkawinan Beda Agama Serta Kewarisan Anak Pandangan
Sayyid Sabiq”, h. 49.
30
Abdul Wahid Hasyim, “Perkawinan Beda Agama Serta Kewarisan Anak Pandangan
Sayyid Sabiq”, h. 49-50.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam dan yang bukan beragama Islam (non-muslim). Kewarisan beda agama ini
terbagi tiga (3) kategori: Non-muslim mewarisi Muslim, Pendapat ini, tidak
diragukan bahwa ijma’ ulama sepakat tentang larangan orang kafir yang mewarisi
Muslim. Muslim mewarisi Non-muslim, Dalam kategori ini, tejadi perbedaan
murtad telah memutuskan tali (shilah) syari'ah dan melakukan kejahatan agama
Yusuf Qaradhawi berpendapat orang Islam dapat mewarisi dari orang non-
Islam sedangkan orang non-Islam itu sendiri tidak boleh mewarisi dari orang
Islam. Menurutnya Islam tidak menghalangi dan tidak menolak jalan kebaikan
peninggalan atau warisan yang dapat membantu mantauhidkan Allah ﷻ, taat
ditujukan sebagai sarana untuk taat kepada-Nya, bukan untuk bermaksiat kepada-
Nya. Adapun Sayyid Sabiq pada dasarnya berpendapat, seorang muslim tidak
mewarisi dari orang yang kafir, dan seorang yang kafir tidak mewarisi dari
B. Saran
terima kasih, lebih dan kurangnya saya mohon maaf sebanyak banyaknya,
Wassalam.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Riana Kesuma. “Penghalang Mewarisi”, dalam http://rianan-kesuma-
ayu.com/ penghalang-mewarisi, 27 Agustus 2018.
Effendi, Satria. Ushul Fiqh. Cet; 2 Jakarta: Kencana, 2008.
Hasyim, Abdul Wahid. “Perkawinan Beda Agama Serta Kewarisan Anak
Pandangan Sayyid Sabiq”. Skripsi S1, Program Hukum Keluarga UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2018.
Khoiriyah, Ulin. “Analisis Maslahah Terhadap Fatwa Yusuf Al-Qaradhawi
Tentang Waris Beda Agama”. Skripsi S1, Program Ahwal Syakhsiyah
IAIN Ponorogo, Jatim, 2018.
Kementrian Agama RI. Ar-Rahim Al-Qur’an dan Terjemahan. Bandung: CV.
Mikraj Khazanah Ilmu, 2013.
Musadat, Ahmad. “Waris Beda Agama dalam Pespektif Hukum Islam: Studi
Komparasi Pemekiran Wahbah az-Zuhaili dan Yusuf al-Qaradawi”.
Skripsi S1, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016.
Maruzi, Muslich. Pokok-pokok Ilmu Waris. Semarang: Pustaka Amani, 1981.
Qaradhawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jilid 3; terjemah Hadyu al-Islam
Fatawi Mu’asirah. Jakarta: GEMA INSANI, 2002.
Susilo, Fabian Hutamaswara. “Pembagian Warisan Pada Keluarga Beda Agama di
Jakarta”. Skripsi S1, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2018.
Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah. Juz III; Kairo: Maktabah Daar al-Turas, 1970.
Tohari, Chamim. “Rekonstruksi Hukum Kewarisan Beda Agama Ditinjau dari Al-
Uṣūl Al-Khamsah”. Mazahib, Vol XVI, No. 1, Juni 2017.
15