Anda di halaman 1dari 18

KOMPETENSI TENAGA KEBIDANAN DALAM MELAKUKAN

CONTINUITY OF CARE (COC)

Dosen Pengampu : Rahmawati Wahyuni, M. Keb

Disusun Oleh :

1. Candra Dewi 7. Nurul Fathonah


2. Fifin Naima 8. Resti Refiani A.
3. Lea Ely Yuesya 9. Risna Chasanah
4. Marisa Debby A. 10. Sherly Marlina
5. Netty Fransiska S. 11. Yeni Maria R S
6. Noor Agus Fitria S. 12. Yuli FitrianI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

JURUSAN KEBIDANAN PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

SAMARINDA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seperti pelayanan bidan di belahan dunia ini, pada awalnya bidan hanya mempersiapkan
ibu hamil agar dapat melahirkan secara alamiah, membantu ibu dalam masa persalinan dan
merawat bayi, namun demikian karena letak geografis Indonesia yang merupakan negara
kepulauan sehingga banyak daerah yang sulit dijangkau oleh tenaga medis dan banyaknya
kasus risiko tinggi yang tidak dapat ditangani terutama di daerah yang jauh dari pelayanan
kesehatan mendorong pemberian wewenang kepada bidan untuk melaksanakan tindakan
kegawatdaruratan pada kasus-kasus dengan penyulit terbatas misalnya manual placenta,
forsep kepala letak rendah, infus dan pengobatan sederhana. Kewenangan bidan untuk saat
ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/320/2020 Tentang Standar Profesi Bidan. Dimana Bidan dalam
menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: pelayanan
kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana. Dalam melaksanakan tugas, bidan melakukan kolaborasi,
konsultasi, dan rujukan sesuai kondisi pasien.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud standar kompetensi Bidan?
2. Apa saja area kompetensi Bdan?
3. Apa yang dimaksud dengan Continuity Of Care?
4. Apa saja Penerepan Prinsip Continuity Of Care?
5. Apa yang dimaksud dengan terampil, termotivasi, dan minat dalam Continuity Of Care?
C. TUJUAN
1 Untuk mengetahui definisi standar kompetensi Bidan
2 Untuk mengrtahui saja area kompetensi Bdan
3 Untuk mengetahui definisi Continuity Of Care
4 Untuk mengetahui apa saja Penerepan Prinsip Continuity Of Care
5. Mengetahui maksud dari terampil, termotivasi, dan minat dalam Continuity Of Care

D. MANFAAT
1. Memberikan pengetahun kepada bidan tentang kompetensi bidan untuk memberikan
asuhan kebidanan berkelanjutan dalam komunitas.
2. Memberikan informasi kepada bidan tentang kemampuan bidan untuk terampil,
termotivasi dan minat dalam pemberian asuhan kebidanan berkelanjutan pada
komunitas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. STANDAR KOMPETENSI BIDAN

Standar profesi merupakan suatu pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga profesi
tersebut sebagai petunjuk dalam menjalankan profesinya secara baik. Standar profesi
terutama bagi tenaga kesehatan (bidan) berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan difungsikan untuk melindungi
masyarakat / pasien dari pelayanan yang tidak bertanggung jawab dan melindungi pelaku
praktisi (bidan) sebagai pemberi pelayanan. Bidan lahir sebagai wanita terpercaya dan diakui
sebagai profesional bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan praktiknya yang
bekerja sebagai mitra dalam memberikan dukungan, asuhan dan nasihat dalam daur siklus
kehidupan wanita. Dalam melaksanakan praktiknya, bidan sering dihadapkan dalam
pertanyaan, apa yang dikerjakan bidan dan bagaimanan ia berkarya? Untuk menjawab
pertanyaan ini perlu ditegaskan standar profesi kebidanan yang digunakan dalam ruang
lingkup / praktek asuhan kebidanan.
Keselamatan dan kesejahteraan ibu secara menyeluruh merupakan perhatian yang
paling utama bagi bidan. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan bertanggung jawab
dan mempertanggungjawabkan praktiknya. Praktik kebidanan merupakan serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada klien (individu, masyarakat
dan keluarga) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya yang tertuang dalam asuhan
kebidanan. Asuhan kebidanan merupakan ruang lingkup asuhan yang diberikan oleh bidan
dalam penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan
kepada klien yang mempunyai kebutuhan dan atau masalah kebidanan meliputi masa
kehamilan, persalinan, nifas, bayi dan KB termasuk kesehatan reproduksi perempuan serta
pelayanan kesehatan masyarakat. Ruang lingkup asuhan yang diberikan oleh seorang bidan
telah ditetapkan sebagai wilayah kompetensi bidan di Indonesia yang bisa disebut dengan
Standar Kompetensi Bidan.

Standar Kompetensi Bidan meliputi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus
dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan
bertanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Kompetensi tersebut
dikelompokkan dalam dua katagori yaitu kopetensi inti / dasar merupakan kompetensi
minimal yang mutlak dimiliki oleh bidan, kompetensi tambahan / lanjutan merupakan
pengembangan dari pengetahuan dan keterampilan dasar untuk mendukung tugas bidan
dalam memenuhi tuntutan/kebutuhan masyarakat yang sangat luas dinamis serta
perkembangan IPTEK.

1. Area Kompetensi
Kompetensi Bidan terdiri dari 7 (tujuh) area kompetensi meliputi:
a. Etik legal dan keselamatan klien,
b. Komunikasi efektif,
c. Pengembangan diri dan profesionalisme,
d. Landasan ilmiah praktik kebidanan,
e. Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan,
f. Promosi kesehatan dan konseling, dan
g. Manajemen dan kepemimpinan.

Kompetensi Bidan menjadi dasar memberikan pelayanan kebidanan secara


komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien, dalam
bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara
mandiri, kolaborasi dan rujukan.
2. Komponen Kompetensi
a. Area Etik Legal dan Keselamatan Klien
1) Memiliki perilaku profesional.
2) Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik kebidanan.
3) Menghargai hak dan privasi perempuan serta keluarganya.
4) Menjaga keselamatan klien dalam praktik kebidanan.

b. Area Komunikasi Efektif


1) Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota keluarganya.
2) Berkomunikasi dengan masyarakat.
3) Berkomunikasi dengan rekan sejawat.
4) Berkomunikasi dengan profesi lain/tim kesehatan lain.
5) Berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders).
c. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme
1) Bersikap mawas diri.
2) Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional.
3) Menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang
menunjang praktik kebidanan dalam rangka pencapaian kualitas kesehatan
perempuan, keluarga, dan masyarakat.
d. Area Landasan Ilmiah Praktik Kebidanan
1) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan asuhan yang
berkualitas dan tanggap budaya sesuai ruang lingkup asuhan:
a) Bayi Baru Lahir (Neonatus).
b) Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
c) Remaja.
d) Masa Sebelum Hamil.
e) Masa Kehamilan.
f) Masa Persalinan.
g) Masa Pasca Keguguran.
h) Masa Nifas.
i) Masa Antara.
j) Masa Klimakterium.
k) Pelayanan Keluarga Berencana.
l) Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Perempuan.
2) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan penanganan
situasi kegawatdaruratan dan sistem rujukan.
3) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat melakukan
Keterampilan Dasar Praktik Klinis Kebidanan.
e. Area Keterampilan Klinis Dalam Praktik Kebidanan
1) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
bayi baru lahir (neonatus), kondisi gawat darurat, dan rujukan.
2) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
bayi, balita dan anak pra sekolah, kondisi gawat darurat, dan rujukan.
3) Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam upaya promosi
kesehatan reproduksi pada remaja perempuan.
4) Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam upaya promosi
kesehatan reproduksi pada masa sebelum hamil.
5) Memiliki ketrampilan untuk memberikan pelayanan ANC komprehensif untuk
memaksimalkan, kesehatan Ibu hamil dan janin serta asuhan kegawatdaruratan
dan rujukan.
6) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
ibu bersalin, kondisi gawat darurat dan rujukan.
7) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
pasca keguguran, kondisi gawat darurat dan rujukan.
8) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
ibu nifas, kondisi gawat darurat dan rujukan.
9) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
masa antara.
10) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
masa klimakterium.
11) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
pelayanan Keluarga Berencana.
12) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada
pelayanan kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.
13) Kemampuan melaksanakan keterampilan dasar praktik klinis kebidanan.
f. Area Promosi Kesehatan dan Konseling
1) Memiliki kemampuan merancang kegiatan promosi kesehatan reproduksi pada
perempuan, keluarga, dan masyarakat.
2) Memiliki kemampuan mengorganisir dan melaksanakan kegiatan promosi
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.
3) Memiliki kemampuan mengembangkan program KIE dan konseling kesehatan
reproduksi dan seksualitas perempuan.
g. Area Manajemen dan Kepemimpinan
1) Memiliki pengetahuan tentang konsep kepemimpinan dan pengelolaan sumber
daya kebidanan.
2) Memiliki kemampuan melakukan analisis faktor yang mempengaruhi kebijakan
dan strategi pelayanan kebidanan pada perempuan, bayi, dan anak.
3) Mampu menjadi role model dan agen perubahan di masyarakat khususnya dalam
kesehatan reproduksi perempuan dan anak.
4) Memiliki kemampuan menjalin jejaring lintas program dan lintas sektor.
5) Mampu menerapkan Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan.

B. KOMPETENSI TENAGA BIDAN UNTUK MEMBERIKAN ASUHAN KEBIDANAN


CONTINUITY OF CARE
Aspek paling penting dalam memberikan pelayanan maternitas adalah pada tenaga
kesehatan (Bidan). Semua pelayanan asuhan kebidanan berkelanjutan membutuhkan staff
yang benar pada tempat dan waktu yang tepat dengan kemampuan dan atitud yang tepat.
Pada banyak negara dengan penghasilan tinggi, pelayanan maternitas menghadapi tekanan
segera untuk memastikan bahwa tenaga bidan yang tersedia cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang ada. Banyak juga yang berjuang dengan pertimbangan apakah komposisi
tenaga bidan yang ada akan cukup untuk memenuhi semua kebutuhan perempuan dan
keluarga , termasuk yang menyediakan pelayanan kebidanan berkelanjutan.
Dalam merancang dan mempertahankan model asuhan kebidanan berkelanjutan saat
ini, kita harus menjadi realistik untuk menjadi kreatif dan innovatif tentang masa depan.
Dalam jangka panjang, rencana strategi untuk model asuhan kebidanan berkelanjutan akan
membutuhkan gambaran yang jelas dan terpisah tentang tenaga bidan klinis yang tersedia.
Banyak bidan bekerja pada pelayanan asuhan berkelanjutan merasa tertarik tentang
pekerjaan mereka dan melaporkan kepuasan profesional yang lebih tinggi dan minim tingkat
kelelahan (Newtonet al., 2014). Dalam konteks semakin banyak bukti yang menunjukkan
kepuasan yang lebih besar dan lebih sedikit kelelahan untuk asuhan kebidanan berkelanjutan
(Newton et al.,2016), jelas bahwa model asuhan kebidanan berkelanjutan akan dan pasti
harus berkembang.
Continuity of care adalah asuhan kebidanan berkelanjutan yang merupakan dasar
untuk model pelayanan kebidanan. Continuity of Care ini adalah proses yang
memungkinkan bidan untuk memberikan perawatan holistik dan membangun kemitraan
yang berkelanjutan dengan klien dalam rangka memberikan pemahaman, dukungan dan
kepercayaan. Asuhan berkesinambungan diaplikasikan dengan satu bidan untuk satu klien,
dari kontak awal pada awal kehamilan, persalinan, kelahiran dan periode pascanatal.
Sedangkan ICM menyebutkan bahwa model perawatan Continuity of Care dalam asuhan
kebidanan menjadi salah satu cara untuk memastikan wanita dan bayinya mendapatkan
perawatan terbaik dari bidan di seluruh kontinum persalinan.
Pengalaman asuhan secara berkelanjutan (CoC) diartikan sebagai hubungan kebidanan
yang terus menerus antara bidan dengan perempuan sejak kontak pertama kali pada awal
kehamilan dan berlanjut hingga minggu-minggu setelah melahirkan yang terjadi sejak di
komunitas hingga ke rumah sakit. Pengalaman melalui CoC dimaksudkan untuk
memungkinkan bidan mengalami secara terus- menerus bersama seorang perempuan
sepanjang periode kehamilan, persalinan dan nifas, asuhan yang diinginkan oleh perempuan
dapat diberikan melalui model asuhan kebidanan yang berkelanjutan.
Asuhan Kebidanan dengan Penerapan Prinsip Continuity of Care :
a. Personalized care atau individualized care
Personalized care adalah berfokus pada kebutuhan, harapan, dan keinginan wanita,
mengakui hak perempuan dan menghargai keputusan wanita untuk menetukan asuhan
kebidanan yang akan diperolehnya. Sedangkan dasar yang harus diperhatikan oleh
bidan dalam memberikan asuhan kebidanan adalah kebutuhan klien, untuk
mengidentiflkasi kekhususan kebutuhan masing-masing klien perlu diketahui apa saja
kebutuhan yang di inginkan oleh klien. Kebutuhan dasar manusia yang dalam hal ini
adalah wanita, tersusun dalam 33 bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang
kebutuhan akan terpenuhi jika jenjang sebelumnya telah telatif terpuaskan. Urutan
jenjang kebutuhan manusia menurut Maslow adalah sebagai berikut, kebutuhan dasar
(flsiologis), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan dimiliki dan cinta, kebutuhan
dihargai dan kebutuhan aktualisasi diri, bidan dituntut untuk memenuhi kebutuhan
yang paling dasar terlebih dahulu, kemudian memenuhi kebutuhan pada jenjang
berikutnya. Teori Maslow ini sudah mencakup semua dimensi yang ada pada wanita,
yaitu dimensi fisik, fsikologis, social, spiritual, kultural.
b. Holistic care
Holistic care maksudnya yaitu memandang klien, yang dalam hal ini adalah seorang
perempuan yang unik, perempuan dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh baik
dari segi fisik, psikologik, sosial dan kultural dari masing-masing klien. Sedangkan
Holistic care menurut pakar lain adalah hal yang dilakukan secara holistik yaitu
asuhan yang dilakukan dalam hal menangani sosial, emosional, kebutuhan fisik,
psikologis, spiritual, dan budaya serta harapan wanita.
c. Partnership care
Partnership care dikemukakan bahwa dalam melakukan model asuhan kebidanan
partnership care bidan melibatkan professional kesehatan lainnya dengan cara
berkolaborasi bila diperlukan. Partnership care menurut maksudnya adalah bidan dan
perempuan kedudukannya setara dalam proses asuhan kebidanan, fungsi bidan
memberdayakan perempuan dan keluarga dalam pengambilan keputusan, perempuan
dan keluarga dilibatkan dalam menjaga kesehatan dirinya
d. Evidence based care
Evidence based care merupakan Asuhan yang diberikan berdasarkan pada bukti yang
telah ada sesuai dengan ilmu pengetahuan. Bidan harus menyediakan informasi yang
objektif dan relevan.
e. Collaborative care
Bekerja dalam tim, pelayanan bidan dibedakan menjadai layanan primer (layanan
yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan), layanan kolaborasi (layanan yang
dilakukan bidan sebagai anggota tim yang pelayanannya dilakukan secara bersamaan)
dan layanan rujukan (layanan yang dilakukan bidan dalam rangka rujukan ke system
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu 34 pelayanan yang diberikan bidan
dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang
dilakukan bidan ke tempat fasilitas kesehatan lain secara horisontal maupun vertikal.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan bidan akan terlaksanakan secara optimal


apabila setiap bidan memahami komitmen kerjanyan sebagai bidan dan komitmen
kerjanya tersebut merupakan suatu janji dari diri seorang bidan atau kebulatan tekad
untuk melaksanakan kegiatannya sebagai seorang bidan sesuai dengan tujuan,
kedudukan, dan cakupan yang sudah ditentukan dalam tugasnya (Winani, 2007).
Berbagai teori yang menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja.
Berbagai faktor penting yang berhubungan dengan prestasi kerja individu. Dapat
dikelompokkan pada tiga kelompok besar meliputi faktor individu, organisasi, pisikolog
(Gibson, 2009):
a. variabel individu yang meliputi: kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik, latar
belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian, demografis: umur, asal-usul,jenis
kelamin
b. variabel organisasional meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur,desain pekerjaan
c. variabel psikologi meliputi: persepsi, sikap, kepribadian, belajar , motivasi. Teori lain
berasumsi peningkatan motivasi akan meningkat kinerja (Maslow,1996).
1. Terampil
Terampil adalah manusia yang dapat melakukan tindakan, aktivitas atau pekerjaan
dengan cekatan, gesit, lincah dan mampu menemukan teknik bertindak dengan sistematis.
Orang yang terampil adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
pekerjaan dalam segala bidang, sehingga dapat memperoleh hasil karya yang dapat
dinikmatinya sendiri, dan  dapat mengembang ke orang lain (Maswan,2015)
Dalam KBBI terampil artrinya cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan
cekatan.. Seorang bidan yang terampil adalah bidan yang mampu mengaplikasikan
keterampilan klinis dalam pelayanan kebidanan berdasarkan bukti (evidence based) pada
saat melakukan pelayanan kebidanan.

Seorang bidan sebaiknya memiliki keterampilan dalam melakukan pelayanan kebidanan


berupa :

1) Melakukan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada bayi


baru lahir (neonatus), bayi, balita dan anak prasekolah, remaja, masa
sebelum hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa pasca keguguran, masa
nifas, masa antara, masa klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana,
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan yang fisiologis.

2) Melakukan identifikasi kasus yang bermasalah pada bayi baru lahir


(neonatus), bayi, balita dan anak prasekolah, remaja, masa sebelum hamil,
masa kehamilan, masa persalinan, masa pasca keguguran, masa nifas,
masa antara, masa klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana,
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.

3) Melakukan skrining terhadap masalah dan gangguan pada bayi baru lahir
(neonatus), bayi, balita dan anak prasekolah, remaja.masa sebelum hamil, masa
kehamilan, masa persalinan, masa pasca keguguran, masa nifas, masa antara,
masa klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana, kesehatan reproduksi dan
seksualitas perempuan.

4) Melakukan edukasi dan konseling berbasis budaya dan etiko legal terkait
hasil skrining pada bayi baru lahir (neonatus), bayi, balita dan anak
prasekolah, remaja, masa sebelum hamil, masa kehamilan, masa
persalinan, masa pasca keguguran, masa nifas, masa antara, masa
klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana, kesehatan reproduksi
dan seksualitas perempuan.

5) Melakukan kolaborasi dengan profesi terkait masalah yang dihadapi pada


bayi baru lahir (neonatus), bayi, balita dan anak prasekolah, remaja, masa
sebelum hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa pasca keguguran, masa
nifas, masa antara, masa klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana,
kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan.

6) Melakukan prosedur tatalaksana awal kasus kegawatdaruratan pada bayi baru


lahir (neonatus), bayi, anak balita dan anak prasekolah, masa kehamilan,
masa persalinan, pasca keguguran, masa nifas, pelayanan keluarga
berencana.

7) Melakukan rujukan pada kasus kegawatdaruratan bayi baru lahir (neonatus),


bayi, anak balita dan anak prasekolah, masa kehamilan, masa persalinan, pasca
keguguran, masa nifas, pelayanan keluarga berencana sesuai prosedur.

8) Melakukan dukungan terhadap perempuan dan keluarganya dalam setiap


memberikan pelayanan kebidanan masa bayi baru lahir (neonatus), bayi,
balita dan anak pra sekolah, remaja, masa sebelum hamil, masa kehamilan,
masa persalinan, masa pasca keguguran, masa nifas, masa antara, masa
klimakterium, pelayanan Keluarga Berencana, kesehatan reproduksi dan
seksualitas perempuan.

9) Melakukan keterampilan dasar praktik klinis kebidanan dalam memberikan


pelayanan pada bayi baru lahir, bayi dan anak balita, remaja, masa sebelum
hamil, masa hamil, masa bersalin, masa nifas, masa antara, masa
klimakterium,paca keguguran, pelayanan keluarga berencana,
kesehatan reproduksi perempuan dan seksualitas.

10) Melakukan penilaian teknologi kesehatan dan menggunakan alat sesuai


kebutuhan pelayanan kebidanan dan ketentuan yang berlaku.
2. Termotivasi
Motivasi atau motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang
menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu
tujuan. Motif tidak dapat diamati, yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alas
an-alasan tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas tenaga kerja meningkat, sementara itu, manfaat yang diperoleh karena
bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat.Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu
yang sudah ditentukan.Serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang
dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang
mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/ diakui, hal ini terjadi karena
pekerjaannya itu betul betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga dia berkerja
keras. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena dorongan yang begitu tinggi berhasil
mencapai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang
bersangkutan dan tidak membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat
juangnya akan tinggi (Asep Ishak dan Tanjung Hendri dalam Hernawati, 2007).
Motivasi bidan dalam melaksanakan pelayanan asuhan kebidanan sesuai standar
karena tanggung jawab yang ada dari diri bidan dapat dilihat dari hasil kerja mereka,
adanya insentif bidan akan merasa semakin dihargai dan semakin meningkatkan kinerja,
sedangkan dengan kondisi kerja yang baik, sarana prasarana yang baik akan mendukung
pelayanan bidan yang optimal dan menumbuhkan motivasi bidan dalam penerapan
standar pelayanan kebidanan (Merry, 2009).
Bidan yang memiliki motivasi baik maupun kurang menganggap bahwa peran
seorang bidan sendiri dalam penerapan standar pelayanan antenatal sangat penting.
Mereka semua berpendapat bahwa bidan adalah tenaga kesehatan yang berhubungan
langsung dengan ibu hamil dalam pelayanan antenatal sehingga pelayanan yang diberikan
harus sesuai standar agar dapat mencapai tujuan MDG’S yaitu menurunkan AKI dan
AKB, serta untuk menekan terjadinya resiko yang mungkin terjadi pada ibu hamil
maupun janinnya (Merry, 2009).
Untuk meningkatkan motivasi bidan, dapat dilakukan dengan meningkatkan peran
pemimpin dalam memberikan pengarahan, bimbingan teknis dan bantuan bagi bidan,
serta melalui pelaksanaan supervisi. Peran bidan koordinator dalam memberikan
bimbingan teknis pada bidan desa juga sangat berpengaruh terhadap motivasi bidan.

3. Minat
Menurut Slameto (2003) minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada
suatu hal atau aktifitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah
penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri, semakin
kuat atau hubungan tersebut semakin besar minat.
Minat adalah rasa suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas tanpa ada
yang menyuruh (Slameto, 2003), dimana jika seseorang mempunyai minat pada suatu hal
maka dia akan termotivasi untuk belajar sehingga tujuan yang diharapkan tercapai,
dimana motivasi memberikan dorongan atau semangat dalam belajar sehingga bidan
termotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan asuhan kebidanan
(Winkel, 2005).
Minat dapat diekskresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa
seseorang lebih menyukai sesuatu daripada yang lain dapat pula dimanifestasikan melalui
partisipasi dalam suatu aktivitas. Seseorang yang memiliki minat terhadap subyek
tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhaap subyek tersebut,
sebagai contoh seseorang yang berminat terhadap pendiikan kebidanan maka
perhatiannya akan selalu tertuju pada keadaan-keadaan yang berhubungan dengan dunia
kesehatan atau kebidanan, sehingga untuk mewujudkan keinginannya tersebut pendidikan
kebidanan akan menjadi pilihannya.
Menurut Tanner & tanner (dalam Slameto, 2003) minat dapat dibentuk dengan jalan
memberikan informasi-informasi mengenai subyek yang menjadi pilihannya. Misalnya
tentang minat belajar di penidikan kebidanan maka informasi yang diberikan meliputi,
apa itu bidan, peran dan fungsi bidan, bagaimana prosedur untuk menjadi bidan, prasarat
apa yang harus dimilikinya, serta kompetensi apa yang harus dicapai dalam pendidikan
kebidanan.
Proses belajar akan berjalan lancar jika disertai dengan minat. Menurut Sardiman
AM (2007), mengenai minat ini antara lain dibangkitkan dengan cara-cara sebagai
berikut :
a) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan atau keinginan-keinginan
b) Adanya ketertarikan
c) Adanya dasar minat dan persoalan pengalaman yang lampau
d) Adanya informasi-informasi
e) Adanya interaksi dengan lingkungan
f) Adanya kebutuhan atau keinginan
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Praktik kebidanan merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan kepada klien (individu, masyarakat dan keluarga) sesuai dengan
kewenangan dan kemampuannya yang tertuang dalam asuhan kebidanan. Standar
Kompetensi Bidan meliputi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki
oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggung
jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Seorang bidan yang terampil adalah bidan yang mampu mengaplikasikan
keterampilan klinis dalam pelayanan kebidanan berdasarkan bukti (evidence based) pada
saat melakukan pelayanan kebidanan.
Motivasi bidan dalam melaksanakan pelayanan asuhan kebidanan sesuai standar
karena tanggung jawab yang ada dari diri bidan dapat dilihat dari hasil kerja mereka,
adanya insentif bidan akan merasa semakin dihargai dan semakin meningkatkan kinerja,
sedangkan dengan kondisi kerja yang baik, sarana prasarana yang baik akan mendukung
pelayanan bidan yang optimal dan menumbuhkan motivasi bidan dalam penerapan
standar pelayanan kebidanan

B. SARAN
1. Bagi tenaga bidan agar terus mengembangkan kemampuan dan keilmuannya tentang
asuhan kebidanan berkelanjutan agar dapat memberikan asuhan yang tepat sesuai
kebutuhan ibu dan keluarga pada setiap tahapannya.
2. Bagi klien dan keluarga agar dapat bekerja sama dan memberikan kepercayaan
kepada tenaga bidan untuk memberikan asuhannya.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, K.H. Endah Widhi. 2016. Konsep Kebidanan Dan Etikolegal Dalam Praktek Kebidanan.
Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan

Homer, Caroline, Pat Brodie, Jane Sandall, Nicky Leap. 2019. Midwifery Continuity of Care: A
Practical Guide. Elsevier Health Sciences

Wahyu Ersila, Pujiati Setyaningsih, Amalika Putri. A. 2015. Motivasi Bidan dalam Pelaksanaan
Antenatal Care Terpadu. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK). ISSN 1978-3167.

Maswan.2015.

Anda mungkin juga menyukai