Sawit Bagian A
Sawit Bagian A
AGRIBISNIS
KELAPA SAWIT
Edisi Kedua
SAMBUTAN
MENTERI PERTANIAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
TIM PENYUSUN
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
v
Pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan juga didukung
secara handal oleh 7 produsen benih dengan kapasitas 136 juta per tahun.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfin, PT. Lonsum, PT. Dami
Mas, PT. Tunggal Yunus, PT. Bina Sawit Makmur dan PT. Tania Selatan,
masing-masing mempunyai kapasitas 35 juta, 35 juta, 15 juta, 12 juta, 12
juta, 25 juta dan 2 juta kecambah. Permasalahan benih palsu diyakini
dapat teratasi melalui langkah-langkah sistematis dan strategis yang telah
disepakati secara nasional. Impor benih kelapa sawit harus dilakukan
secara hati-hati terutama dengan pertimbangan penyebaran penyakit yang
membahayakan.
Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah
berkembang dengan pesat. Hingga tahun 2005, jumlah unit pengolahan
di seluruh Indonesia mencapai 420 unit dengan kapasitas olah 18.268
ton TBS per jam yang setara dengan 17,6 juta ton CPO dan produksi aktual
12,45 juta ton CPO. Sedangkan industri pengolahan produk turunannya,
kecuali minyak goreng, masih belum berkembang dan kapasitas terpasang
baru sekitar 11 juta ton. Industri oleokimia Indonesia sampai tahun 2000
baru memproduksi oleokimia 10,8% dari produksi dunia.
Dalam perdagangan CPO, Indonesia merupakan negara net exporter
dimana impor dari Singapura dan Malaysia dilakukan hanya pada saat-
saat tertentu. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia 1980-2005
meningkat dengan laju 12,9% per tahun. Sementara itu ekspor minyak
inti sawit Indonesia 1980-2005 meningkat dengan laju 12,5% per tahun.
Ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia pada 2006
diproyeksikan mencapai sekitar 11.413 ribu ton dan 1.260 ribu ton. Impor
minyak sawit umumnya dalam bentuk olein dari Singapura dan Malaysia.
Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana terjadi
rush export dari Indonesia.
Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai
sekitar 39,35% dari ekspor minyak sawit dunia. Pada periode yang sama,
pangsa ekspor minyak sawit Malaysia adalah sekitar 50,74% dan sisanya
dikuasai oleh beberapa negara, seperti Papua Nugini dan Pantai Gading.
Pada tahun 2006, pangsa ekspor minyak sawit Indonesia akan mencapai
sekitar 39,18% dari ekspor minyak sawit dunia dan pangsa ekspor minyak
sawit Malaysia adalah sekitar 50,31%. Sisanya dikuasai oleh beberapa
negara, seperti Papua Nugini dan Pantai Gading. Fenomena yang krusial
adalah terjadi kecenderungan penurunan pangsa pasar Malaysia dan di
vi
lain pihak pangsa pasar Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2010
jumlah ekspor minyak sawit Indonesia diproyeksikan akan menyamai jumlah
ekspor Malaysia dan memiliki kecenderungan untuk berada sedikit diatas
jumlah ekspor Malaysia pada tahun-tahun berikutnya.
Neraca minyak kelapa sawit Indonesia periode 2002-2005 memiliki
rerata stok awal sebesar 1,75 juta ton dan stok akhir sebesar 1,76 juta
ton. Sedangkan neraca minyak kelapa sawit dunia memiliki rerata stok
awal sebesar 4,23 juta ton dan stok akhir sebesar 4,44 juta ton. Periode
tahun 2006-2010 neraca minyak kelapa sawit Indonesia diproyeksikan
memiliki rerata stok awal sebesar 1,27 juta ton dan stok akhir sebesar
1,42 juta ton. Sedangkan neraca minyak kelapa sawit dunia memiliki rerata
stok awal dan stok akhir masing-masing sebesar 5,49 juta ton dan 5,72
juta ton.
Guna mendukung pengembangan agribisnis kelapa sawit, peranan
lembaga penelitian dan pengembangan perkebunan, kelembagaan dan
kebijakan pemerintah cukup strategis. Lembaga penelitian dan
pengembangan perkebunan hingga saat ini telah berperan nyata melalui
berbagai inovasi teknologi. Inovasi tersebut mulai dari subsistem hulu,
usahatani hingga pengolahan produk hilir. Pada aspek kelembagaan,
berbagai organisasi, aturan dan pelaku usaha mulai berkembang.
Sedangkan pada aspek kebijakan, beberapa kebijakan perlu diperhatikan,
khususnya kebijakan fiskal (perpajakan dan retribusi) dan perijinan investasi.
Pada Bab III diuraikan tentang prospek, potensi dan arah
pengembangan agribisnis kelapa sawit. Secara umum dapat diindikasikan
bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek,
ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk. Secara
internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian
dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan
semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi ini,
arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu
dan penguatan di hilir.
Pada Bab IV disajikan tujuan dan sasaran pengembangan agribisnis
tahun 2006-2025. Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan
utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah 1) menumbuh-
kembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas
ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
vii
kesejahteraan masyarakat dan 2) menumbuhkan industri pengolahan CPO
dan produk turunannya dan industri penunjang (pupuk, obat-obatan dan
alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk
turunannya. Sasaran jangka panjang dari pengembangan agribisnis kelapa
sawit 2025 adalah: luas areal kelapa sawit Indonesia akan mencapai 9
juta ha, produksi kelapa sawit Indonesia akan mencapai 35 juta ton minyak
sawit/CPO, produktivitas rata-rata kelapa sawit nasional sebesar 20,25 ton
TBS/ha/tahun dengan rendemen minyak sawit 24%, inti sawit 6% (4,86
ton CPO/ha/tahun atau 60,75% dari potensi), penggunaan bahan tanaman
kelapa sawit yang toleran terhadap hama penyakit (khususnya toleran
terhadap Ganoderma) dan bernilai gizi tinggi, alokasi untuk konsumsi dalam
negeri mencapai 14,72 juta ton CPO (biodiesel = 6,4 juta ton CPO dan
minyak makan+oleokimia = 8,32 juta ton CPO), ekspor minyak sawit tersedia
20,28 juta ton, pendapatan Petani Pekebun mencapai USD 3.000-4.000,-
/KK/tahun, penyerapan tenaga kerja di on farm 4,5 juta tenaga kerja
(asumsi rasio 0,5 TK/ha termasuk sektor pendukung), belum termasuk
tenaga kerja yang terserap di off farm dan jasa lainnya, potensi pemanfaatan
batang sawit hasil peremajaan 41 juta m3 dan terwujudnya harmonisasi
antara luas kebun kelapa sawit dengan jumlah/kapasitas olah PKS di suatu
kawasan.
Sedangkan sasaran khusus jangka menengah pengembangan
agribisnis kelapa sawit 2010 adalah: luas areal kelapa sawit Indonesia
akan mencapai 8,02 juta ha, produksi kelapa sawit Indonesia akan mencapai
23,81 juta ton minyak sawit, produktivitas rata-rata kelapa sawit nasional
sebesar 17,03 ton TBS/ha/tahun dengan rendemen minyak sawit 22%,
inti sawit 5% (3,75 ton CPO/ha/tahun atau 46,88% dari potensi), penggunaan
bahan tanaman kelapa sawit yang toleran terhadap hama penyakit
(khususnya toleran terhadap Ganoderma) dan bernilai gizi tinggi, alokasi
untuk konsumsi dalam negeri mencapai 6,86 juta ton CPO (biodiesel = 1,5
juta ton CPO dan minyak makan+oleokimia = 5,3 juta ton CPO), ekspor
minyak sawit tersedia 16,71 juta ton, pendapatan petani pekebun mencapai
USD 2.000-2.500/KK/tahun, penyerapan tenaga kerja di on farm 4 juta
tenaga kerja (asumsi rasio 0,5 TK/ha termasuk sektor pendukung), belum
termasuk tenaga kerja yang terserap di off farm dan jasa lainnya dan
potensi pemanfaatan batang sawit hasil peremajaan 16,5 juta m3 (asumsi
100 ribu ha potensi kebun diremajakan, 75% dari populasi 128 pohon/ha,
rendemen 1,72 m3/batang).
viii
Pada Bab V disajikan kebijakan, strategi dan program pengembangan
agribisnis perkebunan. Arah kebijakan jangka panjang adalah
pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang berdaya
saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Dalam jangka
menengah kebijakan pengembangan argibisnis kelapa sawit meliputi
peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan
peningkatan nilai tambah, dan penyediaan dukungan dana pengembangan.
Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah
integrasi vertikal dan horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka
peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha
pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan
kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan, dan
pengembangan pasar. Strategi tersebut didukung dengan penyediaan
infrastruktur (sarana dan prasarana) dan kebijakan pemerintah yang
kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit. Dalam
implementasinya, strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung
dengan program-program yang komprehensif dari berbagai aspek
manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan (perbenihan, budidaya dan
pemeliharaan, pengolahan hasil, pengembangan usaha, dan pemberdayaan
masyarakat) hingga evaluasi.
Pada Bab VI disajikan kebutuhan investasi pengembangan agribisnis
kelapa sawit Indonesia. Seperti disampaikan pada Bab III sub bab c tentang
arah pengembangan, maka pada 2006-2010 rata-rata perluasan kebun
di areal bukaan baru 515.46 ribu ha/tahun dan jumlah peremajaan kebun
77.25 ribu ha/tahun atau Indonesia melakukan pen`anaman baru sebanyak
592.71 ribu ha/tahun. Secara nasional, luas areal kelapa sawit Indonesia
naik dari 5,45 juta ha pada tahun 2005 menjadi sekitar 8,02 juta ha di
tahun 2010.
Perhitungan investasi untuk perluasan kebun kelapa sawit seluas
515.462 ha (plus 28 unit PKS 60 ton TBS/jam) adalah Rp 23,41 triliun
dengan perincian Rp 4,73 triliun untuk Indonesia Barat (112.229 ha dan
6 PKS 60 ton TBS/jam) dan Rp 19,03 triliun untuk Indonesia Timur (403.233
ha dan 22 PKS 60 ton TBS/jam). Sedangkan kebutuhan investasi untuk
peremajaan kebun kelapa sawit 77.251 ha adalah Rp 2,24 triliun dengan
perincian Rp 1,76 triliun untuk Indonesia Barat (62.636 ha) dan Rp 479,75
miliar untuk Indonesia Timur (14.616 ha).
ix
Dengan dana revitalisasi perkebunan sekitar Rp 10 triliun/tahun,
secara nasional mampu melakukan perluasan areal 206.527 ha/tahun
dan melakukan peremajaan kebun seluas 36.382 ha/tahun. Target tahunan
perluasan areal, dan peremajaan kebun periode 2006 - 2010, yang dapat
dicapai dengan dana revitalisasi perkebunan secara berurut adalah 57,07%
dan 29,41%, sedangkan pencapaian target tahunan penanaman baru
(perluasan area+peremajaan kebun) adalah sebesar 53,41%. Dengan
mengandalkan revitalisasi perkebunan saja maka luas areal kelapa sawit
Indonesia pada tahun 2010 adalah sekitar 6,92 juta ha atau naik sebesar
1,47 juta ha dari tahun 2005. Selain itu juga telah membantu peremajaan
kebun PR seluas 113.58 ribu ha. Namun, untuk mendukung program
revitalisasi maka diperlukan insentif bagi PBN/PBS selaku calon perusahaan
mitra PR.
Pabrik biodiesel minyak sawit yang umum dibangun berkapasitas
produksi 6.600 kilo liter/tahun dan 110.000 kilo liter/tahun. Struktur biaya
produksi biodiesel sangat tergantung dari harga bahan baku CPO dan
methanol. Biaya produksi pabrik biodiesel berkapasitas produksi 6.600
kilo liter/tahun sekitar Rp 4.164,-/liter hingga Rp 4.840,-/liter pada tingkat
harga CPO di pasar internasional berkisar antara USD 300,-/ton hingga
USD 375,-/ton. Biaya untuk membangun dan mengoperasikan satu unit
pabrik biodiesel berkapasitas produksi 6.600 kilo liter/tahun antara
Rp. 14,3 miliar hingga Rp 14,6 miliar tergantung harga CPO (Tabel 8). Pada
tingkat harga CPO yang sama, biaya produksi dari pabrik biodiesel kapasitas
produksi 110.000 kilo liter/tahun antara Rp 3.547,-/liter hingga Rp 4.224,-
/liter. Sedangkan untuk mengoperasikannya diperlukan dana sekitar
Rp 36,54 miliar hingga Rp 42,75 miliar.
Dalam implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik
melalui perluasan maupun peremajaan menerapkan pola pengembangan
inti-plasma dengan penguatan kelembagaan melalui pemberian kesempatan
kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan. Pemilikan
saham ini dilakukan melalui cicilan pembelian saham dari hasil potongan
penjualan hasil atau dari hasil outsourcing dana oleh organisasi petani.
Pada Bab VII disajikan perlunya dukungan kebijakan sarana dan
prasarana serta regulasi. Dukungan kebijakan diharapkan diperoleh dari
Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen
x
Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara BUMN, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Koordinasi Penanaman Modal,
Kantor Menteri Negara Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, Pemerintah
Daerah dan Kejaksaan Agung serta Kepolisian.
xi
DAFTAR ISI
xiii
B. Kebijakan Jangka Menengah ..................................................... 31
C. Strategi .......................................................................................... 33
VI. KEBUTUHAN INVESTASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KELAPA
SAWIT TAHUN 2006 - 2010 .............................................................. 38
A. Investasi Kebun dan Pabrik Minyak Kelapa Sawit ................... 38
B. Investasi Pabrik Biodisel ............................................................. 44
VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN ................................................................... 46
A. Dukungan Sarana dan Prasarana ............................................. 46
B. Kebutuhan Deregulasi dan Regulasi ........................................ 46
Lampiran ............................................................................................................ 49
xiv
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
I. PENDAHULUAN
1
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
2
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
3
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
4
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
tersebut akan terus meningkat di masa datang, yang berasal dari TBM saat
ini dan dari pengoptimalan TM yang telah ada.
9000
7500
6000
ribu h3
4500
3000
1500
0
1967
1968
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Areal TM Total Areal
Gambar 1. Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia 1967-2005 dan Proyeksi 2006-
2010
Sumber: Ditjenbun dan PPKS, 2006
5
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
6
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
1985 adalah 2,9 juta ton padahal produksi CPO tahun tersebut adalah 1,2
juta ton. Pada 1995, kapasitas pabrik fraksinasi adalah 6 juta ton yang
juga melebihi produksi CPO nasional dan pada tahun 2000, kapasitas
terpasang mencapai 11 juta ton (Lampiran 4).
Dari segi laju pertumbuhan, industri oleokimia dasar yaitu fatty acid,
metalic soap, glycerine dan fatty alkohol, maju sangat pesat. Pada 1988
produksi oleokimia dasar Indonesia baru 79.500 ton, naik menjadi 217.700
ton pada 1993 dan menjadi 652 ribu ton pada 1998 atau tumbuh dengan
laju sekitar 23,5%/tahun. Namun, hingga tahun 2000 kontribusi oleokimia
dasar Indonesia terhadap produksi dunia baru 10,8% (Lampiran 5). Jumlah
pabrik oleokimia di seluruh Indonesia hingga tahun 2003 sekitar 27 unit,
tersebar di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Irian Jaya.
Yang juga menarik untuk diperhatikan adalah perkembangan industri
oleokimia dasar merangsang pertumbuhan industri barang konsumen
seperti deterjen, sabun dan kosmetika. Dalam sepuluh tahun terakhir,
pemakaian minyak sawit dalam industri oleokimia naik dengan laju sekitar
9%/tahun.
8
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
12,5%/tahun (Lampiran 6). Ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit
Indonesia pada 2006 diproyeksikan mencapai sekitar 11.413 ribu ton dan
1.260 ribu ton. Impor minyak sawit umumnya dalam bentuk olein dari
Singapura dan Malaysia. Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia
tinggi dimana terjadi rush export dari Indonesia. Dalam keadaan demikian
biasanya pemerintah menggunakan mekanisme pajak ekspor untuk
menjamin pasokan dalam negeri yang besarnya pernah mencapai 60%.
Dengan pajak ekspor 60%, praktis seluruh pasokan Indonesia diserap oleh
pasar domestik, dan tidak ada kelebihan ekspor dari menjual di dalam
negeri.
Gambar 2 menunjukkan perkembangan harga minyak sawit (CPO)
di pasar internasional sejak 1982-2006 dengan rerata sebesar USD
443,82/ton CPO cif Eropa. Perkembangan harga minyak sawit memiliki
siklus bisnis dengan panjang berkisar 5-6 tahun dan kecenderungan
menarik yang kecil. Satu siklus bisnis biasanya terdiri dari satu puncak
(peak) utama dengan panjang sekitar 18-25 bulan dan beberapa puncak
minor dan frekuensi harga kurang USD 443,82/ton adalah sekitar 63%.
1,000.00
800.00
USD/ton CPO cif etc
600.00
400.00
200.00
-
Dec-81
Dec-86
Dec-91
Dec-96
Dec-01
Dec-06
Selain itu siklus bisnis, harga minyak sawit juga mempunyai fluktuasi
musiman (Gambar 3). Pola fluktuasi musiman untuk penggalan waktu
1982-1999 dan 1988-2006 relatif serupa, namun untuk penggalan
9
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
106%
104%
102%
Faktor Musiman
100%
98%
96%
94%
92%
90%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1982-2006 1982-1999 1988-2006
10
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
11
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
berubah hingga lima tahun mendatang. Sementara itu negara utama tujuan
ekspor minyak sawit mentah/CPO Indonesia adalah India, Belanda, Malaysia,
RRC, Jerman, Sri Lanka, Pakistan, Banglades, Italia dan Spanyol. Sedangkan
negara utama tujuan ekspor produk turunan minyak sawit Indonesia adalah
RRC, India, Pakistan, Belanda, Banglades, Jordania, Turki, Jerman, Afrika
Selatan dan Tanzania.
Sebagai catatan, ekspor produk turunan minyak sawit Indonesia rata-
rata telah mencapai 56,87% dari total ekspor minyak sawit Indonesia.
Kondisi ini diprediksikan akan terus meningkat secara gradual seiring
dengan peningkatan permintaan produk-produk turunan minyak sawit,
terutama dari negara-negara importir di Asia Tengah, Asia Timur, Asia
Selatan dan Eropa Timur. Masih diperlukan penelitian mengenai pangsa
ekspor produk turunan minyak sawit Indonesia. Biodiesel sebagai produk
unggulan di masa depan diharapkan dapat mendongkrak proporsi ekspor
produk turunan minyak sawit Indonesia secara nyata.
12
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
13
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
A. Prospek
1. Harga
Secara umum harga minyak sawit di pasar Eropa 2006-2010
diperkirakan memiliki tren meningkat pada kisaran USD 424-625,7,-/ton
(Gambar 4). Tren harga yang meningkat tidak terlepas dari berkembangnya
pasar minyak sawit, termasuk pasar baru yaitu diterimanya sejumlah produk
hasil diversifikasi berbasis kelapa sawit. Dengan kata lain, minyak sawit
masih mempunyai prospek kedepan.
750
600
450
USD/ton CPO cif etc
300
150
-
Jan-91
Jan-93
Jan-95
Jan-97
Jan-99
Jan-01
Jan-03
Jan-05
Jan-07
Jan-09
Jan-11
Gambar 4. Siklus bisnis dan musiman harga CPO periode Januari 1991-2005
dan Proyeksi 2006-2010
14
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
2. Ekspor
Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai
sekitar 39,35% dari ekspor minyak sawit dunia dan pada periode yang
sama, pangsa ekspor minyak sawit Malaysia adalah sekitar 50,68%. Pada
tahun 2006 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai sekitar
39,18% dari ekspor minyak sawit dunia dan Malaysia sekitar 50,31%.
Berdasarkan Lampiran 10 diketahui terdapat kecenderungan penurunan
pangsa pasar Malaysia dan di lain pihak pangsa pasar Indonesia semakin
meningkat seiiring dengan peningkatan produksi minyak sawit Indonesia.
Pada tahun 2010 jumlah ekspor minyak sawit Indonesia diproyeksikan
akan menyamai jumlah ekspor Malaysia dan memiliki kecenderungan untuk
berada sedikit di atas jumlah ekspor Malaysia pada tahun-tahun berikutnya
(Gambar 5).
70.00%
60.00%
Market Share Ekspor
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Indonesia Malaysia
Gambar 5. Market share ekspor Indonesia dan Malaysia di pasar minyak sawit
dunia
Sumber: Oil World, 2006, Ditjenbun dan PPKS, 2006, diolah
15
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
3. Pengembangan produk
Pengembangan produk kelapa sawit diperoleh dari produk utama,
yaitu minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit, dan produk sampingan
yang berasal dari limbah. Beberapa produk yang dihasilkan dari
pengembangan minyak sawit diantaranya adalah minyak goreng, produk-
produk oleokimia, seperti fatty acid, fatty alkohol, glycerine, metalic soap,
stearic acid, methyl ester, dan stearin. Perkembangan industri oleokimia
dasar merangsang pertumbuhan industri barang konsumen seperti deterjen,
sabun dan kosmetika.
Sedangkan produk-produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah
diantaranya adalah pupuk organik, kompos dan kalium serta serat yang
berasal dari tandan kosong kelapa sawit, arang aktif dari tempurung buah,
pulp kertas yang berasal dari batang dan tandan sawit, perabot dan papan
partikel dari batang, dan pakan ternak dari batang dan pelepah, serta
pupuk organik dari limbah cair dari proses produksi minyak sawit.
B. Potensi
16
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
rendah memiliki KKL tergolong sesuai bersyarat (50-75%) dan tidak sesuai
(25-50%). Penyebaran areal yang berpotensi untuk pengembangan kelapa
sawit tersebut umumnya terdapat di provinsi Riau, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Irian Jaya, Sumatera Utara, Bengkulu,
Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Pada saat ini areal berpotensi tinggi sudah terbatas ketersediaannya,
dan areal yang masih cukup tersedia dan berpeluang untuk dikembangkan
adalah yang berpotensi sedang – rendah. Areal berpotensi rendah – sedang
tersebut memiliki faktor pembatas untuk pengembangan kelapa sawit
yang meliputi:
(i) Faktor iklim yaitu jumlah bulan kering yang berkisar 2-3 bulan/tahun
yang menggambarkan penyebaran curah hujan yang tidak merata
dalam setahun.
(ii) Topografi areal yang berbukit-bergunung dengan kelerengan 25%-
40% (areal dengan kemiringan lereng di atas 40% tidak disarankan
untuk pengembangan tanaman kelapa sawit).
(iii) Kedalaman efektif tanah yang dangkal, terutama pada daerah dengan
jenis tanah yang memiliki kandungan batuan yang tinggi dan kondisi
drainase kurang baik.
(iv) Lahan gambut.
(v) Drainase yang jelek pada dataran pasang surut, dataran aluvium,
dan lahan gambut.
(vi) Potensi tanah sulfat masam pada daerah dataran pasang surut.
2. Produktivitas
Proyeksi produktivitas PR, PBN dan PBS hingga 5 tahun ke depan
memiliki kecenderungan meningkat (Gambar 6). Produktivitas PBN masih
diproyeksikan mengalami peningkatan terbesar diikuti dengan PBS. Untuk
skope nasional, produktivitas naik dari 3,28 ton CPO/ha/tahun pada tahun
2005 menjadi 3,75 ton CPO/ha/tahun di tahun 2010. Meskipun mengalami
peningkatan, tingkat produktivitas ketiga jenis perkebunan di atas masih
berada dibawah potensi produktivitas bahan tanaman unggul sebesar 7-
8 ton CPO/ha/tahun dan produktivitas nasional Malaysia untuk periode
yang sama, yaitu antara 4,21-4,43 ton CPO/ha/tahun.
17
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
4.00
ton CPO /ha/tahun
3.00
2.00
1.00
-
20
20
20
20
20
20
20
20
03
04
05
06
07
08
09
10
Rakyat PBN PBS Nasional
3. Pengembangan industri
Produk-produk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat luas
dengan intensitas modal dan teknologi yang bervariasi (Lampiran 14).
Produksi CPO Indonesia yang diolah di dalam negeri sebagian besar masih
dalam bentuk produk antara seperti RBD palm oil, stearin dan olein, yang
nilai tambahnya tidak begitu besar dan baru sebagian kecil yang diolah
menjadi produk-produk oleokimia dengan nilai tambah yang cukup tinggi
(Gambar 7).
18
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit
19
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I
C. Arah Pengembangan
Dengan potensi dan kemungkinan pengembangannya, maka
pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan mengarah pada
pengembangan kawasan industri masyarakat perkebunan melalui
pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir. Pengembangan agribisnis
kelapa sawit ke depan tidak terlepas dari:
(1). Pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis kelapa sawit,
(2) Mendorong pengembangan pasar modal yang memungkinkan petani
sebagai pemegang saham perusahaan,
(3). Pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan,
(4). Pengembangan keseimbangan perdagangan domestik dan
internasional,
(5). Pengembangan investasi kebun lengkap dengan pengolahan minyak
sawit, dan
(6). Mendorong pengembangan industri hilir kelapa sawit.
Dalam kaitan dengan pengembangan wilayah, pengembangan
agribisnis kelapa sawit ke depan tetap berorientasi di sentra-sentra produksi
kelapa sawit saat ini, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Sementara
20