Anda di halaman 1dari 36

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS
KELAPA SAWIT
Edisi Kedua

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian


Departemen Pertanian
2007 A GRO INOVAS I
BH
IN E KA
K A TUN GG A L I

SAMBUTAN
MENTERI PERTANIAN

Atas perkenan dan ridho Allah subhanahuwata’ala, seri buku tentang


prospek dan arah kebijakan pengembangan komoditas pertanian edisi
kedua dapat diterbitkan. Buku-buku ini disusun sebagai tindak lanjut dan
merupakan bagian dari upaya mengisi “Revitalisasi Pertanian, Perikanan,
dan Kehutanan” (RPPK) yang telah dicanangkan Presiden RI Bapak Dr. H.
Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 di Bendungan
Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Penerbitan buku
edisi kedua ini sebagai tindak lanjut atas saran, masukan, dan tanggapan
yang positif dari masyarakat/pembaca terhadap edisi sebelumnya yang
diterbitkan pada tahun 2005. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih.
Keseluruhan buku yang disusun ada 21 buah, 17 diantaranya
menyajikan prospek dan arah pengembangan komoditas, dan empat lainnya
membahas mengenai bidang masalah yaitu tentang investasi, lahan, pasca
panen, dan mekanisasi pertanian. Sementara 17 komoditas yang disajikan
meliputi: tanaman pangan (padi/beras, jagung, kedelai); hortikultura (pisang,
jeruk, bawang merah, anggrek); tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet,
tebu/gula, kakao, tanaman obat, kelapa, dan cengkeh); dan peternakan
(unggas, kambing/domba, dan sapi).
Sesuai dengan rancangan dalam RPPK, pengembangan produk
pertanian dapat dikategorikan dan berfungsi dalam: (a) membangun
ketahanan pangan, yang terkait dengan aspek pasokan produk, aspek
pendapatan dan keterjangkauan, dan aspek kemandirian; (b) sumber
perolehan devisa, terutama terkait dengan keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif di pasar internasional; (c) penciptaan lapangan
usaha dan pertumbuhan baru, terutama terkait dengan peluang
i
pengembangan kegiatan usaha baru dan pemanfaatan pasar domestik;
dan (d) pengembangan produk-produk baru, yang terkait dengan berbagai
isu global dan kecenderungan perkembangan masa depan.
Sebagai suatu arahan umum, kami harapkan seri buku tersebut
dapat memberikan informasi mengenai arah dan prospek pengembangan
agribisnis komoditas tersebut bagi instansi terkait lingkup pemerintah
pusat, instansi pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, dan sektor swasta
serta masyarakat agribisnis pada umumnya. Perlu kami ingatkan, buku ini
adalah suatu dokumen yang menyajikan informasi umum, sehingga dalam
menelaahnya perlu disertai dengan ketajaman analisis dan pendalaman
lanjutan atas aspek-aspek bisnis yang sifatnya dinamis.
Semoga buku-buku tersebut bermanfaat bagi upaya kita mendorong
peningkatan investasi pertanian, khususnya dalam pengembangan agribisnis
komoditas pertanian.

Jakarta, Juli 2007


Menteri Pertanian

Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS

ii
KATA PENGANTAR

Kabinet Indonesia Bersatu telah menetapkan program pembangunan


dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas
pro-growth, pro-employment, dan pro-poor. Di antara ketiga jalur tersebut,
salah satunya adalah revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk
berkontribusi pada pengentasan kemiskinan. Untuk mewujudkan revitalisasi
pertanian tersebut, peningkatan investasi yang langsung ataupun tidak
langsung berkaitan dengan sektor pertanian merupakan suatu syarat
keharusan.
Sejalan dengan upaya tersebut, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian pada tahun 2005 telah menerbitkan buku
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit. Buku yang
berisikan ulasan tentang peluang investasi industri berbasis kelapa sawit,
baik pada usaha hulu, hilir, produk samping, serta infrastruktur yang
mendukung bisnis kelapa sawit tersebut telah mendapatkan apresiasi
yang baik dari para pengguna.
Dengan perkembangan kondisi saat ini, khususnya dengan
dicanangkannya Program Revitalisasi Perkebunan oleh Departemen
Pertanian, serta hangatnya informasi pengembangan biodiesel, maka
dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan dengan menambahkan
data dan informasi terbaru pada agribisnis kelapa sawit. Kami berharap
buku tersebut dapat menjadi sumber informasi, acuan, serta pemacu para
investor untuk melakukan investasi pada industri yang berbasis kelapa
sawit di Indonesia. Di samping itu, buku ini juga dapat menjadi masukan
bagi pemerintah dalam merumuskan berbagai kebijakan guna memacu
investasi pada usaha berbasis kelapa sawit.

Jakarta, Juli 2007


Kepala Badan Litbang Pertanian

Dr. Ir. Achmad Suryana

iii
TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Dr. Ir. Achmad Suryana


Kepala Badan Litbang Pertanian

Ketua : Dr. Ir. Didiek Hadjar Goenadi, M.Sc., APU


Direktur Eksekutif LRPI

Anggota : Dr. Ir. Luqman Erningpraja, M.Ec.


Dr. Bambang Drajat, M.Ec.
Dr. Budiman Hutabarat, M.Sc
Ir. Ambar Kurniawan

Badan Litbang Pertanian


Jl. Ragunan No. 29 Pasar Minggu
Jakarta Selatan
Telp. : (021) 7806202
Faks. : (021) 7800644
Em@il : kabadan@litbang.deptan.go.id

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia


Jl. Salak No.1A, Bogor, 16151
Jawa Barat
Telp. : (0251) 333382
Faks. : (0251) 315985
Em@il : ipardboo@indo.net.id

iv
RINGKASAN EKSEKUTIF

Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah


yang sangat diperlukan sebagai kegiatan pembangunan subsektor
perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian. Perkembangan
pada berbagai subsistem yang sangat pesat pada agribisnis kelapa sawit
sejak menjelang akhir tahun 1970-an menjadi bukti pesatnya perkembangan
agribisnis kelapa sawit. Dalam buku ini digambarkan prospek pengembangan
agribisnis saat ini hingga tahun 2010 dan arah pengembangan hingga
tahun 2025. Masyarakat luas, khususnya petani, pengusaha, dan
pemerintah dapat menggunakan buku ini sebagai acuan.
Tulisan dalam buku ini didahului dengan penyajian peranan sektor
pertanian, subsektor perkebunan dan agribisnis kelapa sawit. Pada bab II
diuraikan tentang kondisi agribisnis kelapa sawit saat ini. Perkebunan
kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh
perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta.
Pada tahun 2005, luas areal Perkebunan Rakyat (PR) sekitar 2.202
ribu ha (40,44%), Perkebunan Negara (PBN) 630 ribu ha (11,58%) dan
Perkebunan Besar Swasta (PBS) 2.613 ribu ha (47,98%). Sumatera
mendominasi ketiga jenis pengusahaan, sedangkan Kalimantan dan
Sulawesi menjadi lokasi pengembangan perkebunan swasta dan perkebunan
rakyat. Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, PR memberi andil produksi
CPO sebesar 3.874 ribu ton (31,11%), PBN sebesar 2.050 ribu ton (16,46%)
dan PBS sebesar 6.528 ribu ton (52,43%). Produksi tersebut dicapai pada
tingkat produktivitas PR sekitar 2,86 ton CPO/ha atau setara 13,61 ton
TBS (tandan buah segar)/ha, PBN 3,57 ton CPO/ha atau setara 16,98 ton
TBS/ha dan PBS 3,51 ton CPO/ha atau sekitar 16,69 ton TBS/ha.
Pada tahun 2006, komposisi pengusahaan kelapa sawit Indonesia
diproyeksikan menjadi PR 40,02% (2.420 ribu ha), PBN 11,30% (683 ribu
ha) dan PBS 48,68% (2.943 ribu ha). Sedangkan angka proyeksi produksi
Indonesia pada tahun 2006 adalah sekitar 15.971 ribu ton CPO dengan
komposisi PR memberi andil produksi CPO sebesar 5.846 ribu ton (36,60%),
PBN sebesar 2.229 ribu ton (13,96%) dan PBS sebesar 7.896 ribu ton
(49,44%) yang dicapai pada tingkat produktivitas PR sekitar 3,14 ton
CPO/ha atau setara 14,94 ton TBS (tandan buah segar)/ha, PBN 3,73 ton
CPO/ha atau setara 17,75 ton TBS/ha dan PBS 3,66 ton CPO/ha atau
sekitar 17,43 ton TBS/ha.

v
Pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan juga didukung
secara handal oleh 7 produsen benih dengan kapasitas 136 juta per tahun.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfin, PT. Lonsum, PT. Dami
Mas, PT. Tunggal Yunus, PT. Bina Sawit Makmur dan PT. Tania Selatan,
masing-masing mempunyai kapasitas 35 juta, 35 juta, 15 juta, 12 juta, 12
juta, 25 juta dan 2 juta kecambah. Permasalahan benih palsu diyakini
dapat teratasi melalui langkah-langkah sistematis dan strategis yang telah
disepakati secara nasional. Impor benih kelapa sawit harus dilakukan
secara hati-hati terutama dengan pertimbangan penyebaran penyakit yang
membahayakan.
Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah
berkembang dengan pesat. Hingga tahun 2005, jumlah unit pengolahan
di seluruh Indonesia mencapai 420 unit dengan kapasitas olah 18.268
ton TBS per jam yang setara dengan 17,6 juta ton CPO dan produksi aktual
12,45 juta ton CPO. Sedangkan industri pengolahan produk turunannya,
kecuali minyak goreng, masih belum berkembang dan kapasitas terpasang
baru sekitar 11 juta ton. Industri oleokimia Indonesia sampai tahun 2000
baru memproduksi oleokimia 10,8% dari produksi dunia.
Dalam perdagangan CPO, Indonesia merupakan negara net exporter
dimana impor dari Singapura dan Malaysia dilakukan hanya pada saat-
saat tertentu. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia 1980-2005
meningkat dengan laju 12,9% per tahun. Sementara itu ekspor minyak
inti sawit Indonesia 1980-2005 meningkat dengan laju 12,5% per tahun.
Ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit Indonesia pada 2006
diproyeksikan mencapai sekitar 11.413 ribu ton dan 1.260 ribu ton. Impor
minyak sawit umumnya dalam bentuk olein dari Singapura dan Malaysia.
Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana terjadi
rush export dari Indonesia.
Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai
sekitar 39,35% dari ekspor minyak sawit dunia. Pada periode yang sama,
pangsa ekspor minyak sawit Malaysia adalah sekitar 50,74% dan sisanya
dikuasai oleh beberapa negara, seperti Papua Nugini dan Pantai Gading.
Pada tahun 2006, pangsa ekspor minyak sawit Indonesia akan mencapai
sekitar 39,18% dari ekspor minyak sawit dunia dan pangsa ekspor minyak
sawit Malaysia adalah sekitar 50,31%. Sisanya dikuasai oleh beberapa
negara, seperti Papua Nugini dan Pantai Gading. Fenomena yang krusial
adalah terjadi kecenderungan penurunan pangsa pasar Malaysia dan di

vi
lain pihak pangsa pasar Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2010
jumlah ekspor minyak sawit Indonesia diproyeksikan akan menyamai jumlah
ekspor Malaysia dan memiliki kecenderungan untuk berada sedikit diatas
jumlah ekspor Malaysia pada tahun-tahun berikutnya.
Neraca minyak kelapa sawit Indonesia periode 2002-2005 memiliki
rerata stok awal sebesar 1,75 juta ton dan stok akhir sebesar 1,76 juta
ton. Sedangkan neraca minyak kelapa sawit dunia memiliki rerata stok
awal sebesar 4,23 juta ton dan stok akhir sebesar 4,44 juta ton. Periode
tahun 2006-2010 neraca minyak kelapa sawit Indonesia diproyeksikan
memiliki rerata stok awal sebesar 1,27 juta ton dan stok akhir sebesar
1,42 juta ton. Sedangkan neraca minyak kelapa sawit dunia memiliki rerata
stok awal dan stok akhir masing-masing sebesar 5,49 juta ton dan 5,72
juta ton.
Guna mendukung pengembangan agribisnis kelapa sawit, peranan
lembaga penelitian dan pengembangan perkebunan, kelembagaan dan
kebijakan pemerintah cukup strategis. Lembaga penelitian dan
pengembangan perkebunan hingga saat ini telah berperan nyata melalui
berbagai inovasi teknologi. Inovasi tersebut mulai dari subsistem hulu,
usahatani hingga pengolahan produk hilir. Pada aspek kelembagaan,
berbagai organisasi, aturan dan pelaku usaha mulai berkembang.
Sedangkan pada aspek kebijakan, beberapa kebijakan perlu diperhatikan,
khususnya kebijakan fiskal (perpajakan dan retribusi) dan perijinan investasi.
Pada Bab III diuraikan tentang prospek, potensi dan arah
pengembangan agribisnis kelapa sawit. Secara umum dapat diindikasikan
bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek,
ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk. Secara
internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian
dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan
semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi ini,
arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu
dan penguatan di hilir.
Pada Bab IV disajikan tujuan dan sasaran pengembangan agribisnis
tahun 2006-2025. Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan
utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah 1) menumbuh-
kembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas
ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan

vii
kesejahteraan masyarakat dan 2) menumbuhkan industri pengolahan CPO
dan produk turunannya dan industri penunjang (pupuk, obat-obatan dan
alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk
turunannya. Sasaran jangka panjang dari pengembangan agribisnis kelapa
sawit 2025 adalah: luas areal kelapa sawit Indonesia akan mencapai 9
juta ha, produksi kelapa sawit Indonesia akan mencapai 35 juta ton minyak
sawit/CPO, produktivitas rata-rata kelapa sawit nasional sebesar 20,25 ton
TBS/ha/tahun dengan rendemen minyak sawit 24%, inti sawit 6% (4,86
ton CPO/ha/tahun atau 60,75% dari potensi), penggunaan bahan tanaman
kelapa sawit yang toleran terhadap hama penyakit (khususnya toleran
terhadap Ganoderma) dan bernilai gizi tinggi, alokasi untuk konsumsi dalam
negeri mencapai 14,72 juta ton CPO (biodiesel = 6,4 juta ton CPO dan
minyak makan+oleokimia = 8,32 juta ton CPO), ekspor minyak sawit tersedia
20,28 juta ton, pendapatan Petani Pekebun mencapai USD 3.000-4.000,-
/KK/tahun, penyerapan tenaga kerja di on farm 4,5 juta tenaga kerja
(asumsi rasio 0,5 TK/ha termasuk sektor pendukung), belum termasuk
tenaga kerja yang terserap di off farm dan jasa lainnya, potensi pemanfaatan
batang sawit hasil peremajaan 41 juta m3 dan terwujudnya harmonisasi
antara luas kebun kelapa sawit dengan jumlah/kapasitas olah PKS di suatu
kawasan.
Sedangkan sasaran khusus jangka menengah pengembangan
agribisnis kelapa sawit 2010 adalah: luas areal kelapa sawit Indonesia
akan mencapai 8,02 juta ha, produksi kelapa sawit Indonesia akan mencapai
23,81 juta ton minyak sawit, produktivitas rata-rata kelapa sawit nasional
sebesar 17,03 ton TBS/ha/tahun dengan rendemen minyak sawit 22%,
inti sawit 5% (3,75 ton CPO/ha/tahun atau 46,88% dari potensi), penggunaan
bahan tanaman kelapa sawit yang toleran terhadap hama penyakit
(khususnya toleran terhadap Ganoderma) dan bernilai gizi tinggi, alokasi
untuk konsumsi dalam negeri mencapai 6,86 juta ton CPO (biodiesel = 1,5
juta ton CPO dan minyak makan+oleokimia = 5,3 juta ton CPO), ekspor
minyak sawit tersedia 16,71 juta ton, pendapatan petani pekebun mencapai
USD 2.000-2.500/KK/tahun, penyerapan tenaga kerja di on farm 4 juta
tenaga kerja (asumsi rasio 0,5 TK/ha termasuk sektor pendukung), belum
termasuk tenaga kerja yang terserap di off farm dan jasa lainnya dan
potensi pemanfaatan batang sawit hasil peremajaan 16,5 juta m3 (asumsi
100 ribu ha potensi kebun diremajakan, 75% dari populasi 128 pohon/ha,
rendemen 1,72 m3/batang).

viii
Pada Bab V disajikan kebijakan, strategi dan program pengembangan
agribisnis perkebunan. Arah kebijakan jangka panjang adalah
pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang berdaya
saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Dalam jangka
menengah kebijakan pengembangan argibisnis kelapa sawit meliputi
peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan
peningkatan nilai tambah, dan penyediaan dukungan dana pengembangan.
Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah
integrasi vertikal dan horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka
peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha
pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan
kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan, dan
pengembangan pasar. Strategi tersebut didukung dengan penyediaan
infrastruktur (sarana dan prasarana) dan kebijakan pemerintah yang
kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit. Dalam
implementasinya, strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung
dengan program-program yang komprehensif dari berbagai aspek
manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan (perbenihan, budidaya dan
pemeliharaan, pengolahan hasil, pengembangan usaha, dan pemberdayaan
masyarakat) hingga evaluasi.
Pada Bab VI disajikan kebutuhan investasi pengembangan agribisnis
kelapa sawit Indonesia. Seperti disampaikan pada Bab III sub bab c tentang
arah pengembangan, maka pada 2006-2010 rata-rata perluasan kebun
di areal bukaan baru 515.46 ribu ha/tahun dan jumlah peremajaan kebun
77.25 ribu ha/tahun atau Indonesia melakukan pen`anaman baru sebanyak
592.71 ribu ha/tahun. Secara nasional, luas areal kelapa sawit Indonesia
naik dari 5,45 juta ha pada tahun 2005 menjadi sekitar 8,02 juta ha di
tahun 2010.
Perhitungan investasi untuk perluasan kebun kelapa sawit seluas
515.462 ha (plus 28 unit PKS 60 ton TBS/jam) adalah Rp 23,41 triliun
dengan perincian Rp 4,73 triliun untuk Indonesia Barat (112.229 ha dan
6 PKS 60 ton TBS/jam) dan Rp 19,03 triliun untuk Indonesia Timur (403.233
ha dan 22 PKS 60 ton TBS/jam). Sedangkan kebutuhan investasi untuk
peremajaan kebun kelapa sawit 77.251 ha adalah Rp 2,24 triliun dengan
perincian Rp 1,76 triliun untuk Indonesia Barat (62.636 ha) dan Rp 479,75
miliar untuk Indonesia Timur (14.616 ha).

ix
Dengan dana revitalisasi perkebunan sekitar Rp 10 triliun/tahun,
secara nasional mampu melakukan perluasan areal 206.527 ha/tahun
dan melakukan peremajaan kebun seluas 36.382 ha/tahun. Target tahunan
perluasan areal, dan peremajaan kebun periode 2006 - 2010, yang dapat
dicapai dengan dana revitalisasi perkebunan secara berurut adalah 57,07%
dan 29,41%, sedangkan pencapaian target tahunan penanaman baru
(perluasan area+peremajaan kebun) adalah sebesar 53,41%. Dengan
mengandalkan revitalisasi perkebunan saja maka luas areal kelapa sawit
Indonesia pada tahun 2010 adalah sekitar 6,92 juta ha atau naik sebesar
1,47 juta ha dari tahun 2005. Selain itu juga telah membantu peremajaan
kebun PR seluas 113.58 ribu ha. Namun, untuk mendukung program
revitalisasi maka diperlukan insentif bagi PBN/PBS selaku calon perusahaan
mitra PR.
Pabrik biodiesel minyak sawit yang umum dibangun berkapasitas
produksi 6.600 kilo liter/tahun dan 110.000 kilo liter/tahun. Struktur biaya
produksi biodiesel sangat tergantung dari harga bahan baku CPO dan
methanol. Biaya produksi pabrik biodiesel berkapasitas produksi 6.600
kilo liter/tahun sekitar Rp 4.164,-/liter hingga Rp 4.840,-/liter pada tingkat
harga CPO di pasar internasional berkisar antara USD 300,-/ton hingga
USD 375,-/ton. Biaya untuk membangun dan mengoperasikan satu unit
pabrik biodiesel berkapasitas produksi 6.600 kilo liter/tahun antara
Rp. 14,3 miliar hingga Rp 14,6 miliar tergantung harga CPO (Tabel 8). Pada
tingkat harga CPO yang sama, biaya produksi dari pabrik biodiesel kapasitas
produksi 110.000 kilo liter/tahun antara Rp 3.547,-/liter hingga Rp 4.224,-
/liter. Sedangkan untuk mengoperasikannya diperlukan dana sekitar
Rp 36,54 miliar hingga Rp 42,75 miliar.
Dalam implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik
melalui perluasan maupun peremajaan menerapkan pola pengembangan
inti-plasma dengan penguatan kelembagaan melalui pemberian kesempatan
kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan. Pemilikan
saham ini dilakukan melalui cicilan pembelian saham dari hasil potongan
penjualan hasil atau dari hasil outsourcing dana oleh organisasi petani.
Pada Bab VII disajikan perlunya dukungan kebijakan sarana dan
prasarana serta regulasi. Dukungan kebijakan diharapkan diperoleh dari
Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen

x
Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara BUMN, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Koordinasi Penanaman Modal,
Kantor Menteri Negara Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, Pemerintah
Daerah dan Kejaksaan Agung serta Kepolisian.

xi
DAFTAR ISI

Sambutan Menteri Pertanian ......................................................................... i


Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Tim Penyusun .................................................................................................... iv
Ringkasan Eksekutif ......................................................................................... v
Daftar Isi ............................................................................................................. xiii
I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
II. KONDISI AGRIBISNIS KELAPA SAWIT SAAT INI ............................... 4
A. Profil Perkebunan Kelapa Sawit ................................................. 4
B. Profil Usaha Pembenihan ........................................................... 6
C. Profil Industri Pengolahan Kelapa Sawit ................................... 7
D. Perdagangan dan Harga ............................................................. 8
E. Penelitian dan Pengembangan ................................................. 12
F. Kelembagaan dan Kebijakan Pemerintah........................... 12
III. PROSPEK, POTENSI, DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
KELAPA SAWIT TAHUN 2006-2010 ................................................. 14
A. Prospek .......................................................................................... 14
B. Potensi ........................................................................................... 16
C. Arah Pengembangan ................................................................... 20
IV. TUJUAN, ARAH DAN SASARAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
KELAPA SAWIT TAHUN 2006-2010 ................................................. 24
A. Tujuan ............................................................................................ 24
B. Arah ................................................................................................ 24
C. Sasaran ......................................................................................... 28
V. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS KELAPA SAWIT TAHUN 2006-2025 ............................ 31
A. Arah Kebijakan Jangka Panjang 2025 ...................................... 31

xiii
B. Kebijakan Jangka Menengah ..................................................... 31
C. Strategi .......................................................................................... 33
VI. KEBUTUHAN INVESTASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KELAPA
SAWIT TAHUN 2006 - 2010 .............................................................. 38
A. Investasi Kebun dan Pabrik Minyak Kelapa Sawit ................... 38
B. Investasi Pabrik Biodisel ............................................................. 44
VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN ................................................................... 46
A. Dukungan Sarana dan Prasarana ............................................. 46
B. Kebutuhan Deregulasi dan Regulasi ........................................ 46
Lampiran ............................................................................................................ 49

xiv
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN

Dalam perekonomian Indonesia, sektor pertanian secara tradisional


dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber
utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di Indonesia
masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik, mengingat
semakin langkanya atau menurunnya mutu sumber daya alam, seperti
minyak bumi/petrokimia dan air serta lingkungan secara global, sementara
di Indonesia sumber-sumber ini belum tergarap secara optimal. Ke masa
depan sektor ini akan terus menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan
kemiskinan, memperbesar kesempatan kerja, peningkatan pendapatan
nasional dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan
baku untuk meningkatkan nilai tambah di sektor industri dan jasa.
Dalam Rencana Pembangunan Nasional, pemerintah telah menyusun
strategi pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat, meningkatkan dan memelihara pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, pemberantasan kemiskinan,
dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, sektor
pertanian merupakan salah satu sektor utama untuk mencapai tujuan ini,
mengingat masih banyaknya sumber daya alam pertanian yang belum
dimanfaatkan secara optimal dan bahkan belum dimanfaatkan sama sekali.
Di lain pihak, penduduk yang berpenghasilan di bawah USD 1,- per hari
masih berjumlah jutaan orang, apalagi yang belum memperoleh pekerjaan.
Pada sektor pertanian, subsektor perkebunan diharapkan tetap
memainkan peran penting melalui kontribusinya dalam PDB, penerimaan
ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan
pembangunan wilayah di luar Jawa. Sub-sektor perkebunan sebagai bagian
integral dari sektor pertanian, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (i) ditinjau
dari cakupan komoditasnya, meliputi sekitar 145 jenis tanaman berupa
tanaman tahunan dan tanaman semusim, sehingga pengembangannya
akan dapat menjangkau berbagai tipe sumber daya; (ii) ditinjau dari hasil
produksinya, merupakan bahan baku industri atau ekspor, sehingga

1
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

pada dasarnya telah melekat adanya kebutuhan keterkaitan kegiatan usaha


dengan berbagai sektor dan sub-sektor lainnya, dan (iii) ditinjau dari
pengusahaanya, sekitar 85% merupakan usaha perkebunan rakyat yang
tersebar di berbagai daerah.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan
kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan
petani dan masyarakat (pendapatan petani kelapa sawit pada 2010
diproyeksikan sekitar USD 2.000-2.500,-/KK/tahun dari sekitar USD 1.246-
1.650,-/KK/tahun di tahun 2005); produksi yang menjadi bahan baku
industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri dan
untuk ekspor sebagai penghasil devisa (produksi tahun 2000 sebesar 7
juta ton meningkat menjadi sekitar 12,45 juta ton pada tahun 2005);
ekspor CPO yang menghasilkan devisa (volume ekspor tahun 2000 sebesar
4,11 juta ton senilai USD 1,09 juta meningkat menjadi 10,37 juta ton senilai
USD 3,76 juta pada tahun 2005); di tahun 2005 telah menyediakan
kesempatan kerja bagi lebih dari 2,8 juta tenaga kerja di berbagai sub
sistem dan menjadi sekitar 4 juta tenaga kerja pada tahun 2010.
Dari sisi upaya pelestarian lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit
yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat
berperan dalam penyerapan efek gas rumah kaca seperti CO2 dan mampu
menghasilkan O2 atau jasa lingkungan lainnya seperti konservasi biodiversity
atau eko-wisata. Selain itu tanaman kelapa sawit juga menjadi sumber
pangan dan gizi utama menu penduduk dalam negeri, sehingga
kelangkaannya di pasar domestik berpengaruh sangat nyata dalam
perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun,
pengembangan tanaman dan agribisnis kelapa sawit akan dapat
memberikan sebesar-besarnya manfaat di atas apabila para pelaku agribisnis
kelapa sawit, perbankan, lembaga penelitian dan pengembangan serta
sarana dan prasarana ekonomi lainnya oleh berbagai instansi terkait
memberikan dukungan dan peran aktifnya.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang prospek
dan arah pembangunan kelapa sawit di Indonesia. Dokumen praktis ini
diharapkan dapat dipakai sebagai acuan bagi berbagai pihak yang

2
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

berkepentingan, berkiprah, berusaha dan peduli dalam pengembangan


agribisnis kelapa sawit di Indonesia seperti petani, perusahaan swasta,
perusahaan negara, dan pemerintah.

3
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

II. KONDISI AGRIBISNIS KELAPA SAWIT SAAT INI

A. Profil Perkebunan Kelapa Sawit


Melalui berbagai upaya pengembangan, baik yang dilakukan oleh
perkebunan besar, proyek-proyek pembangunan maupun swadaya
masyarakat, perkebunan kelapa sawit telah berkembang sangat pesat.
Pada tahun 1968, luas areal yang baru 120 ribu ha menjadi 5.160 ribu ha
pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 diproyeksikan telah mencapai
6.046 ribu ha (Ditjenbun dan PPKS, 2006). Selain pertumbuhan areal yang
cukup pesat tersebut, hal lain yang lebih mendasar lagi adalah
penyebarannya, yang semula hanya ada pada 3 provinsi saja di Sumatera
(dari 27 provinsi), tetapi saat ini telah tersebar di 19 provinsi di Indonesia
(dari 33 provinsi). Sumatera masih memiliki areal terluas di Indonesia, yaitu
mencapai 74,87% diikuti Kalimantan dan Sulawesi, masing-masing 21,35%
dan 2,40%.
Komposisi pengusahaan kelapa sawit juga mengalami perubahan,
yaitu dari sebelumnya hanya perkebunan besar, tetapi saat ini telah
mencakup perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Pada tahun 2005,
luas areal PR sekitar 2.202 ribu ha (40,44%), PBN 630 ribu ha (11,58%)
dan PBS 2.613 ribu ha (47,98%) (Ditjenbun dan PPKS, 2006). Sumatera
mendominasi ketiga jenis pengusahaan, sedangkan Kalimantan dan
Sulawesi menjadi lokasi pengembangan perkebunan swasta dan perkebunan
rakyat.
Sejalan dengan perkembangan areal, produksi kelapa sawit juga
mengalami peningkatan, dari hanya 181 ribu ton CPO pada tahun 1968
menjadi 12,45 juta ton pada tahun 2005 (Lampiran 1), dengan komposisi
PR memberi andil produksi CPO sebesar 3.874 ribu ton (31,11%), PBN
sebesar 2.050 ribu ton (16,46 %) dan PBS sebesar 6.528 ribu ton (52,43%)
(Ditjenbun, 2006). Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas PR
sekitar 2,86 ton CPO/ha atau setara 13,61 ton TBS (tandan buah segar)/ha,
PBN 3,57 ton CPO/ha atau setara 16,98 ton TBS/ha dan PBS 3,51 ton
CPO/ha atau sekitar 16,69 ton TBS/ha. Produktivitas perkebunan kelapa
sawit di Sumatera relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di Kalimantan
dan Sulawesi. Selain faktor kesesuaian lahan yang lebih baik juga usaha
perkebunan di Sumatera yang telah terlebih dulu berkembang. Produksi

4
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

tersebut akan terus meningkat di masa datang, yang berasal dari TBM saat
ini dan dari pengoptimalan TM yang telah ada.
9000

7500

6000
ribu h3

4500

3000

1500

0
1967
1968
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Areal TM Total Areal

Gambar 1. Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia 1967-2005 dan Proyeksi 2006-
2010
Sumber: Ditjenbun dan PPKS, 2006

Angka proyeksi produksi Indonesia pada tahun 2006 adalah sekitar


15.971 ribu ton CPO dengan komposisi PR memberi andil produksi CPO
sebesar 5.846 ribu ton (36,60%), PBN sebesar 2.229 ribu ton (13,96%)
dan PBS sebesar 7.896 ribu ton (49,44%) yang dicapai pada tingkat
produktivitas PR sekitar 3,14 ton CPO/ha atau setara 14,94 ton TBS (tandan
buah segar)/ha, PBN 3,73 ton CPO/ha atau setara 17,75 ton TBS/ha dan
PBS 3,66 ton CPO/ha atau sekitar 17,43 ton TBS/ha. Disamping CPO,
perkebunan kelapa sawit juga menghasilkan minyak inti sawit yang pada
tahun 2005 mencapai tidak kurang dari 2,5 juta ton dan sekitar 3,05 juta
ton di tahun 2006 (Ditjenbun dan PPKS, 2006).
Hal lain yang perlu dicatat adalah produksi TBS bulanan tidak rata
sepanjang tahun tetapi memiliki pola tertentu. Panen puncak umumnya
berlangsung selama 2-3 bulan dengan produksi sekitar 12-13% dari produksi
tahunan sedangkan panen produksi rendah dapat mencapai sekitar 3-
4% produksi tahunan. Distribusi produksi bulanan dapat bervariasi

5
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

menurut lokasi dan distribusi bulanan ini penting untuk mengestimasi


produksi bulanan dan semesteran. Contoh distribusi produksi diambil kasus
di Kalimantan Barat, Aceh Timur dan Labuhan Batu (Lampirano2).

B. Profil Usaha Perbenihan


Saat ini sumber benih kelapa sawit tergabung dalam Forum
Komunikasi Produsen Benih Kelapa Sawit. Forum ini beranggotakan 7
produsen benih kelapa sawit, yaitu PPKS, PT. Socfin, PT. Lonsum, PT. Dami
Mas, PT. Tunggal Yunus, PT. Bina Sawit Makmur dan PT. Tania Selatan.
Kapasitas produksi benih nasional adalah 136 juta per tahun yang berasal
dari masing-masing produsen benih di atas secara berurutan sebesar 35
juta, 35 juta, 15 juta, 12 juta, 12 juta, 25 juta dan 2 juta kecambah.
Ketujuh produsen benih tersebut pada dasarnya mempunyai potensi untuk
memenuhi kebutuhan benih nasional, walaupun harus meningkatkan
kapasitas produksi.
Pada beberapa tahun terakhir, produsen benih dihadapkan pada
masalah beredarnya benih palsu. Namun, pemerintah bersama produsen
benih telah melakukan langkah-langkah sistematis dan strategis untuk
mengatasi masalah ini, yaitu:
(1). Penegakan hukum pelaksanaan Undang Undang No. 12 tahun 1992
dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1995, tentang perbenihan,
(2). Peningkatan Pengawasan Peredaran dan Pengendalian Mutu Benih
melalui penugasan kepada Dinas Perkebunan,
(3). Peningkatan aktivitas Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih
(BP2MB) dan aparat pemerintah dibidang perbenihan dengan
melakukan kontrol yang lebih ketat jalur pengiriman udara/darat dan
kunjungan ke pembibitan kelapa sawit di sentra-sentra kelapa sawit,
(4). Peningkatan kerja sama dengan aparat penegak hukum dalam
penyidikan pemalsuan benih, pelanggaran peredaran benih, dan
penegasan pemberian sangsi/hukuman,
(5). Sosialisasi oleh para produsen benih kelapa sawit kepada para
pengusaha dan calon pengusaha perkebunan/masyarakat luas
tentang benih kelapa sawit palsu/ilegal,

6
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

(6). Informasi yang akurat berkenaan dengan rencana perluasan areal


tanam per tahun, rencana penanaman ulang (replanting) per tahun
dan kebutuhan benih kepada penyandang dana pembangunan
perkebunan (misalnya pihak perbankan),
(7). Penyempurnaan Forum Komunikasi Produsen Benih Kelapa Sawit
yang beranggotakan 7 produsen benih kelapa sawit. Melalui Forum
ini seluruh ketersediaan benih kelapa sawit nasional dapat diupayakan
untuk dipenuhi, dan
(8). Impor benih dapat dilakukan jika kapasitas produksi produsen benih
nasional tidak dapat memenuhi kebutuhan nasional. Namun demikian
impor benih kelapa sawit perlu diwaspadai karena benih impor
mempunyai resiko penularan/pembawa penyakit yang bersifat soil
born dan air born, misalnya: layu fusarium, bud rot, red ring disease,
dan lainnya.

C. Profil Industri Pengolahan Kelapa Sawit


1. Industri pengolahan CPO
Industri pengolahan kelapa sawit yang mengolah TBS segara menjadi
CPO terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan luas areal
dan produksi. Hingga tahun 2005, jumlah unit pengolahan di seluruh
Indonesia mencapai 420 unit dengan kapasitas olah 18,268 ton TBS/jam
yang setara dengan 17,6 juta ton CPO dan produksi aktual 12,45 juta ton
CPO (Lampiran 3).

2. Pabrik pengolahan lanjut


Industri hilir kelapa sawit kategori produk pangan yang umum
diusahakan di Indonesia berupa minyak goreng, sedangkan produk bukan
pangan berupa oleokimia meliputi fatty acid, fatty alcohol, stearin, glycerin
dan metallic soap. Industri minyak goreng dan oleokimia berkembang di
beberapa daerah yang umumnya di kota-kota besar yang lengkap dengan
fasilitas pelabuhan. Beberapa daerah sentra industri minyak goreng meliputi
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Riau dan Sumatera Selatan.
Untuk keperluan pangan, CPO dipisahkan menjadi fraksi padat
(stearin) dan fraksi cair (olein). Olein sudah dapat dikelompokkan sebagai
minyak goreng. Kapasitas terpasang industri fraksinasi pada
7
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

1985 adalah 2,9 juta ton padahal produksi CPO tahun tersebut adalah 1,2
juta ton. Pada 1995, kapasitas pabrik fraksinasi adalah 6 juta ton yang
juga melebihi produksi CPO nasional dan pada tahun 2000, kapasitas
terpasang mencapai 11 juta ton (Lampiran 4).
Dari segi laju pertumbuhan, industri oleokimia dasar yaitu fatty acid,
metalic soap, glycerine dan fatty alkohol, maju sangat pesat. Pada 1988
produksi oleokimia dasar Indonesia baru 79.500 ton, naik menjadi 217.700
ton pada 1993 dan menjadi 652 ribu ton pada 1998 atau tumbuh dengan
laju sekitar 23,5%/tahun. Namun, hingga tahun 2000 kontribusi oleokimia
dasar Indonesia terhadap produksi dunia baru 10,8% (Lampiran 5). Jumlah
pabrik oleokimia di seluruh Indonesia hingga tahun 2003 sekitar 27 unit,
tersebar di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Irian Jaya.
Yang juga menarik untuk diperhatikan adalah perkembangan industri
oleokimia dasar merangsang pertumbuhan industri barang konsumen
seperti deterjen, sabun dan kosmetika. Dalam sepuluh tahun terakhir,
pemakaian minyak sawit dalam industri oleokimia naik dengan laju sekitar
9%/tahun.

D. Perdagangan dan Harga

1. Ekspor dan harga


Indonesia adalah negara net-exporter minyak sawit, tetapi dalam
keadaan mendesak Indonesia juga mengimpor minyak sawit.
Negara tujuan utama ekspor
minyak sawit Indonesia adalah
Eropa Barat, India, Pakistan, Cina
dan Jepang. Produk yang
diekspor adalah minyak olahan
tahap awal seperti RBD palm oil,
CPO dan beberapa produk
oleokimia. Secara umum, ekspor
minyak sawit Indonesia 1980 -
2005 meningkat dengan laju 12,9%/tahun. Sementara itu ekspor minyak
inti sawit Indonesia 1980 - 2005 meningkat dengan laju

8
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

12,5%/tahun (Lampiran 6). Ekspor minyak sawit dan minyak inti sawit
Indonesia pada 2006 diproyeksikan mencapai sekitar 11.413 ribu ton dan
1.260 ribu ton. Impor minyak sawit umumnya dalam bentuk olein dari
Singapura dan Malaysia. Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia
tinggi dimana terjadi rush export dari Indonesia. Dalam keadaan demikian
biasanya pemerintah menggunakan mekanisme pajak ekspor untuk
menjamin pasokan dalam negeri yang besarnya pernah mencapai 60%.
Dengan pajak ekspor 60%, praktis seluruh pasokan Indonesia diserap oleh
pasar domestik, dan tidak ada kelebihan ekspor dari menjual di dalam
negeri.
Gambar 2 menunjukkan perkembangan harga minyak sawit (CPO)
di pasar internasional sejak 1982-2006 dengan rerata sebesar USD
443,82/ton CPO cif Eropa. Perkembangan harga minyak sawit memiliki
siklus bisnis dengan panjang berkisar 5-6 tahun dan kecenderungan
menarik yang kecil. Satu siklus bisnis biasanya terdiri dari satu puncak
(peak) utama dengan panjang sekitar 18-25 bulan dan beberapa puncak
minor dan frekuensi harga kurang USD 443,82/ton adalah sekitar 63%.
1,000.00

800.00
USD/ton CPO cif etc

600.00

400.00

200.00

-
Dec-81

Dec-86

Dec-91

Dec-96

Dec-01

Dec-06

Gambar 2. Siklus bisnis dan musiman harga CPO periode 1982-2006*)


Sumber: Oil World, 2006
Keterangan: *) sementara

Selain itu siklus bisnis, harga minyak sawit juga mempunyai fluktuasi
musiman (Gambar 3). Pola fluktuasi musiman untuk penggalan waktu
1982-1999 dan 1988-2006 relatif serupa, namun untuk penggalan

9
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

waktu 1988-2006 memiliki pergerakan slope yang lebih landai yang


menyiratkan harga musiman minyak sawit semakin stabil.
Dalam semester 1, harga pada bulan Januari biasanya adalah
paling tinggi kemudian turun melandai dalam Februari sampai Mei. Dalam
semester 2, penurunan harga yang paling tajam terjadi pada Mei-Juli/Agustus
dan naik sampai dengan bulan Desember/Januari. Pergerakan harga
minyak sawit di pasar internasional ditransmisikan ke pasar domestik
(border price dan whole sale price) melalui mekanisme pasar. Secara umum
pergerakan harga minyak sawit domestik searah dengan perkembangan
harga minyak sawit di pasar internasional.

106%
104%
102%
Faktor Musiman

100%
98%
96%
94%
92%
90%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1982-2006 1982-1999 1988-2006

Gambar 3. Pergerakan harga musiman CPO


Sumber: Oil World, 2006, diolah

2. Neraca minyak kelapa sawit


Dalam 10 tahun terakhir, konsumsi minyak sawit domestik sekitar
25%-30% dari produksi dan penggunaannya sebagian besar untuk pangan
(80%-85%) sedangkan untuk industri oleokimia relatif masih kecil (15%-
20%). Pertumbuhan konsumsi minyak sawit dalam negeri adalah sekitar
5,5%/tahun.

10
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

Neraca minyak kelapa sawit Indonesia periode 2002-2005 memiliki


rerata stok awal sebesar 1,75 juta ton dan stok akhir sebesar 1,76 juta
ton. Sedangkan neraca minyak kelapa sawit dunia memiliki rerata stok
awal sebesar 4,23 juta ton dan stok akhir sebesar 4,44 juta ton. Periode
tahun 2006-2010 neraca minyak kelapa sawit Indonesia diproyeksikan
memiliki rerata stok awal sebesar 1,27 juta ton dan stok akhir sebesar
1,42 juta ton. Sedangkan neraca minyak kelapa sawit dunia memiliki rerata
stok awal dan stok akhir masing-masing sebesar 5,49 juta ton dan 5,72
juta ton (Lampiran 9).

3. Peta perdagangan minyak kelapa sawit


Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor minyak sawit kedua
terbesar di dunia setelah Malaysia. Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak
sawit Indonesia mencapai sekitar 39,35% dari ekspor minyak sawit dunia.
Pada periode yang sama, pangsa ekspor minyak sawit Malaysia adalah
sekitar 50,74% dan sisanya dikuasai oleh beberapa negara, seperti Papua
Nugini dan Pantai Gading. Pada tahun 2006, pangsa ekspor minyak sawit
Indonesia akan mencapai sekitar 39,18% dari ekspor minyak sawit dunia
dan pangsa ekspor minyak sawit Malaysia adalah sekitar 50,31%
(Lampirano10).
Berdasarkan Lampiran 10 diketahui bahwa terjadi kecenderungan
penurunan pangsa pasar Malaysia dan di lain pihak pangsa pasar Indonesia
semakin meningkat. Pada tahun 2010 jumlah ekspor minyak sawit Indonesia
diproyeksikan akan menyamai jumlah ekspor Malaysia. Perkembangan
ekspor minyak sawit Malaysia tertahan oleh adanya keterbatasan sumber
daya lahan dan tingginya tingkat upah pekerja. Sedangkan Indonesia masih
mempunyai potensi untuk berkembang karena dukungan biaya produksi
murah dan lahan tersedia. Namun, Indonesia juga menghadapi kendala
dalam pengembangan ekspor karena tingkat konsumsi domestik tinggi.
Sementara itu, Malaysia pun tidak berdiam diri dan terus meningkatkan
produktivitas tenaga kerjanya, sehingga mereka mengembangkan dengan
sungguh-sungguh industri produk turunan CPO yang bernilai lebih tinggi.
Negara importir utama minyak sawit dunia, antara lain: Uni Eropa, China,
India, Pakistan, Banglades, Mesir, Malaysia, Jepang dan Rusia dengan rata-
rata nilai pangsa impor terhadap total impor dunia periode 2004 - 2006
berturut-turut sebagai berikut: 16,98%; 16,75%; 12,37%; 6,08%; 2,98%;
2,59%, 2,52%; 1,84% dan 1,77%. Posisi ini diproyeksikan tidak banyak

11
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

berubah hingga lima tahun mendatang. Sementara itu negara utama tujuan
ekspor minyak sawit mentah/CPO Indonesia adalah India, Belanda, Malaysia,
RRC, Jerman, Sri Lanka, Pakistan, Banglades, Italia dan Spanyol. Sedangkan
negara utama tujuan ekspor produk turunan minyak sawit Indonesia adalah
RRC, India, Pakistan, Belanda, Banglades, Jordania, Turki, Jerman, Afrika
Selatan dan Tanzania.
Sebagai catatan, ekspor produk turunan minyak sawit Indonesia rata-
rata telah mencapai 56,87% dari total ekspor minyak sawit Indonesia.
Kondisi ini diprediksikan akan terus meningkat secara gradual seiring
dengan peningkatan permintaan produk-produk turunan minyak sawit,
terutama dari negara-negara importir di Asia Tengah, Asia Timur, Asia
Selatan dan Eropa Timur. Masih diperlukan penelitian mengenai pangsa
ekspor produk turunan minyak sawit Indonesia. Biodiesel sebagai produk
unggulan di masa depan diharapkan dapat mendongkrak proporsi ekspor
produk turunan minyak sawit Indonesia secara nyata.

E. Penelitian dan Pengembangan


Bagi agribisnis kelapa sawit, lembaga riset/penelitian dan
pengembangan berperan sangat strategis dalam mendukung implementasi
kebijakan dan program pengembangan demi kelanjutan industri kelapa
sawit di Indonesia. Lembaga ini melaksanakan seluruh aktifitas yang
berkaitan dengan penelitian dan pengembangan dalam penanaman,
produksi, panen, ekstraksi, pengolahan, penyimpanan, transportasi,
pemanfaatan, konsumsi, sosial ekonomi, hukum dan pemasaran kelapa
sawit dan produk turunannya termasuk produk limbah, yang diemban oleh
PPKS, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

F. Kelembagaan dan Kebijakan Pemerintah


Organisasi pengusaha yang berkaitan dengan agribisnis kelapa sawit
meliputi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi
Pengusaha Oleokimia Indonesia (APOLIN) dan Federasi Asosiasi Minyak
Nabati Indonesia (FAMNI). Sedangkan organisasi petani bernaung di bawah
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) dan Gabungan Asosiasi
Petani Perkebunan Indonesia (GAPERINDO). Pada saat ini juga sedang

12
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

berlangsung pembentukan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) dengan


maksud agar minyak sawit dan turunannya dapat sebagai market leader
di pasar dunia dan salah satu sumber kekuatan ekonomi nasional serta
berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa kebijakan pemerintah Indonesia yang menonjol dan spesifik
untuk minyak sawit adalah:
(i) Kebijakan perdagangan untuk menghambat ekspor, stabilisasi harga
minyak goreng dan ketersediaan bahan baku untuk industri dalam
negeri diterapkan melalui penggunaan instrumen pajak ekspor,
(ii) Kebijakan perpajakan dan retribusi untuk meningkatkan penerimaan
negara dan daerah melalui penggunaan instrumen pajak penghasilan,
pertambahan nilai dan retribusi,
(iii) Kebijakan yang berkaitan dengan perijinan usaha/investasi, yaitu
adanya integrasi vertikal antara kebun kelapa sawit dengan
pengolahan dan integrasi horizontal antara kebun kelapa sawit
dengan usaha lain, misal ternak, dan
(iv) Pengembangan perkebunan melalui penerapan 5 pola, yaitu:
(1). Pola koperasi usaha perkebunan (Pola KUP),
(2). Pola patungan koperasi sebagai majoritas pemegang saham dan
investor sebagai minoritas pemegang saham (Pola Pat K-I),
(3). Pola patungan investor sebagai mayoritas pemegang saham dan
koperasi sebagai minoritas pemegang saham (Pola Pat I-K),
(4). Pola built, operated, and transferred (Pola BOT),
(5). Pola bank tabungan negara (Pola BTN).
(v) Sebagai bagian integral dari subsektor perkebunan, usaha di agribisnis
kelapa sawit juga tunduk pada pengaturan yang ditetapkan dalam
UU No. 18 Tahun 2004 disamping aturan perundang-undangan
lainnya.

13
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN


AGRIBISNIS KELAPA SAWIT TAHUN 2006-2010

A. Prospek

1. Harga
Secara umum harga minyak sawit di pasar Eropa 2006-2010
diperkirakan memiliki tren meningkat pada kisaran USD 424-625,7,-/ton
(Gambar 4). Tren harga yang meningkat tidak terlepas dari berkembangnya
pasar minyak sawit, termasuk pasar baru yaitu diterimanya sejumlah produk
hasil diversifikasi berbasis kelapa sawit. Dengan kata lain, minyak sawit
masih mempunyai prospek kedepan.
750

600

450
USD/ton CPO cif etc

300

150

-
Jan-91

Jan-93

Jan-95

Jan-97

Jan-99

Jan-01

Jan-03

Jan-05

Jan-07

Jan-09

Jan-11

Gambar 4. Siklus bisnis dan musiman harga CPO periode Januari 1991-2005
dan Proyeksi 2006-2010

14
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

2. Ekspor
Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai
sekitar 39,35% dari ekspor minyak sawit dunia dan pada periode yang
sama, pangsa ekspor minyak sawit Malaysia adalah sekitar 50,68%. Pada
tahun 2006 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai sekitar
39,18% dari ekspor minyak sawit dunia dan Malaysia sekitar 50,31%.
Berdasarkan Lampiran 10 diketahui terdapat kecenderungan penurunan
pangsa pasar Malaysia dan di lain pihak pangsa pasar Indonesia semakin
meningkat seiiring dengan peningkatan produksi minyak sawit Indonesia.
Pada tahun 2010 jumlah ekspor minyak sawit Indonesia diproyeksikan
akan menyamai jumlah ekspor Malaysia dan memiliki kecenderungan untuk
berada sedikit di atas jumlah ekspor Malaysia pada tahun-tahun berikutnya
(Gambar 5).
70.00%

60.00%
Market Share Ekspor

50.00%

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Indonesia Malaysia

Gambar 5. Market share ekspor Indonesia dan Malaysia di pasar minyak sawit
dunia
Sumber: Oil World, 2006, Ditjenbun dan PPKS, 2006, diolah

15
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

Seperti telah dikemukakan bahwa perkembangan ekspor minyak


sawit Malaysia tertahan oleh adanya keterbatasan sumber daya lahan dan
tingginya tingkat upah pekerja. Sedangkan Indonesia masih mempunyai
potensi untuk berkembang karena dukungan biaya produksi murah dan
lahan tersedia. Namun, Indonesia juga menghadapi kendala dalam
pengembangan ekspor karena tingkat konsumsi domestik tinggi.

3. Pengembangan produk
Pengembangan produk kelapa sawit diperoleh dari produk utama,
yaitu minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit, dan produk sampingan
yang berasal dari limbah. Beberapa produk yang dihasilkan dari
pengembangan minyak sawit diantaranya adalah minyak goreng, produk-
produk oleokimia, seperti fatty acid, fatty alkohol, glycerine, metalic soap,
stearic acid, methyl ester, dan stearin. Perkembangan industri oleokimia
dasar merangsang pertumbuhan industri barang konsumen seperti deterjen,
sabun dan kosmetika.
Sedangkan produk-produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah
diantaranya adalah pupuk organik, kompos dan kalium serta serat yang
berasal dari tandan kosong kelapa sawit, arang aktif dari tempurung buah,
pulp kertas yang berasal dari batang dan tandan sawit, perabot dan papan
partikel dari batang, dan pakan ternak dari batang dan pelepah, serta
pupuk organik dari limbah cair dari proses produksi minyak sawit.

B. Potensi

1. Kesesuaian dan ketersediaan lahan


Pengembangan tanaman kelapa sawit telah dilakukan secara luas
di Indonesia baik di kawasan barat maupun di kawasan timur Indonesia.
Potensi lahan yang tersedia untuk pengembangan kelapa sawit umumnya
cukup bervariasi, yaitu lahan berpotensi tinggi, lahan berpotensi sedang,
dan lahan yang berpotensi rendah (Lampiran 12).
Lahan berpotensi tinggi adalah lahan yang memiliki Kelas Kesesuaian
Lahan (KKL) untuk kelapa sawit tergolong sesuai (>75%) dan sesuai
bersyarat (<25%). Lahan berpotensi sedang memiliki KKL tergolong sesuai
(25-50%) dan sesuai bersyarat (50-75%), sementara lahan berpotensi

16
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

rendah memiliki KKL tergolong sesuai bersyarat (50-75%) dan tidak sesuai
(25-50%). Penyebaran areal yang berpotensi untuk pengembangan kelapa
sawit tersebut umumnya terdapat di provinsi Riau, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Irian Jaya, Sumatera Utara, Bengkulu,
Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Pada saat ini areal berpotensi tinggi sudah terbatas ketersediaannya,
dan areal yang masih cukup tersedia dan berpeluang untuk dikembangkan
adalah yang berpotensi sedang – rendah. Areal berpotensi rendah – sedang
tersebut memiliki faktor pembatas untuk pengembangan kelapa sawit
yang meliputi:
(i) Faktor iklim yaitu jumlah bulan kering yang berkisar 2-3 bulan/tahun
yang menggambarkan penyebaran curah hujan yang tidak merata
dalam setahun.
(ii) Topografi areal yang berbukit-bergunung dengan kelerengan 25%-
40% (areal dengan kemiringan lereng di atas 40% tidak disarankan
untuk pengembangan tanaman kelapa sawit).
(iii) Kedalaman efektif tanah yang dangkal, terutama pada daerah dengan
jenis tanah yang memiliki kandungan batuan yang tinggi dan kondisi
drainase kurang baik.
(iv) Lahan gambut.
(v) Drainase yang jelek pada dataran pasang surut, dataran aluvium,
dan lahan gambut.
(vi) Potensi tanah sulfat masam pada daerah dataran pasang surut.

2. Produktivitas
Proyeksi produktivitas PR, PBN dan PBS hingga 5 tahun ke depan
memiliki kecenderungan meningkat (Gambar 6). Produktivitas PBN masih
diproyeksikan mengalami peningkatan terbesar diikuti dengan PBS. Untuk
skope nasional, produktivitas naik dari 3,28 ton CPO/ha/tahun pada tahun
2005 menjadi 3,75 ton CPO/ha/tahun di tahun 2010. Meskipun mengalami
peningkatan, tingkat produktivitas ketiga jenis perkebunan di atas masih
berada dibawah potensi produktivitas bahan tanaman unggul sebesar 7-
8 ton CPO/ha/tahun dan produktivitas nasional Malaysia untuk periode
yang sama, yaitu antara 4,21-4,43 ton CPO/ha/tahun.

17
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

Hal ini mengisyaratkan bahwa peluang untuk meningkatkan


produktivitas kebun di berbagai jenis pengusahaan masih ada, sehingga
gerakan peningkatan produktivitas nasional harus menjadi tema penting
dalam pengembangan kelapa sawit ke depan. Penggunaan bibit unggul
dalam penanaman baru dan peningkatan intensitas pemeliharaan menjadi
kunci sukses program peningkatan produktivitas.
5.00

4.00
ton CPO /ha/tahun

3.00

2.00

1.00

-
20

20

20

20

20

20

20

20
03

04

05

06

07

08

09

10
Rakyat PBN PBS Nasional

Gambar 6. Produktivitas kelapa sawit Indonesia 2003-2005 dan proyeksi 2006-


2010
Sumber: Ditjenbun dan PPKS, 2006

3. Pengembangan industri
Produk-produk yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat luas
dengan intensitas modal dan teknologi yang bervariasi (Lampiran 14).
Produksi CPO Indonesia yang diolah di dalam negeri sebagian besar masih
dalam bentuk produk antara seperti RBD palm oil, stearin dan olein, yang
nilai tambahnya tidak begitu besar dan baru sebagian kecil yang diolah
menjadi produk-produk oleokimia dengan nilai tambah yang cukup tinggi
(Gambar 7).

18
A GRO INOVAS I Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

Kayu Pelepah TBS Kelapa Sawit pupuk


Kompos
RANUT
Kompos
PK S Limbah cair Biogas
Proses Pulping Inti
Furnitur Pulp Limbah padat
CPO Ref+Frac Pulping
Crushing RBD RBD
Rationing olein stearin
Pulp
Bungkil PKO
Kegunaan Ref
Pakan teknis,
ternak RBD Pengu
sabun dll Blending Penyabu
PO rai
Margarin nan Serat
Ref+Frac Ref. Splitting Blending M.goreng Sabun
Rayon
Stearin RBD Fatty Margarin M.masak
PKO acids Splitting Serat
Olein Vanaspati Shortening Fatty acids
Es krim
Proses Penya
Hydrogen M.Goreng Blending bunan
Blending Fatty amida Ref+Frac
Hyd. PKO Shortening Margarin
Margarin Sabun
Fatty Alkohol Cocoa butter
equivalent Shortening
Hyd. Olein
Fatty amines
Super olein
Blending Proses
Confectio
Blending Krim biskuit Es Krim
nary Ref=Rafinasi Emuls
Confectionary Frac=Fraksinasi ifler
Margarin Susu isian
Hidrog=hidrogenasi

Gambar 7. Pohon industri kelapa sawit

(a) Industri Minyak Makan


Industri fraksinasi/rafinasi menghasilkan nilai tambah yang relatif
kecil tetapi kapasitas terpasang industri ini sudah terlalu besar. Disisi lain,
tahapan fraksinasi/rafinasi harus dilakukan dalam industri minyak makan.
Nilai tambah yang diperoleh dari perdagangan eceran (retail) minyak makan
cukup besar. Oleh karena itu pengembangan industri ini perlu diarahkan
kepada usaha retail minyak makan baik untuk pasar dalam negeri maupun
untuk pasar luar negeri. Untuk itu dibutuhkan kebijakan pemerintah yang
terpadu dalam pengembangan minyak goreng/makan (edible oil).

19
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit A GRO INOVAS I

(b) Industri Oleokimia

Industri oleokimia dasar masih relatif kecil padahal nilai tambahnya


cukup besar. Penggunaan minyak/lemak dalam industri oleokimia dunia
hanya sekitar 6% dari total produksi minyak/lemak dunia. Namun, industri
oleokimia berkembang dengan sangat pesat terutama di Malaysia. Produksi
oleokimia dasar dalam 1970-1995 meningkat dari 2,5 juta ton menjadi 5
juta ton dan diperkirakan menjadi 6 juta ton pada 2000. Produksi Malaysia
pada tahun 1995 adalah 1,792 juta ton sedangkan Indonesia baru 652
ribu ton/tahun.
Segmen pasar oleokimia akan berkembang sejalan dengan
perkembangan teknologi oleokimia dan kesadaran masyarakat akan
lingkungan serta semakin langkanya petrokimia. Teknologi untuk membuat
berbagai produk oleokimia sudah ditemukan tetapi belum layak
dikembangkan karena belum adanya insentif untuk produk-produk yang
ramah lingkungan.

C. Arah Pengembangan
Dengan potensi dan kemungkinan pengembangannya, maka
pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan mengarah pada
pengembangan kawasan industri masyarakat perkebunan melalui
pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir. Pengembangan agribisnis
kelapa sawit ke depan tidak terlepas dari:
(1). Pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis kelapa sawit,
(2) Mendorong pengembangan pasar modal yang memungkinkan petani
sebagai pemegang saham perusahaan,
(3). Pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan,
(4). Pengembangan keseimbangan perdagangan domestik dan
internasional,
(5). Pengembangan investasi kebun lengkap dengan pengolahan minyak
sawit, dan
(6). Mendorong pengembangan industri hilir kelapa sawit.
Dalam kaitan dengan pengembangan wilayah, pengembangan
agribisnis kelapa sawit ke depan tetap berorientasi di sentra-sentra produksi
kelapa sawit saat ini, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Sementara

20

Anda mungkin juga menyukai