Anda di halaman 1dari 14

POLIGAMI DI DUNIA ISLAM

(Perbandingan hukum keluarga di Negara Aljazair dan


Brunei Darussalam )

Dafa Felix Saputra


Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
felliex40@gmail.com

ABSTRAK

Tulisan ini membandingkan ayat-ayat hukum


poligami di Aljazair dan Brunei Darussalam.
Terlepas dari kontroversi yang dianggap merugikan
dan merendahkan perempuan, istilah poligami tidak
semudah yang dipikirkan orang Barat dalam proses
perizinan. Penelitian ini membandingkan ayat-ayat
hukum, prosedur perizinan, denda, baik pidana
kurungan maupun hukuman, dengan suami yang
melanggar peraturan yang berlaku. Oleh karena itu,
penelitian ini menjadi bukti meskipun poligami
diperbolehkan, prosedur dan persyaratan yang diatur
oleh Aljazair dan Brunei Darussalam mengandung
unsur perlindungan dan penghormatan terhadap
perempuan. Metode yang digunakan adalah kualitatif
dengan tipe perpustakaan. Penelitian ini tergolong
penelitian ko-komparatif.

Kata kunci: Poligami, Aljazair dan Brunei Darussalam

ABSTRACT

This paper compares the verses of polygamy law in


Algeria and Brunei Darussalam. Despite the
Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia.|
1
controversy that is considered detrimental and
demeaning to women, the term polygamy is not as easy
as Western people think in the licensing process. This
study compares legal verses, licensing procedures,
fines, both imprisonment and punishment, with
husbands who violate applicable regulations.
Therefore, this study proves that although polygamy is
allowed, the procedures and requirements set by
Algeria and Brunei Darussalam contain elements of
protection and respect for women. The method used is
qualitative with the type of library. This research is
classified as a co-comparative research.

Keywords: Polygamy, Algeria and Brunei Darussalam

Pendahuluan

Tulisan ini berangkat dari keyakinan penulis bahwa ajaran


apapun dalam Islam pasti mengandung penghormatan kepada
perempuan. Meskipun terkadang jika dilihat dari satu sudut
pandang ajaran tersebut menuai pro dan kontra karena
bernuansa kontroversial. Anggapan kontroversial tersebut
muncul karena memahami al-Qur’an secara tekstual.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan bisa hidup


tanpa ada hukum yang mengatur pergaulan hidup mereka.
Setiap persekutuan manusia, baik modern atau primitif,
membutuhkan hukum untuk mengatur hidup mereka agar
aman dan tertib. Tidak dapat dibayangkan bagaimana
persekutuan atau suatu kelompok manusia tanpa hukum yang
mengatur tata kehidupan.

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia.|


2
Hukum yang paling awal dikenal manusia adalah hukum
keluarga, khususnya hukum perkawinan. Seiring dengan
perkembangan zaman, hukum keluarga Islam juga mengalami
banyak perubahan dan pembaharuan.

Salah satu kritik Barat terhadap Islam adalah ajaran


yang memperbolehkan poligami. Mereka menganggap bahwa
poligami adalah perilaku yang buruk dan bertentangan
dengan konsep emansipasi dan mendiskriminasi hak-hak
perempuan. Anggapan mereka diperburuk dengan kenyataan
poligami bukan sekedar ajaran tekstualitas yang ada dalam
al-Quran, tetapi juga dipraktikkan oleh Nabi Muhammad
sebagai utusan yang yang diimani umat Islam. Para
penentang poligami sebenarnya tidak memiliki alasan yang
jelas dan pasti. Namun islamophobia Barat terkadang
menjadikan poligami sebagai alasan untuk mendiskreditkan
Islam bahkan menganggap poligami adalah ajaran yang
dipelopori oleh Islam. Alasan mereka menentang poligami
antara lain ialah: 1) poligami dianggap merendahkan
martabat kaum wanita. 2) penyebab terjadinya perzinaan. 3)
poligami menjadi sebab kacaunya hubungan rumah tangga.

Kajian Pustaka
1. Jurnal dengan judul ”POLIGAMI DI DUNIA ISLAM
(Studi Perbandingan Hukum Perkawinan Arab Saudi,
Pakistan Dan Indonesia)” oleh Abdurrahman Hakim,
Kutbuddin Aibak, progam studi hukum keluarga
islam , Fakultas syariah dan hukum, UIN Sayyid Ali
Rahmatulloh Tulungagung.
2. Jurnal dengan judul “POLIGAMI DALAM HUKUM
KELUARGA DI DUNIA ISLAM” oleh Lilik Andaryuni.

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


3. Jurnal dengan judul “STUDI HUKUM KELUARGA
ISLAM DI TUNISIA” oleh
Mochammad Agus Rachmatulloh. Fakultas Syariah
IAIN Kediri.

Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang di gunakan penulis
adalah pendekatan perbandingan, yuridis dan
normatif.

2. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
jenis
Library Research (penelitian kepustakaan).

3. Data penelitian
a. Sumber data
Sumber data di sandarkan pada hukum
perkawinan yang berlaku di Aljazair adalah
Encyclopedia Britannica, (USA, The University
of Chicago, 1993), sebagaimana dikutip
Fatahuddin Aziz Siregar dalam Hukum
Keluarga Islam di Aljazair, dalam Prof. Dr. H.
Atho’ Muzdhar (ed), Hukum Keluarga di Dunia
Islam Modern (Jakarta: Ciputat Press), 2003.
Serta jurnal ilmiah, artikel dan lain-lain.
b. Jenis data
Penulisan jurnal ini menggunakan dua sumber

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


pokok dalam pengumpulan data, yaitu primer
dan skunder.
4. Teknik pengumpulan data
Dalam penulisan jurnal ini penulis menggunakan
teknik studi naskah dalam pengumpulan data.
Penulis mengumpulkan data yang berkaitan
dengan pengaturan poligami di Aljazair dan Brunei
Darussalam baik berupa UU maupun peraturan
lainnya. Secara teknis penulisan ini berpedoman
pada pedoman penulisan jurnal Fakultas dan
Hukum Universitas Islam Negeri Sayyid Ali
Rahmatulloh Tulungagung 2021.

5. Teknik pengolahan data


Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
(menggambarkan apa adanya). Data yang telah
terkumpul dari berbagai sumber akan di paparkan
dan di bandingkan antara data yang diperoleh
untuk kemudian di analisa sesuai teori yang di
ambil dari studi pustaka.

6. Metode analisis data


Dalam menganalisis data, penulis menggunakan
metode analisis isi dan komparasi. Penulis
menganalisis kitab kitab dan buku fikih serta
materi peraturan perundang undangan yang
memuat poligami di negara Aljazair dan Brunei
Darussalam. Data yang telah di analisis kemudian
akan di perbandingkan untuk mendapatkan
persamaan dan perbedaan masing masing.

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


Pembahasan

Konsep, Hukum Dan Syarat Poligami Dalam al-Qur’an


Poligami dari suku kata memiliki kemiripan kata dengan
"mempermadukan” atau "permaduan” yaitu satu orang laki-
laki dengan istri lebih dari satu.1 Kata lain dalam KKBI yang
bersinonim dengan poligami ialah "sembayan” atau
"bersembayan” yaitu bermadu. Kemudian dalam definisi kata
lain, poligami merupakan sistem perkawinan yang
memperbolehkan satu orang pria beristri lebih lebih dari satu
dalam waktu yang bersamaan.
Definisi poligami yang paling umum digunakan adalah
untuk menggambarkan keadaan satu orang laki-laki yang
memiliki beristri lebih dari satu dalam waktu yang
bersamaan. Meski jika dikaji dari suku katanya, poligami
bukanlah menunjukkan hal demikian, dan yang paling benar
adalah kata "poligami”. Dalam Islam, poligami hanya terbatas
hingga empat orang istri, jadi definisi poligami menurut
konsep Islam ialah keadaan seorang lelaki yang memiliki
lebih dari seorang istri, bisa dua, tiga atau empat dalam
waktu yang bersamaan. Apabila kepemilikan istri tidak dalam
waktu yang bersamaan maka status tersebut bukan poligami,
tapi monogami.2
Islam membolehkan poligami, tetapi oleh kaum
perempuan, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, 2008], h. 962.
2
Siti Asiyah, dkk, "Konsep Poligami dalam Alquran: Studi Tafsir
Al- Misbah Karya M. Quraish Shihab", Fikri: Jurnal Kajian Agama, Sosial
Dan Budaya, Vol. 4, No. 1,2019

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


hak dan martabat statusnya, dipandang sebagai suatu upaya
eksploitasi kaum hawa demi kebutuhan biologis kaum adam.
Sementara bagi kaum adam pada umumnya, poligami adalah
sesuatu yang legal dan telah dipraktikkan oleh Nabi saw.
Meskipun Nabi saw. mempraktikkannya, tetapi dalam
perkembangannya, beragam pendapatpun mengemuka
terkait keberadaan poligami tersebut.
Membahas poligami dalam Islam tidak lengkap jika
hanya mengacu pada landasan atau hukum yang bersifat
kontemporer saja. Salah satu ayat dalam al-Qur’an yang
menyinggung masalah poligami adalah an-Nisa' ayat 3:

ِ ‫ٱنكحو ۟ا ما طَاب لَ ُكم ِّمن ٱلن‬ ِ ۟ ِ ِ


‫ث‬ َ َ‫ِّسٓاء َم ْثىَن ٰ َوثُ ٰل‬
َ َ َ َ ُ َ‫َوإِ ْن خ ْفتُ ْم أَاَّل ُت ْقسطُو ا ىِف ٱلْيَٰتَ َم ٰى ف‬
ِ ِ ۟ ِ ِ
َ ‫ت أَمْي َٰنُ ُك ْم ۚ َٰذل‬
‫ك أ َْدىَن ٰ ٓى أَاَّل َتعُولُ ۟وا‬ ْ ‫َو ُربَ َٰع ۖ فَِإ ْن خ ْفتُ ْم أَاَّل َت ْعدلُو ا َف َٰوح َد ًة أ َْو َما َملَ َك‬

Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku


adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana
kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. 3

Poligami Di Aljazair
Perkembangan hukum Islam dibawah pengaruh Perancis
di Aljazair dalam beberapa hal paralel dengan perkembangan
hukum Islam dibawah pengaruh Inggris di India, tetapi hasilnya
sangat berbeda sekali. Di sebahagian besar wilayah Aljazair
qadhi masalah-masalah yang biasanya berada dibawah

3
https://tafsirweb.com/1535-surat-an-nisa-ayat-3.html

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


wewenang mereka. Malahan pemerintahan Perancis
memperluas penterapam hukum Islam terhadap adat
melampaui apa yang pernah terjadi pada masa Aljazair
dibawah kekuasaan Turki.4 Peubahan hukum positif jarang
sekali terjadi di Aljazair. Hukum positif di negeri tersebut hanya
mencakup masalah-masalah yang bertalian dengan perwalian
bagi anak-anak, perkawinan dan perceraian.
Pada 4 Februari 1959 (dengan ketentuan-ketentuan yang
terkandung dalam dekrit 17 September 1959) yang
menetapkan bahwa perkawinan harus dilaksanakan atas
persetujuan kedua mempelai, menetapkan batas umur
minimum untuk kawin dan mendekritkan bahwa perceraian
diputuskan kecuai oleh sebab kematian hanya oleh keputusan
pengadilan berdasarkan permintaan suami atau isteri, atau atas
permintaan keduanya. Pengadilan banding akhir dilaksanakn
melalui Muslim AppelDivision dari pengadilan banding di
Aljazair.5
Hukum Perancis juga merupakan faktor yang ikut
menentukan dan mempengaruhi bentuk hukum Islam yang
berlaku di Aljazair.6 Terutama sekali pengaruh dari pandangan-
pandangan hukum para hakim Perancis di Aljazair, khususnya
Marcel Movand (meninggal 1932) yang mengepalai komisi
penyusunan konsep hukum Islam Aljazair pada tahun 1906
yang hasilnya diterbitkan pada tahun 1916. Komisi tersebut
mengadakan perubahan-perubahan hukum madzhab Maliki,
dan mengambil ajaran-ajaran Madzhab Hanafi apa dirasa lebih
4
Encyclopedia Britannica, (USA, The UniversityofChicago, 1993), h. 237,
sebagaimana dikutip Fatahuddin Aziz Siregar dalam Hukum Keluarga Islam
di Aljazair, dalam Prof. Dr. H. Atho’ Muzdhar (ed), Hukum Keluarga di Dunia
Islam Modern (Jakarta: Ciputat Press), 2003, h. 119
5
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, New Delhi: Academyof
Law andReligion, 1987, h. 15
6
Tahir Mahmood, Family Reform in the Muslim World, New Delhi: The
IndianlawInstitute, 1972, h. 129

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


sesuai dengan ide-ide modern. Code Morand ini memang tidak
pernah menjadi hukum tetapi mempunyai arti yang sangat
penting
UU Aljazair 1981 pasal 4 sebenarnya melarang poligami,
tapi dibolehkan jika terpaksa. Pengecualian ini tidak berlaku
bagi mereka yang tak dapat berbuat adil atau tak ada alasan
syar’i dan izin isteri. Isteri boleh mengajukan ta’lik talak yaitu
janji suami tidak akan poligami. Jika suami poligami, maka isteri
dapat mengajukan cerai (pasal 5). UU Pakistan tahun 1964
memberikan hak bagi isteri untuk mengajukan cerai ke
pengadilan jika diperlakukan tidak baik atau adil.7
Menilik UU negara-negara muslim ini tampak bagi kita
bahwa persyaratan poligami sangat sulit dan praktis mustahil
dipenuhi. Begitu juga sangsi bagi yang melanggar cukup berat
seperti dalam UU Irak. Kita juga melihat UU Maroko, Yordania,
Aljazair dan Pakistan memberikan hak bagi wanita mengajukan
ta’lik talak dalam akad nikah, yaitu janji suami tidak akan
poligami. Jika ia melakukannya, maka isteri bisa mengajukan
cerai ke pengadilan. Poin terakhir ini mungkin bisa dicontoh
oleh Indonesia yaitu memberikan wanita hak ta’lik talak anti-
poligami.
Jika diamati dengan mendalam, sebenarnya UU perkawinan
di negara-negara muslim itu menuju ke arah pelarangan. Tapi,
nampaknya, mereka masih ‘malu-malu’ untuk melarang
poligami dengan tegas. Penyebabnya menurut saya karena teks
QS.4:3. Tekanan kaum tradionalis begitu kuat sehingga negara
belum bisa memberikan hukum yang lebih berpihak pada
wanita.
Dengan cara ini hukum Islam yang berlaku di Aljazair telah
menjadi sistem hukum yang independen yang disebut: “Droit
Musulman Algerien”. Tidak terdapat komperatif studi lainnya
7
(al-‘Iwad, op.cit., h. 34-36, 38)

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


yang dilakukan untuk mempelajari perbedaan caranya teori
hukum Inggeris dan Perancis mendekati masalah-masalh
hukum Islam.
Hukum keluarga Aljazair membolehkan seorang laki-laki
memilki lebih dari seorang isteri dan maksimal empat, dengan
syarat: (1) ada dasar yang melatarbelakanginya; (2) dapat
memenuhi keadilan; (3) memberitahukan bahwa ia akan
berpoligami, baik pada isteri maupun kepada bakal calon isteri.
Sementara itu seorang dapat mengajukan aksi hukum melawan
suaminya dan meminta cerai apabila perkawinan kedua
berlangsung tanpa persetujuannya.8

Poligami di Brunei Darussalam


Sebelum datangnya Inggris, Undang-Undang yang
dilaksanakan di Brunei ialah Undang-Undang Islam yang telah
dikanunkan dengan hukum qanun Brunei. Hukum Qanun
Brunei tersebut sudah ditulis pada masa pemerintahan Sultan
Hassan (1605-1619 M) yang disempurnakan oleh Jaliluljabbar
(1619- 1652 M). 9
Sebagaimana Negara-negara lain, Brunei Darussalam
juga mengatur masalah poligami agar tidak dilakukan secara
liar. Campur tangan pemerintah (hakim) sebagai tolak ukur
kemampuan seseorang untuk berpoligami. Hal ini sebagai
upaya untuk melindungi hak-hak isteri dan dan anak-anak.
Menurut Khairuddin Nasution yang mengutip dari
Anderson yang menyatakan bahwa hukum administrasi
muslim tahun 1968 menetapkan bahwa seorang suami yang

8
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, New Delhi: Academyof
Law andReligion, 1987, h. 15
9
Afrizon, Fajar Devan. Sanksi Pelanggaran Terhadap Aturan Poligami
dan Pencatatan Perkawinan di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei
Darussalam. BS thesis. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


sudah beristri tidak boleh melakukan perkawinan kecuali ada
putusan hakim.
Berbeda dengan fiqh klasik, dimana dalam konsepnya
tidak memerlukan izin dari suatu pengadilan atau yang
lainnya. Adapun dalam hukum pernikahan Brunei Darussalam
sesungguhnya menganut asas monogami. Asas monogami ini
dimungkinkannya untuk melakukan poligami bila dikehendaki,
ada yang mengatakan bahwa asas yang dianut oleh Brunei
Darussalam adalah asas pernikahan monogami terbuka.
Namun seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa untuk
melakukakan poligami tentu harus melalui prosedur dan
permohonan ke pengadilan dengan putusan dari hakim. 10
Dalam akta majlis Ugama Islam dan Mahkamah kadin
Brunei, yang berhubungan dengan perkawinan dan perceraian,
secara khusus tidak ada bahasa tentang poligami. Apa yang
dilakukan Brunei adalah satu usaha agar praktik poligami
jangan dilakukan sembarangan, yakni seorang yang akan
melakukan poligami harus memenuhisyarat-syarat yang
ditetapkan hakim: (1) ada alasan poligami (2) ada ikrar
menunaikan tanggup jawab, khususnya tentang nafkah istri
dan anak-anak. Hanya perlu saja dicatat, karena ketetapan ini
bukan UU, terhadap orang yang tidak memenuhi syarat-syarat
pun hakim tidak dapat melarang praktek poligami. Tindakan
hakim tersebut hanya satu usaha memberikan jaminan kepada
istri dan anak-anaknya. Sejalan dengan itu, perlu dicatat bahwa
poligami adalah salah satu penyebab terjadinya perceraian di
Brunei Darussalam, misalnya istri tidak mau dimadu atau
suami tidak bertanggung jawab tentang nafkah keluarga
Brunei terus-menerus melakukan perombakan dan
pembaruan pada peraturan-peraturan dan perundang-
10
Arif, Arif Sugitanata. "Hukum Keluarga Islam Di Brunei Darussalam." Al-
Qadha: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-Undangan 8.1 (2021)

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


undangan, seperti pada tahun 1912 majelisMasyuarat Negeri
telah memproklamirkan keberlakuan Undang-undangAgama
Islam yang dikenal dengan “Muhammadans Marriages and
Divorce Enactement.” Sampai yang terakhir yaitu dengan
diberlakukannya Undang-undang Majelis Agama, Adat Negeri
dan Mahkamah Kadin tahun 1955, yang telah pada tanggal 1
Januari 1956. Setelah tahun itu berturut-turut undang-undang
mengalami amandemen yaitu mulai tahun 1957, 1960, 1961,
dan 1967. Dan yang membahas poligami dalam Hukum
Keluarga Islam Negara Brunei Darussalam No 217 pasal (23)
dan isinya sama denga pasal poligami di Malaysia.11

Penutup

Poligami menurut konsep Islam ialah keadaan seorang


lelaki yang memiliki lebih dari seorang istri, bisa dua, tiga
atau empat dalam waktu yang bersamaan.
UU Aljazair 1981 pasal 4 sebenarnya melarang poligami,
tapi dibolehkan jika terpaksa. Pengecualian ini tidak berlaku
bagi mereka yang tak dapat berbuat adil atau tak ada alasan
syar’i dan izin isteri. Isteri boleh mengajukan ta’lik talak yaitu
janji suami tidak akan poligami. Jika suami poligami, maka
isteri dapat mengajukan cerai (pasal 5). UU Pakistan tahun
1964 memberikan hak bagi isteri untuk mengajukan cerai ke
pengadilan jika diperlakukan tidak baik atau adil
Dalam persoalan izin berpoligami, reformasi hukum
keluarga di Aljazair tidak beranjak dari ajaran mazhab fikih
Klasik (Maliki) yang dianutnya, karena poligami masih
diperbolehkan. Hukum keluarga di Aljazair mensyaratkan
11
Afrizon, Fajar Devan. Sanksi Pelanggaran Terhadap Aturan Poligami
dan Pencatatan Perkawinan di Indonesia, Malaysia, dan Negara Brunei
Darussalam. BS thesis. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


kemampuan suami untuk berlaku adil jika ingin berpoligami.
Namun berbeda dengan negara lainnya, undang-undang di
Aljazair tidak memberikan otoritas kepada lembaga tertentu
semisal pengadilan Untuk melakukan penilaian terhadap
kemampuan suami untuk berlaku adil. Dan memang di dalam
mazhab fikih klasik tidak diatur secara rinci lembaga mana
yang diberikan otoritas untuk memberikan penilaian
kapasitas seseorang untuk berbuat adil dalam poligami.
Hukum keluarga Aljazair membolehkan seorang laki-
laki memilki lebih dari seorang isteri dan maksimal empat,
dengan syarat: (1) ada dasar yang melatarbelakanginya; (2)
dapat memenuhi keadilan; (3) memberitahukan bahwa ia
akan berpoligami, baik pada isteri maupun kepada bakal
calon isteri. Sementara itu seorang dapat mengajukan aksi
hukum melawan suaminya dan meminta cerai apabila
perkawinan kedua berlangsung tanpa persetujuannya
Di Aljazair, aturan tentang khulu’ diambil dari madzhab
Maliki dengan tekanan pada kebebasan istri pada transaksi
tersebut. Imam Malik mengatakan jika istri selama
perkawinan tidak merasakan kebahagiaan, bahkan merasa
dizalimi, maka istri boleh menuntut cerai dengan
mengembalikan sejumlah mahar yang telah diberikan suami
kepadanya.
Sebagaimana Negara-negara lain, Brunei Darussalam
juga mengatur masalah poligami agar tidak dilakukan secara
liar. Campur tangan pemerintah (hakim) sebagai tolak ukur
kemampuan seseorang untuk berpoligami. Hal ini sebagai
upaya untuk melindungi hak-hak isteri dan dan anak-anak.
Di Brunei seorang yang akan melakukan poligami harus
memenuhisyarat-syarat yang ditetapkan hakim: (1) ada
alasan poligami (2) ada ikrar menunaikan tanggup jawab,
khususnya tentang nafkah istri dan anak-anak. Hanya perlu

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |


saja dicatat, karena ketetapan ini bukan UU, terhadap orang
yang tidak memenuhi syarat-syarat pun hakim tidak dapat
melarang praktek poligami.

Daftar Pustaka

EncyclopediaBritannica, (USA, The UniversityofChicago, 1993),


h. 237, sebagaimana dikutip Fatahuddin Aziz Siregar dalam
Hukum Keluarga Islam di Aljazair, dalam Prof. Dr. H. Atho’
Muzdhar (ed), Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern (Jakarta:
Ciputat Press), 2003, h. 119

Tahir Mahmood, Family Reform in the Muslim World, New Delhi:


The IndianlawInstitute, 1972, h. 129

Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, New Delhi:


Academyof Law andReligion, 1987, h. 15

https://tafsirweb.com/1535-surat-an-nisa-ayat-3.html

Afrizon, Fajar Devan. Sanksi Pelanggaran Terhadap Aturan


Poligami dan Pencatatan Perkawinan di Indonesia, Malaysia,
dan Negara Brunei Darussalam. BS thesis. Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Arif, Arif Sugitanata. "Hukum Keluarga Islam Di Brunei


Darussalam." Al-Qadha: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-
Undangan 8.1 (2021)

Saputra, Dafa Felix: Poligami di dunia |

Anda mungkin juga menyukai