Anda di halaman 1dari 7

DEWI PERMATASARI

Materi 3

Poin 2 : Perubahan –perubahan yang menyebabkan terbentuknya cita rasa dan warna
selama penyimpanan.

JURNAL 1

METODOLOGI

Tempatdan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukandi Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan pada bulan Agustus
2011- Februari 2012.

Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan adalah buah terung belanda varietas Tamarillo berumur ± 4
bulan dimulai dari awal pembentukan bunga menjadi buah, yang diperoleh dari
perkebunan terung belanda di Kabupaten Humbang Hasundutan,Sumatera Utara. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
gelas ukur, kertas saring Watt man 40, pipet tetes, oven, desicator, timbangan, gelas
ukur, tabung, corong, labu Erlenmeyer, stoples, pH meter, spatula, buret, penjepit,
mortar, selang plastik, lemari pendingin (refrigerator).

Cara Kerja
1. Pengambilan Sampel Pengambilan Buah terung belanda yang berumur ± 4 bulan,
berwana merah
kuning sampai merah ungu, dengan diameter panjang = 7cm dan lebar = 6cm dilakukan
dengan cara memetik langsung dari pohonnya.

2. Penyimpanan
Buah terung belanda yang sudah dipetik kemudian disimpan dalam suhu ruang (28 0C)
dan suhu rendah (60C) masing-masing selama penyimpanan 1 hari, 3 hari dan 5 hari.

3. Pengamatan Total Asam


Buah terung belanda ditimbang sebanyak 2 g ke dalam gelas piala, lalu ditambahkan
akuades sebanyak 100 ml, diaduk hingga merata dan disaring menggunakan kertas
saring Watt man 40, kemudian diambil filtratnya sebanyak 25 ml, selanjutnya dititrasi
menggunakan NaOH 0,1N (sebagai asam sitrat)

4. Pengamatan Kadar Gula


Buah terung belanda ditimbang sebanyak 2 g kemudian ditambahkan dengan Pb Asetat,
diaduk hingga merata dan disaring menggunakan kertas saring,
selanjutnya diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
lalu ditambahkan larutan Luff sebanyak 25 ml kemudian dipanaskan selama 10 menit,
kemudian ditambahkan Asam sulfat, KI, selanjutnya dititrasi dengan menggunakan
Natrium tiosulfat.

5. Pengamatan Kadar Air


Buah terung belanda ditimbang sebanyak 2 g menggunakan cawan timbang yang telah
diketahui berat kosongnya lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu
1030C selama 3 jam, kemudian dimasukkan di dalam desikator selama 15 menit
kemudian ditimbang kembali.

6. Pengamatan pH
Buah terung belanda ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam beaker
glass,kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume 250 ml, diaduk hingga
merata kemudian disaring menggunakan kertas saring, diambil filtratnya kemudian
dikur pHnya.

7. Pengamatan Warna Buah


Pengamatan dilakukan secara visual yaitu dengan melihat dengan mata kemudian
menentukan warna buah terung belanda.

8. Pengamatan Tekstur Buah


Pengamatan dilakukan dengan menekan buah terung belanda kemudian merasakan
tekstur keras atau lunaknya buah terung belanda.

Analisis Data Penelitian


dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial
yang terdiri atas dua faktor yaitu : 1. Lamapenyimpanan {1 hari (L1); 3 hari (L2): 5 hari
(L3)}dan 2. Suhu penyimpanan {suhu ruang (S1); suhu rendah (S2)}dan dianalisis
dengan Analysis of Varians(ANOVA) taraf signifikan 95% dan jika ada perbedaan
nyata antar perlakuan diuji lanjut dengan uji Duncan.

JURNAL 2
Bahan dan Metode
Persiapan Bahan
Sampel buah pepaya varietas IPB9 diperoleh dari kebun percobaan IPB yang dipetik
pada umur 135, 131, 128, 121 dan 114 hari setelah bunga mekar. Penentuan waktu petik
didasarkan pada pengalaman operator panen yang sudah sangat terlatih untuk proses
pemanenan buah pepaya. Pemanenan buah dilakukan pada pagi hari setelah matahari
terbit untuk menghindari embun yang menempel di kulit buah. Setelah dipanen,buah
pepaya disortasi berdasarkan berat pada selang 880 – 1200 g, selanjutnya dibersihkan
dan diangkut ke Laboratorium dalam keranjang plastik dengan masing-masing buah
dibungkus kertas untuk melindungi dari kerusakan mekanis selama pengangkutan.
Proses pengangkutan buah dilakukan pada kondisi suhu udara ruang selama 1 jam
perjalanan dengan menggunakan moda transportasi darat. Setelah sampai
dilaboratorium, buah diberi label sesuai umur petik masing-masing dan diberi tanda
pada bagian buah yang digunakan saat pengukuran parameter kualitas. Parameter yang
diukur meliputi kandungan pati, total padatan terlarut, kadar air, dan kekerasan.

Tahapan Penelitian
Sampel buah pepaya untuk semua umur panen selanjutnya diperam di dalam alat
pemeram buatan dengan perlakuan penambahan gas etilen 50 ppm pada suhu 20 oC
selama 24 jam. Setelah proses pemeraman selesai, sampel buah pepaya diletakkan di
suhu ruang. Pengukuran parameter kualitas dilakukan pada saat setelah dipetik (hari ke-
0), selanjutnya pada hari ke-1, ke-3, dan ke-5 setelah pemeraman untuk umur petik 135,
131, dan 128 hari setelah bunga mekar. Sedangkanuntuk umur petik 121 dan 114 hari
setelah bunga mekar, pengukuran dilakukan pada waktu petik (hari ke-0), selanjutnya
pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7 setelah pemeraman. Parameter yang diukur adalah
kandungan pati, total padatan terlarut, kadar air, dan kekerasan. Pengukuran dilakukan
tiga kali ulangan dengan menggunakan tiga buah pepaya yang berbeda untuk masing-
masing umur petik.Masing-masing buah pepaya yang dianalisis mewakili bagian
pangkal, tengah, dan ujung buah pepaya. Pengukuran kekerasan buah pepaya dilakukan
dengan menggunakan Rheometer mode CR-300. Untuk pengukuran total padatan
terlarut dan kandungan pati, buah pepaya dikupas tipis kulitnya dan bagian dalamnya
dibuang hingga ±5mm ketebalannya. Kadar air buah diukur dengan menggunakan
metode oven. Total padatan terlarut diukur menggunakan Refraktometer dengan 3
ulangan per buah sedangkan pengukuran kandungan pati dilakukan dengan metode
Spektrofotometer dengan menggunakan Antron (Yoshida et al.1979)

Buah klimaterik merupakan buah yang setelah dipetik masih dapat mencapai
puncak respirasi, selain itu juga dapat melakukan proses metabolism. Selama proses
penyimpanan buah dapat mengalami perubahan khusus nya cita rasa dan warna pada
buah. Pada saat buah mulai matang kadar gula pada buah mulai meningkat, akibat
terjadinya hidrolisis polisakarida menjadi gula. Tetapi Perubahan Kandungan pati pada
buah mengalami menurunan selama penyimpanan yang terlalu lama akibat
terhidrolisisnya kandungan pati menjadi gula-gula sederhana yang menyebabkan
kandungan pati pada buah menurun. Pada proses pemasakan buah pemecahan polimer
karbohidrat yang akan mempengaruhi tekstur dan citarasa buah dimana kenaikan gula
kan menyebabkan bertambahnya rasa manis pada buah. Suhu penyimpanan dan lama
penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan cita rasa dan warna pada
buah .

Pada buah klimaterik yang sudah masak akan mengalami perubahan warna yang lebih
cepat dari pada yang masih tua karena buah yang sudah masak mengalami proses
karoteniod yang lebih cepat dibandingkan buah yang masih tua. Perubahan warna
disebebkan oleh proses perombakan klorofil yang berakibat lepasnya karoten yang
umumnya bukan perubahan pada buah. Proses respirasi juga dapat mempengaruhi
warna yang dimiliki oleh buah. Pada suhu penyimpanan dapat menghambat atau
mempercepat aktivitas enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna selama
penyimpanan.

Perubahan pada Masa Pasca Panen

Proses metabolisme yang ditandai dengan adanya respirasi akan mendorong terjadinya
perubahan fisiologis, fisik dan kimia pada bahan. Senyawa-senyawa di dalam bahan
dapat berubah jenis dan jumlahnya seiring dengan proses metabolisme. Perubahan itu
pada akhirnya menuju kepada kerusakan pada bahan.

1.Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Masa Pasca Panen


Berbagai faktor internal dan eksternal dapat berpengaruh terhadap hasil hortikultura
pada masa pasca panen. Faktor internal adalah proses metabolisme yang terjadi pada sel
dan jaringan bahan. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan biotik seperti
serangga, tikus dan mikroba, serta lingkungan abiotik seperti suhu, kelembaban dan
komposisi gas pada udara ruang penyimpanan. Faktor abiotik seperti kondisi udara di
ruang penyimpanan dapat mempengaruhi proses metabolisme. Misalnya pada suhu yang
lebih tinggi, laju metabolisme akan lebih tinggi pula

Metabolisme pada Sayur dan Buah


Cara yang paling mudah untuk mempelajari metabolisme hasil hortikultura adalah
dengan mengamati produksi karbondioksida dan gas etilen; perubahan warna dan
komposisi bahan; pertambahan ukuran bahan dan perkecambahan.

Produksi Karbondioksida
Pada masa pasca panen, jaringan sayur dan buah masih terus melangsungkan
metabolisme, di antaranya adalah respirasi yang memerlukan oksigen dan menghasilkan
gas karbondioksida. Respirasi dapat menyebabkan berkurangnya kandungan zat gizi,
perubahan flavor dan rasa; dan berkurangnya berat bahan

Proses metabolisme dapat menyebabkan perubahan pada warna sayur dan buah sebagai
berikut:

1. Kerusakan khlorofil. Kerusakan khlorofil menyebabkan bahan kehilangan warna


hijau yang dikehendaki pada buah dan tidak dikehendaki pada sayur.
2. Pembentukan karotenoid. Pembentukan karotenoid ditandai dengan munculnya warna
kuning dan orange yang seringkali dikehendaki seperti pada pisang, jeruk, pepaya,
markisa, nenas dan tomat.
3. Pembentukan antosianin. Pembentukan antosianin ditandai dengan munculnya warna
merah dan biru seperti yang terjadi pada terung pirus, dan apel.
4. Perubahan antosianin dan senyawa fenolik. Perubahan ini menyebabkan terjadinya
pencoklatan pada sayur dan buah.

b) Pengaruh Lingkungan

Suhu, kelembaban, komposisi gas, dan kandungan etilen pada ruang penyimpanan, serta
cahaya dapat berpengaruh terhadap komoditi hortikultura yang sedang disimpan.
Bahan-bahan kimia tertentu juga dapat ditambahkan untuk memperpanjang masa
simpan atau meningkatkan ketahanan terhadap serangga dan mikroba.

2. Kerusakan Pasca Panen

Kerusakan pada masa pasca panen dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu kerusakan
fisiologis, kerusakan fisik dan kerusakan patologis. Kerusakan fisiologis terjadi jika
bahan berada pada suhu penyimpanan yang tidak cocok.

a) Kerusakan Fisiologis
Bahan yang disimpan pada suhu terlalu dingin dimana air bahan membeku, maka di
dalam jaringan bahan akan terbentuk kristal es yang cukup tajam untuk merusak sel dan
jaringan bahan. Kerusakan ini disebut kerusakan beku. C atau°Bahan yang disimpan
dingin (di atas suhu beku) dan di bawah 5 pada suhu yang tergantung kepada jenis
bahan dapat mengalami kerusakan dingin. Kerusakan ini akan berupa perubahan warna,
bercak lunak pada permukaan, tidak bisa matang, penyimpangan flavor, dan
meningkatnya pertumbuhan kapang yang secara normal tidak terdapat pada bahan.
Kerusakan ini akan lebih besar jika suhu penyimpanan turun naik, atau bahan
dikeluarmasukkan dari ruang pendingin. Kerusakan panas terjadi jika bahan langsung
terkena cahaya matahari yang cukup lama atau suhu relatif tinggi. Kerusakan ini berupa
perubahan warna (biasanya warna semakin pucat).

b) Kerusakan Fisik
Berbagai kerusakan fisik yang dapat terjadi berupa luka, goresan, memar, retak dan
pecah akibat benda tajam, gesekan, dan benturan. Jaringan yang mengalami kerusakan
fisik akan mengalami pencoklatan, lebih rentan terhadap serangan mikroba, dan
mempercepat laju metabolisme. Kerusakan fisik yang lain adalah berkurangnya berat
bahan yang disebabkan oleh transpirasi atau penguapan air yang dapat terjadi selama
pasca panen. Perubahan berat juga akan diikuti dengan terjadinya kerut, layu, dan
kehilangan kerenyahan. Transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal bahan seperti
morfologi, luas permukaan, adanya luka dan tingkat kematangan; serta faktor eksternal
berupa suhu, kelembaban dan aliran udara dimana bahan disimpan.

c) Kerusakan Patologis
Berbagai mikroba dapat menyerang bahan pada masa pasca panen. Serangan ini akan
merusak bahan sehingga dapat menyebabkan kerusakan fisiologis dan fisik. Bahan yang
masih segar dan sehat mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap serangan mikroba.
Semakin lama sejalan dengan peningkatan kematangan, bahan semakin rentan terhadap
mikroba. Pada saat bahan berada pada masa senescen, bahan paling rentan dengan
serangan mikroba.

a. Alpokat
Kerusakan Pencegahan
Antraknose: Bercak hitam yang menutup jaringan busuk yang keras, yang dapat
dihilangkan dengan mudah dari daging di sekitarnya. Pada bercak terbentuk massa
spora merah jambu dalam kondisi lembab Bahan ditangani hati-hati sehingga tidak ada
goresan,luka dan memar. Daging buah menjadi gelap: Warna daging buah biasanya
kusam atau abu-abu terutama di sekitar dasar biji. Juga adanya penggelapan dari
serabut-serabut sepanjang daging buah. Penggelapan seringkali menjadi karakteristik
suatu varietas. Pada waktu lain hal ini merupakan hasil dari penyimpanan pada suhu
yang terlalu rendah Buah yang keras dan kekar F atau di atasnya.°disimpan pada suhu
42 Untuk buah yang matang dapat F.°disimpan dengan aman pada suhu 32

b. Pisang
Kerusakan Pencegahan
Antraknose: Bercak sempit berwarna hitam pada tangkai dan di bagian mana saja pada
buah yang matang. Dalam kondisi lembab terbentuk massa spora merah jambu
menutupi pusat bercak. Bahan ditangani dengan hati-hati sehingga tidak ada goresan,
luka dan memar. Kebersihan ruang untuk pematangan harus dijaga.
Kerusakan pendinginan: Warna kusam abu-abu di dalam kulit dan cenderung hitam bila
mengalami memar ringan. Adanya lendir pada kulit hijau dan berair. Buah matang lebih
peka dari buah hijau. Hindari suhu di bawah F, atau hanya untuk waktu yang sangat
pendek.°56

c. Jeruk
Kerusakan Pencegahan
Busuk alternaria: Biasanya pada ujung tangkai sebagai busuk berwarna hitam yang
menembus ke dalam. Pada lemon terlihat sebagai busuk dalam penyimpanan yang
berlendir, coklat hitam seperti timah dari hati buah dimulai pada tungkai Hindari kulit
pecah-pecah. Simpan hanya untuk waktu pendek.
Antrakhnose. Bercak-bercak kecil seperti kulit coklat tua yang tenggelam. Jaringan
dalam yang terserang berwarna abu-abu tua, mengarah kepada warna normal setelah
melalui warna merah muda Hindari kulit pecah-pecah, cuci dengan antiseptik.
F°Simpan pada suhu mendekati 32.

Anda mungkin juga menyukai