Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam
Islam pada dasarnya berawal dari menyikapi permasalahan politik yang terjadi
diantara umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan Teologi dalam Islam.
Tegasnya adalah persoalan ini bermula dari permasalahan Khilafah, yakni tentang
siapa orang yang berhak menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan
digunakan dalam pemilihan seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin
mempertahankan cara lama bahwa yang berhak menjadai Khalifah secara turun
temurun dari suku bangsa Quraisy saja. Sementara di sisi lain umat Islam
menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi, sehingga setiap umat Islam yang
memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut dalam pemilihan.
Manusia dalam kedudukannya sebagai Khalifah Fil Ardli mendapat
kepercayaan dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang sangat berat. Dia
diciptakan bersama-sama dengan jin, dengan tujuan untuk senantiasa menyembah
dan beribadah kepada Allah SWT., untuk itu manusia dituntut untuk mendalami,
memahami serta mengamalkan pokok-pokok agamanya (Ushuluddin) ditambah
cabang-cabangnya. sehingga dia dapat menentukan jalan hidupnya yang sesuai
dengan amanah yang dibebankan kepadanya.
Ego kesukuan dan kelompok yang saling mementingkan kelompok masing-
masing, memuncak pada masa kekhalifahan Usman Bin Affan, yaitu pada tahun
ke 7 kekhalifahan Usman sampai masa Ali Bin Abi Thalib yang mereka anggap
sudah menyeleweng dari ajaran Islam. Sehingga terjadilah saling bermusuhan,
bahkan pembunuhan sesama umat Islam. Masalah pembunuhan adalah dosa besar
dalam Islam, dalam menyikapi masalah inilah persoalan politik merebak ke ranah
teologi dalam Islam. Dalam makalah ini Penulis membahas tentang Sejarah,
Tokoh dan Ajaran Pokok golongan Khawarij dan Murjiah yang muncul karena
terjadinya permasalan politik.

1
2

B. Rumusan Masalah
Sebagai arah dari penulisan ini maka akan dibatasi bahasan ini dengan
pertannyaan masalah, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan aliran Khawarij dan Murji’ah?
2. Apa saja ajaran pokok dan doktrin-doktrin aliran Khawarij dan Murji’ah ?
3. Apa saja sekte-sekte aliran Khawarij dan Murji’ah?
4. Apa relevasi aliran Khawarij dan Murji’ah dengan konteks sekarang ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan dari penulisan makalan ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui apa itu aliran Khawarij dan Murji’ah .
2. Dapat mengetahui apa saja ajaran pokok dan doktrin-doktrin aliran Khawarij
dan Murji’ah.
3. Dapat mengetahui sekte-sekte aliran Khawarij dan Murji’ah.
4. Dapat mengetahui relevasi aliran Khawarij dan Murji’ah dengan konteks
sekarang.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam penulisan makalah ini melalui metode kajian pustaka
dan dengan metode penelusuran internet yang diambil dari berbagai literature
agar memberikan penjelasan yang mudah dipahami oleh berbagai kalangan.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Khawarij dan Murji’ah


1. Pengertian Khawarij
Kata khawarij secara etimologis berasal dari bahasa arab kharaja yang
berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berkenaan dengan
pengertian etimologis ini, Syahrastani menyebut orang yang memberontak
imam yang sah disebut sebagai khowarij. Berdasarkan pengertian etimologi
ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang memiliki sikap laten ingin
keluar dari kesatuan umat islam. Adapun yang di maksud khawarij dalam
terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin
Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat
terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada
tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu’awiyah
bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Kelompok Khawarij pada
mulanya memandang Ali dan pasukannya berada pada pihak yang benar
karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat
islam, sementara Mu’awiyah berada pada pihak yang salah karena
memberontak kepada khalifah yang sah. Lagi pula, berdasarkan estimasi
Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu,
tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Mu’awiyah,
kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.1
2. Pengertian Murji’ah
Kata Murji’ah berasal dari suku kata bahasa arab “Rajaa” yang berarti
“kembali”, dan mashdar-nya adalah “al-ijra”. Kata “al-ijra” memiliki dua
pengertian, yaitu “al-ta’khir (mengakhirkan) dan “i’tha al-raja”
(memberikan harapan). Pengertian yang disebut pertama memiliki korelasi
dengan kondisi aliran Murji’ah dimana mereka adalah orang-orang yang
mengakhirkan tindakan atau amal dari niat dan akad. Demikian juga
pengertian yang disebut belakangan (i’tha al raja) di pandang sesuai dengan
1
Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Persfektif Ilmu Kalam”. Komunikasi dan Pendidikan Islam. Vol. No. 1
2018, 95.
4

paham mereka yang menganggap “kemaksiatan tidak merusak keimanan


seseorang, sebagaimana kepatuhan tidak memberi manfaat bagi orang
kafir”.
Aliran murji’ah adalah aliran dalam islam yang muncul dari golongan
yang tak sepaham dengan Khawarij. Ini tercemin dari ajarannya yang
bertolak belakang dengan Khawarij. Sehingga pengertian murji’ah adalah
penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan
Allah SWT kelak. Jadi, mereka tidak mengafirkan hukuman terhadap
seorang muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan
hukuman terhadap pelaku dosa hanyalah Allah, sehingga seorang muslim,
sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap diakui sebagai muslim
dan punya harapan untuk bertobat. Begitu juga aliran murji’ah merupakan
aliran yang tidak sepaham dengan Syiah, sebab bagi kalangan yang disebut
pertama Murji’ah artinya “mengakhirkan Ali bin Abi Thalib dari tingkatan
pertama ke tingkat keempat” dilihat dari keutamaan para sahabat yang
empat.2

B. Latar Belakang Munculnya Aliran Khawarij dan Murji’ah


1. Latar Belakang Munculnya Aliran Khawarij
Aliran ini muncul di tengah-tengah situasi kemelut politik yang terjadi
kalangan Muslimin pada masa Khalifah Ali Ibn Abi Thalib.3 Masa
kekhalifahan Ali Ibn Abi Thalib terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh
Mu’awiyah, Gubernur Damaskus pada tahun 658 M. Yang dinamakan
Perang Siffin, dalam perang ini terjadi tahkim yang diajukan oleh
Mu’awiyah dan di setujui oleh Khalifah Ali Ibn Abi Thalib. Aawalnya
mereka adalah pengikut dan pendukung khalifah Ali Ibn Abi Thalib. Akan
tetapi kelompok ini tidak setuju dengan adanya kebijakan tahkim, karena
dianggap bertentangan dengan prinsip yang dianut, La hukma illa lillah,
maksudnya kelompok ini tidak membenarkan memakai hukum apa pun
kecuali hukum yang berasal dari Allah.4
2
Nunu Burhanudin, Ilmu kalam dari Tauhid menuju Keadilan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016, h.71.
3
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, Jakarta:Prenadamedia Group, 2015, h. 103.
4
Ris’an Rusli, Teologi Islam, Jakarta:Prenadamedia Group, 2015, h.6.
5

Kelompok Khawarij ini selain mengutuk Ali, Mu’awiyah dan pelaksana


tahkim. Mereka juga merencanakan membunuh mereka karena dianggap
telah kafir sejak tahkim. Surah al-Maa’idah ayat 44 yang artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada
Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka,
disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka
menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada
manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-
ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir”.
Ayat inilah yang melahirkan semboyan La hukma illa lillah dan
dijadikan landasan menghalalkan darah para pelaku tahkim. Dengan
demikian, Khawarij timbul bukan semata-mata karena peristiwa politik,
karena pertimbangannya dilandasi oleh pemikiran teologi, yaitu interpretasi
mereka terhadap term atau istilah kafir dan perbuatan dosa besar.5
2. Latar Belakang Munculnya Aliran Murji’ah
Adalah persoalan politik yang dimulai pada masa pemerintahan Usman
bin Affan dan Ali bin Abi Thälib, yaitu di saat terjadinya pergolakan di
kalangan umat Islam menjadi persoalan krusial yang melahirkan aliran
Murji’ah. Dalam hal ini, perjuangan politik untuk merebut kekuasaan selalu
dibingkai dengan ajaran agama. Agama menjadi payung pelindung, baik
bagi kelompok yang menang demi untuk mempertahankan kekuasaannya,
maupun kelompok yang kalah untuk menyerang lawan-lawan politiknya.
Dari sini dapat dikatakan mazhab aliran Kalam dalam Islam lahir dari
konflik politik yang terjadi di ka- langan umat Islam sendiri, untuk
kepentingan dan mendukung politilk masing-masing kelompok. Tidak
jarang ulama dari kedua kelompok itu pun memproduksi Hadits-hadits palsu
dan menyampaikan fatwa-fatwa keberpihakan. Adanya keberpihakan
5
Ibid., h. 9.
6

kelompok pada pertentangan tentang Ali bin Abi Thalib, memunculkan


kelompok lainnya yang menentang dan beroposisi terhadapnya. Begitu pula
terdapat orang orang yang netral, baik karena mereka mengganggap perang
saudara ini sebagai fitnah (bencana) lalu mereka berdiam diri, atau mereka
bimbang untuk menetapkan haq dan kebenaran pada kelompok yang ini atau
itu.
Golongan Murjiah pertama kali muncul di Damaskus pada penghujung
abad pertama Hijriah. Murjah pernah mengalami kejayan yang cukup
signifikan pada masa Daulah Umayah, namun setelah runtuhnya daulah
tersebut, golongan Murjiah ikut redup dan berangsur-angsur ditelan zaman,
hingga kini aliran tersebut sudah tidak terdengar lagi. Namun demikian,
sebagian pahamnya masih ada dan diikuti oleh sebagian orang, sekalipun
bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah.
Aliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam upaya kafir mengafirkan terhadap orang yang melakukan
dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Kaum
Murjiah muncul setelah adanya pertentangan politik dalam Islam dengan
gaya dan corak tersendiri. Mereka bersikap netral,tidak berkomentar dalam
praktik kafir/mengkafirkan bagi golongan yang bertentangan.
Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat
dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karenabagi mereka Tuhan-lah
yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin
yang melakukan dosa besar itu di anggap tetap mengakui bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-nya.6

C. Ajaran Pokok dan Doktrin-Doktrin Khawarij dan Murjiah


1. Khawarij
Ajaran pokoknya berdasarkan pada Al-Qur’an dan as-Sunnah yang
dipahami menurut lafaznya yang harus dilaksanakan sepenuhnya tanpa
mempertimbangkan situasi yang berkembang disekitarnya. Paham Khawarij
yang menonjol dalam bidang teologi bekisar pada soal kufur dan dosa besar.

6
Nunu Burhanudin , Ilmu kalam dari Tauhid menuju Keadilan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016, h.72.
7

Orang yang beriman melakukan dosa besar menjadi kafir, dalam arti keluar
dari Islam, yaitu murtad dan wajib dibunuh. Landasan hukumnya
dilandaskan pada ayat 44 surah al-Maa’idah, yang maksudnya “Siapa yang
tidak menentukan hukum dengan apa yang diturunkan Al-Qur’an adalah
kafir”. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali pada hukum-
hukum yang ada dalam Al-Qur’an, dari situ mereka mengambil semboyan
yang menjadi prinsip mereka, yaitu La hukma illa lillah atau la hakama illa
Allah. Sikap Khawarij yang menolak diselenggarakannya tahkim, adalah
salah satu contoh bahwa tahkim itu bertentangan dengan ayat 44 surah al-
Maa’idah dan semboyan-semboyannya.
Apabila dilihat dari sisi keteguhan memegang prinsip, Khawarij termasuk
kelompok yang berpegang teguh pada prinsip yang diyakininya, akan tetapi
kelemahannya sangat kaku dalam penerapan ajarangnnya. Hal ini pula yang
mengakibatkan kurang berkembangnya ajaran Khawarij.
Adapun doktrin-doktrin pokok Khawarij sebagai berikut:
a. Khalifah atau iman harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat
b. Khalifah tidak harus dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang
mukmin berhak menjadi Khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c. Khalifah dipilih secara pemanen selama yang bersangkutan bersikap adil
dan menjalankan syariat Islam ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau
melakukan kezaliman.
d. Khalifah sebelum Ali ( Abu Bakar, Umar, Usman ) adalah sah, tetapi
setelah tahun ketujuh masa kekhalifahannya, Usman dianggap
menyeleweng.
e. Muawiyah dan Amru bin Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga telah
dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.
f. Pasukan perang Janal yang menyerang Ali juga kfir
g. Setiap Muslim harus hijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila
tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb
(Negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam
dar al-Islam (Negara Islam).
h. Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.
8

i. Adanya pemimpin itu perlu, hanya jika maslahat menghendaki demikian.


j. Seseorang yang berdosa besar bukan lagi seorang mukminsehingga harus
dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap seorang
mukmin dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain
yang dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus
dilenyapkan pula.
k. Berbuat zinah dianggap sebagai dosa besar, orang yang telah berbuat
zinah telah menjadi kafir.
l. Dosa kecil akan menjadi dosa besar apabila dilakukan secara terus
menerus.
m. Membunuh manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.
n. Tidak boleh taqiyyah (menyembunyikan pendirian )
o. Dosa besar dan kecil bisa saja dilakukan Nabi.7

2. Murji’ah
Golongan Murji'ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam
neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannnya dan ada
kemungkinan bahwa Allah SWT akan mengampuni dosanya dan oleh karena
itu tidak akan masuk neraka sama sekali.
Jadi bagi golongan ini, orang Islam yang berdosa besar masih tetap
mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberi definisi iman sebagai
berikut iman ialah pengetahuan dan pengakuan tentang Allah SWT, tentang
Rasul-RasulNya dan tentang segala apa yang datang dari Allah SWT dalam
keseluruhan dan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai sifat
bertambah atau berkurang, dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal
iman. Definisi yang diberikan Abu Hanifah ini menggambarkan bahwa semua
iman atau dengan kata lain, iman semua orang Islam sama, tidak ada
perbedaan antara iman orang Islam yang berdosa besar dengan iman orang
Islam yang patuh menjalankan perintah perintah Allah SWT. Ini boleh pula

7
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, Yogyakarta:Teras, 2013, h. 42-43
9

membawa kesimpulan bahwa Abu Hanifah juga berpendapat perbuatan


kurang penting dibandingkan dengan iman.
Jalan pemikiran serupa ini mungkin sekali ada pada Abu urjiah bin Ash
Hanifah yang dikenal sebagai iman madzhab yang banyak berpegang pada
logika. Tetapi bahwa Abu Hanifah juga berpendapat bahwa perbuatan atau
amal tidak penting, rasanya tidak dapat diterima. Sebagai seorang imam yang
membentuk madzhab besar dalam Islam, Abu Hanifah tidak mungkin
berpendapat bahwa perbuatan atau amal tidak penting bagi orang Islam.
Seperti kata Syahrastani: "Bagaimana mungkin seseorang yang dididik
beramal sampai besarnya dapat menganjurkan meninggalkan amal?”.8

D. Sekte-Sekte Aliran Khawarij dan Murji’ah


1. Sekte-Sekte Aliran Khawarij
a. Al-Muḥakkimah. Kelompok Muhakimah adalah sekte yang paling awal.
Kelompok ini yang tidak menaati Ali ibn Abi Thalib setalah terjadinya
taḥkīm (arbitrase). Sekte ini menggeser dan memperluas pengertian
kafir.9 Kafir adalah istilah yang diperuntuhkan bagi orang diluar Islam.
Akan tetapi bagi sekte ini kafir adalah orang yang berbuat salah.
b. Al-Azariqah, kelompok ini pendukung Abu Rasyid Nafi ibn al-Azraq
yang memberontak terhadap pemerintahan Ali ibn Abi Thalib. Ia
melarikan diri dari Basrah ke Ahwaz dan kemudian berhasil menguasai
Ahwaz dan daerahdaerah sekelilingnya seperti Kirman di masa Abdullah
ibn Zuhair sesudah membunuh Gubernurnya. Dalam bidang teologi,
kelompok ini lebih radikal dari kelompok al-Muhakkimah. Menurut
pendapatnya, yang berbuat dosa besar bukan sekedar kafir tapi sudah
menjadi musyrik atau piliteis.10
c. Al-Najdah al-Azariah adalah kelompok yang mengikuti pemikiran
seseorang yang bernama Najdah ibn Amir Al-Hanafi yang dikenal
dengan nama ‘Ashim yang menetap di Yaman. Dalam perjalanannya
menemui kelompok Azariqah di tengah jalan bertemu dengan Fudaik

8
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, Bumiayu, Teras, 2013, h.67
9
Ris’an Rusli, Teologi Islam, Jakarta:Prenadamedia Group, 2015, h. 13
10
Ibid.
10

‘Athiah ibn al-Aswad al-Hanafi yang tergabung dalam kelompok yang


membangkang terhadap Nafi ibn Azraq. Diberitahukan kepadanya
tentang inti perselisihan mereka dengan Nafi mengenai hukum orang
tidak ikut pertempuran, karena para pembangkang mengangkat Najdah
menjadi pemimpin dengan gelar ‘Amnirul Mu’minin. Namun beberapa
waktu kemudian mereka berselisih dengan Najdah. Mereka menyalahkan
Najdah, dan ada orang yang mengkafirkan Najdah. Kelompok al-Najdah
berpendapat bahwa yang berbuat dosa besar tetapi sepaham dengan
golongannya tidak kafir, bahkan akan masuk surga setelah disiksa
(bukan dalam neraka), dosa kescil pun apabila dilakukan secara terus-
menerus makan akan menjadi dosa besardan pelakunya menjadi musyrik.
Yang wajib bagi tiap-tiap Muslim menurut paham Najdah yaitu
mengetahui Allah dan Rasun-Nya, mengetahui haramnya membunuh
seorang Muslim, percaya pada seluruh wahyu Allah, yang tidak
mengetahui kewajiban-kewajiban itu tidak akan diampuni Tuhan.11
d. Al-Ajaridah, kelompok ini di pimpin oleh Abd al-Karim ‘Araj yang isi
ajarannya mirip dengan al-Najdah. Menurutnya kita tidak boleh
mengatakan kafir atau Muslim terhadap anak seorang Muslim sampai ia
telah diajak memeluk Islam. Sedangkan anak orang kafir bersama orang
tuanya berada di dalam neraka.
e. Al-Tha’alibah, kelompok ini di pimpin oleh Tsa’labah ibn Amir yang
dahulunya sependapat dengan Abd Karim ibn Araj, menurut
pendapatnya anak tidak bertanggung jawab semenjak kecil sampai usia
menjelang dewasa.
f. Al-‘Ibaḍiah, kelompok ini adalah pengikut ‘Abdullah ibn ‘Ibadh yang
memberontak terhadap pemerintahan Khalifah Marwan ibn Muhammad.
Menurut kelompok ini yang berbuat dosa besar adalah muwahhid tetapi
tidak mukmin, kalaupun kafir bukan dalam pengertian keluar dari Islam,
tetapi hanya kafir ni’mah, demikian pula orang-orang yang tidak
sepaham dengan mereka bukan mukmin dan bukan musyrik tetapi kafir
dan tidak boleh dibunuh12.
11
Ibid, h. 14-15
12
Ibid, h. 17
11

g. Al-Ṣufriyyah, kelompok ini nama kelompok yang mengikuti pemikiran


Zayad ibn Ashfar. Pemikirannya berbeda dengan pemikiran yang
berkembang di kalngan Khawarij yang lain, seperti, al-Azariqah, an-
Najdah dan alIbadhiyyah. Mereka berpendapat bahwa dosa besar terbagi
dua. Pertama, dosa besar yang balasannya didunia seperti membunuh
dan berzina, pelakunya tidak jatuh kafir. Kedua, dosa besar yang
balasannya di akhirat seperti meninggalkan shalat dan puasa, pelakunya
menjadi kafir. Istilah kafir dibagi menjadi dua, kafir al-ni’mah yaitu
yang mengingkari nikmah Tuhan dan kafir al-rububiyahi, yaitu kafir
karena mengingkari Tuhan. Kaum sufriah yang tidak hijrah tidak kafir,
anak-anak, walaupun orang tuanya musyrik tidak boleh dibunuh, anak-
anak dan wanita tidak boleh jadi tawanan perang, kamp-kamp
pemerintah yang tidak sepaham dinyatakan dar al-harb, daerah yang
harus diperangi.13
2. Sekte-Sekte Aliran Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murjiah nampaknya dipicu oleh
perbedaan pendapat di kalangan para pendukung Murji'ah sendiri. Dalam hal
ini terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat
mengklasifikasikan sekte-sekte Murji'ah. Kesulitannya adalah ada beberapa
tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai
pengikut Murji'ah, tetapi tidak diklaim oleh pengamat lain. 14 Tokoh yang
dimaksud adalah Wasil bin Atho dari Mu'tazilah dan Abu Hanifah dari
Ahlussunnah. Oleh karena itu, Syahrastani menyebutkan tidak iman, dalam
kan sekte-sekte Murji'ah sebagai berikut:
a. Murji'ah al-Khawarij
b. Murji'ah al-Qodariyah
c. Murji'ah al-Jabariyah
d. Murji ah Murni
e. Murji'ah Sunni
Sementara Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah, yaitu:
a. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shufwan.
13
Ibid, h. 16-17
14
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, Bumiayu, Teras, 2013.h.63
12

b. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Hasan Ash-Shalihi.


c. Al-Yunusiyah, Pengikut Yunus As-Samary.
d. As-Samriyah, pengikut Abu Samr dan Yunus.
e. Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban
f. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghaiban bin Marwan Ad-
Dimasyqi.
g. An-Najariyah, pengikut Husain bin Muhammad An-Najr.
h. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah bin Nu'man.
i. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib.
j. Al-Muaziyah, pengikut Muadz Ath-Thaumi
k. Al-Musriyah, pengikut Basr Al-Muristy
l. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany.
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah
menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem. Murji’ah
moderat antara lain Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Hanifah,
Abu Yusuf, dan beberapa ahli Hadist. Ada pun yang termasuk kelompok
ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash Shaliyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan
Al-Hasaniyah.15

E. Analisis atau Komentar terhadap Aliran Khawarij dan Murji’ah


Menurut kami, kaum Khawarij ini sangat lah mudah mengkafirkan atau
memvonis seseorang kafir, terutama jika seseorang tersebut melakukan dosa
besar ataupun orang yang tidak mengakui atau mengikuti ajaran mereka.
Sedangkan aliran Murji’ah mereka berpendapat bahwa segala ucapan dan
perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti telah
menggeser atau merusak keimanannya. Begitu pula dengan pelaku dosa besar
tidaklah menjadi kafir

15
Ibid, h.64
13

F. Relevansi Aliran Khawarij dan Murji’ah dengan Konteks Sekarang


Walaupun Khawarij berkelompok-kelompok dan bercabang-cabang, mereka
tetap berpandangan sama dalam dua prinsip: pertama, persamaan pandangan
mengenai kepemimpinan. Mereka sepakat bahwa Khalifah hendaknya
diserahkan mutlak kepada rakyat untuk memilihnya, dan tidak ada keharusan
dari kabilah atau keturunan tertentu, seperti Quraisy atau keturunan Nabi.
Kedua, persamaan padangan yang berkenaan dengan aqidah. Mereka
berpendapat bahwa mengamalkan perintah-perintah agama adalah sebagian dari
iman, bukan iman secara keseluruhnya.
Selain dua prinsip diatas, terdapat tiga sifat utama mereka, yaitu (i)
Mengkafirkan kaum Muslimin, (ii) Keluar dari taat penguasa, (iii) Menghalalkan
darah kaum Muslimin. Inilah model pemikiran Khawarij. Seandainya ada yang
dalam hatinya pemikiran seperti itu, namun tidak ditunjukan dalam ucapan dan
perbuatan, tetap ia disebut Khawarij dalam aqidahnya dan pemikirannya.
Keterangan ini menunjukkan bahwa Khawarij sesungguhnya masih eksis
dan berkembang hingga zaman ini dan mereka akan terus muncul dalam bentuk
yang baru. Fenomena dan sepak terjang kaum Khawarij bahkan dapat
berkembang di Indonesia. Sifat mereka amat keras, jauh dari ulama sehingga
bertindak seenaknyadan mereka begitu mudan mengkafirkan orang lain. Maka ,
wajar bagi kaum Khawarij yang berkembang di Indonesia melakukan berbagai
aksi teror, seperti bom bunuh diri yang terjadi di berbagai tempat di Nusantara.
Itulah latar belakang mereka hingga melakukan pengeboman. Awalnya dari
pengkafiran, ujung-ujungnya adalah intimidasi, makar, pembunuhan dan
pengeboman.16
Golongan Murji'ah moderat sebagai golongan yang berdiri sendiri telah
hilang dalam sejarah dan ajaran-ajaran mereka mengenai iman, kufur, dan dosa
besar masuk ke dalam aliran Ahlusunnah Wal Jama’ah. Adapun golongan
Murji’ah ekstrim telah hilang sebagai aliran yang berdiri sendiri, tetapi dalam
prakteknya masih banyak umat Islam yang menjalankan ajaran-ajaran ekstrem
itu, mungkin dengan tidak sadar bahwa mereka sebenarnya dalam hal ini

16
Nunu Burhanudin, Ilmu kalam dari Tauhid menuju Keadilan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016, h.37.
14

mengikuti ajaran Murji’ah ekstrim. Mereka hanya beriman kepada Allah SWT
namun tidak mematuhi perintah-perintahnya dan tidak menjauhi larangan-
larangannya. Mereka mengakui bahwa agama mereka adalah Islam dan Tuhan
mereka adalah Allah tetapi mereka tidak melakukan shalat, puasa, zakat, haji
dan beramal saleh. Nampaknya mereka itulah yang sering disebut dengan istilah
Islam KTP. Para pemeluk Islam KTP disadari atau tidak , telah mempratekkan
ajaran Murji’ah ekstrim.17

17
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, Bumiayu, Teras, 2013.h.67-69.
15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran
pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak
sepakat terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada
tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi
Sufyan perihal persengketaan khilafah. Kelompok Khawarij pada mulanya
memandang Ali dan pasukannya berada pada pihak yang benar karena Ali
merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat islam, sementara
Mu’awiyah berada pada pihak yang salah karena memberontak kepada khalifah
yang sah.
Aliran murji’ah adalah aliran dalam islam yang muncul dari golongan yang tak
sepaham dengan Khawarij. Ini tercemin dari ajarannya yang bertolak belakang
dengan Khawarij. Sehingga pengertian murji’ah adalah penangguhan vonis
hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi,
mereka tidak mengafirkan hukuman terhadap seorang muslim yang berdosa besar,
sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap pelaku dosa hanyalah Allah,
sehingga seorang muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap
diakui sebagai muslim dan punya harapan untuk bertobat. Begitu juga aliran
murji’ah merupakan aliran yang tidak sepaham dengan Syiah, sebab bagi
kalangan yang disebut pertama Murji’ah artinya “mengakhirkan Ali bin Abi
Thalib dari tingkatan pertama ke tingkat keempat” dilihat dari keutamaan para
sahabat yang empat.
Aliran Khawarij dan Murji’ah muncul dikerenakan sebab politik pada masa itu.
Paham Khawarij yang menonjol dalam bidang teologi bekisar pada soal kufur dan
dosa besar. Orang yang beriman melakukan dosa besar menjadi kafir, dalam arti
keluar dari Islam, yaitu murtad dan wajib dibunuh. Golongan Murji'ah moderat
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal
16

dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa
yang dilakukannnya dan ada kemungkinan bahwa Allah SWT akan mengampuni
dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali.
Adapun sekte-sekte Khawarij dan Murji’ah yaitu:
1. Khawarij
a. Al-Muḥakkimah.
b. Al-Azariqah
c. Al-Najdah al-Azariah
d. Al-Ajaridah
e. Al-Tha’alibah
f. Al-‘Ibaḍiah
g. Al-Ṣufriyyah
2. Murji’ah
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua
sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem. Murji’ah moderat antara
lain Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan
beberapa ahli Hadist. Ada pun yang termasuk kelompok ekstrim adalah Al-
Jahmiyah, Ash Shaliyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah.

B. Saran
Makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik maupun saran dari pembaca, agar menjadi masukan dan perbaikan penulis
makalah ini agar menjadi lebih baik.
17

DAFTAR PUSTAKA

Ardy, Novan Wiyani, 2013, Ilmu Kalam, Bumiayu:Teras.


Nasution, Harun, 2010, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Burhanudin, Nunu, 2016, Ilmu Kalam dari Tauhid menuju Keadilan, Jakarta:
Prenadamedia Group.
A, Suryan Jamrah, 2015 Studi Ilmu Kalam, Jakarta: Prenadamedia Group.
Rusli, Ris’an, 2015, Teologi Islam, Jakarta:Prenadamedia Group.
Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Persfektif Ilmu Kalam”. Komunikasi dan Pendidikan
Islam. Vol. No. 1 2018

Anda mungkin juga menyukai