Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIV/AIDS DISERTAI INFEKSI


OPORTUNISTIK PNEUMONIA

Oleh :
I Nyoman Arya Widiana (18089014007)
I Kadek Erman Purwadi (18089014023)
Inayah Ramdhayani (18089014028)
Ni Kadek Indra Wahyuni (18089014029)
Putu Krisnanda Ariani (18089014030)
Ni Kadek Maitri Dharmiyani (18089014032)
Ida Ayu Mas Santi Komala Dewi (18089014034)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2021
Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
A. Konsep Dasar Teori
1) Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang
menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda
CD 4+ dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. AIDS (acquired
Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu kondisi immunosupresif yang
berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, serta
manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) atau yang saat ini dikenal dengan
Pneumocystis jirovecii pneumonia merupakan infeksi oportunistik tersering pada
pasien HIV terutama pada pasien dengan CD4 kurang dari 200 sel/ul. Sebelum
adanya profilaksis PCP dan antiretroviral (ARV), PCP terjadi pada 70-80% pasien
HIV dan hampir 90% terjadi pada pasien HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/ul.1
Namun, setelah adanya profilaksis PCP serta ARV, insiden PCP pada pasien HIV
berkurang secara signifikan. Kebanyakan kasus PCP terjadi pada pasien yang tidak
mengetahui status HIV nya atau pasien yang tidak mengonsumsi ARV. Angka
mortalitas PCP 10-20% pada infeksi awal, meningkat seiring dengan kebutuhan
ventilasi mekanik.2 Diagnosis PCP sangat sulit dilakukan karena gejala, pemeriksaan
darah, serta radiografi thoraks tidaklah patognomonik untuk PCP. Selain itu,
Pneumocystis jirovecii tidak dapat dikultur sehingga diperlukan pemeriksaan
histopatologi atau sitologi, cairan dari broncho-alveolar lavage (BAL) atau sampel
dari induksi sputum untuk mendiagnosis PCP secara definitif. Walalupun terdapat
hambatan tersebut, deteksi kasus PCP sedini mungkin harus tetap dilakukan agar
dapat segera ditangani dan mencegah mortalitas. (Dewi Rizki Agustina,dkk 2017)

2) Etiologi
Melemahnya system imun akibat HIV menyebabkan timbulnya gejala AIDS.
HIV tergolong pada kelompok retrovirus dengan materi genetic dalam Rebonukleat
Acid (RNA), menyebabkan AIDS dan menyerang sel khususnya yang memiliki
antigen permukaan CD4 terutama sel limfosit T4 yang mempunyai peran penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV juga bisa
menginfeksi sel monosit dan magrofag, sel lagerhands pada kulit, sel dendrit pada
kelenjar linfa, makrofag pada alveoli paru, sel retina, dan sel serviks uteri. Lalu
kemudian virus HIV akan masuk kedalam limfosit T4 dan menggandakan dirinya
selanjutnya akan menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Ketika sistem kekebalan
tubuh yang tidak mempunyai kemampuan untuk menyerang maka virus ini akan
menyebabkan seseorang mengalami keganasan dan infeksi oportunistik (Suliso, 2006
dalam Fauzan 2015).
5 fase transmisi infeksi HIV dan AIDS yaitu:
1) Window Periode / Periode Jendela
Kondisi dimana seseorang sudah terinfeksi HIV tapi tubuhnya belum
memproduksi antibodi HIV, jika dites HIV akan menunjukan non-
reaktif/negative, tapi sebenarnya sudah terinfeksi, HIV ini tidak langsung
memperlihatkan gejala tertentu, sebagian menunjukan gejala – gejala yang
tidak khas seperti infeksi akut. Sekitar 3 – 6 minggu setelah terkena virus HIV.
Contoh : ruam, pusing, demam, nyeri tenggorokan, tidak enak badan seperti
orang flu biasa.
2) Stadium 1/Asimtomatik (Tanpa Gejala)
Disini antibody HIV sudah terbentuk artinya walaupun tidak ada gejala
HIV tapi jika di tes HIV hasilnya sudah positif/re-aktif atau kadang hanya sedikit
pembengkakan pada kelenjar getah bening. Periode ini bisa bertahan berfariasi
setiap orang ada yang 8-10 tahun, ada yang jauh lebih cepat berprogresif ada yang
sampai 15 tahun. Setelah di stadium 1 jika tidak ketahuan dan tidak dobati akan
berlanjut ke HIV stadium 2.
3) Stadium 2 : BB turun <10% + gejala penurunan system imun
Pada stadium ini mulai menunjukan beberapa gejala - gejala, berat badan
mulai turun tapi kurang dari 10% berat badan normal, mulai muncul penyakit –
penyakit seperti ada jamur di kuku, sariawan yang tidak sembuh – sembuh dan
berulang – ulang terjadi. Gejala awal yang menunjukan system imun seseorang
itu mulai menurun tapi belum terlalu parah namun jika pada stadium ini belum
juga ketahuan dan belumdiobati maka akan lanjut ke stadium 3.
4) Stadiun 3
BB turun >10%, diare >1 bulan, demam >1 bulan jadi seperti demam yang
tidak berhenti walaupun sedah diberikan obat penurun panas setelah efeknya
hilang dan muncul lagi, kandidiasis oral/jamur dimulut bahkan sampai muncul
gejala TB paru ini semua adalah penyakit disebabkan karena turunnya system
pertahannan tubuh/system imun. Kemudian jika tidak juga diobati maka akan
menuju HIV stadium 4.
5) Stadium 4 : HIV Wasting Syndrom-AIDS
Tahap ini sudah masuk pada AIDS gejala yang dialami sudah semakin
parah, badan sudah sangat kurus, kulit berjamur, mulut berjamur, kuku berjamur.
Wasting syndrome artinya hanya tinggal kulit dan tulang.

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri,


virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit
banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri gram
negatif.
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan
nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia
pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella
pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.

3) Klasifikasi
Klasifikasi HIV AIDS
1) Fase 1
Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar
dan terinfeksi. Tetapi ciri – ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia
melakukan tes darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum
terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu
(biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
2) Fase 2
Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini
individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah
dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala –
gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
3) Fase 3
Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS.
Gejala – gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada
waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening,
flu yang tidak sembuh – sembuh, nafsu makan berkurang dan badan
menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini
sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
4) Fase 4
Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan
tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit
tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru –
paru yang menyebabkan radang paru – paru dan kesulitan bernafas, kanker,
khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang
menyebabkan diare parah berminggu – minggu, dan infeksi otak yang
menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala (Hasdianah & Dewi, 2014).

Klasifikasi Pneumonia
1) Berdasarkan anatomi
a. Pneumonia Lobaris, melibatkan saluran atau satu bagian besar dari satu atau
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau “ganda”.
b. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
bronkiolus,yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga
pneumonia loburalis
c. Pneumonia interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi dalam
dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobural
2) Berdasarkan inang dan lingkugan
a. Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia,
gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit
penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paska terapi antibiotiaka spectrum luas.
b. Pneumonia Nosokomial Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit,
adanya resiko untuk jenis patogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset
pneumonia
c. Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, penumunitas kimia akibat aspirasi bahan
toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan
atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat
d. Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya
nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing. (Nurarif
& Kusuma, 2015).
3) Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas
lobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
c. Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak (Wulandari & Erawati, 2016)
4) Berdasarkan kuman penyebab
a. Pneumonia bakteralis/topikal, dapat terjadi pada semua usia, beberapa kuman
tendensi menyerang semua orang yang peka, misal:
b. Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda disebabkan oleh
mycoplasma dan clamidia.
c. Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak.
d. Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder terutama pada orang
dengan daya tahan lemah dan pengobatannya lebih sulit (Wulandari &
Erawati, 2016).

5) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis HIV AIDS :
1) AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan
satu gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui
seperti kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
a. Gejala Mayor :
 Penurunan berat badan lebih dari 10%
 Diare kronik lebih dari 1 bulan
 Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten).
b. Gejala Minor :
 Batuk lebih dari 1 bulan
 Dermatitis pruritik umum
 Herpes zoster rekurens
 Candidiasis oro-faring
 Limfadenopati umum
 Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
2) AIDS dicurigai pada anak ( bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua
gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui seperti
kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
a. Gejala Mayor:
 Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yangabnormal
 Diare kronik lebih dari 1 bulan
 Demam lebih dari 1 bulan
b. Gejala Minor:
 Limfadenopati umum
 Candidiasis oro-faring
 Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).
 Batuk persisten
 Dermatitis umum
 Infeksi HIV maternal

Manifestasi klinis dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat,


batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum
lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada
bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.
6) Patofisiologi
Apabila virus HIV masuk kedalam tubuh seseorang dan bagaimana caranya
virus itu masuk kedalam tubuh sesorang, bisa melalui darah, jadi bisa karena transfuse
atau penggunaan jarum suntik yang bekas pakai yang bergantian misalnya dan tidak
steril kemudian jarumnya bekas dipakai orang yang terinfeksi HIV maka akan
menular. Jadi menularnya melalui kontak lewat darah/cairan bukan kontak fisik maka
ketika sudah tertular virus akan masuk kedalam system peredaran darah/tubuh
seseorang. Kemudian setelah virus masuk kedalam peredaran darah organ atau target
yang akan diserang pertama kali oleh virus ini adalah sel darah putih manusia atau sel
CD4 jadi sel darah putih itu ada limfosit, leukosit virus ini menyerang CD4 dari sel
darah putih limfosit. Virus ini nanti akanbinding atau terikat. Jadi di CD4 diluar dari
permukaan CD4 itu ada reseptor dimana reseptor ini cocok dengan sereptor yang di
miliki oleh virus HIV jadi mereka bisa bergabung. Karena sudah tergabung maka
virus ini akan binding/terikat kemudian virus ini akan mengalami fusion setelah itu
virus HIV akan masuk kedalam sel CD4. Jadi virus HIV itu hanya memiliki RNA
tidak
mempunyai DNA agar virus HIV tetap bertahan atau berkembang biak atau reprekasi
virus HIV harus memiliki DNA oleh karena itu HIV memanfaatkan enzim reverse
trancriptase untuk membantu mensintesa DNA dari RNA. Lalu terbentuklah DNA
dari virus HIV. Kemudian DNA dari virus HIV akan memasuki nucleus dari sel CD4
dan akan bergabung disana, dan berintegrasi dengan DNA manusia tujuannya untuk
bereplekasi karena ketika sel CD4 bereplekasi otomatis dia akan ikut bereplikasi.
Setelah itu virus HIV akan assembly atau menyusun virus baru kemudian setelah
virus barunya tersusun dan protein – protein lainnya maka virus HIV akan bereplekasi
dan menyusun dirinya menjadi bakal/diaimatur, virus ini non infeksius. Untuk proses
pematangannya setelah sel ini meninngalkan sel CD4. Selanjutnya akanmerilist
protease sehingga menjadi sel yang matur atau infeksius. Karena itu sel CD4 ini akan
menjadi parameter ketika penegakan diagnose dari HIV disebabkan CD4 adalah target
dari HIV (Martens.et al,2014, Kummar.et al,2015).
Dengan berbagai proses kematian limfost T yang terjadi penurunan jumlah
lmfosit T CD4 serta dramatis dari normal yang berkisar 600-1200/mm3 menjadi
200/mm3 atau lebih rendah lagi, sehigga pada fase awal jumlah virus akan meningkan
lebih pesat hal ini diikuti oleh penurunan dari jumlah sel CD4, kemudian muncul
reaksi imunitas yang akan menekan atau mengurangi virus HIV. Pada fase ini jumlah
virus akan menurun dan diikuti dengan kenaikan dari jumlah sel CD4, pada fase ini
muncul gejala akut dan berlangsung dalam hitungan minggu sampai bulan setelah
pertama kali virus HIV masuk. Karena penekanan bersifat parsial atau sebagian
jumlah virus akan kembali meningkat secara perlahan yang diikuti dengan penurunan
secara perlahan dari jumlah CD4, selama jumlah CD4 lebih dari 400/500 maka
biasanya tidak ada gejala, fase ini dinamakan fase infeksi kronik. Apabila jumlah sel
CD4 terus menurun maka pertahan tubuh akan sangat melemah sehingga muncul
infeksi oportunistik salah satunya yang dapat menyerah siste pernafasan yang
mengakibatkan pneumonia.
7) WOC

Hubungan seksual dengan Tranfusi darah Tertusuk Ibu hamil


pasangan yang berganti-ganti yang jarum bekas menderita HIV
terinfeksi penderita
HIV
Virus masuk dalam tubuh lewat luka
Sperma terinfeksi masuk kedalam
tubuh pasangan lewat membran
mukosa vagina, anus yang lecet Virus Masuk Dalam Peredaran Darah Dan Invasi sel
atau luka Target Hospes

T helper/CD4+ Makrofag Sel B

Terjadi perubahan pada struktural sel diatas akibat transkripsi RNA virus + DNA sel

Sel penjamu (T helper, limfosit B, makrofag)

Menurunnya sistem kekebalan tubuh

Infeksi Oportunistik

Sistem respirasi

Mycobacterium TB

PCP (Pneumonia)

Demam, Batuk Non-Produktif,


Nafas Pendek

MK:

- Hipertermi
- Bersihan jalan nafas
- Pola nafas tidak
efektif
8) Pemeriksaan Penunjang HIV-AIDS
1) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit
serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
A. Serologis
a) Tes antibody Serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasiltes
positif, tapi bukan merupakan diagnosa.
b) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
c) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
d) Sel T4 helperindikator system imun (jumlah <200)
e) T8 (sel supresor sitopatik)
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper (
T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
f) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
g) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal
h) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
i) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkinpositif
B. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
C. Tes Lainnya
a) Sinar X Dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain
b) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
d) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e) Brankoskopi/pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan
paru-paru
2) Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.Kurang
dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani
tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu,
hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas
kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan,
atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas
kesehatan umum pedesaan. Dengan demikian, darah dari para pendonor dan
produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus
selalu diperiksa kontaminasiHIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian Western
blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut,
darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan
berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period)
bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-
6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes
komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA,
yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak
disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara
rutin di negara-negara maju.
3) USG Abdomen
4) Rongen Thorak
Pemeriksaan penunjang Pneumonia
1) Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas.
2) Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan
LED meningkat.
3) Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus.
4) Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.

9) Penatalaksanaan
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu:
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positifasimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
 Didanosin
 Ribavirin
 Diedoxycytidine
 Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang
proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan
terapi AIDS.

Penatalaksanaan Pneumonia
1) Keperawatan
Kepeda penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan
antibiotic per-oral, dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih
tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung
atau paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui
infuse. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan
umum yang dapat diberikan antara lain :
a. Oksigen 1-2 L/menit.
b. IVFD dekstrose 10 % , NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
c. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
d. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
e. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
f. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
(Nurarif & Kusuma, 2015).
2) Medis
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan
tampak pada rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus
(pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat mencakup
bunyi napas bronkovesikular atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus,
egofani, dan pekak pada perkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian
antibiotik yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain
itu untuk pengobatan pneumonia yaitu eritromisin, derivat tetrasiklin, amantadine,
rimantadine, trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol.
(Brunner & Suddarth, 2002).
Untuk kasus pneumonia community base :
a. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
a. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
b. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian. (Nurarif &
Kusuma, 2015,68).

3) Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia dan isolasi social.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
 Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi dan dehidrasi.
 Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam
atritis.
 Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan diare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri. (Susanto & Made Ari, 2013).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat,
penanggung jawab, tanggal pengkajian, dan diagnose medis.
b. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit
Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul, rasa
terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di mulut,
pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan,
kesemutan pada extremitas, batuk produkti / non.
c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare,demam
berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang hilang
timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas hormonal
(antibody), riwayat kerusakan respon imun seluler (Limfosit T), batuk yang
berdahak yang sudah lama tidak sembuh.
d. Riwayat Keluarga
Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui hubungan seksual
dengan penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah penderita melalui
ASI.
e. Pemeriksaan Fisik
 Aktifitas Istirahat
Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi, kelelahan /
malaise, perubahan pola tidur.
 Gejala subyektif
Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang
kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
 Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
 Status Mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilanginterest
pada lingkungan sekiar, gangguan proses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
 Neurologis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk,
kejang, paraf legia.
 Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
 Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
 Pernafasan
Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk produktif / non
produktif, bendungan atau sesak pada dada.
 Integument
Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi b.d proses penyakit
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas
3) Ketidakefektifan pola nafas tidak efektif b.d ekspasnsi paru

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Keperawatan NOC NIC
1 Hipertermi b.d proses Termoregulation NIC
penyakit Fever Treatment
Definisi : Peningkatan Setelah diberikan asuhan  Monitor suhu sesering
suhu tubuh diatas kisaran keperawatan selama ...x...
mungkin
normal jam diharapkan
Kriteria Hasil :  Monitor IWL
Batasan Karakteristik :  Suhu tubuh dalam  Monitor warna dan
 Konvulsi rentang normal suhu kulit
 Kulit kemerahan  Nadi dan RR dalam  Monitor tekanan darah,
 Peningkatan suhu rentang normal
nadi dan RR
tubuh di atas kisaran  Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak  Monitor penurunan
normal
 Kejang ada pusing tingkat kesadaran
 Takikardi  Monitor WBC, Hb, Hct
 Takipnea  Monitor intake dan
 Kulit terasa hangat output
 Berikan anti piretik
Faktor-faktor yang
berhubungan :  Berikan pengobatan
 Anastesia untuk mengatasi
 Penurunan respirasi penyebab demam
 Dehidrasi  Selimuti pasien
 Pemajanan lingkungan  Lakukan tapid sponge
yang panas
 Kolaborasi pemberian
 Penyakit
cairan intravena
 Pemakaian pakaian
yang tidak sesuai  Kompres pasien pada
dengan suhu lipat paha dan aksila
lingkungan  Tingkatkan sirkulasi
 Peningkatan laju udara
metabolisme  Berikan pengobata
 Medikasi untuk mencegah
 Trauma
terjadinya menggigil
 Aktivitas berlebihan
Temperature Regulation
 Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
 Rencanakan monitorng
suhu secara kontinyu
 Monitor TD, Nadi dan
RR
 Monitor warna dan
suhu kulit
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pasien cara
menegah keletihan
akibat panas
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkian
efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
 keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik
jika perlu
Vital Sign Monitorig
 Monitor TD, Nadi,
Suhu dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk dan
berdiri
 Auskultas Tdpada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, Nadi, RR
sebelum, selama dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernafasan abnormal
 Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
2 Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan nafas b.d  Respiratory status : Airway suction
inflamasi dan obstruksi Ventilation  Pastikan kebutuhan
jalan nafas  Respiratory status : oral/tracheal suctioning
Airway patency  Auskultasi suara nafas
Definisi : sebelum dan sesudah
Ketidakmampuan untuk Setelah diberikan asuhan suctioning
membersihkan sekresi keperawatan selama ...x...  Informasikan kepada
atau obstruksi dari jam diharapkan
klien dan keluarga
saluran pernafasan untuk Kriteria Hasil :
tentang suctioing
 Mendemonstrasikan
mempertahankan  Minta klien nafas
batuk efektif dan suara
kebersihan jalan nafas. dalam sebelum suction
nafas yang bersih, tidak
dilakukan
ada sianosis dan
Batasan karakteristik :  Berikan O2 dengan
dyspneu (mampu
 Tidak ada batuk menggunakan nasal
mengeluarkan sputum,
 Suara nafas tambahan untuk memfasilitasi
mampu bernafas
 Perubahan frekuensi suction nasotrakeal
dengan mudah, tidak
nafas
ada pursed lips)  Gunakan alat yang
 Sianosis steril setiap melakukan
 Menunjukkan jalan
 Kesulitan berbicara nafas yang paten (klien tindakan
atau mengeluarkan tidak merasa tercekik,  Anjurkan pasien untuk
suara irama nafas, frekuensi istirahat dan nafas
 Penurunan bunyi pernafasan dalam dalam setelah kateter
nafas rentang normal, tidak dikeluarkan dari
 Dipsneu ada suara nafas nasotrakeal
 Sputum dalam jumlah abnormal)  Monitor status oksigen
yang berlebihan  Mampu pasien
 Batuk yang tidak mengidentifikasikan  Ajarkan keluarga
efektif dan mencegah faktor bagaimana cara
 Orthopneu yang dapat melakkan suction
 Gelisah menghambat jalan  Hentikan suction dan
 Mata terbuka lebar nafas berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
Faktor-faktor yang bradikardi peningkatan
berhubungan: O2, dll.
 Lingkungan: Airway Management
 Perokok pasif  Buka jalan nafas,
 Mengisap asap gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila
 Merokok perlu
 Obstruksi jalan nafas:  posisikan pasien untuk
 Spasme jalan memaksimalkan
nafas ventilasi
 Identifikasi pasien
 Mokus dalam
perlunya pemasangan
jumlah berlebihan alat jalan nafas buatan
 Eksudat dalam  Pasang mayo bila perlu
jalan alveoli  Lakukan fisioterapi
 Materi asing dada jika perlu
dalam jalan nafas  Keluarkan sekret
 Adanya jalan dengan batuk atau
suction
nafas buatan
 Auskultasi suara nafas,
 Sekresi bertahan / catat adanya suara
sisa sekresi tambahan
 Sekresi dalam  Lakukan Suction pada
bronki mayo
 Fisiologis:  Berikan bronkodilator
bila perlu
 Jalan nafas
 Berikan pelembab
alergik udara kassa basah NaCl
 Asma Lembab
 Penyakit paru  Atur intake untuk
obstruktif kronik cairan mengoptimalkan
 Hiperplasi keseimbangan
dinding bronkial  Monitor respirasi dan
status o2
 Infeksi
 Disfungsi
neuomuskular
3 Ketidakefektifan pola NOC NIC
nafas tidak efektif b.d  Respiratory Status : Airway Management
ekspasnsi paru. Ventilation - Buka jalan nafas,
 Respiratory Status : gunakan teknik Chin Lift
Definisi : Inspirasi dan Airway Ptency atau Jaw Thrust bila
atau ekspirasi yang tidak  Vital sign status perlu
memberi ventilasi. Kriteria Hasil : - Posisikan pasien untuk
 Mendemonstrasikan memaksilkan ventilasi
Batasan Karakteristik : batuk efektif dan suara - Identifikasi pasien
 Perubahan kedalaman nafas yang bersih, tidak perlunya pemasangan
pernapasan ada sianosis dan alat jalan nafas buatan
 Perubahan ekskursi dipsneu (mampu - Pasang mayo bila perlu
dada mengeluarkan sputum, - Lakukan fisioterapi dada
 Mengambil posisi 3 mampu bernafas jika perlu
titik dengan mudah, tidak - Keluarkan sekret dengan
 Bradipneu ada pursed lips) batuk atau suction
 Penurunan tekanan  Menunjukkan jalan - Auskultasi suara nafas
ekspirasi nafas yang paten (klien catat adanya suara
 Penurunan ventilasi tidak merasa tercekik, tambahan
semenit irama nafas, frekuensi - Lakukan suction pada
 Penurunan kapasitas pernafasan dalam mayo
vital rentang normal, tidak - Berikan bronkodilator
 Dipneu ada suara nafas bila perlu
 Peningkatan diameter abnormal) - Berikan pelembab udara
anterior – postterior  Tanda-tanda vital kasa basah NaCl lembab
 Pernapasan cuping dalam rentang normal ( - Atur intake untuk cairan
hidung tekanan darah, nadi, mengoptimalkan
 Orthopneu pernafasan. ) keseimbangan
 Fase ekspirasi - Monitor respirasi dan
memanjang status O2
 Pernapasan bibir Oxigen Therapy
- Bersihkan mulut, hidung
 Takipneu
dan sekret trakea
 Penggunaan otot - Pertahankan jalan nafas
aksesorius untuk yang paten
bernapas - Atur perlahan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
Faktor yang - pertahankan posisi
berhubungan : pasien
 Ansietas - Observasi adanya tanda-
 Posisi tubuh tanda hipoventilasi
 Deformitas tulang - Monitor adanya
 Deformitas dinding kecemasan pasien
dada terhadap oksigenasi
 Keletihan Vital Sign Monitoring
 Hiperventilasi - Monitor TD, nadi, suhu
 Sindrome dan respirasi
hipoventilasi - Catat adanya fluktuasi
 Gangguan tekanan darah
muskuloskeletal - Monitor VS saat pasien
 Kerusakan neurologis berbaring, duduk atau
 Imaturitas Neurologis berdiri
 Disfungsi - Auskultasi TD pada
neuromuskular kedua lengan dan
 Obesitas bandingkan
 Nyeri - Monitor TD, nadi, RR
sebelum, selama dan
 Keletihan otot
setelah aktivitas
pernafasan cedera
- Monitor kualitas dari
medulaspinalis
nadi
- Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor suara
pernafasan abnormal
- Monitor suhu, warna dan
kelembapan kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda, dan Hardi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta:Mediaction
Jogja.

Agustina, D. R., Efiyanti, C., Yunihastuti, E., Ujainah, A., & Rozaliyani, A. (2017).
Diagnosis dan Tata Laksana Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP)/Pneumocystis
Jirovecii Pneumonia pada pasien HIV: Sebuah Laporan Kasus. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 4(4), 209. https://doi.org/10.7454/jpdi.v4i4.149
Damayanti, K., & Ryusuke, O. (2017). Pneuminia. In Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Hasdianah & Dewi. (2017). Komplikasi Human Immunodeficiency Virus. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Silangit, dr. I. S. T. (2017). Identifikasi Spesies Candida Penyebab Kandidiasis Oral Pada
Pasien Hiv / Aids Di Rsup H . Adam Malik Medan Identifikasi Spesies Candida
Penyebab Kandidiasis Oral Pada Pasien Hiv / Aids Di Rsup H . Adam Malik Medan.
Skripsi - S1.

Anda mungkin juga menyukai