Bahasa : kata jujur berasal dari Bahasa arab yaitu as-sidqu/ siddiq yang berarti benar, nyata/ berkata
benar.
Istilah : kesesuaian antara ucapan dan perbuatan, kesesuaian antara informasi dan kenyataan,
ketegasan dan kemantapan hati, sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.
Suatu saat, ketika Rasulullah صلى هللا عليه وسلمbersama para sahabat dan kaum
Muslimin dari Kota Madinah hendak berangkat menuju Perang Tabuk menghadapi
pasukan Romawi, Ka'ab bin Malik tidak ikut dalam perang itu.
Padahal, Ka'ab bin Malik tidak memiliki uzur saat itu. Usianya belumlah tua dan
beliau pun tidak sedang dalam keadaan sakit. Beliau juga bukan golongan orang-
orang munafik di Kota Madinah. Ka'ab bin Malik tidak turut serta dalam perang
hanya karena faktor kelalaiannya.
Akan tetapi, Ka'ab bin Malik tidak melakukannya. la justru menyampaikan apa yang
sebenarnya terjadi, mengapa ia tidak turut serta dalam pasukan kaum Muslimin di
Perang Tabuk. Ka'ab bin Malik menyampaikan apa adanya secara jujur di hadapan
Rasulullah, karena ia tahu sesungguhnya Allah Maha Tahu dan ia mengharapkan
ampunan-Nya.
Keadaan itu berlangsung selama 40 hari lamanya. Ka'ab bin Malik menjadi terasing
sementara dari para sahabat lainnya dan kaum Muslimin di kota Madinah karena tak
seorang pun yang mau berbicara dengannya. Hal ini tentu saja membuat Ka'ab bin
Malik merasa terhimpit.
Namun, pada suatu saat selepas shalat subuh, Rasulullah صلى هللا عليه وسلم
menyampaikan sebuah berita gembira bahwasanya Allah menerima taubat Ka'ab bin
Malik dan dua sahabat lainnya yang tidak turut serta dalam Perang Tabuk. Sejak
saat itu, Ka'ab bin Malik semakin kuat imannya, semakin besar semangat jihadnya
dan semakin kuat kejujurannya.
Abu bakar ash-shidiq
Abu ubaidah
Abdullah bin Mas’ud
Abdullah bin Mas’ud merupakan seorang yang mempunyai sifat jujur. Sebelum memeluk
agama islam Abdullah bin Mas’ud merupakan seorang penggembala kambing, ia
menggembala kambing milik seorang petinggi Quraisy Uqbah bin Abi Muaith. Dari pagi
hingga sore ia habiskan waktunya untuk menggembala.
Pada suatu hari saat ia menjaga ternak, ada dua orang laki-laki paruh baya yang datang
menghampirinya. Kedua laki-laki itu nampak haus dan begitu kelelahan. Mereka kemudian
memberi salam kepada Abdullah bin Masud dan memintanya untuk memerahkan susu
kambing tersebut.
Akan tetapi, Abdullah bin Masud menolak memberikan susu itu karena bukan miliknya.
"Kambing-kambing ini bukan milik saya. Saya hanya memeliharanya," katanya dengan jujur.
Mendengar jawaban itu, dua laki-laki tersebut tak memberikan bantahan. Walau pun sangat
kehausan, mereka sangat senang dengan jawaban jujur si penggembala itu. Kegembiraan ini
sangat jelas terlihat di wajah mereka.
Ternyata kedua orang itu adalah Rasulullah dan sahabatnya Abu Bakar Ash Shiddiq. Hari itu,
keduanya pergi ke pegunungan Mekah untuk menghindari siksaan dan perlakuan kejam kaum
Quraisy.
"Apakah kau mempunyai kambing betina yang belum dikawinkan?," tanya Rasulullah.
"Ada," jawab Abdullah.
Lalu Abdullah mengajak Rasulullah dan sahabatnya melihat seekor kambing betina yang
masih muda. Kemudian, kaki kambing itu diikat. Rasulullah menyuapkan tangannya ke tubuh
kambing tersebut sambil berdoa kepada Allah.
Saat itulah turun rizki dari Allah. Tiba-tiba saja susu kambing itu mengalir sangat banyak.
Abu Bakar segera mengambil sebuah batu cekung yang digunakan untuk menampung air
susu hasil perahan.
Abdullah bin Mas’ud pun takjub dan terkejut menyaksikan hal tersebut. Sebab kambing
tersebut sebelumnya belum pernah mengeluarkan air susu. Tapi di depan matanya saat itu
kambing tersebut malah mengeluarkan air susu yang banyak dan dinikmati bersama.