Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AGAMA

“ Pengertian dan Makna Agama dalam Kebudayaan”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 9

1. SADILA (211015201021)
2. RESTI INDAH (211015201020)
3. ELSI DEFRIANTI (211015201070)
4. Eltiara (211015201077)

PRODI : S1 KEBIDANAN

DOSEN : Dr. Adrianto,S.Pd.I, MA.

UNIVERSITAS SUMATERA BARAT

FAKULTAS KESEHATAN

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia – NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “ Pengertian dan Makna Islam dalam Kebudayaan”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar –


besarnya kepada dosen mata kuliah Agama yaitu Bapak Dr. Adrianto,
MA.Tk.Ibrm yang telah memberikan tgas terhadap kami , kami juga
mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada orang tua kami
yang telah mendukung kami baik seara fisik, mental, dan finansial

Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna dan
masih banyak memiliki kekurangan, oleh karena itu saya mengharapkan
saran dan krtikan yang membangun dari bapak untuk menyepurnakan
makalah ini
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. I

KATA PENGANTAR ................................................................................ II

DAFTAR ISI ........................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................. 4


1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 4
1.3 TUJUAN PENULIS .................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN ............................................... 5

2.2 PENDAPAT BUDAYAWAN INDONESIA ..................................................... 6

2.3. NILAI = NILAI DASAR TENTANG KEBUDAYAAN ....................................... 7

2.4 AGAMA ISLAM SEBAGAI SUMBER KEKUATAN KEBUDAYAAN.................. 8

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 9

3.2 SARAN .................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang

Agama dan budaya memang sulit untuk dipisahkan. Masing-masing memiliki


keeratan satu sama lain. Namun banyak orang yang masih belum memahami
bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya dalam suatu kehidupan.
Banyak masyarakat yang mencampur adukkan antara Agama dan Budaya yang
padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat serratus persen disamakan,
bahkan mungkin berlawanan.

Oleh karena itu demi terjaganya eksistensi dan nilai-nilai agama sekaligus memberi
pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu
Budaya. Penulis berharap apa yang ditulis nanti dapat menjadi panduan pembaca
dalam mengaplikasikan serta dapat membandungkan antara Agama dan Budaya.
Dalam istilah lain proses akulturasi antara Islam dan Budaya local ini kemudian
melahirkanapa yang dikenal dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil
mengadakanseleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing,
sehingga dapat dicapaisuatu ciptaan baru yang unik, yang tidak terdapat di wilayah
bangsa yang
membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik anta
ra lain: mampu bertahan terhadap budaya luar; mempunyai kemampuan
mengakomodasi unsur-  unsur budaya luar mempunyai kemampuan mengintegrasi
unsur budaya luar ke dalam budaya asliu; dan

memilkiki kemampuanmengendalikan dan memberikan arah pada perkembangan


budayaselanjutnya.Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas
masyarakat Indonesia, ajaran Islamtelah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam
konteks inilah Islam sebagai agama sekaligustelah menjadi budaya masyarakat
Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya lokal yang ada dimasyarakat, tidak otomatis
hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya lokal ini sebagianterus dikembangkan
dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian
melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan Islam.
 
1.2 . Rumusan Masalah
Bagaimana perbedaan konsep agama dan budaya?
Bagaimana pendapat budayawan indonesia?
Bagaimana dasar nilai – nilai tentang kebudayaan?
Bagaimana agama islam sebagai sumber kekuatan kebudayaan islam?

1.3 Tujuan Penulisan.


Mengetahui perbedaan konsep agama dan budaya Mengetahui implikasi masuknya
Islam terhadap perubahan budaya di IndonesiaMengetahui proses asimilasi Islam
dengan masyarakat IndonesiaMengetahui proses terjadinya akulturasi antara Islam
dan budaya Nusantara?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1Pengertian Agama dan Kebudayaan

Pengertian agama: dalam masyarakat Indonesia selain dari kata Agama, dikenal
pula kata “din”(‫)الدين‬dari Bahasa Arab dan kata “religi” dari Bahasa Eropa. Agama
berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari
dua kata, “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi, maka kata agama
dapat diartikan tidak pergi, tidak ditempat, diwarisi turun-menurun. Sedangkan kata
“din” itu sendiri dalam Bahasa Semit berarti undang-undang atau hokum. Dalam
Bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan. Patuh, balasan,
kebiasaan. Adapula kata “religi” yang berasal dari Bahasa Latin. Menurut suatu
pendapat asalnya ialah “relege” yang mengandung arti mengumpulkan, membaca
dan bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama adalah suatu ketetapan yang
dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa adanya campur tangan
siapa saja.[1]

Namun agama juga bisa diartikan seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur
hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya Tuhannya, mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur manusia dengan lngkungannya.
Agama dilihat dari system keyakinan yang melahirkan berbagai perilaku keagamaan.
System keyakinan tersebut memiliki daya kekuatan yang luar biasa untuk
memerintah dan melarang pemeluknya untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan
sesuatu.[2]Pada intinya Agama harus memiliki tiga system berikut agar bisa
dikatakan sebagai suatu Agama: pertama, Credo atau keimanan (aqidah), kedua,
Critus yang mana didalamnya terdapat unsur peribadatan (syari’at) ketiga, sistem
norma (akhlaq).

Pengertian kebudayaan: ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal


dari Bahasa Sansekerta”Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti
budi atau akal. Pendapat lain mengatakan kata budaya adalah sebagai suatu
perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang mempunyai arti “daya” dan
“budi”. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Sedangkan
budaya sendiri adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.[3]

 . Hubungan Agama dan Kebudayaan


Agama dalam pengertian “Addien”, sumbernya adalah wahyu dari Tuhan khususnya
agama Islam. Seorang ahli sejarah dan kebudayaan dunia barat bernama Prof. H.A.
Gibb menulis dalam bukunya: “Wither Islam” : “Islam is indeed much more than a
system of thologi, it is a complete civilization” (Islam adalah lebih daripada suatu cara
– cara peribadatan saja, tetapi merupakan suatu kebudayaan dan peradaban yang
lengkap). Kelebihan Islam dari agama-agama lain, bahwa Islam memberikan dasar
yang lengkap bagi kebudayaan dan peradaban. Oleh karena itu agama Islam adalah
agama fitrah bagi manusia, agama hakiki yang murni, terjaga dari kesalahan dan
tidak berubah-ubah. Ingatlah ayat suci al-Qur’an yang artinya “Hadapkanlah mukamu
kepada agama yang benar: fitrah Tuhan yang telah menjadikan manusia, tidak dapat
mengganti kepada makhluk Tuhan. Demikianlah agama yang benar, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum: 30).[4]

Berdasarkan sumber-sumber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Agama mutlak


ciptaan Allah SWT dan kebudayaan itu sendiri hasil pemikiran manusia yang tingkat
kebenarannya atau kefitrahannya tidak mungkin melebihi agama.
Dari situlah agama dan kebudayaan tidak dapat terpisahkan, berikut adalah
pengaruh antara agama dengan budaya sehingga menghasilkan interaksi. Interaksi
antara agama dengan budaya dapat terjadi dengan:
1. Agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah
agama, simbolnya adalah budaya. Misalnya, bagaimana shalat mempengaruhi
bangunan.
2. Kebudayaan dapat mempengaruhi simbol agama. Kebudayaan Indonesia
mempengaruhi Islam dengan pesanteren dan kiai yang berasal dari padepokan.
3. Kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama. Contoh,
pernikahan pada suku batak didominasi oleh adat bukan agama.[5]

C. Agama dan Kebudayaan: Sebagai Sistim Simbol, Pandangan Hidup (worldview) dan
Etos (Ethos).

 Sebagai Sistem Simbol


Sebelum memaknai lebih dalam agama sebagai system symbol, terlebih dahulu kita
mengetahui apa makna dari symbol.
Simbol adalah tanda sakral dalam kehidupan keagamaan.Simbol terdiri dari berbagai
sistem, model dan bentuk yang berhubungan dengan manusia sesuai dengan
kebutuhannya. Simbol adalah ciri khas agama, karena simbol lahir dari sebuah
kepercayaan, dari berbagai ritual dan etika agama.Simbol dimaknai sebagai sebuah
tanda yang dikulturkan dalam berbagai bentuknya sesuai dengan kultur dan
kepercayaan masing-masing agama. Kultur ini kemudian melahirkan sebuah sistem
dan struktur simbol yang dapat membentuk manusia menjadi homo simbolicus
dalam tipe atau pola religiusnya.[6]

• Symbol juga memiliki beberapa fungsi, diantaranya:

1. Simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia material dan


sosial dengan membolehkan mereka memberi nama, membuat katagori, dan
mengingat objek-objek yang mereka temukan dimana saja. Dalam hal ini bahasa
mempunyai peran yang sangat penting.
2. Simbol menyempurnakan manusia untuk memahami lingkungannya.
3. Simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk berfikir. Dalam arti ini,
berfikir dapat dianggap sebagai interaksi simbolik dengan diri sendiri.
4. Simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk mecahkan persoalan manusia,
sedangkan manusia bisa berfikir dengan menggunakan simbol-simbol sebelum
melakukan pilihan-pilihan dalam melakukan sesuatu.
5. Penggunaan simbol-simbol memungkinkan manusia bertransendensi dari segi
waktu, tempat dan bahkan diri mereka sendiri. Dengan menggunakan simbol-simbol
manusia bisa membayangkan bagaimana hidup dimasa lampau atau akan datang.
Mereka juga bisa membayangkan tentang diri mereka sendiri berdasarkan
pandangan orang lain.
6. Simbol-simbol memungkinkan manusia bisa membayangkan kenyataan-kenyataan
metafisis seperti surga dan neraka.
7. Simbol-simbol memungkinkan manusia agar tidak diperbudak oleh lingkungannya.
Mereka bisa lebih aktif ketimbang pasif dalam mengarahkan dirinya kepada sesuatu
yang mereka perbuat.[7]
Dalam uraian di atas telah disinggung bahwa agama merupakan sistem kebudayaan
dan oleh karena itu berarti pula sebagai sistem simbol, sehingga untuk mengkaji
agama sangat relevan dengan menggunakan perspektif hermeneutik. Agama yang
dimaksud di sini adalah agama yang melekat pada diri manusia, dan bukan agama
yang ada di sisi "Tuhan". Geertz menjelaskan tentang definisi agama kedalam lima
kalimat, yang masing-masing saling mempunyai keterkaitan.

Definisi agama menurut Geertz:


1) Agama sebagai sebuah system budaya berawal dari sebuah kalimat tunggal yang
sistem simbol yang bertujuan;
2) Membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak
mudah hilang dalam diri seseorang dengan cara;
3) Merumuskan tatanan konsepsi kehidupan yang umum; 4) Melekatkan konsepsi
tersebut pada pancaran yang factual;
5) Yang pada akhirnya konsepsi tersebut akan terlihat sebagai suatu realitas yang
unik.

Definisi diatas cukup menjelaskan secara runtut keseluruhan keterlibatan antara


agama dan budaya. Pertama, sistem simbol adalah segala sesuatu yang membawa
dan menyampaikan ide kepada seseorang. Ide dan simbol tersebut bersifat public,
dalam arti bahwa meskipun masuk dalam pikiran pribadi individu, namun dapat
dipegang terlepas dari otak individu yang memikirkan simbol tersebut. Kedua, agama
dengan adanya simbol tadi bisa menyebabkan seseorang marasakan, melakukan
atau termotivasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Orang yang termotivasi tersebut akan
dibimbing oleh seperangkat nilai yang penting, baik dan buruk maupun benar dan
salah bagi dirinya. Ketiga, agama bisa membentuk konsep-konsep tentang tatanan
seluruh eksistensi. Dalam hal ini agama terpusat pada makna final (ultimate
meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia.Keempat, konsepsi–konsepsi dan motivasi
tersebut membentuk pancaran faktual yang oleh Geertz diringkas menjadi dua, yaitu
agama sebagai “etos”dan agama sebagai “pandangan hidup”. Kelima, pancaran
faktual tersebut akan memunculkan ritual unik yang memiliki posisi istimewa dalam
tatanan tersebut, yang oleh manusia dianggap lebih penting dari apapun.

Geertz mencontohkan upacara ritual di Bali sebagai pencampuran antara etos dan
pandangan dunia. Pertempuran besar antara dukun sihir Rangda dan Monster
Barong aneh. Penonton terhipnotis masuk dalam tontonan tersebut dan mengambil
posisi mendukung salah satu karakter, yang pada akhirnya ada beberapa yang jatuh
tidak sadarkan diri. Drama tersebut bukan sekedar tontonan, melainkan kegiatan
ritual yang harus diperankan. Agama di Bali begitu sangat khas dan spesifik hingga
tatanan tersebut tidak bisa diubah menjadi suatu kaidah umum bagi semua agama

Contoh agama sebagai system symbol seperti yang telah penulis tulis di atas, bahwa
dalam Islam, simbolisme dalam beberapa hal juga menjadi bagian dari ajaran. Ka’bah
sebagai benda sakral juga menjadi simbol umat Islam. Umat Islam diperintahkan
untuk shalat menghadap ke Kiblat, dimana Ka’bah menjadi kiblat umat Islam.
Perintah agar umat Islam menghadap ke Ka’bah tercantum dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 144.

Contoh lain dalam kebudayaan lokal adalah seperti sedekah laut. Tradisi ini
menyimbolkan di daerah Cilacap. Kemudian, contoh lain adalah kenduri dan
selamatan sebagai salah satu solusi dari kebiasaan upacara sejenis yang menu
hidangan utamanya daging, ikan, nasi tumpeng dan air teh. Kenduri ini dalam tradisi
masyarakat Jawa yang diniatkan sebagai sedekah dalam bentuk makan-makan
setelah berdo’a dan bersyukur sebagaimana yang telah Nabi anjurkan, agar berbagi
suka dalam bentuk hidangkan makanan bagi sesamanya. Masih banyak lagi ritual-
ritual yang menjadi simbol kebudayaan lokal.

2.2 Pendapat Budayawan Indonesia kebudayaan oleh budayawan


Indonesia:1.
Definisi langsung:

Menurut Soenarjo Kolopaking, kebudayaan atau kultur ialah totalitet dari padamilik
dan hasil usaha (Prestatie) manusia yang diciptakan oleh kekuatan jiwanya dan oleh
proses saling mempengaruhi antara kekuatan-kekuatan jiwamanusia yang satu
dengan yang lain.

Menurut M. Nasroen, kebuduyaan adalah hasil yang nyata dari pertumbuhandan


perkembangan rohani dan kecerdasan suatu bangsa.Menurut H. Abdurohim, dalam
bukunya, “Dasar-dasar Antropologi Indonesia”, kebudayaan itu adalah segala sesuatu
yang diciptakan manusia baik dahulu maupun sekarang yang kongkrit maupun yang
abstrak.2.

Definisi tidak langsung:

Menurut Prijono, dalam Kebudayaan Nasional, secara formil kata kebudayaan itu
mungkin berasal dari budaya, jama’ dari budhi yang telah lazim kita pakai dalam
Indonesia dan bahasa-bahasa daerah kita dalam bentuk budi. Jikademikian maka
kebudayaan dapat diartikan sebagai, segala hasil manusia atauhasil dari segala budhi
manusia.

Hadji Agus Salim mengutarakan, kebudayaan adalah persatuan antara budidan daya
menjadi kata dan bermakna tenaga, kekuatan, kesanggupan. Makakebudayaan
berarti himpunan segala usaha dan daya upaya yang dikerjakandengan
menggunakan hasil pendapat budi untuk memperbaiki suatu dengantujuan
mencapai kesempurnaan. Dari asal katanya, kebudayaan memiliki artisama dengan
kata kultur dari bahasa barat.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pembangunan dalam estetika atau keindahandalam 10


Intelegensia: Tentang Pembangunan Masyarakat dan NegaraRepublik Indonesia.Jiwa
manusia merupakan diferensiasi kekuatan-kekuatan terkenal,trisakti, yaitu pikiran,
rasa, dan kemauan atau “cipta, rasa, karsa”.Trisakti inilah yang disebut
“budi”.Kemampuan budi manusia dalam menambah dan mengolah wawasan dengan
“panca indra” hingga “berbuah” disebut “kebudayaan menghasilkan, kebudayaan
adalah manifestasidari ruh, dzauk, irodah, dan amal (cipta, rasa, karsa, dan”.
Musyawarah antar seniman budayawan Islam karya) dalam seluruh segi
kehidupaninsani sebagai fitrah, ciptaan karunia Allah SWT.

2.3Nilai-nilai dasar tentang kebudayaan


Agama adalah bentuk kepercayaan yang dimiliki oleh seseorang, yang seseorang
itu sangat meyakini bahwa totalitas kehidupan ini adalah hasil dari kreasi Allah
jalla jalaluh. Seseorang yang beragama yakin benar, bahwa sumber dari segala
sumber dalam kehidupan karena adanya ke-Mahakuatan Allah ta’ala yang tidak
tertandingi oleh siapa pun dan apa pun.

Budaya adalah Cara Berpikir seseorang, agar dirinya dapat hidup di dunia ini
dengan: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia (SSB). Sehingga lahirlah banyak model
kebudayaan yang intinya tetap sama, yakni terdapatnya kualitas hidup manusia
yang SSB.

Budaya identik dengan “Seni Berpikir”. Di mana orang yang berbudaya benar-
benar seseorang yang telah berhasil menjadikan dirinya hidup enjoy. Kehidupan
seseorang dikatakan enjoy apabila telah mampu mengamalkan di kehidupan ini
dengan memiliki kualitas dan kuantitas “Seni Berpikir” dalam kehidupan sehari-
hari. Sebab, dari “Seni Berpikir” tersebut lahirlah Cara Berpikir. Dan, dari Cara
Berpikir itu seseorang atau umat manusia mempunyai pola hidup dan tata
perilaku yang sejalan dengan Cara Berpikir yang dimiliki. Maka, kehidupan
seseorang lebih dikarenakan akibat Cara Berpikir yang dimilikinya. Termasuk baik
dan buruk perilaku seseorang juga dikarenakan Cara Berpikir yang dimilikinya.
Dari simpul-simpul Cara Berpikir itulah umat manusia menjadi berbudaya dan
berperadaban.

Posisi agama sangat berguna dalam mengendalikan nafsu umat manusia, agar
Cara Berpikir yang dimiliki tidak mengikuti hawa nafsu. Tetapi mengarahkan dan
memberikan motivasi kecerdasan supaya umat manusia memiliki Cara Berpikir
yang selaras dengan wahyu Allah ta’ala. Sehingga semua yang dilakukan dan
diaktifitaskan oleh seorang manusia benar-benar melahirkan kehidupan yang
rahmatal lil alamin. Yakni, sebuah jaring kehidupan umat manusia yang: Meng-
Allah-kan Allah; Me-manusia-kan Manusia; dan Meng-alam-kan Alam (Prinsip
Trianggulasi, red). Dengan kata lain, seorang yang beragama hendaknya
melahirkan budaya di kehidupan ini dengan kualitas dan kuantitas: “Seni” di
dalam Meng-Allah-kan Allah; “Seni” di dalam Me-manusia-kan manusia; dan
“Seni” di dalam Meng-alam-kan alam. Demikianlah dinul Islam mengajarkan tata
pola kehidupan seorang yang beriman kepada Allah azza wa jalla dengan: Hablum
minallah; Hablum minan nas; wa Hablum minal alam.

2.4Agama islam sebagai sumber kekuatan kebudayaan


Islam sebagai sumber kebudayan terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

1.Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan islam yang artinya bahwa adat
istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat yang merupakan bagian dari budaya
manusia ,mempuyai pengaruh dalam penentuan hokum.
Contohnya : Dibolehkan memakai arsitektur bangunan masjid Persia maupun
arsitektur jawa yang berbentuk joglo.

2. kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan islam kemudian


di rekontruksi sehingga menjadi islami.
contoh nya adalah tradisi jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara
yang bertentangan dengan ajaran islam seperti “lafadh talbiyah “ yang sarat
dengan kesyirikan .

3. kebudayaan yang bertentangan dengan islam seperti budaya ngaben yang


dilakukan oleh masyarakat bali.
yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang
meriah .

Anda mungkin juga menyukai