AGAMA
Disusun Oleh :
KELOMPOK 9
1. SADILA (211015201021)
2. RESTI INDAH (211015201020)
3. ELSI DEFRIANTI (211015201070)
4. Eltiara (211015201077)
PRODI : S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KESEHATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia – NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “ Pengertian dan Makna Islam dalam Kebudayaan”.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna dan
masih banyak memiliki kekurangan, oleh karena itu saya mengharapkan
saran dan krtikan yang membangun dari bapak untuk menyepurnakan
makalah ini
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Oleh karena itu demi terjaganya eksistensi dan nilai-nilai agama sekaligus memberi
pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu
Budaya. Penulis berharap apa yang ditulis nanti dapat menjadi panduan pembaca
dalam mengaplikasikan serta dapat membandungkan antara Agama dan Budaya.
Dalam istilah lain proses akulturasi antara Islam dan Budaya local ini kemudian
melahirkanapa yang dikenal dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil
mengadakanseleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing,
sehingga dapat dicapaisuatu ciptaan baru yang unik, yang tidak terdapat di wilayah
bangsa yang
membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain local genius memiliki karakteristik anta
ra lain: mampu bertahan terhadap budaya luar; mempunyai kemampuan
mengakomodasi unsur- unsur budaya luar mempunyai kemampuan mengintegrasi
unsur budaya luar ke dalam budaya asliu; dan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Pengertian Agama dan Kebudayaan
Pengertian agama: dalam masyarakat Indonesia selain dari kata Agama, dikenal
pula kata “din”()الدينdari Bahasa Arab dan kata “religi” dari Bahasa Eropa. Agama
berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari
dua kata, “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi, maka kata agama
dapat diartikan tidak pergi, tidak ditempat, diwarisi turun-menurun. Sedangkan kata
“din” itu sendiri dalam Bahasa Semit berarti undang-undang atau hokum. Dalam
Bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan. Patuh, balasan,
kebiasaan. Adapula kata “religi” yang berasal dari Bahasa Latin. Menurut suatu
pendapat asalnya ialah “relege” yang mengandung arti mengumpulkan, membaca
dan bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama adalah suatu ketetapan yang
dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa adanya campur tangan
siapa saja.[1]
Namun agama juga bisa diartikan seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur
hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya Tuhannya, mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur manusia dengan lngkungannya.
Agama dilihat dari system keyakinan yang melahirkan berbagai perilaku keagamaan.
System keyakinan tersebut memiliki daya kekuatan yang luar biasa untuk
memerintah dan melarang pemeluknya untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan
sesuatu.[2]Pada intinya Agama harus memiliki tiga system berikut agar bisa
dikatakan sebagai suatu Agama: pertama, Credo atau keimanan (aqidah), kedua,
Critus yang mana didalamnya terdapat unsur peribadatan (syari’at) ketiga, sistem
norma (akhlaq).
C. Agama dan Kebudayaan: Sebagai Sistim Simbol, Pandangan Hidup (worldview) dan
Etos (Ethos).
Geertz mencontohkan upacara ritual di Bali sebagai pencampuran antara etos dan
pandangan dunia. Pertempuran besar antara dukun sihir Rangda dan Monster
Barong aneh. Penonton terhipnotis masuk dalam tontonan tersebut dan mengambil
posisi mendukung salah satu karakter, yang pada akhirnya ada beberapa yang jatuh
tidak sadarkan diri. Drama tersebut bukan sekedar tontonan, melainkan kegiatan
ritual yang harus diperankan. Agama di Bali begitu sangat khas dan spesifik hingga
tatanan tersebut tidak bisa diubah menjadi suatu kaidah umum bagi semua agama
Contoh agama sebagai system symbol seperti yang telah penulis tulis di atas, bahwa
dalam Islam, simbolisme dalam beberapa hal juga menjadi bagian dari ajaran. Ka’bah
sebagai benda sakral juga menjadi simbol umat Islam. Umat Islam diperintahkan
untuk shalat menghadap ke Kiblat, dimana Ka’bah menjadi kiblat umat Islam.
Perintah agar umat Islam menghadap ke Ka’bah tercantum dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 144.
Contoh lain dalam kebudayaan lokal adalah seperti sedekah laut. Tradisi ini
menyimbolkan di daerah Cilacap. Kemudian, contoh lain adalah kenduri dan
selamatan sebagai salah satu solusi dari kebiasaan upacara sejenis yang menu
hidangan utamanya daging, ikan, nasi tumpeng dan air teh. Kenduri ini dalam tradisi
masyarakat Jawa yang diniatkan sebagai sedekah dalam bentuk makan-makan
setelah berdo’a dan bersyukur sebagaimana yang telah Nabi anjurkan, agar berbagi
suka dalam bentuk hidangkan makanan bagi sesamanya. Masih banyak lagi ritual-
ritual yang menjadi simbol kebudayaan lokal.
Menurut Soenarjo Kolopaking, kebudayaan atau kultur ialah totalitet dari padamilik
dan hasil usaha (Prestatie) manusia yang diciptakan oleh kekuatan jiwanya dan oleh
proses saling mempengaruhi antara kekuatan-kekuatan jiwamanusia yang satu
dengan yang lain.
Menurut Prijono, dalam Kebudayaan Nasional, secara formil kata kebudayaan itu
mungkin berasal dari budaya, jama’ dari budhi yang telah lazim kita pakai dalam
Indonesia dan bahasa-bahasa daerah kita dalam bentuk budi. Jikademikian maka
kebudayaan dapat diartikan sebagai, segala hasil manusia atauhasil dari segala budhi
manusia.
Hadji Agus Salim mengutarakan, kebudayaan adalah persatuan antara budidan daya
menjadi kata dan bermakna tenaga, kekuatan, kesanggupan. Makakebudayaan
berarti himpunan segala usaha dan daya upaya yang dikerjakandengan
menggunakan hasil pendapat budi untuk memperbaiki suatu dengantujuan
mencapai kesempurnaan. Dari asal katanya, kebudayaan memiliki artisama dengan
kata kultur dari bahasa barat.
Budaya adalah Cara Berpikir seseorang, agar dirinya dapat hidup di dunia ini
dengan: Sehat; Sejahtera; dan Bahagia (SSB). Sehingga lahirlah banyak model
kebudayaan yang intinya tetap sama, yakni terdapatnya kualitas hidup manusia
yang SSB.
Budaya identik dengan “Seni Berpikir”. Di mana orang yang berbudaya benar-
benar seseorang yang telah berhasil menjadikan dirinya hidup enjoy. Kehidupan
seseorang dikatakan enjoy apabila telah mampu mengamalkan di kehidupan ini
dengan memiliki kualitas dan kuantitas “Seni Berpikir” dalam kehidupan sehari-
hari. Sebab, dari “Seni Berpikir” tersebut lahirlah Cara Berpikir. Dan, dari Cara
Berpikir itu seseorang atau umat manusia mempunyai pola hidup dan tata
perilaku yang sejalan dengan Cara Berpikir yang dimiliki. Maka, kehidupan
seseorang lebih dikarenakan akibat Cara Berpikir yang dimilikinya. Termasuk baik
dan buruk perilaku seseorang juga dikarenakan Cara Berpikir yang dimilikinya.
Dari simpul-simpul Cara Berpikir itulah umat manusia menjadi berbudaya dan
berperadaban.
Posisi agama sangat berguna dalam mengendalikan nafsu umat manusia, agar
Cara Berpikir yang dimiliki tidak mengikuti hawa nafsu. Tetapi mengarahkan dan
memberikan motivasi kecerdasan supaya umat manusia memiliki Cara Berpikir
yang selaras dengan wahyu Allah ta’ala. Sehingga semua yang dilakukan dan
diaktifitaskan oleh seorang manusia benar-benar melahirkan kehidupan yang
rahmatal lil alamin. Yakni, sebuah jaring kehidupan umat manusia yang: Meng-
Allah-kan Allah; Me-manusia-kan Manusia; dan Meng-alam-kan Alam (Prinsip
Trianggulasi, red). Dengan kata lain, seorang yang beragama hendaknya
melahirkan budaya di kehidupan ini dengan kualitas dan kuantitas: “Seni” di
dalam Meng-Allah-kan Allah; “Seni” di dalam Me-manusia-kan manusia; dan
“Seni” di dalam Meng-alam-kan alam. Demikianlah dinul Islam mengajarkan tata
pola kehidupan seorang yang beriman kepada Allah azza wa jalla dengan: Hablum
minallah; Hablum minan nas; wa Hablum minal alam.
1.Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan islam yang artinya bahwa adat
istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat yang merupakan bagian dari budaya
manusia ,mempuyai pengaruh dalam penentuan hokum.
Contohnya : Dibolehkan memakai arsitektur bangunan masjid Persia maupun
arsitektur jawa yang berbentuk joglo.