Anda di halaman 1dari 58

ELECTRONIC TRAINING METHODS

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Diklat
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd
Rahmatiah, S.S, M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Khairul Imam (1103619005)
2. Intan Permata Hidayat (1103619025)
3. Tantri Khoeriyah (1103619050)

MANAJEMEN PENDIDIKAN 2019 A


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahi rabbil allamin puji serta syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
kami yang berjudul Electronic Training Methods. Kami menyadari proses
selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kami rahmat-Nya, sehingga makalah
ini tersusun dengan baik dan semestinya.
2. Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd dan Rahmatiah, S.S, M.Si, selaku dosen
pengampu mata kuliah Manajemen Diklat.
3. Teman-teman dan para sahabat kami di kelas MP 2019 A yang membantu
dan mendukung kami dalam membuat makalah ini.
4. Serta orang tua kami yang selalu mendukung dan memberi motivasi
kepada kami agar terselesainya makalah ini sebagai proses pembelajaran
dan penugasan kami di mata kuliah Manajemen Diklat.

Makalah ini disusun dan dibuat oleh kami untuk memenuhi tugas mata
kuliah Manajemen Diklat dan memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya
untuk kami sendiri. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. atas
perhatiannya kami ucapkan banyak terimakasih.

Jakarta, 16 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................................3
1.4. Manfaat Penulisan...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1. Pengertian Pelatihan Elektronik............................................................4
2.2. Jenis Pelatihan Elektronik......................................................................7
2.3. Komponen Pelatihan Elektronik...........................................................8
2.4. Sistem Pengiriman Pelatihan Elektronik............................................21
2.5. Desain Pengembangan Pelatihan Elektronik......................................24
2.6. Kekuatan dan Keterbatasan Pelatihan Elektronik............................29
2.7. Contoh Implementasi Pelatihan Elektronik.......................................39
BAB III PENUTUP..............................................................................................51
3.1. Kesimpulan............................................................................................51
3.2. Saran.......................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seluruh manusia yang hidup di zaman sekarang ini atau disebut
dengan revolusi industri 4.0 menuju industri 5.0 selalu mengalami
perkembangan dalam segala aspek, termasuk perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) yang telah berpengaruh pada segala aspek
kehidupan seperti ekonomi, budaya, politik, sosial, pertahanan keamanan,
bahkan pekerjaan rumah tangga sekalipun. Melihat adanya perkembangan
yang pesat dalam bidang teknologi informasi yang diiringi tuntutan
kebutuhan dapat memberikan sumbangan potensial pada sektor pendidikan
dan pelatihan.
Seluruh aktivitas atau kegiatan yang dilakukan didalam dunia dewasa
ini selalu dihubungkan dengan sumber daya terutama sumber daya manusia
(SDM). Apabila aktivitas sumber daya manusia berjalan baik, maka hasil
yang diperoleh akan semakin baik. Walaupun aktivitas yang dilakukan
menggunakan media atau teknologi, namun tetap saja membutuhkan sumber
daya manusia sebagai penggerak atau operator dalam melaksanakan aktivitas
tersebut. Dalam suatu negara, perusahaan, lembaga, maupun organisasi yang
ada tentunya tidak akan mampu dipisahkan dari sumber daya manusia dalam
mengimplementasikan segala aktivitasnya.
Pelatihan merupakan salah satu aspek yang penting agar kualitas dan
kemampuan sumber daya manusia yang ada dapat bersaing dan mengikuti
perkembangan zaman globalisasi, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi
diberbagai bidang berkembang dengan sangat pesat. Pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi merupakan
upaya dalam meningkatkan kualitas kehidupan kerja karyawan sehingga
menghasilkan produk dan layanan dengan kualitas setinggi mungkin sesuai
target yang telah direncanakan secara sistematis dan terstruktur.
Menurut Decenzo dan Robbins (1999), program pelatihan dan

1
pengembangan dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi

2
2

absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Pelatihan


merupakan proses yang akan membantu para sumber daya manusia dalam
memperoleh efektivitas pekerjaan mereka melalui pengembangan pikiran,
tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak. Demi menghasilkan
SDM yang sesuai dengan harapan melalui program pelatihan, maka
dibutuhkan metode-metode yang tepat sasaran. Selain itu, penyesuaian cara
dengan keadaan dan SDM yang dilatih juga merupakan hal yang penting
dalam menciptakan SDM yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam
mengimplementasikan pelatihan adalah metode pelatihan berbasis elektronik.
Metode ini dapat digunakan pada saat kondisi tertentu seperti pandemi covid
19 saat ini sebab satu sama lain tidak perlu bertemu secara langsung namun
tetap bisa melakukan program pelatihan dan pengembangan sumber daya
manusia. Dalam pemberian pelatihan kepada karyawan, lembaga perlu
memperhatikan beberapa hal diantaranya pemberian pelatihan yang sesuai
dengan kebutuhan dari kapabilitas perusahaan sehingga pelatihan mampu
berjalan secara efektif dan efisien. Dengan demikian, para karyawan
perusahaan harus mendapatkan kesempatan untuk dapat mengikuti pelatihan
dan pengembangan sumber daya manusia

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pelatihan elektronik?
2. Apa saja jenis-jenis pelatihan elektronik?
2. Apa saja komponen yang terdapat di dalam pelatihan elektronik?
3. Bagaimana sistem pelatihan elektronik?
4. Bagaimana desain dan pengembangan yang dilakukan di pelatihan
elektronik?
5. Apa saja kekuatan dan keterbatasan dari pelatihan elektronik?
6. Apa saja contoh dari implementasi pelatihan elektronik?
3

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian dari pelatihan elektronik.
2. Mengetahui jenis-jenis pelatihan elektronik.
3. Mengetahui komponen yang terdapat di dalam pelatihan elektronik.
4. Mengetahui sistem pelatihan elektronik.
5. Mengetahui desain dan pengembangan yang dilakukan di pelatihan
elektronik.
6. Mengetahui kekuatan dan keterbatasan dari pelatihan elektronik.
7. Mengetahui contoh dari implementasi pelatihan elektronik.

1.4. Manfaat Penulisan


1. Memenuhi nilai tugas mata kuliah Manajemen Diklat.
2. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca terkait apa saja
materi dari Metode Pelatihan Elektronik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pelatihan Elektronik


Saat ini lingkungan bisnis yang semakin kompetitif ternyata membuat
perusahaan atau organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki lebih
banyak pengetahuan dan keterampilan daripada sebelumnya. Sementara itu
disisi lain, perusahaan atau organisasi harus terus berusaha menjaga biaya
operasional serendah mungkin. Dalam kondisi seperti ini, banyak yang
melihat pelatihan elektronik sebagai cara yang tepat untuk memberikan
pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan, disamping dapat meminimalkan
biaya.
Peningkatan yang luar biasa dalam penggunaan media elektronik
dalam melatih manajemen besar perusahaan menyebut jenis pelatihan ini
sebagai program pembelajaran mandiri dan jarak jauh atau e-learning.
Pembelajaran mandiri mengacu pada kemampuan peserta didik untuk
menyesuaikan program pelatihan dengan kebutuhan mereka, dan alat
pendukung kinerja yang dikembangkan untuk peserta didik ini. Pembelajaran
jarak jauh diterapkan pada materi dan media yang memungkinkan para
pembelajar ini belajar dari jarak jauh untuk sumber keahlian (Harrison, 1998,
hlm. 23). Pelatihan ini mencakup berbagai media yang berbeda seperti alat
video dan audio, pelatihan berbasis komputer, alat CD-ROM multimedia,
pengiriman intranet atau berbasis internet, pengiriman televisi, serta buku,
buku kerja, dan alat bantu kerja.
Gloria Grey, yang dikenal karena kedalaman pengetahuannya dalam
sarana pengajaran elektronik mengingatkan perusahaan Amerika Utara bahwa
kemajuan pesat teknologi dan menipisnya tenaga kerja terampil tingkat
pemula, ditambah dengan penghapusan pelatihan dan ahli materi pelajaran
dari kontak langsung dengan ini pekerja, mengakibatkan krisis kinerja untuk
sebagian besar lingkungan kerja (1991). Dia membuat pernyataan yang kuat

4
ini untuk mendukung nilai proposalnya untuk menggunakan sistem
pendukung kinerja elektronik untuk menyelesaikan krisis ini.

5
6

Rossett (1996) mendaftarkan beberapa faktor yang sama yang telah


mendorong perusahaan untuk melihat ke arah Sistem Pendukung Kinerja
Elektronik untuk memenuhi kebutuhan pelatihan dan dua faktor yang
disebutkan adalah rekayasa ulang yang telah menyebabkan kebutuhan kritis
untuk pelatihan yang diberikan melalui teknologi dan kolaborasi
nontradisional dan desentralisasi, yang membutuhkan pelatihan sedekat
mungkin dengan tempat pekerjaan diselesaikan. Faktor korporat tambahan
yang dicantumkan oleh Rossett (1996) termasuk lebih sedikit uang untuk
perjalanan saat pelatihan paling dibutuhkan, yang memaksakan kebutuhan
akan alat desktop yang terjangkau, pelatihan dan sistem yang menentukan
kebijakan dan perspektif serta kinerja pelatih, peningkatan teknologi yang
memungkinkan kemampuan untuk memberikan pelatihan dan dukungan yang
hemat biaya, dan integrasi baru dari pekerjaan dan dukungan sehingga
pelatihan dapat ditanamkan secara elektronik di tempat kerja di mana
tantangan dan pelanggan berada.1
Selain itu, ET memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut:
1) Mengurangi waktu belajar peserta pelatihan.
2) Pengurangan biaya untuk memberikan pelatihan.
3) Lebih banyak konsistensi instruksional.
4) Privasi pembelajaran (kesalahan dapat dilakukan tanpa rasa malu).
5) Kemajuan belajar peserta pelatihan dapat dilacak dengan mudah.
6) Memungkinkan peserta pelatihan memiliki waktu lebih banyak untuk
menguasai pembelajaran.
7) Metode aman untuk mempelajari tugas-tugas berbahaya.
8) Akses karyawan ke pelatihan meningkat.

Pertumbuhan teknologi elektronik dan konektivitas telah membuat


penggunaan ET layak untuk sebagian besar perusahaan. Pada tahun 2001,
sekitar 75 persen organisasi yang disurvei menunjukkan bahwa mereka telah

1
Veeriah Sinniah dan Sharan Kaur. Electronic Training Methods: Relative Effectiveness and
Frequency of Use in the Malaysian Context. 2010. Hal 64-65
7

memberikan beberapa pelatihan kepada karyawan melalui internet atau


intranet (hanya dapat diakses oleh mereka yang berada di tempat tertentu).
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang merupakan sarana
pembinaan dan pengembangan karir serta salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan. Goldstsein dan Gressner (1988) dalam Kamil (2010, hlm. 6)
mendefinisikan pelatihan sebagai usaha sistematis untuk menguasai
keterampilan, peraturan, konsep, ataupun cara berperilaku yang berdampak
pada peningkatan kinerja. Selanjutnya menurut Dearden (1984) dalam Kamil
(2010, hlm.7) yang menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya meliputi
proses belajar mengajar dan latihan bertujuan untuk mencapai tingkatan
kompetensi tertentu atau efisiensi kerja.
Elektronik adalah alat yang dibuat berdasarkan prinsip
elektronika serta hal atau benda yang menggunakan alat tersebut dan antara
lain dapat digunakan pada elektronik konsumen (alat elektronik untuk
penggunaan pribadi dan sehari-hari), media elektronik (sarana media
massa yang mempergunakan alat elektronik modern, misal radio, televisi,
dan film). Elektronik merupakan suatu alat yang dibuat atau dipergunakan
manusia berdasarkan prinsip pada sistem elektronika. Alat elektronik
merupakan suatu kebutuhan sehari-hari yang sering kali dipergunakan oleh
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan pengertian diatas, kelompok 4 menyimpulkan bahwa
pelatihan elektronik adalah suatu proses pendidikan jangka pendek sesuai
dengan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan dapat
menambah pengetahuan dan keahlian untuk tujuan tertentu dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi terutama yang berupa
elektonik.
8

2.2. Jenis Pelatihan Elektronik


1. Pelatihan Berbasis Komputer
Pada awal tahun 1980-an, ini adalah pertama kalinya bahwa
instruksi berbasis komputer atau media dapat mengambil karakteristik
dialog berkelanjutan antara pelajar dan program (Craig, 1996, hal. 540).
Keuntungannya untuk mengurangi biaya pelatihan dan/atau
meningkatkan efektivitas pelatihan, mengurangi biaya seperti biaya
perjalanan dan hidup siswa yang lebih sedikit, mengurangi lamanya
pelatihan dan pelatihan yang lebih tepat waktu (Dessler, 2008). Namun,
Laporan Industri 2001 (Galvin, 2001) menunjukkan bahwa
pengembangan teknologi untuk pelatihan berbasis komputer yang
berkelanjutan tidak secara signifikan mendorong peningkatan
penggunaannya untuk pelatihan. Perusahaan sektor telekomunikasi
melaporkan bahwa 76% masih menggunakan kursus yang dipimpin
instruktur, 5% menggunakan instruktur jarak jauh (video dan
pembelajaran jarak jauh), 12% menggunakan pelatihan berbasis
komputer, dan 6% menggunakan metode lain seperti di tempat kerja,
panduan belajar mandiri, atau video.

2. Pelatihan Berbasis Web


Dibandingkan dengan metode pelatihan tradisional, pelatihan
berbasis web menampilkan biaya pengembangan pelatihan yang lebih
rendah, menyederhanakan pembaruan atau revisi materi, dan
meningkatkan aksesibilitas (Hall, 1997; Khan, 1997). Beberapa
keuntungannya antara lain mengembangkan program pelatihan yang
dapat diakses melalui sistem windows tanpa memerlukan perangkat lunak
tambahan serta koneksi internet dan browser yang tersedia secara luas.
Selain itu, sebagian besar pengguna komputer memiliki akses ke browser,
intranet perusahaan, atau internet. Pelatihan berbasis web memungkinkan
fleksibilitas, aksesibilitas, dan kenyamanan. Peserta pelatihan dapat
melakukan pelatihan mereka kapan saja, di mana saja, dan dengan jumlah
9

yang mereka butuhkan. Dengan kata lain, mereka mengontrol program


pelatihan mereka, sehingga menghemat biaya dan waktu. Biaya
perjalanan akan tereliminasi karena internet dapat diakses dari mana saja.
Keunggulan lainnya adalah kemudahan update. Misalnya, ketika konten
pelatihan perlu diperbarui, itu dapat dilakukan hanya dengan mengunggah
perubahan ke server.
Salah satu kelemahan dari pelatihan berbasis web adalah
keterbatasan bandwidth. Bandwith merupakan kapasitas yang dapat
digunakan pada kabel internet agar dapat dilewati trafik paket data
dengan maksimal tertentu. Keterbatasan ini akan mempengaruhi kinerja
suara, video, dan grafis. Selain itu, pelatihan berbasis web membutuhkan
lebih banyak waktu dengan biaya yang lebih tinggi untuk
mengembangkannya. Pelatihan berbasis web menjadi kerugian ketika
menuntut pembelajar untuk beradaptasi dengan metode baru. Selain itu,
untuk menghindari kualitas konten yang buruk, diperlukan infrastruktur
yang substansial, yang menambah biaya pelatihan. Namun, Driscoll
(1999) melaporkan bahwa “Pelatihan berbasis web telah meningkat
secara signifikan dengan tingkat pertumbuhan yang diproyeksikan sebesar
95% antara tahun 1997 dan 2002. Perusahaan awalnya ditarik ke web
berbasis instruksi karena penghematan biaya dibandingkan dengan
terpusat, kursus yang dipimpin instruktur. Faktor strategis lainnya (yang
mendukung pelatihan berbasis web) termasuk kemampuan untuk
mendidik tenaga kerja global, pengurangan turnaround dari pelatihan ke
penyebaran produk, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pelatihan
lanjutan dalam organisasi yang rata dengan lebih sedikit mentor
pekerjaan, dan kemampuan untuk memenuhi permintaan.

2.3. Komponen Pelatihan Elektronik


Pelaksanaan ET menggunakan banyak metode seperti halnya pada
metode pelatihan tradisional, hanya saja ET berusaha mengubah metode
tersebut ke dalam bentuk elektronik dan memberikan pelatihan melalui sistem
10

pengiriman elektronik. Sebenarnya, ET sangat bervariasi dalam bentuk dan


aplikasinya sehingga sulit untuk dijelaskan secara ringkas. Sehingga
digunakan istilah ET untuk merujuk pada setiap pelatihan yang disampaikan
secara elektronik. Hal ini berbeda dengan pelatihan tradisional karena
interaksi tatap muka dengan pelatih tidak diperlukan (meskipun dapat
diakomodasi). Berikut ini akan dijelaskan definisi dari masing-masing
komponen ET yang mencakup banyak teknik dan proses yang berbeda untuk
memberikan pengalaman pelatihan, yang mana satu atau lebih komponen ini
digunakan dalam pengembangan program ET.2

1. Pelatihan Berbasis Komputer (Computer Based Training)


Pelatihan Berbasis Komputer (CBT) adalah pelatihan di mana
peserta melaksanakan training dengan menjalankan bantuan aplikasi
pelatihan pada komputer. Pada dasarnya CBT merupakan suatu metode
pelatihan yang aktif, tidak seperti metode pelatihan yang pasif, misalnya
hanya menggunakan komunikasi satu arah saja, seperti hanya
mendengarkan trainer yang memberikan 24 materi di kelas. Tetapi
dengan metode ini pengguna dapat memilih sendiri materi training yang
akan dipelajari, menyelesaikan latihan soal, dan melakukan evaluasi.
Selain itu, CBT juga dapat digunakan sebagai alat simulasi untuk
mempraktekkan cara kerja yang disesuaikan pada situasi tempat kerja
yang sesungguhnya dengan menggunakan suatu teknologi multimedia
(Dewanto, 2008).3
Sistem CBT memberikan keuntungan untuk mencapai cara
pelatihan yang efektif, yaitu adanya peningkatan hasil pelatihan, efisiensi
dalam penggunaan sumber daya yang ada, menghemat biaya, tenaga, dan
waktu serta fleksibel kapan dan dimana saja. Selain berguna sebagai alat
motivasi dan kemandirian Self-Learning, CBT paling sering digunakan di

2
P. Nick Blanchard dan James w. Thacker. EFFECTIVE TRAINING: SYSTEMS,
STRATEGIES, AND PRACTICE. (England: 2013). Pearson Education Limited. Hal 269-280
3
Mimi Miftahul Jannah. Aplikasi multimedia computer base training (CBT) untuk bantuan
operasinal sekolah pada Kantor Depag Kabupaten Tangerang. (Jakarta: 2010). Hal 24
11

industri swasta atau pemerintah untuk melatih karyawan menggunakan


instruksi dengan bantuan komputer.
Ada dua keuntungan dalam penggunaan CBT, yaitu memperkecil
biaya dan meningkatkan efektivitas pelatihan. Keuntungan dari CBT
dalam memperkecil biaya pelatihan bagi siswa diantaranya adalah:
a. Memperkecil biaya perjalanan dan biaya pekerjaan siswa
Dalam banyak hal perangkat komputer dapat ditempatkan
pada lokasi yang berlainan, agar siswa dapat berlatih dengan
pekerjaan yang dekat dengan tempat mereka. Bagi perusahaan
besar yang tersebar diberbagai tempat, pekerja dapat melakukan
penghematan pekerjaan yang sangat besar.
b. Mengurangi waktu pelatihan
Terdapat fakta-fakta yang kuat mendukung klaim perusahaan,
bahwa para siswa dalam program CBT menyelesaikan pelatihannya
sekitar 30% lebih cepat dibanding jika mereka dilatih dengan
program yang sama dalam suatu ruang kelas.
c. Pelatihan yang tepat pada waktunya
Suatu program pelatihan CBT dapat diselenggarakan pada
siswa saat mereka perlukan. Pengguna baru tidak mempunyai
waktu cukup untuk orang-orang dalam organisasi. Mereka akan
menggunakan orientasi CBT program untuk bekerja sama dengan
organisasi tersebut.
d. Mengatasi masalah perbandingan antara siswa dan instruktur
Apakah acuan terhadap instruktur atau fasilitator yang
mengelola siswa-siswa dalam ruang kelas atau instruktur yang
mengakhiri tanya jawab siswa-siswa yang tersebar diberbagai
tempat dengan solusi yang sama. Instruktur atau fasilitator yang
menggunakan CBT dapat mengatur atau memberi pertimbangan lebih
banyak bagi siswa-siswanya.
e. Mengurangi jumlah operasional perangkat keras
Untuk instansi yang memiliki beberapa perusahaannya yang
12

menangani biaya hidup dari karyawannya dapat dipermudah dengan


pertimbangan penggunaan komputer.
f. Mengurangi kerusakan peralatan
Sebagai contoh pada latihan penerbangan, dapat dilakukan
dengan simulasi dengan pengendalian komputer. Hal tersebut dapat
menghindari pemakaian pasawat sebenarnya dan timbulnya
kerusakan-kerusakan yang membutuhkan biaya besar.

Peningkatan efektivitas pelatihan dengan menggunakan CBT


dapat ditunjukkan dengan:
a. Standarisasi pengiriman
Pengantaran dengan instruksi komputer setiap saat akan
sama. Hal yang penting dari standarisasi pengiriman adalah kebaikan
dari mendesain dan mengembangkan keduanya.
b. Standarisasi umpan balik
Setiap saat siswa dapat memberi respon, komputer dapat
menyediakan standarisasi umpan balik.
c. Individualisasi program siswa
CBT dapat membuat program standarisasi siswa dengan tiga
cara. CBT dapat menyesuaikan seluruh program yang sesuai dalam
menetapkan tes dari pelaksanaan pelatihan. Menentukan tempat bagi
siswa yang memiliki kemampuan dasar dalam pelatihan dan dapat
menyesuaikan pekerjaan dalam modul atau bagian dari pelatihan
dasar yang sedang dilakukan.
d. Meningkatkan daya guna secara praktis
Komputer dapat menawarkan pada masing-masing siswa
kesempatan cukup untuk meningkatkan kemampuan praktis hingga
pandai.

2. Intruksi Terprogram (Programmed Instruction)


13

Instruksi terprogram (PI) adalah metode pembelajaran mandiri


yang dikelola oleh peserta dan sistem pembelajaran. Belajar mandiri
berarti bahwa peserta pelatihan bergerak melalui pelatihan secepat mereka
mampu mempelajari materi. PI yang digunakan dalam program ET terdiri
dari teks, grafik, dan peningkatan multimedia yang disimpan dalam
memori dan terhubung satu sama lain secara elektronik. Materi yang akan
dipelajari dikelompokkan ke dalam potongan-potongan informasi yang
berkaitan erat. Biasanya, peserta pelatihan disajikan dengan sepotong
informasi dan kemudian diuji pada retensi informasi tersebut. Jika peserta
pelatihan tidak mempertahankan materi, mereka dirujuk kembali ke
informasi asli. Jika peserta pelatihan mampu menyimpan informasi, maka
mereka akan dirujuk ke potongan informasi berikutnya untuk dipelajari.
Program ini menentukan pembelajaran peserta pelatihan melalui
tanggapan peserta pelatihan terhadap pertanyaan. PI adalah proses
memimpin peserta pelatihan secara sistematis melalui informasi baru
dengan cara memfasilitasi pembelajaran yang paling efisien. Pada tingkat
yang paling dasar, PI memberikan informasi kepada peserta pelatihan
untuk mengajukan pertanyaan yang terkait dengan informasi tersebut atas
dasar tanggapan ke informasi berikutnya atau mendaur ulang kembali ke
informasi sebelumnya.
Dalam bentuknya yang paling canggih, PI terdiri dari satu set
cabang yang mungkin diaktifkan tergantung pada jawaban yang diberikan
untuk sebuah pertanyaan. Jika peserta pelatihan memberikan jawaban
yang benar, satu cabang memindahkan peserta pelatihan ke informasi
baru. Jika jawabannya salah, cabang yang berbeda diaktifkan, membawa
peserta pelatihan kembali untuk meninjau informasi yang relevan secara
lebih rinci atau ke cabang lain yang memberikan informasi tambahan
tentang subjek tersebut. Format ini memungkinkan peserta untuk bergerak
melalui materi dengan kecepatan mereka sendiri. Peserta pelatihan yang
menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang materi (berdasarkan
14

tanggapan mereka) bergerak melalui materi lebih cepat daripada mereka


yang melakukannya dengan lambat.
PI memungkinkan orang untuk belajar dengan kecepatan mereka
sendiri sebab alangkah lebih baik jika mereka dapat mempelajari materi
dengan kecepatan mereka sendiri. PI juga dapat membuat peserta untuk
mempelajari lebih banyak materi dengan waktu yang cepat dengan cara
sebagai berikut:
a. Memprogram langkah-langkah pembelajaran kecil yang
menghasilkan lebih sedikit kesalahan respons.
b. Membutuhkan tanggapan aktif yang berasal dari peserta pelatihan.
c. Memberikan umpan balik langsung terhadap tanggapan peserta
pelatihan.
d. Memungkinkan peserta untuk bergerak melalui materi dengan
kecepatan mereka sendiri.
e. Sering meninjau materi.
Pengembangan PI bisa menjadi proses yang sulit dan mahal
sehingga mungkin perusahaan tidak menyediakan biaya dan waktu yang
dibutuhkan. Namun, ketika sejumlah besar orang membutuhkan
pelatihan, terutama jika mereka tersebar secara geografis, yang letak
tempat tinggal mereka berbeda wilayah, maka pelatihan ET berdasarkan
PI ini bisa menjadi pilihan yang layak. Setelah dikembangkan, PI dapat
ditransfer ke media apa pun yang sesuai untuk pelatihan seperti tablet,
DVD, atau situs Web. Peserta pelatihan kemudian dapat menyelesaikan
pelatihan dengan kecepatan mereka sendiri, kapan pun mereka ingin
menyelesaikannya, dan dari lokasi yang berbeda di seluruh dunia.
Dalam pendekatan campuran, PI dapat digunakan untuk
menyediakan basis pengetahuan yang diperlukan dan kemudian
menggunakan kelas dan pelatihan di tempat kerja untuk praktik langsung.
PI dapat menjadi jenis pelatihan yang berdiri sendiri, atau bisa juga
diintegrasikan ke dalam program pelatihan multimetode.
15

3. Multimedia Interaktif (Interactive Multimedia)


Pelatihan menggunakan multimedia interaktif (IM)
mengintegrasikan penggunaan teks, video, grafik, foto, animasi, dan suara
untuk menghasilkan lingkungan pelatihan yang kompleks dimana peserta
pelatihan berinteraksi. Biasanya, metodologi PI diterapkan pada potongan
pembelajaran yang diubah menjadi format multimedia untuk
memfasilitasi pembelajaran. Misalnya, peserta pelatihan dimasukkan ke
dalam situasi pekerjaan kehidupan nyata dan diminta untuk memecahkan
masalah tertentu. Setelah peserta pelatihan berinteraksi dengan program
untuk memecahkan masalah, maka peserta dapat menerima umpan balik
langsung mengenai efektivitas keputusannya. Biasanya, peserta pelatihan
akan sangat terlibat dalam jenis pembelajaran ini karena mereka
tenggelam secara psikologis ke dalam situasi tersebut.
Perkembangan perangkat portabel dan teknologi jaringan telah
memungkinkan IM berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir.
Pada awal 1990-an, beberapa perusahaan menggunakan teknologi ini
untuk pelatihan. Sekitar 45 persen dari mereka yang menanggapi survei
pelatihan tahun 2008 menunjukkan bahwa mereka menggunakan IM
sebagai alat pelatihan. Sistem pelatihan IM dapat memberikan pelatihan
yang berkaitan dengan hampir semua tujuan pelatihan. Pelatihan dapat
sesederhana memberikan beberapa pengetahuan dasar atau serumit
mengajarkan cara mendiagnosis gangguan jantung atau meningkatkan
keterampilan komunikasi. Perusahaan di banyak industri menggunakan
teknologi ini untuk pelatihan di area konten yang sangat berbeda.
Teknologi IM juga digunakan untuk memberikan pelatihan medis.
Pelatihan yang disampaikan melalui internet ini, memungkinkan
mahasiswa kedokteran untuk mengambil hipotesis riwayat medis pasien,
melakukan pemeriksaan, dan menjalankan tes laboratorium. Misalnya,
sebagai bagian dari pemeriksaan, mahasiswa kedokteran dapat memilih
untuk memeriksa dada pasien. Mahasiswa mengklik tombol “periksa
dada” dan kemudian diminta untuk memilih jenis pemeriksaan yang akan
16

dilakukan (inspeksi visual, palpasi, atau auskultasi). Ketika peserta


pelatihan mengklik "auskultasi" (mendengarkan suara yang dibuat oleh
paru-paru), maka mereka akan mendengar suara dada yang dibuat oleh
pasien tertentu. Berdasarkan interpretasi suara, peserta pelatihan akan
membuat diagnosis dan mengklik tombol yang mewakili diagnosis.
Peserta pelatihan kemudian akan diberitahu tentang keakuratan diagnosis.
Jika diagnosis salah, maka peserta pelatihan akan mencoba diagnose lain.
Contoh diatas menunjukkan betapa bermanfaatnya IM dalam
mengembangkan pengetahuan, psikomotorik, dan keterampilan
pengambilan keputusan.
Selain itu, contoh pelatihan selanjutnya akan menunjukkan bahwa
IM dapat meningkatkan keterampilan interpersonal. Program pelatihan ini
adalh program yang dikembangkan oleh Marriott International untuk
mengembangkan keterampilan interpersonal karyawan mereka, yaitu
pemimpin virtual yang dikembangkan oleh SimuLearn, Inc. Aplikasi ini
menggunakan kecerdasan buatan (logika fuzzy) untuk membuat grafik dan
dialog secara dinamis guna memberikan simulasi lingkungan kehidupan
nyata kepada pengguna untuk mempelajari dan mempraktikkan
keterampilan kepemimpinan persuasif. Dalam contoh IM kelas atas ini,
sistem dapat mensimulasikan situasi realistis, menafsirkan tanggapan
peserta pelatihan dalam logika model kepemimpinan, dan menunjukkan
bagaimana interaksi peserta pelatihan akan memengaruhi perilaku
karyawan. Maksud simulasi adalah untuk mengajarkan orang agar dapat
memantau dan secara tepat menyeimbangkan kekuatan, perasaan, dan ide
untuk menyelaraskan pekerjaan karyawan dengan tujuan bisnis (kinerja
keuangan, kepuasan pelanggan, dan moral karyawan).
Efektivitas program IM akan tergantung pada seberapa dekat
program itu memenuhi tujuan pembelajaran. Dengan IM, peserta
pelatihan cenderung menikmati pengalaman mereka dan memberikan
nilai tinggi pada pelatihan karena sangat menyenangkan, meskipum
banyak tujuan pelatihan yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu, sangat
17

penting untuk memverifikasi kecocokan antara hasil program IM dan


tujuan pelatihan. Nina Adams, presiden Adams I Solutions (perusahaan
yang merancang pelatihan IM), memberikan pesan kepada orang-orang
yang mempertimbangkan penggunaan pelatihan IM, yaitu pahami tujuan
program yang akan dikembangkan sebelum program tersebut di lakukan.
Agar penggunaan IM mencapai hasil yang paling efektif, IM harus
mengakomodasi berbagai gaya belajar dan memudahkan peserta pelatihan
untuk mengatur Knowledge Skill and Attitude (KSA) baru ke dalam basis
pengetahuan mereka yang sudah ada. Setiap kelompok sasaran peserta
pelatihan cenderung memiliki berbagai gaya belajar dan sistem organisasi
kognitif. Oleh karena itu, perlu untuk memastikan bahwa IM
menggunakan berbagai isyarat audio dan visual untuk
mengkomunikasikan informasi dan banyak cara untuk menghubungkan
KSA baru ke KSA lama. Memfokuskan pada kecepatan diri,
interaktivitas, dan kecanggihan multimedia akan mengatasi masalah ini
dan meningkatkan efektivitas IM. Semakin baik desain pembelajaran
yang dibuat, maka akan semakin baik pula pembelajaran yang akan
direalisasikan oleh peserta pelatihan.
Kecanggihan multimedia dalam konteks ini mengacu pada
integrasi audio/visual dan realisme program. Semakin banyak informasi
yang sama dikomunikasikan, semakin mudah bagi peserta untuk
mempelajarinya. Pada waktu bersamaan, berbagai cara penyajian
informasi harus dihubungkan secara realistis dan saling menguatkan.
Selain itu, sejauh mana pelatihan IM akan menghasilkan transfer
KSA baru kembali ke pekerjaan, maka akan bergantung pada kesetiaan
fisik dan psikologis yang diciptakan oleh pemrograman. Kesetiaan ini
dapat dicapai dengan meminta pengembang program mengunjungi
wilayah operasional yang akan dilibatkan dalam pelatihan dan dengan
meminta perwakilan dari wilayah tersebut berkonsultasi dengan tim
pengembang. Semakin dekat program IM mencerminkan jenis situasi
18

yang dihadapi di tempat kerja, maka semakin banyak KSA akan ditransfer
kembali ke pekerjaan.
Memadukan metode IM dengan metode lain telah terbukti
meningkatkan transfer pelatihan ke pekerjaan. Diskusi yang dipandu
instruktur umumnya akan membantu sebagai suplemen untuk IM.
Keuntungan lain untuk memadukan diskusi terpandu dengan IM adalah
sebagai berikut:
a. Antusiasme pelatih terhadap isi pelatihan mendorong pembelajaran.
b. Pelatih memberikan penilaian dan akuntabilitas yang tidak ada di IM
saja.
c. Pertanyaan dan komentar peserta pelatihan mengangkat isu-isu yang
tidak dibahas dalam IM Programming.
d. Trainee memperoleh pemahaman yang lebih dalam melalui interaksi
sosial.
Meskipun pembelajaran yang signifikan dapat terjadi tanpa
seorang pelatih, namun diskusi yang dipandu dapat mengarah pada
pembelajaran tambahan dan pemahaman yang lebih luas.

4. Sistem Bimbingan Cerdas (Intelligent Tutoring Systems)


Sistem Bimbingan Cerdas (ITS) adalah bentuk PI yang lebih
canggih. Ini menggunakan kecerdasan buatan untuk membantu dalam
membimbing atau melatih peserta pelatihan. ITS memberikan panduan
dan memilih tingkat pengajaran yang sesuai untuk peserta pelatihan.
Selain itu, seorang programmer ITS dapat belajar dari respon peserta
pelatihan yaitu terkait apa yang berhasil dan apa yang tidak berhasil
dalam proses pelatihan. ITS menyempurnakan metode mengajar proses
pelatihan. Bimbingan cerdas dapat berupa sistem berbasis teks atau
kombinasi teks dengan grafik dan jenis alat bantu audiovisual (AV)
lainnya. ITS memiliki lima komponen, yaitu:
1) Basis pengetahuan ahli, adalah seperangkat pengetahuan tentang apa
yang benar (misalnya, cara terbaik untuk melakukan tugas, atau
19

pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengerjakan sesuatu agar lebih


efektif).
2) Model peserta pelatihan, yaitu komponen menyimpan informasi
tentang kinerja peserta pelatihan selama pelatihan, melacak apa yang
telah mereka ketahui.
3) Manajer sesi pelatihan, adalah komponen yang menafsirkan
tanggapan peserta pelatihan dan merespons baik dengan informasi
lebih lanjut, pembinaan (membantu peserta pelatihan mengeksplorasi
topik), atau bimbingan (membimbing peserta pelatihan menuju
jawaban yang benar). Komponen ini juga menentukan bagaimana dan
kapan mengirim peserta pelatihan kembali ke materi yang lebih
mendasar dan strategi apa yang digunakan dalam pekerjaan remedial.
Misalnya, manajer sesi dapat bertindak hanya sebagai sumber
referensi (menyediakan sumber bagi peserta pelatihan untuk mencari
informasi yang dibutuhkan), tapi disisi lain juga dapat memutuskan
untuk memberikan demonstrasi, atau mungkin menjadi tutor atau
pelatih (menyarankan tanggapan yang sesuai) peserta pelatihan.
4) Generator skenario pelatihan, adalah komponen yang menentukan
urutan dan tingkat kesulitan masalah yang disajikan kepada peserta
pelatihan.
5) Antarmuka pengguna, adalah peralatan yang memungkinkan peserta
pelatihan berinteraksi dengan ITS. Komponen ni biasanya mencakup
keyboard komputer, mouse, atau joystick.

Berikut ini perbedaan ITS dari PI sederhana, yaitu sebagai berikut:


1) ITS dapat menghasilkan instruksi yang sesuai dengan kebutuhan
peserta pelatihan individu.
2) ITS mampu berkomunikasi dan menanggapi pertanyaan peserta
pelatihan.
20

3) ITS memodelkan proses pembelajaran peserta (menilai tingkat


pengetahuan saat ini dan mengidentifikasi miskonsepsi, masalah
pembelajaran, dan kebutuhan).
4) ITS dapat menentukan informasi apa yang harus diikuti berdasarkan
tanggapan peserta pelatihan sebelumnya.
5) ITS dapat menentukan tingkat pemahaman peserta tentang topik
tersebut.
6) ITS meningkatkan strategi pelatih untuk mengajar peserta pelatihan
berdasarkan tanggapan peserta pelatihan.

Biaya untuk mengembangkan ITS memang lebih mahal daripada


PI sederhana. Hal ini karena ITS membutuhkan keahlian khusus yang
tidak mungkin ditemukan dalam organisasi. Namun, dengan teknologi
pelatihan elektronik yang berubah begitu cepat, sulit untuk membuat
rekomendasi yang akan bertahan bahkan dalam waktu singkat di masa
depan. Maka dari itu ITS layak dipertimbangkan, mengingat keuntungan
besar yang akan didapatkan dibandingkan PI sederhana.
ITS mampu memberikan beberapa karakteristik utama seorang
tutor manusia. Sistem pakar digunakan untuk menjalankan aspek
bimbingan pelatihan, memantau pengetahuan peserta pelatihan dalam
modul PI, dan memberikan bimbingan adaptif berdasarkan tanggapan
peserta pelatihan. Misalnya, banyak program perangkat lunak (seperti
Microsoft Word) menyediakan tutorial untuk mengajari pengguna cara
memanfaatkan berbagai aspek program. Bentuk ITS yang lebih maju
“belajar” metode terbaik untuk memfasilitasi pembelajaran peserta
pelatihan berdasarkan tanggapan peserta pelatihan.

5. Realitas Maya (Virtual Reality)


Realitas maya adalah bentuk lanjutan dari simulasi komputer,
menempatkan peserta pelatihan di lingkungan simulasi yang hampir sama
dengan lingkungan fisik. PI dan ITS biasanya merupakan komponen dari
21

program pelatihan realitas virtual. Program bervariasi dalam tingkat di


mana mereka dapat mensimulasikan realitas aktual. Beberapa hanya
karakter kartun yang tindakannya dimanipulasi oleh peserta pelatihan.
Namun yang lain memberikan sensasi psikologis dan fisik realitas dengan
meminta peserta pelatihan mengenakan peralatan khusus, seperti
perlengkapan kepala, sarung tangan, dan sebagainya, yang mengontrol
apa yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan peserta pelatihan. Peserta
pelatihan belajar dengan berinteraksi dengan benda-benda di lingkungan
elektronik untuk mencapai tujuan pelatihan.
Pelatihan realitas virtual (VR) bisa menjadi hal terbaik berikutnya
untuk berada di sana. Hal ini memungkinkan pelatihan untuk situasi
berbahaya (pengejaran mobil polisi, situasi penyanderaan) dan situasi
yang menggunakan hal yang nyata sangat mahal (terbang,
mengoperasikan alat berat). VR menempatkan peserta pelatihan dalam
lingkungan tiga dimensi buatan yang mensimulasikan peristiwa dan
situasi yang mungkin dialami di tempat kerja. Peserta pelatihan
berinteraksi dengan gambar-gambar ini untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam hal ini, VR tidak jauh berbeda dengan bentuk IM yang lebih maju.
Perbedaannya adalah bagaimana peserta pelatihan mengalami simulasi.
Dalam VR, peserta pelatihan mengalami keterlibatan fisik dan
psikis yang mensimulasikan kehadiran di lingkungan. Artinya, peserta
pelatihan secara psikologis mengalami lingkungan sebagai nyata. Untuk
mengalami VR terkomputerisasi, peserta pelatihan harus memakai
perangkat yang memberikan input sensorik. Perangkat tersebut termasuk
headset yang menyediakan informasi visual dan audio, sarung tangan
yang memberikan informasi taktil, dan treadmill atau jenis platform gerak
lainnya untuk menciptakan rasa gerakan. Beberapa bahkan dapat
memberikan informasi penciuman.
VR memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan tentang
konsekuensi tindakan mereka di lingkungan kerja dengan menafsirkan
dan menanggapi tindakan peserta pelatihan dalam simulasi. Perangkat
22

sensorik mengirimkan ke komputer bagaimana peserta pelatihan


merespons di tempat kerja virtual, memungkinkan program VR untuk
merespons dengan mengubah lingkungan yang sesuai. Misalnya, seorang
peserta pelatihan akademi kepolisian yang duduk di kursi pengemudi
simulasi mobil polisi dapat melihat speedometer dan semua pengukur di
dasbor, melihat ke kanan, peserta pelatihan melihat kursi kosong, ketika
peserta pelatihan memutar setir, pandangan melalui kaca depan
memberikan representasi visual dari mobil yang berbelok di sepanjang
tikungan. VR telah digunakan untuk melatih petugas polisi cara
menghentikan mobil yang melaju dengan aman, tanpa bahaya
menggunakan orang dan mobil sungguhan.
Penggunaan IM yang efektif berlaku lebih kuat untuk VR.
Kekhawatiran yang unik untuk pelatihan VR, yaitu munculnya penyakit
simulator yang telah membatasi pertumbuhan VR. Berada dalam waktu
lama di lingkungan VR telah menyebabkan beberapa orang mengalami
vertigo dan mabuk perjalanan secara umum. Karenanya orang-orang
menunjukkan toleransi yang berbeda dalam hal berapa lama mereka dapat
bertahan dalam lingkungan seperti itu, dan karena biaya dan waktu
tunggu yang lama, pelatihan VR adalah risiko yang tidak mau diambil
oleh banyak perusahaan. Sebagian besar, VR tetap berada di industri
hiburan. Jika sedang digunakan, sejumlah organisasi tersedia untuk
memberikan bantuan, tetapi harus menunggu periode pengembangan
yang panjang dan kemungkinan masalah ketika peserta pelatihan
menggunakannya. Hal ini diperlukan untuk melakukan pengujian
percontohan yang ekstensif, karena kompleksitas jenis pemrograman ini
menyebabkan bug dalam program yang tidak mudah terlihat.

2.4. Sistem Pengiriman Pelatihan Elektronik


Inovasi dalam ET dan manajemen pembelajaran beserta sistem
penyampaian terjadi begitu cepat sehingga sering terjadi kebingungan
mengenai istilah dan penggunaannya. Keduanya adalah sistem yang berbeda,
23

yang membutuhkan berbagai jenis keahlian untuk membuat, mengelola, dan


memeliharanya. Istilah E-Learning sering digunakan sebagai sinonim untuk
ET. Namun dalam praktiknya, pembelajaran elektronik adalah apa yang
dihasilkan ketika penerima ET terlibat setelah pelatihan diberikan. Internet
dan intranet adalah sarana umum untuk memberikan pelatihan, tetapi mereka
bukan sistem pembelajaran atau program pelatihan. Konten pelatihan
dikembangkan dari dasar pengetahuan yang dibuat oleh para ahli materi
pelajaran. Setelah konten dikembangkan, konten pelatihan lalu diterjemahkan
ke dalam beberapa jenis format elektronik melalui penggunaan alat
pengembangan authoring dan pembelajaran.
Pada akhir 1990, beberapa orang memperkirakan bahwa pelatihan
elektronik akan menjadi metode utama pelatihan dalam lima tahun kedepan.
Namun hal tersebut ternyata belum terjadi, karena pelatihan elektronik ini
sedang mengumpulkan momentum. Sedangkan pada tahun 2010 perusahaan-
perusahaan besar, menunjukkan bahwa mereka hanya menyediakan 37 persen
dari pelatihan mereka melalui pendekatan kelas yang dipimpin instruktur
tradisional. Sedangkan perusahaan kecil - menengah menggunakan
pendekatan kelas ini hanya pada beberapa waktu. Sehingga dapat
disimpulkan semua perusahaan bergerak lebih ke arah pendekatan pelatihan
campuran di mana beberapa pelatihan disampaikan secara online dan
beberapa di dalam kelas.
Setelah mengalami perkembangan, ET ada yang diintegrasikan ke
dalam sistem manajemen pembelajaran atau Learning Management System
(LMS), tergantung pada kecanggihan sistem IT perusahaan. LMS adalah
perangkat lunak yang mengelola konten pelatihan, mencatat kemajuan peserta
pelatihan, mendistribusikan program melalui internet dengan fitur kolaborasi
secara daring dan dapat melakukan banyak fungsi administratif lainnya.
Dalam pelatihan korporasi, LMS biasanya digunakan untuk mengotomatisasi
pencatatan dan pendaftaran karyawan. Dimensi untuk belajar sistem
manajemen meliputi ‘’students self-service’’ (misalnya, registrasi mandiri
yang dipimpin instruktur pelatihan), pelatihan alur kerja (misalnya,
24

pemberitahuan pengguna, persetujuan manajer, daftar tunggu manajemen),


penyediaan pembelajaran daring (misalnya, pelatihan berbasis komputer,
membaca & memahami), penilaian daring, manajemen pendidikan
profesional berkelanjutan (CPE), pembelajaran kolaboratif (misalnya, berbagi
aplikasi, diskusi), dan pelatihan manajemen sumber daya (misalnya,
instruktur, fasilitas, peralatan).
LMS juga digunakan oleh regulasi industri (misalnya jasa
keuangan dan biofarma) untuk pelatihan kedisiplinan. LMS juga digunakan
oleh institusi pendidikan untuk meningkatkan dan mendukung program
pengajaran di kelas dan menawarkan kursus untuk kelompok yang lebih besar
yaitu seluruh dunia. Teknik modern sekarang menggunakan pembelajaran
berbasis kompetensi untuk menemukan kesenjangan belajar dan panduan
materi seleksi pelatihan.4
Program LMS bisa lebih atau kurang canggih, dan bisa menyertakan
fitur atau tidak menyertakan fitur-fitur berikut ini:
1) Menulis
2) Manajemen kelas
3) Manajemen kompetensi
4) Manajemen pengetahuan
5) Sertifikasi atau manajemen kepatuhan
6) Pendampingan
7) Mengobrol
8) Diskusi
9) Konferensi video.

Langkah terakhir dalam ET adalah menyampaikan ET kepada peserta


pelatihan. Metode pengiriman yang paling umum digunakan adalah:
1) CD-ROM dan DVD
2) Komputer lokal dan jaringan area lokal (LAN),

4
https://id.wikipedia.org/wiki/Learning_Management_System dikutip pada Kamis, 16 September
2021, pukul 09.50 WIB
25

3) Internet dan intranet


4) Perangkat seluler seperti ponsel, iPod, dan pemutar mp3
5) Situs jejaring sosial digunakan untuk memberikan pelatihan (baru-baru ini
digunakan)
Dalam menyampaikan pelatihan elektronik kepada peserta pelatihan
juga dapat menggunakan cara memberikan media digital. Banyak pelajar
yang menyukai untuk mendengarkan podcast di jalan, saat berolahraga,
ataupun dirumah. Maka dari itu, perusahaan dapat memberikan mereka
pelatihan dimana dan kapan saja dengan cara memberikan iPod kepada
karyawan. Podcast dapat digunakan melalui wawancara dan diskusi dengan
pakar internal untuk mengajar dan menginformasikan terkait hal apapun.
Perangkat seluler saat ini selain iPod dapat memberikan dampak positif dalam
menyampaikan pelatihan melalui sebuah video dan grafik.

2.5. Desain Pengembangan Pelatihan Elektronik


Pelatihan yang memanfaatkan teknologi terbaru tampaknya dapat
memberikan pelatihan yang menarik dengan biaya lebih rendah daripada
metode tradisional. Namun, pelatihan hanya dapat memenuhi tujuan
organisasi jika pelatihan itu mendapat nilai baik dari para peserta pelatihan
yang berarti bahwa pelatihan harus dirancang secara praktis untuk memenuhi
kebutuhan pelajar dan mencapai tujuan pembelajaran untuk pelatihan. Berikut
ini adalah beberapa pertimbangan dalam merancang dan mengembangkan
program ET yang baik:
1. Gunakan Prinsip Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran yang baik sangat penting untuk keberhasilan
pelatihan terlepas dari bagaimana pelatihan itu disampaikan. Perancang
program ET yang efektif menggunakan prinsip-prinsip desain yang sama
denagn prinsip kerja pelatihan tradisional. Ada 10 langkah dalam
meningkatkan efektivitas pembelajaran dalam pelatihan, langkah-langkah
tersebut adalah:
a. Mendapatkan perhatian
26

b. Menunjukkan tujuan
c. Merangsang mengingat kembali pengetahuan sebelumnya
d. Merangsang motivasi peserta pelatihan
e. Menyajikan materi
f. Memandu pembelajaran
g. Memperoleh kinerja
h. Memberikan umpan balik
i. Menilai kinerja,
j. Meningkatkan retensi dan transfer.
Perancang program ET perlu memanfaatkan peluang yang
diberikan oleh sifat elektronik dari pelatihan. Sebagai contoh, keuntungan
dari media elektronik adalah bahwa tujuan dari pelatihan dapat terlihat di
seluruh pelatihan sebagai banner atau sidebar. Keuntungan besar lainnya
adalah jumlah interaksi antara peserta pelatihan dan isi pelatihan. Di kelas
tatap muka, waktu yang ada hanya terbatas bagi peserta pelatihan untuk
berinteraksi dengan konten pelatihan. Di ET, peserta pelatihan memiliki
waktu sebanyak yang dia inginkan. Tapi, yang lebih penting, program
bisa membutuhkan interaksi berkelanjutan dengan konten hingga dikuasai
(ITS). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ITS dapat memberikan
bimbingan belajar, sehingga apabila semakin canggih sistemnya maka
akan semakin banyak pula bimbingan yang dapat diberikan.

2. Berikan Perhatian Individual


ET didasarkan pada konten yang telah diprogram ke dalam paket.
Pada awalnya ET tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan setiap
peserta pelatihan. Perbedaan karakteristik individu dapat mempengaruhi
jumlah materi yang dapat dipelajari oleh setiap orang. Oleh karena itu,
diperlukan sesuatu untuk mengatasi perbedaan ini. Di sinilah ITS
berperan. Kemajuan teknologi memungkinkan ITS untuk meniru
penilaian kebutuhan individu. Perhatian yang cermat terhadap ITS perlu
terjadi selama pengembangan ET untuk memungkinkan percabangan,
27

pengulangan, dan lompatan yang sesuai yang akan memenuhi kebutuhan


masing-masing peserta pelatihan.

3. Sesuaikan Metode Penyampaian dengan Tujuan Pelatihan


Tujuan keseluruhan pelatihan harus ditentukan sebelum pelatihan
dapat dirancang dan dikembangkan. Cara-cara tertentu untuk memberikan
pelatihan kurang lebih sesuai tergantung pada pelatihan apa yang ingin
dicapai. Ada beberapa pelatihan yang bertujuan adalah agar peserta
memperoleh informasi baru berupa pengetahuan deklaratif dan prosedural
dengan perolehan pengetahuan baru yang dapat dengan mudah difasilitasi
oleh ET seperti yang dibahas pada bagian sebelumnya tentang instruksi
terprogram.
Dalam hal ini ET hanya menyampaikan informasi kepada peserta
pelatihan. Sistem Bimbingan Cerdas yang lebih kompleks dapat
memberikan bimbingan tentang bagaimana menerapkan informasi dan
memasukkannya ke dalam kerangka mental peserta pelatihan yang ada.
Di lain waktu, tujuannya adalah agar peserta pelatihan menciptakan
pengetahuan baru (pengetahuan strategis). Jenis pengetahuan ini lebih
sulit untuk dikembangkan melalui ET karena peserta pelatihan harus
memperluas basis pengetahuannya yang ada melalui penciptaan model
mental baru tentang di mana, kapan, dan bagaimana pengetahuan itu
dapat digunakan. Jenis pengetahuan ini tidak dapat langsung
ditransmisikan ke peserta pelatihan.
Dengan demikian, ET berfungsi sebagai sistem panduan atau
bantuan. Untuk pelatihan yang memiliki tujuan penciptaan pengetahuan
strategis, maka akan sangat memerlukan instruktur ahli konten. Ketika
keterampilan menjadi tujuan pelatihan, ET bisa sangat efektif jika
dirancang dengan baik dan keterampilan dapat dievaluasi secara
elektronik.

4. Tetap Condong Pada Fokus Peserta, Bukan Proses


28

Seringkali peserta pelatihan yang mengikuti program ET akan


kewalahan atau bingung dengan persyaratan arahan pelatihan. Penting
untuk memberikan prosedur yang jelas untuk mengarahkan melalui
pelatihan dan beberapa tingkat dukungan bantuan bagi mereka yang
mengalami masalah. Selain itu, terlalu banyak informasi yang diberikan
terlalu cepat dapat mengecilkan hati peserta pelatihan. Maka dari itu,
pastikan informasi konten ditampilkan sesuai dengan kemampuan peserta
untuk memasukkannya serta lakukan segala upaya untuk meminimalkan
informasi dan gangguan yang tidak perlu. Misalnya, tata letak halaman
dan fungsionalitas harus konsisten di seluruh program, program harus
menyediakan grafik, gambar, atau animasi untuk menyertai teks, tetapi
pastikan itu meningkatkan konten dan bukan hanya hiburan, sajikan
informasi sebanyak mungkin di halaman yang mudah dilihat oleh peserta
pelatihan.

5. Mengubah Program Tradisional ke ET


Tidak semua program pelatihan tradisional harus dikonversi ke
format E-Learning. Konversi juga tidak boleh dilakukan sedikit demi
sedikit. Seluruh kurikulum perusahaan harus dianalisis untuk menentukan
area konten mana yang dapat dikonversi ke format elektronik secara
efektif. Area konten ini kemudian harus dianalisis untuk mengidentifikasi
kesamaan dan tumpang tindih konten. Mengubah area kesamaan dan
tumpang tindih ini menjadi format elektronik mengurangi beban kerja
yang akan diperlukan jika setiap kursus dilakukan secara terpisah. Jadi,
ketika mengintegrasikan konten kembali ke kursus asli, itu perlu
disesuaikan. Namun, dengan menggunakan format standar, menjadi lebih
mudah dan efisien untuk membuat penyesuaian daripada membuat konten
elektronik secara terpisah untuk setiap kursus. Pada saat yang sama,
peserta telah menangkap seperangkat pengetahuan yang dapat disimpan
dan kemudian digunakan oleh program yang dikembangkan di masa
depan.
29

Manfaat lain dari melakukan analisis kurikulum adalah dapat


mengidentifikasi konten yang dapat dianggap sebagai pengetahuan
prasyarat untuk kursus lain. Setelah ini diidentifikasi, mereka kemudian
dapat berfungsi sebagai pekerjaan pra-pelatihan untuk peserta pelatihan
yang mungkin belum cukup siap untuk program utama. Sebuah sistem
yang canggih akan menilai kesiapan peserta pelatihan untuk program
pelatihan dengan memberikan pretest. Hasil dari pretest tersebut
kemudian akan dihubungkan dengan modul pretraining yang perlu
disiapkan oleh peserta pelatihan untuk program utama.

6. Sistem Pengiriman Offline


Komputer lokal adalah komputer individu yang tersedia untuk
peserta pelatihan. ET dimuat ke setiap hard drive komputer yang dapat
diakses oleh peserta pelatihan. Metode ini bukanlah bukanlah metode
penyampaian yang sangat efisien jika lebih dari beberapa peserta
pelatihan yang akan dilatih. Proses yang lebih efisien adalah dengan
menggunakan jaringan area local (LAN). LAN hanyalah koneksi
elektronik antara berbagai komputer dan server pusat. Dengan LAN, ET
dimuat ke server, di mana ia dapat diakses dari komputer resmi mana pun
di jaringan. Ini menghemat memori di masing-masing komputer dan
waktu serta ketidaknyamanan peserta pelatihan memuat program ke
komputer mereka sendiri. ET dapat direproduksi pada flash drive atau
DVD dan dikirimkan ke masing-masing peserta pelatihan.
Metode penyampaian ini memungkinkan peserta untuk mengakses
pelatihan di luar LAN dan tanpa mengunduh program ke komputer.
Pengembangan pemutar DVD portabel kecil memungkinkan peserta
untuk mengakses pelatihan bahkan di lokasi terpencil di mana koneksi
Internet tidak ada. DVD mudah dikemas dan tidak mahal untuk
direproduksi dan didistribusikan.
30

7. Internet dan Intranet


Internet dan intranet juga dengan cepat menjadi metode untuk
mentransmisikan pelatihan standar kepada peserta pelatihan yang berada
di banyak lokasi berbeda. Perusahaan menggunakan intranet untuk
memberikan akses ke pelatihan melalui portal perusahaan. Portal hanya
mengizinkan akses untuk beberapa karyawan yang berwenang masuk ke
pelatihan. Pelatihan melalui Internet atau intranet akan memerlukan
penggunaan LMS untuk memantau siapa yang mengakses pelatihan,
mencatat kemajuan peserta pelatihan, dan melakukan fungsi manajemen
pelatihan lainnya. Keuntungan dari pendekatan penyampaian ini adalah
bahwa waktu yang dihabiskan peserta untuk pelatihan dan setiap evaluasi
pembelajaran peserta pelatihan, dapat direkam di lokasi pusat. Dengan
perkembangan Web 2.0, interaksi orang-ke-orang dan kelompok-ke-
kelompok yang dinamis menjadi mungkin. Ini akan memungkinkan
pelatihan berbasis Web menjadi pengalaman kolaboratif yang lebih
instan.

2.6. Kekuatan dan Keterbatasan Pelatihan Elektronik


ET hanyalah salah satu metode pelatihan yang potensial. Kualitas
desain dan pengembangan konten lebih penting untuk efektivitas pelatihan
daripada untuk mgukur tingkat efektivitas metode penyampaian. Seperti
halnya metode pelatihan lain, maka perlu melihat biayanya, pengendalian
materi dan proses pelatihan, kemampuan memenuhi tujuan pembelajaran,
kemampuan memfasilitasi proses pembelajaran peserta pelatihan, dan
karakteristik kelompok yang akan dilatih.
1. Biaya
Banyak sekali pendapat yang diberikan baik dalam hal
mendukung maupun mengkritik efektivitas biaya ET. Biaya
pengembangan dan penerapan program ET mencakup faktor-faktor
berikut:
a. Jumlah peserta yang mengikuti kursus per tahun
31

b. Biaya upah per jam untuk instruktur pelatihan selama mereka


mengikuti kursus
c. Biaya upah per jam untuk pengembang kursus
d. Biaya perangkat keras yang diamortisasi untuk mendukung ET
e. Biaya perangkat lunak yang diamortisasi yang digunakan di ET
f. Jam yang dibutuhkan untuk menyelesaikan program ET
g. Jam yang dibutuhkan untuk mengembangkan konten kursus ET
h. Stabilitas isi kursus
Program ET biasanya lebih hemat dalam hal biaya daripada
metode tradisional karena sedikitnya penggunaan ruang pelatihan dan
peralatan serta tidak ada biaya perjalanan peserta pelatihan seperti
transportasi, penginapan dan sejenisnya. Namun, ada biaya lain yang
terkait dengan ET yang tidak terkait dengan pelatihan tradisional, yaitu
ada biaya infrastruktur server khusus dan biaya peningkatan teknologi
secara berkala. Ada juga biaya pengembangan program yang meningkat
seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan kualitas program.
Biaya pengembangan ET biasanya tidak dibenarkan untuk
sejumlah peserta pelatihan. Biaya pengembangan program ET bervariasi
dengan kualitas dan kompleksitas media yang digunakan. ET yang
interaktif dan menarik dapat mengadaptasi beberapa konten pelatihan
tradisional untuk disampaikan secara elektronik dapat memiliki biaya
pengembangan antara $50.000 dan $100.000 per jam pelatihan atau jika
dirupiahkan menjadi antara 713.167.500 dan 14.263.350.000 per jam
pelatihan. Rata-rata, satu jam instruksi ET dilaporkan membutuhkan
sekitar 220 jam waktu pengembangan. Waktu ini bisa jauh lebih tinggi
untuk materi yang lebih kompleks dan diperkirakan mencapai 1.300 jam
per 1 jam pengajaran. Tetapi seperti semua teknologi, ada kemajuan, dan
beberapa alat pengembangan yang cepat telah mempermudah dan
mempercepat pembuatan program ET.
Sistem manajemen pembelajaran juga dapat mengurangi biaya
ET. Banyak perusahaan memperoleh akses ke LMS dan mengembangkan
32

basis pengetahuan in-house untuk menekan biaya ET. Pengembangan


LMS dapat dikatakan cukup mahal daripada pengembangan basis
pengetahuan. Basis pengetahuan (misalnya, komunikasi persuasif) yang
digunakan untuk satu aplikasi melatih wiraniaga untuk menjual mobil
dengan cepat dan mudah diubah agar sesuai dengan aplikasi lain. Dengan
demikian, basis pengetahuan setelah dikembangkan dapat digunakan di
banyak program pelatihan. Banyak perusahaan e-learning telah
mengembangkan LMS yang sangat canggih yang mereka sewa atau
lisensikan.
Pelatihan multimedia agak lebih murah untuk dikembangkan dan
dapat lebih mudah disampaikan dan lebih nyaman digunakan. CD, DVD,
dan flash drive adalah media yang murah dan dapat dengan mudah
didistribusikan ke peserta pelatihan di lokasi yang tersebar secara
geografis. Jika topik yang akan dilatih bersifat umum, berbagai program
tersedia dengan biaya yang wajar. Pertimbangkan program pelatihan
kesehatan dan keselamatan yang ditawarkan oleh Comprehensive Loss
Management of Minneapolis, yang menawarkan sejumlah program
pelatihan keamanan dengan harga terjangkau yang tersedia dalam DVD
atau media lainnya.
Demikian pula, perusahaan dapat berbagi biaya pengembangan
untuk jenis pelatihan umum. Anggota piagamnya dapat mengakses lebih
dari 500.000 kursus pengembangan online. Konsep ini merupakan ide
bagus untuk dipertimbangkan oleh perusahaan kecil dalam mengejar
semua jenis pelatihan, tetapi terutama jenis ET yang lebih mahal. Kecuali
ada akses dalam organisasi ke unit teknologi dengan keterampilan khusus
yang terkait dengan pengembangan IM, mungkin akan lebih hemat biaya
untuk menggunakan vendor luar. Semakin canggih dan kompleks
materinya, semakin besar kemungkinan diperlukannya kontrak dengan
penyedia luar.
Meskipun banyak program "off the shelf" generik dapat
bermanfaat, banyak vendor akan menyesuaikan konten agar sesuai
33

dengan tujuan perusahaan. Selain organisasi yang dibahas sebelumnya,


Michelin, IBM, Motorola, Volvo Heavy Truck, dan Duracell
menggunakan pelatihan IM. Aplikasi berkisar dari start-up dan shutdown
dari lini produksi untuk keterampilan interaksi verbal. Beberapa dari
program ini dikembangkan sendiri, dan yang lainnya dibeli. Satu unit VR
dapat berharga hanya $20.000, dan bahkan dengan biaya desain, pelatihan
dapat membuat biaya total masuk akal dibandingkan dengan sesuatu
seperti simulator peralatan. Perlu diingat bahwa waktu untuk membuat
program VR bisa delapan bulan atau lebih. Potensi risiko kesehatan juga
perlu dipertimbangkan saat menggunakan VR.
Meskipun semua teknologi ET umumnya melibatkan biaya awal
yang lebih mahal daripada pelatihan di kelas, mereka menawarkan
keuntungan besar: sistem pengiriman ET memungkinkan untuk
menghilangkan banyak biaya yang dikeluarkan dengan metode lain,
seperti pelatih, fasilitas, dan peserta pelatihan. Perjalanan dan penginapan.
Penelitian menunjukkan bahwa ET mengurangi waktu pelatihan dan,
dalam banyak kasus, biaya perjalanan dan penginapan yang terkait
dengan pelatihan. Beberapa penelitian yang meneliti berbagai jenis ET
(programmed instruction and multimedia) menunjukkan bahwa
pembelajaran ET membutuhkan waktu lebih sedikit. Dalam studi yang
lebih baru, Angkatan Udara peserta diajari pemecahan masalah subsistem
hidrolik pesawat F-15 menggunakan instruksi yang diprogram ITS dan
ET.

2. Kontrol Bahan dan Proses


Perangkat lunak ET menentukan konten dan proses pelatihan.
Mungkin keuntungan yang paling penting dari ET adalah kontrolnya atas
isi materi, metode presentasi, dan gerakan peserta pelatihan melalui
episode pembelajaran yang terstruktur secara berurutan berdasarkan
tanggapan peserta pelatihan sebelumnya. Kecepatan belajar dikendalikan
oleh interaksi antara perangkat lunak dan peserta pelatihan.
34

Fitur-fitur di atas merupakan kekuatan dan kelemahan berbagai


ET dibandingkan dengan pelatihan berbasis instruktur. Keuntungannya
adalah ET memastikan konsistensi cakupan topik dan penguasaan topik di
semua peserta pelatihan. Terkadang, kesempatan belajar hilang jika
peserta tidak dapat menyimpang dari area topik yang ditentukan untuk
memperjelas pemahaman. Program ET telah mencoba untuk mengatasi
masalah ini dengan menyediakan pesan instan dan alat komunikasi
lainnya yang memungkinkan peserta untuk berkomunikasi satu sama lain
dan dengan pelatih langsung. Tentu saja, ini menambah biaya pelatihan.
Uji coba ET dapat mencoba mengidentifikasi masalah ini sebelumnya dan
menggabungkan segmen yang sesuai untuk menanganinya.
ET memiliki keuntungan menjadi portabel, memungkinkan
peserta untuk belajar pada waktu dan tempat yang paling nyaman dan
untuk mengontrol kecepatan belajar. Peserta pelatihan dapat memulai dan
menghentikan pelatihan kapan pun mereka mau. Sayangnya, tidak dapat
ditentukan dengan jelas efek dari pembelajaran yang terganggu tersebut.
Interupsi yang sering terjadi dalam proses pembelajaran dapat
menyebabkan bertambahnya waktu untuk mempelajari materi, karena
peserta harus kembali dan meninjau materi yang telah dibahas
sebelumnya untuk mengejar ketinggalan saat pelatihan dihentikan.
Sebagian besar program ET tidak memiliki kendali atas siapa yang
sebenarnya mengikuti pelatihan. Beberapa tahun yang lalu, seorang
profesor kursus pengantar akuntansi MBA memutuskan untuk
menggunakan program pembelajaran online untuk mengajarkan prinsip-
prinsip dasar akuntansi. Setiap siswa mendapat kata sandi pribadi untuk
masuk ke sistem. Siswa dapat menyelesaikan pelajaran dengan nyaman,
selama mereka menyelesaikan 10 modul dalam periode tiga minggu.
Modul-modul tersebut dihubungkan sehingga siswa diharuskan
menyelesaikan modul 1 sebelum mereka dapat memulai modul 2, dan
seterusnya.
35

Menurut catatan yang dihasilkan oleh program, semua orang


menyelesaikan semua modul pada akhir minggu ketiga. Pada titik ini,
profesor memulai kuliah dan diskusi tentang praktik akuntansi
kontemporer. Segera menjadi jelas bahwa banyak siswa tidak memahami
prinsip-prinsip dasar yang tercakup dalam ET. Penyelidikan lebih lanjut
mengungkapkan bahwa beberapa siswa telah merekrut orang lain untuk
menggunakan kata sandi mereka dan menyelesaikan modul ET mereka.
Profesor meninggalkan pendekatan ET pada tahun berikutnya.
Hal ini juga bisa terjadi ketika pelatihan diamanatkan (misalnya,
keselamatan, pelecehan seksual) dan peserta pelatihan tidak terlalu
termotivasi untuk menyelesaikannya atau ketika tidak ada imbalan karena
benar-benar menggunakan KSA di tempat kerja. Misalnya, karyawan
dalam sistem "bayar untuk pengetahuan" telah diketahui membagi
pelatihan di antara anggota kelompok sehingga satu atau dua orang
menyelesaikan pelatihan untuk semua anggota lainnya. Ketika penting
untuk memastikan bahwa populasi target menyelesaikan pelatihan, maka
perlu untuk mengembangkan mekanisme kontrol yang tepat untuk ET.

3. Tujuan Pembelajaran (Knowledge, Skill and Attitude)


ET adalah metode yang berguna untuk meningkatkan basis
pengetahuan peserta pelatihan. Hal ini dapat dilakukan melalui penyajian
fakta yang berulang dalam beberapa format dan gaya penyajian yang
berbeda. Ini dapat melakukan pekerjaan yang sangat baik untuk
menggambarkan kapan dan bagaimana menerapkan pengetahuan pada
situasi yang relevan dengan tujuan pelatihan. ET dapat
mendokumentasikan kesesuaian aplikasi peserta pelatihan dan
menyediakan modul latihan tambahan untuk memperbaiki area
kelemahan.
Pengembangan keterampilan juga dimungkinkan dengan ET
ketika simulasi tugas sangat konsisten dengan pekerjaan sebenarnya.
Misalnya, perangkat lunak ET yang melatih karyawan dalam penggunaan
36

pengolah kata, spreadsheet, dan program berbasis komputer lainnya dapat


dengan mudah meniru situasi yang akan mereka hadapi saat kembali
bekerja. Ada bukti bahwa keterampilan yang lebih kompleks yang
memerlukan penggunaan bahasa alami (misalnya, keterampilan
interpersonal atau resolusi konflik) atau pengembangan psikomotor
(mengemudi forklift) dapat dikembangkan melalui IM dan VR, meskipun
tidak sampai ke tingkat penguasaan.
Mengembangkan keterampilan ini membutuhkan peserta pelatihan
untuk terlibat dalam interaksi dan menerima umpan balik segera tentang
kinerja mereka. Sangat sulit bagi komputer untuk mensimulasikan situasi
ini dengan cara yang sepenuhnya realistis. Itulah sebabnya kami
merekomendasikan pendekatan campuran yang menggabungkan ET
dengan pelatihan yang dipimpin instruktur yang memungkinkan peserta
untuk berlatih dengan umpan balik dan bimbingan seorang ahli. Seperti
yang dicatat Eric Jensen mengenai pelatihan di Marriott, “Tidak ada
bimbingan cerdas dalam hal sistem mengetahui jenis bimbingan apa yang
dibutuhkan individu. Program ini hanya bercabang di daerah-daerah
tertentu, tetapi percabangannya juga terbatas, karena biaya yang sangat
besar dalam mencoba mempertimbangkan banyak opsi yang berbeda”.
Sangat sulit bagi komputer untuk mensimulasikan situasi ini
dengan cara yang sepenuhnya realistis. Itulah sebabnya kami
merekomendasikan pendekatan campuran yang menggabungkan ET
dengan pelatihan yang dipimpin instruktur yang memungkinkan peserta
untuk berlatih dengan umpan balik dan bimbingan seorang ahli. Artinya
ET dapat menjadi alat yang berguna dalam mengembangkan
keterampilan, termasuk keterampilan yang lebih kompleks seperti yang
dapat disimulasikan secara elektronik.
Namun, metode lain diperlukan untuk mengembangkan
keterampilan tersebut ke tingkat yang lebih tinggi. Misalnya, kecuali jika
program VR sangat canggih, program tersebut tidak akan dapat
mengamati orang tersebut dan memberikan umpan balik tentang hal-hal
37

seperti berdiri terlalu dekat saat berbicara dengan seseorang atau tidak
mempertahankan kontak mata yang baik. Sikap dan motivasi dapat
dipengaruhi secara positif atau negatif melalui ET dengan menunjukkan
hubungan antara objek, peristiwa, dan hasil. Namun, kesempatan untuk
mengalami atau berinteraksi secara pribadi dengan objek dan peristiwa
dibatasi oleh kemampuan ET untuk mensimulasikan realitas. Akibatnya,
sisi emosional atau afektif dari sikap mungkin tidak teraktivasi dengan
kuat. Ini mungkin sebagian menjelaskan mengapa kebanyakan pelajar
dewasa lebih memilih ET ketika dicampur dengan beberapa bentuk
pelatihan berbasis instruktur.

4. Proses Pembelajaran
Perhatian ET umumnya dipandang lebih menarik dan memotivasi
daripada pelatihan berbasis instruktur, seperti kuliah. Trainee
menyebutkan alasan untuk ini, seperti merasa kurang terancam oleh
mesin dan memiliki kontrol lebih besar atas kecepatan instruksi. Selain
itu, ET dapat mengintegrasikan efek audio dan visual yang menarik
perhatian pelajar pada materi. Mungkin sebagian besar penting, ET dapat
terjadi ketika peserta siap untuk belajar dan tidak pada waktu dan lokasi
yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk alasan ini, ET pandai
menangkap dan mempertahankan perhatian peserta pelatihan.
Retensi Pengkodean Simbolis ET dapat memberikan beberapa
isyarat yang dapat digunakan dalam proses pengkodean simbolis. Isyarat
tekstual, auditori, dan lisan dapat diintegrasikan untuk memungkinkan
peserta pelatihan menggunakan yang paling sesuai dengan gaya belajar
mereka untuk mengkodekan isi pelatihan. Audiovisual (AV) juga efektif
dalam memfasilitasi organisasi kognitif peserta pelatihan. Pemrograman
ET menciptakan organisasi materi yang spesifik, dengan setiap segmen
pembelajaran dipecah menjadi langkah-langkah kecil. Ini membuatnya
lebih mudah untuk berintegrasi dengan organisasi kognitif peserta
pelatihan yang ada. Melalui akumulasi langkah-langkah kecil ini dan
38

pengulangannya, ET mampu membentuk organisasi kognitif peserta


pelatihan dengan cara yang diinginkan. Kemudahan yang dapat dilakukan
oleh peserta pelatihan ini akan tergantung pada seberapa dekat organisasi
ET cocok dengan organisasi kognitif peserta pelatihan.
Latihan simbolis adalah fitur kuat dari pendekatan ET, terutama
IM dan VR. Para peserta pelatihan pertama-tama digerakkan melalui
penguasaan fakta; kemudian mereka disediakan segmen aplikasi di mana
untuk menerapkan fakta-fakta untuk situasi tertentu. Misalnya, peserta
pelatihan sedang belajar memotret. ET akan memberikan situasi simulasi
seperti bagian dalam ruangan dengan pencahayaan buatan, objek yang
lebih dekat atau lebih jauh, dan deskripsi tentang apa yang harus difoto.
Peserta pelatihan kemudian akan menunjukkan pengaturan kamera untuk
mengambil gambar. ET bahkan bisa memberikan umpan balik yang
menunjukkan apa yang akan terjadi dalam situasi nyata. Dengan
menggunakan contoh fotografi, program ET dapat menunjukkan jenis
foto apa yang akan dihasilkan. Hal ini memungkinkan setiap peserta
pelatihan untuk terus berlatih sambil memberikan umpan balik langsung,
sampai peserta menguasai simulasi. Jenis latihan simbolis ini membatasi
reproduksi perilaku dan berharga untuk mempertahankan materi.
Reproduksi Perilaku ET efektif dalam memodelkan perilaku yang
sesuai dan memberikan simulasi di mana peserta pelatihan dapat
menerapkan pengetahuan. Komponen-komponen ini memfasilitasi
pengembangan keterampilan tetapi tidak memberikan kesempatan untuk
benarbenar mereproduksi perilaku yang diinginkan dan menerima umpan
balik. Misalnya, ET dapat digunakan untuk belajar bahasa asing. Peserta
pelatihan dapat mempelajari arti kata, penggunaan yang benar, dan
pengucapan yang benar, tetapi dia tidak akan menguasai bahasa
percakapan sampai benar-benar berinteraksi dengan seorang ahli dan
menerima umpan balik. Demikian pula, contoh fotografi bukanlah
reproduksi perilaku yang sebenarnya karena peserta pelatihan tidak
menggunakan kamera atau adegan nyata. Pilot tidak menyelesaikan
39

pelatihan mereka sampai mereka terbang di bawah bimbingan para ahli.


Dokter tidak disertifikasi untuk praktik kedokteran sampai mereka dilatih
di bawah bimbingan para ahli.

5. Karakteristik Kelompok Pelatihan


Biasanya, hanya satu peserta pelatihan yang dapat menggunakan
komputer pada satu waktu, sehingga jumlah komputer yang tersedia
membatasi jumlah peserta pelatihan yang dapat dilatih pada waktu yang
sama. Namun, karena pelatihan tersedia hampir sepanjang waktu, hal ini
biasanya tidak menjadi masalah. Jika ET online atau dalam bentuk CD,
maka peserta pelatihan dapat membawanya ke mana pun mereka
memiliki akses ke komputer dan, dalam kasus situasi online, Internet.
Karena ET dapat memperhitungkan banyak perbedaan dalam kesiapan
peserta pelatihan, ada sedikit batasan peserta pelatihan. Seperti
kebanyakan metode, peserta pelatihan harus mampu membaca dan
memahami teks dan komponen AV yang disajikan. Trainee juga harus
memiliki keterampilan computer dasar. Jika suatu perusahaan atau
organisai mempertimbangkan ET sebagai metode pelatihan, maka
perusahaan perlu untuk menilai tingkat membaca, melek komputer, dan
sikap peserta pelatihan terhadap ET. Beberapa jenis orientasi pra-
pelatihan atau program persiapan dapat mengatasi masalah ini.
Dimungkinkan juga untuk memasukkan pertimbangan ke dalam desain
program ET.

6. Memadukan Metode Pelatihan Elektronik dan Metode Lainnya


Memadukan metode instruksional memungkinkan manfaat
pelatihan yang dipimpin instruktur untuk digabungkan dengan manfaat
ET. Keuntungan dari blending adalah dapat mendorong komunitas
belajar, memperpanjang waktu pelatihan, menyediakan sumber daya
tindak lanjut, menyediakan akses ke pakar tamu, dan menawarkan
pendampingan atau pembinaan tepat waktu baik melalui kegiatan
40

laboratorium dan simulasi tatap muka atau online. Ada bukti substansial
bahwa pembelajaran campuran lebih efektif daripada salah satu metode
saja, untuk pelatihan yang berfokus pada pengetahuan deklaratif dan
prosedural. Untuk mencapai keuntungan ini, bagaimanapun, desain ET
harus mencakup tingkat kontrol yang tinggi oleh pelajar. Dengan kontrol
pelajar, kami mengacu pada control konten, urutan acara pelatihan, dan
kecepatan pembelajaran. Peserta pelatihan juga harus memiliki
kesempatan untuk mempraktikkan materi dan menerima umpan balik.
Jadi, meskipun setiap jenis ET dapat berdiri sendiri dan dalam
beberapa kasus, namun perlu kiranya ada sebuah usaha pertimbangan
untuk mengintegrasikan ET dengan metode lain jika memungkinkan.
Misalnya, melatih supervisor dalam keterampilan mendengarkan secara
aktif melalui video interaktif akan memberi peserta pelatihan beberapa
tingkat keterampilan. Menggabungkan video dengan beberapa permainan
peran mendengarkan aktif yang dipimpin oleh instruktur dengan orang-
orang nyata, diikuti dengan diskusi instruktur pelatih tentang pengalaman
peserta pelatihan, akan menghasilkan pengalaman belajar yang lebih
kaya. Oleh karenanya upaya menggabungkan ET dengan metode lain,
merupakan upaya untuk meningkatkan pengalaman belajar peserta
pelatihan.
2.7. Contoh Implementasi Pelatihan Elektronik
“VRIDOM: Mobile APP Pelatihan Berbasis Virtual Reality Untuk
Mengurangi Resiko Culture Shock & Language Barrier Dalam
Meningkatkan Kompetensi Calon Tenaga Kerja Indonesia”.5

Masalah gegar budaya dan kendala bahasa adalah salah satu akar
permasalah terbesar yang jarang diangkat dan sedang menjangkiti
“pahlawan devisa” kita. Tendensi kekerasan, tereksploitasi dan tidak

5
Laksamana Fadian Zuhad Ramadhan. VRIDOM: Mobile APP Pelatihan Berbasis Virtual Reality
Untuk Mengurangi Resiko Culture Shock & Language Barrier Dalam Meningkatkan Kompetensi
Calon Tenaga Kerja Indonesia Departemen Pendidikan Bahasa Inggris. Universitas Negeri
Malang. (Malang: 2019). Hal 10-20
41

memiliki daya tawar muncul disaat gegar budaya dan bahasa tak teratasi
lewat pelatihan konvensional BLKLN. VRIDOM diciptakan sebagai
media pelatihan mandiri yang dapat dikombinasikan dengan pelatihan
balai pelatihan TKI untuk mengaplikasikan blended learning. VRIDOM
dapat mengimprovisasi pelatihan konvensional yang selama ini kurang
efisien secara biaya (sulitnya membeli beragam prototipe seperti alat
perkebunan ataupun tutor native), waktu (terbatasnya durasi akumulatif
pengajaran bahasa-budaya) dan teknik pedagogis (kursus masih tidak
mengemban experiential learning pada skill bahasa - budaya).
Pemerintah (Disnakertrans dan BNP2TKI) akan menerima
manfaat atas pengembangan media pelatihan VRIDOM berupa
mengurangi biaya operasional pelatihan TKI. VRIDOM yang tidak
memakan biaya harian operasional dapat memastikan efisiensi biaya
sehingga dapat mengurangi beban finansial TKI dari biaya training yang
mahal. Apabila efektifitas pelatihan meningkat dan beban operasional
menurun dengan VRIDOM, kemungkinan CTKI untuk menggunakan
jalur pengiriman ilegal akan berkurang. Kompetensi komunikasi dan
adaptasi sosio-kultur yang baru akan meningkatkan daya tawar dan
mengurangi kekerasan hingga eksploitasi. Kondisi ideal inilah yang
diingkan oleh SDGs kedelapan (economic growth and decent job).
1. Mengkaji Kelayakan VR pada Calon TKI (CTKI)
Teknologi virtual sangatlah cocok untuk mengakomodasi
kebutuhan belajar para milenial yang sebagian telah digital natives
(Jarmon, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari
tahun 2006 bahwa sebagian besar CTKI terkategorisasi generasi
digital native dikarenakan 65.76% dari pendaftar berumur 20-31
tahun. Walau 34.24% dari CTKI adalah individu yang mencapai umur
32 lebih, hal itu dapat teratasi dengan kemudahan pengoperasian
VRIDOM yang hanya memerlukan perintah suara dan gerakan kepala.
Selain itu, jumlah kepemilikan smartphone di daerah rural dan rural-
42

urban berkisar di 42.6% - 45.42% yang juga didukung dengan Hukum


Moore bahwa harga pembuatan chip smartphone kian murah.

2. Implementasi VRIDOM dalam Mengurangi Resiko Culture


Shock dan Language Barrier
Implementasi VRIDOM mengacu pada empat penjelasan
utama yaitu:
1) Cara Kerja Teknis VRIDOM
Pada dasarnya, VRIDOM bekerja dengan
memvisualisasikan dunia virtual yang terbuat dari potongan video
photorealistic dan animasi 360 derajat yang didalamnya terdapat
kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) untuk meniru
karakteristik bahasa dan budaya masyarakat negara penerima TKI.
Interaksi dengan AI dibantu dengan Voice recognition engine.
Suara yang masuk lewat voice recognition kemudian
diterjemahkan oleh kecerdasan buatan untuk direspon dengan
suara, mimik dan aksi. Semua interaksi itu berlangsung di plot
cerita yang telah dibagi beberapa tingkat kesulitan. Skenario plot
akan dikonfigurasi sesuai jenis pekerjaan, negara tujuan, dan hasil
pre-test pengguna. Semua visualisasi VRIDOM ditampilkan secara
3D dan 360-derajat lewat kacamata VR. Inilah cara kerja dan
video mockup VRIDOM yang dapat diakses dengan QR-code atau
mengunjungi http://bit.ly/vridom.
Artificial Intelligence (AI) pada VRIDOM dituangkan
menjadi animasi lawan bicara yang meng-imitasi unsur dialek dan
kepribadian berdasarkan nilai etika ideal masyarakat negara
penerima TKI. Sebagai contoh, dalam konsep komunikasi, etika
komunikasi Singapura menganggap kontak mata saat
berkomunikasi sebagai sebuah bentuk kesopanan pada lawan
bicara. Hal ini berkebalikan dengan etika kontak mata di Taiwan
dan Timur tengah dikarenakan adanya stratifikasi otoritas (power
43

distance) (BrightHub, 2012). Konsep diatas membuat VRIDOM


menambahkan fitur ekspektasi kontak mata dengan memanfaatkan
sensor gyroscope agar arah pandang VR tertuju pada zona wajah
lawan bicara apabila AI telah dikonfigurasi berkebangsaan
Singapura. Begitupun pula dengan anggukan saat diberi petuah
majikan yang akan direkam oleh sensor. Beragam perilaku yang
tidak sesuai dengan ekspektasi AI akan membuat meter emosi
menuju ke arah merah dan sebaliknya akan ke arah biru. Apabila
meter merah semakin terisi, maka majikan akan memperlihatkan
kecewaan dan hilang keramahan. Adanya konsekuensi behavior
pengguna akan memberikan pelajaran implisit bagaimana untuk
berperilaku atau berbahasa yang benar dan santun.
AI VRIDOM juga mengimitasi nilai ideal masyarakat
seperti Hongkong atau Singapura seperti kedisiplinan dalam waktu
dan etika kerja. VRIDOM akan memberikan skenario tentang AI
yang memberi deadline pekerjaan dengan timer atau waktu rapat
kepada para pengguna VRIDOM. Sebagai contoh, pengguna akan
diajak bertatap muka lagi oleh AI pada waktu yang telah
disepakati. Apabila pengguna tidak membuka VRIDOM pada
waktu yang telah ditentukan, maka akan terjadi pengurangan nilai
skor dan AI akan memberikan raut muka kecewa serta pengguna
diharuskan mengucapkan permohonan maaf lewat dialog berbasis
suara.
VRIDOM menggunakan dua kontroler untuk berinteraksi
dengan Antarmuka aplikasi (User Interface), objek ataupun AI,
yakni pandangan mata (hover) pada objek selama 3 detik dan
rekognisi suara/ voice recognition. Pemanfaatan rekognisi suara
memungkinkan user melakukan dialog interaktif dengan AI. Saat
pengguna melakukan input suara, kalkulasi algoritma akan
merespon kembali dengan beragam kemungkinan input pengguna.
Pemanfaatan rekognisi suara sangat bermanfaat untuk menilai
44

kefasihan pengucapan untuk memastikan lawan bicara di negara


tujuan TKI dapat mengerti pengucapan TKI sesuai dialek (variasi
diksi dan aksen) mereka ataupun mengukur nada bicara dalam
memastikan etika komunikasi. Rekognisi suara juga ditujukan agar
pengguna memiliki kepercayaan diri dalam mempraktikkan
percakapan bahasa Inggris karena terhabituasi untuk berbicara di
lingkungan yang terkesan nyata dan di hadapan orang asing.

2) Interkorelasi Menu Pada VRIDOM


Pengguna mengikuti 4 menu secara hulu-hilir untuk
menggunakan VRIDOM. Berikut merupakan gambaran dari
langkah-langkah penggunaan VRIDOM.
a. Persiapan 1: Analisis Kebutuhan pengguna (Needs Analysis)
Pengguna VRIDOM akan diarahkan ke menu “Analisis
Kebutuhan” setelah proses register atau login. Pada menu ini,
pengguna akan dihadapkan ke dua kolom pengisian, yakni
pilihan negara penempatan dan kategori pekerjaan. Pada
English for Occupational Purposes (EOL), Flowerdew (2001)
dan Basturkmen (2006) menggarisbawahi pentingnya needs
analysis sebagai dasar penentuan silabus dan materi untuk
audiens yang memiliki tujuan belajar dan latar belakang
variatif. Melihat krusialnya needs analysis, VRIDOM
mengkonfigurasi beberapa konten interaksi virtual berdasarkan
inputan pengguna (negara tujuan dan jenis pekerjaan). Artinya,
pilihan negara tujuan dan jenis pekerjaan yang berbeda akan
menjadi acuan konfigurasi konten VRIDOM bagi tiap
pengguna. Konfigurasi konten tersebut antara lain: 1)
berdasarkan jenis pekerjaan: mengubah setting cerita dan
lingkup topik dialog dan 2) berdasarkan negara tujuan:
mengubah dialek (diksi & aksen) dan sosbud. Konfigurasi ini
45

sangat penting untuk memberikan pelatihan autentik dan


kontekstual.

b. Persiapan 2: Pre-test Kemampuan Bahasa Inggris


Menu pre-test dilakukan dalam mengukur keahlian
bahasa sebelum penggunaan VRIDOM untuk menentukan
tingkat kesulitan skenario aktivitas dan aspek diksi hingga
grammar pada Menu utama: Dunia Virtual. Pengukuran
keahlian (proficiency) bahasa akan berpedoman pada The
Common European Framework of Reference for Languages
(CEFR)7. CEFR adalah standar internasional kemampuan
berbahasa yang memiliki skala 6 tingkat (level), A1
merupakan tingkat pemula (beginner) dan C2 adalah skala
tertinggi (master). Akan tetapi, pekerja non-formal hanya
memerlukan tingkat B2 untuk bekerja dan bersosialisasi secara
efisien.
Tingkat kesulitan konten VRIDOM juga mengikuti
target Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) yang telah mengatur kompetensi dasar pekerja
migran non formal. CEFR dan SKKNI menjadikan tingkat
kesulitan VRIDOM menjadi tujuh tingkatan. Pada menu Pre-
test, pengguna akan diharuskan mengisi beberapa soal berbasis
VR pada aspek vocabulary dan grammar (pilihan ganda), serta
speaking (dialog dengan AI menggunakan rekognisi suara).
Semakin tinggi hasil Pre-Test, maka user akan memulai
VRIDOM pertama kali dengan level lebih tinggi untuk
mempercepat pengejaran target kompetensi bahasa,
memotivasi pengguna untuk mencapai level selanjutnya, dan
menjadi rujukan BLKLN-PJTKI dalam mengintervensi
pelatihan untuk tiap individu yang memiliki kemampuan awal
bahasa yang beragam (contoh:CTKI yang tidak cakap dalam
46

penggunaan aturan gramatika tetapi kompeten dalam keahlian


speaking / pronunciation).

c. Menu Utama: Dunia Virtual Dunia


Virtual merupakan menu utama dimana pengguna
dapat berinteraksi dengan beragam skenario pekerjaan dan
kecerdasan buatan (AI). Interaksi berlangsung dengan setting
cerita, karakteristik dialek dan norma, serta tingkat kesulitan
yang bervariasi karena telah dikonfigurasi menurut inputan
pengguna di menu persiapan Needs Analysis dan Pre-test.
Sebagai contoh, apabila pengguna memilih pekerjaan caretaker
lansia, dengan negara tujuan “Singapore” pada menu Needs
Analysis, dengan hasil Pre-test berkategori A2 (Elementary),
maka konten Dunia Virtual akan menempatkan pengguna
sebagai penjaga lansia yang diberi beragam tugas dengan
kesulitan setingkat A2 dan berinteraksi dengan AI lansia yang
berdialek Singlish (Singaporean English). Diksi dan kecepatan
bicara pada level A2 akan disimplifikasi untuk melatih pondasi
vocabulary terlebih dahulu.
Interaksi pengguna dengan AI dibantu dengan
antarmuka (User Interface/UI) yang memperlihatkan tiga
hingga 5 pilihan jawaban dialog bahasa Inggris yang diberi
translasi bahasa di bawahnya. Tiap pilihan dapat
mengeluarkan suara pelafalan frasa saat arah pandang
pengguna tertuju pada pilihan tersebut selama 2 detik. Setelah
pengguna mengetahui pelafalan dari pilihan dialog, pengguna
dapat meniru pelafalan tersebut dengan rekognisi suara.
Aktivitas juga dapat berubah aksi dan interaksi dengan objek
sekitar, seperti mencari obat deman untuk anak dari sekian
banyak tumpukan obat dengan membaca label deskripsi atau
berbelanja dan memilih makanan instant yang tidak
47

mengandung sukrosa dengan membaca label “no-sugar


added” atau 100% fructose. Setiap pilihan aksi atau jawaban
dialog dapat memengaruhi jalannya plot cerita dan
konsekuensi selain meter emosi.
Sebagai contoh, pengguna yang mengajari hal yang
keliru saat AI berupa anak meminta bantuan pengerjaan PR
akan berimplikasi ke nilai harian. Pengguna berpotensi
mendapat reward dari ibu si anak atau sebaliknya. Pada
praktiknya, interaksi virtual tidak hanya terbatas pada isi tabel
konten VRIDOM. Detail interaksi dengan AI dan lingkungan
virtual ditambahkan pada VRIDOM untuk meniru situasi
lapangan. Detail tersebut seperti saat user menyela
pembicaraan AI yang dapat menyingung AI dan mengisi
“meter emosi”. Demi kemudahan operasionalitas, terdapat UI /
antar muka berupa deskripsi tugas hingga durasi deadline
penyelesaian tugas. UI juga dapat berbentuk kertas catatan
yang bertuliskan resep, cara penggunaan mesin cuci hingga
mesin kebun, hingga memo majikan. UI deskripsi hingga
catatan akan membantu kemampuan membaca bahasa Inggris
CTKI yang dikontekstualisasikan dengan skenario kerja
langsung.
Tiap level skenario VRIDOM tidak hanya akan
menambah kesulitan interaksi virtual, tetapi juga akan
membuat hal seperti nada bicara hingga kecepatan dalam
memikirkan jawaban dialog diperhitungkan. Level skenario
yang lebih tinggi juga akan membuat kecepatan bicara dan
dialek AI mendekati situasi nyata. Setelah pengguna
menjelajah konten Dunia Virtual, maka konten kuis akan
muncul untuk merefleksikan pembelajaran yang telah didapat
dari interaksi didalam VRIDOM dengan aspek speaking
hingga listening. Jadi, VRIDOM tidak menempatkan
48

pengguna sebagai aktor pasif, melainkan terlibat pada


dinamika dunia virtual, baik AI atau lingkungan virtual demi
experiential learning.

d. Feedback / Umpan Balik


Halaman feedback merupakan fitur krusial dalam
memenuhi kriteria experiential learning oleh Kolb (2002) yang
menggarisbawahi pentingnya refleksi dalam belajar. Fitur
Feedback antara lain:
a) Mengetahui kemampuan aspek bahasa apa saja yang
masih kurang dan perlu diimprovisasi (contoh: grammar
dan vocabulary masih kurang)
b) Wall of Fame yang merupakan ranking pengguna
VRIDOM terbaik yang dipublikasi dalam tingkat wilayah
c) Mengetahui perkembangan skor dari hari ke hari untuk
melihat progress pelatihan.
Data yang ditampilkan di halaman feedback
memanfaatkan data analytics untuk merekam aktivitas
pengguna didalam dunia virtual. Data seperti wall of fame
difungsikan untuk memotivasi pengguna agar mengejar
rangking dan mendapatkan apresiasi berupa afirmasi publik.
Data skor harian yang ditinjau dari tiap aspek bahasa
(grammar, vocabulary, speaking) dan aspek norma dan etika
komunikasi (nada bicara, penggunaan diksi, dan gestur) dapat
menjadi rujukan pengguna tentang aspek bahasa mana yang
perlu dilatih sehingga fokus pelatihan terarah. Data feedback
juga dapat menjadi acuan tutor kursus untuk memahami
karakteristik belajar CTKI dan memberikan pendekatan
pelatihan khusus.

3) Pengembangan VRIDOM
49

Model pengembangan RnD menggunakan referensi dari


model pengembangan Borg & Gall dalam Sukmadinata (2016:16)
yang diolah sesuai kebutuhan penulis.
a. Preliminary study/Identifikasi Masalah (bulan ke-1 sampe ke-
6)
Studi preliminary dilakukan untuk menganalisis
kebutuhan skill komunikasi dan pengetahuan norma sesuai
karakteristik negara tujuan. Data kualitatif dan kuantitif
diambil dari alumni TKI, BNP2TKI, PJTKI, Disnakertrans dan
P4TKI. VRIDOM saat ini telah mendapatkan tiga responden
alumni TKI dan kepala P4TKI yang diwawancarai. Studi awal
ini juga berfungsi untuk mengetahui masalah pokok pada
pelatihan konvensional dengan keberadaan VRIDOM serta
mengkomparasikan VRIDOM dengan beberapa aplikasi
pembelajaran bahasa yang telah ada.

b. Pengembangan VRIDOM (Bulan ke-6 dan Seterusnya)


Data preliminary study dan aliran data berupa feedback
yang berasal dari survey pengguna akan menjadi acuan dalam
merancang fitur dan konten VRIDOM secara berkelanjutan.
Rancangan masa depan fitur VRIDOM diperlukan pula untuk
pengembangan berkelanjutan yang tidak mungkin dilakukan
didalam lab hingga tahap alpha. Proyeksi rancangan fitur dan
memproduksi VRIDOM versi beta8 saat ini dibutuhkan karena
kebutuhan CTKI sangatlah dinamis dan penetrasi pasar harus
dilakukan sejak dini untuk menarik angel investor atau crowd
fund-raiser

c. Validasi Produk dan Konten (bulan ke-12 hingga ke-16)


Validasi dilakukan dengan memberikan VRIDOM beta
kepada ekspertis desain aplikasi, lingustik (termasuk pula ahli
50

sosiolinguistik), dan koordinator pengembangan sumber daya


CTKI pada disnakertrans, BNP2TKI dan PJTKI. Validasi
pengguna juga dilakukan dengan cara try out VRIDOM yang
berstatus beta (percobaan) kepada beberapa CTKI dan alumni
di beragam daerah untuk mengetahui ekspektasi mereka.
Kriteria validasi dikategorikan menjadi desain visual,
kemudahan navigasi dan keauntentikan konten dalam
merepresentasikan dunia nyata.

d. Diseminasi dan Implementasi Lapangan (bulan ke-16 dan


seterusnya)
Diseminasi akan berupa publikasi VRIDOM ke market
apps seperti Google playstore beserta publikasi VRIDOM
status open-beta untuk pengembang, masyarakat, akademisi,
dan LSM hingga advokasi TKI seperti Peduli Buruh Migran
(PBM). Arus feedback pengguna dapat disalurkan lewat
website resmi VRIDOM atau playstore untuk pengembangan
berkelanjutan. Sedangkan VRIDOM Alpha (siap pakai tanpa
fitur percobaan) akan diimplementasikan di BLKLN PJTKI
atau BLKN negeri.
Agar tiap PJTKI / PTKIS yang merupakan badan
swasta dapat menerapkan VRIDOM pada pelatihan, akan
dilakukan beberapa strategi, seperti:
a) Menggandeng LSM untuk mendorong Kemenakertrans
dalam mewajibkan tiap PJTKI/PTKIS dalam
mengaplikasikan VRIDOM lewat UU yang mengikat.
b) Mengadakan penyuluhan lewat disnakertrans, dan
BNP2TKI agar masyarakat yang berencana mendaftar
menjadi TKI mencoba VRIDOM.
51

c) Membuat modul blended learning untuk


mengombinasikan pelatihan konvensional dengan
pembelajaran digital dari VRIDOM. Modul tersebut
diratifikasikan oleh Kemenaker sebagai pedoman
PJTKI/PTKIS.

4) Potensi VRIDOM dalam Mengurangi Culture Shock & Language


Barrier
Merujuk penjelasan fitur dan konsep VRIDOM di atas,
kita dapat melihat bahwa VRIDOM sangat menekankan
pembelajaran experiential berdasarkan aktivitas dan interaksi
virtual yang berkorelasi dengan pembelajaran English for
Occupational Purposes (EOL) dan Cross Cultural Learning
(CCL). Hal itu dapat dilihat pada konfigurasi konten berdasarkan
kebutuhan pengguna hingga interaksi autentik pada beragam
skenario yang disesuaikan dengan konteks negara tujuan. Selain
itu, VRIDOM yang free access akan mengurangi beban
operasional dan meningkatkan aksesibilitas. Hal ini dapat
mengurangi potensi CTKI untuk mendaftar pada agen ilegal.
Kolaborasi keunggulan dari aspek efektifitas dan efisiensi
VRIDOM akan membuatnya mudah diterapkan, sehingga media
ini dapat mengurangi resiko culture shock dan language barrier
dengan durasi pelatihan yang lebih singkat. VRIDOM dapat
mengkombinasikan pembelajaran bahasa dan kondisi sosbud
dengan kegiatan vokasi lapangan sehingga parameter untuk
adaptasi lingkungan sosio-kultural baru dapat tercapai. Hipotesis
ini didukung parameter Zhou (2008) tentang keberhasilan adaptasi
seperti pengetahuan terhadap kebudayaan baru, kompetensi
bahasa asing, intensitas dan kualitas interaksi dengan kebudayaan
baru, pengalaman ke luar negeri sebelumnya, serta pemahaman
antar-budaya. Parameter pengalaman ke luar negeri sebelumnya
52

tentu sulit dicapai untuk CTKI sehingga pengalaman simulatif


VRIDOM dapat menjadi substitusi dari pengalaman nyata
sesungguhnya.
Virtual Reality telah menjadi trend dalam pengembangan
Mobile Assisted Language Learning. Sudah sepatutnya
pemerintah mengadopsi teknologi VR di bidang pendidikan
vokasi dengan meningkatkan anggaran hibah BEKRAFT untuk
R&D VR tanah air. BNP2TKI juga harus meningkatkan inovasi
nya dengan mengaplikasikan teknologi terbarukan pada Pelatihan
Akhir Pembengkaratan (PAP) seperti VRIDOM agar BLK PJTKI
dapat mengikuti jejak yang sama.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pelatihan elektronik (ET) diberikan kepada peserta pelatihan melalui
sistem e-learning seperti LAN, flash drive, DVD, intranet, dan Internet, serta
perangkat elektronik lainnya seperti iPod dan ponsel. Metode ET
mengintegrasikan konten yang akan dipelajari (basis pengetahuan) ke dalam
desain pelatihan seperti: instruksi terprogram (PI), intelligent tutoring system
(ITS), multimedia interaktif (IM), atau virtual reality (VR). Konten dan
desain diubah menjadi media elektronik melalui penggunaan authoring dan
design tools. ET dapat memberikan pelatihan kepada lebih banyak karyawan,
di lebih banyak lokasi, dan dengan biaya lebih rendah daripada metode
pelatihan lainnya.
Namun, biaya pengembangan untuk ET biasanya lebih tinggi daripada
metode lain, jadi analisis biaya/ manfaat yang cermat diperlukan untuk
menentukan apakah metode ET sesuai. Semakin canggih ET, semakin tinggi
biaya pengembangan dan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengembangkan pelatihan. ET dapat melakukan pekerjaan yang sangat baik
untuk mengaktifkan proses pembelajaran perhatian, pengkodean simbolik,
organisasi kognitif, dan latihan simbolik, menjadikannya metode yang baik
untuk menangani tujuan pelatihan pengetahuan dan sikap. Itu melakukan
pekerjaan yang cukup baik untuk mengembangkan keterampilan namun tidak
sampai pada tingkat penguasaan.

3.2. Saran
Mengacu pada materi yang telah dibahas diatas, maka kami
merekomendasikan pelaksanaan ET di segala bidang baik pendidikan,
kesehatan ataupun industri hendaknya dipadukan dengan metode pelatihan
elekronik lain untuk memaksimalkan pembelajaran peserta pelatihan.

53
DAFTAR PUSTAKA

Jannah, M. M. (2010). Aplikasi multimedia computer base training (CBT) untuk


bantuan operasinal sekolah pada Kantor Depag Kabupaten Tangerang.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Learning Management System. Wikipedia. (n.d.). Retrieved from
id.wikipedia.org:
https://id.wikipedia.org/wiki/Learning_Management_System dikutip pada
Kamis, 16 September 2021, pukul 09.50 WIB
P. Nick Blanchard, James w. Thacker. (2013). EFFECTIVE TRAINING:
SYSTEMS, STRATEGIES, AND PRACTICE. England: Pearson
Education Limited.
Ramadhan, L. F. (2019). VRIDOM: Mobile APP Pelatihan Berbasis Virtual
Reality Untuk Mengurangi Resiko Culture Shock & Language Barrier
Dalam Meningkatkan Kompetensi Calon Tenaga Kerja Indonesia. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Veeriah Sinniah, Sharan Kaur. (2010). Electronic Training Methods: Relative
Effectiveness and Frequency of Use in the Malaysian Context.
International Journal of Technology Diffusion, 62-74.

54

Anda mungkin juga menyukai