Anda di halaman 1dari 6

Pengaturan Kecepatan pada Motor DC Shunt Menggunakan

Successive Sliding Mode Control


Danu Bhrama Putra – 2206.100.175
Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111, e-mail : danubrahma@gmail.com

Penggunaan motor DC pada industri banyak kita dapat dibagi menjadi ke dalam dua proses, yaitu
temui. Hal ini dikarenakan pengaturan kecepatannya pembawaan trajektori status menuju ke keadaan yang
yang cukup mudah dan murah. Banyak metode diinginkan dan menjaga agar trajektori status itu tetap
pengaturan kecepatan telah digunakan mulai dari berada disana untuk sisa waktu berikutnya. Pada SMC
pengontrolan menggunakan kontroler PID sampai dikenal istilah permukaan luncur yaitu suatu batasan
dengan penggunaan kontroler SMC. yang dibuat oleh perancang dimana nantinya trajektori
SMC merupakan kendali umpan balik pensaklaran status tersebut akan dipaksa untuk menuju ke permukaan
frekuensi tinggi yang memiliki sifat kokoh. Kendali luncur dan meluncur (sliding) menuju ke kondisi yang
SMC dipilih karena kekokohan yang dimiliki sistem diinginkan. Pada saat status dari sistem sudah berada di
kendali ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan permukaan luncur maka sistem menjadi kebal dari
perubahan parameter dari motor DC akibat gangguan dari luar maupun perubahan parameter yang
pembebanan. Perubahan parameter dapat terjadi pada sistem. Sehingga diharapkan trajektori status
mengakibatkan perubahan respon yang cukup dari sistem dapat dengan cepat menuju permukaan luncur
signifikan. Namun kekurangan yang dimiliki oleh agar sistem menjadi tidak peka akan perubahan
kendali SMC adalah timbulnya fenomena chattering parameter maupun gangguan dari luar. Waktu yang
yang berpengaruh terhadap stabilitas sistem kendali. dibutuhkan trajektori status sistem menuju ke permukaan
Untuk itu dilakukan penambahan fungsi luncur disebut dengan hitting time. Proses selanjutnya
successive pada metode SMC konvensional yang yaitu pemeliharaan trajektori status sistem disekitar
bertujuan untuk meredam fenomena chattering. Dari permukaan luncur mengakibatkan timbulnya fenomena
hasil simulasi dapat dilihat bahwa successive SMC chattering yaitu gerak osilasi trajektori status disekitar
memiliki respon keluaran yang lebih baik dalam permukaan luncur. Fenomena chattering dapat
meredam chattering dibandingkan dengan metode mempengaruhi stabilitas dari sistem kendali.
SMC konvensional. Sifat kokoh dari kontroler SMC Banyak penelitian telah dilakukan untuk
juga dimiliki kontroler SSMC yang dapat meminimasi hitting time dan chattering. Seperti
mempertahankan performansinya bahkan pada saat penggunaan penguatan umpan balik yang tinggi untuk
motor diberikan beban sehingga terjadi penurunan mempercepat trajektori status menuju permukaan luncur.
kecepatan sebesar 20%. Namun hal ini justru membuat terjadinya peningkatan
pada fenomena chattering. Dari penelitian tersebut dapat
Kata kunci : Pengaturan Kecepatan, Motor DC Shunt, disimpulkan bahwa diperlukan penguatan yang tinggi
Successive Sliding Mode Control untuk membawa trajektori status agar cepat menuju ke
permukaan luncur dan sebaliknya dibutuhkan penguatan
yang kecil untuk meredam fenomena chattering.
I. PENDAHULUAN Berdasarkan hal tersebut dilakukan penambahan
fungsi successive pada kendali SMC konvensional yang
Motor DC banyak digunakan di industri karena bertujuan untuk meminimasi hitting time dengan
kemudahan dalam penggunaan dan pengaturan memberikan penguatan yang tinggi dan setelah trajektori
kecepatannya. Oleh karena itu banyak dilakukan status mencapai permukaan luncur perlahan-lahan
penelitian akan pengaturan kecepatan pada motor DC. penguatan penyaklaran dikurangi untuk meredam
Salah satunya pengaturan kecepatan menggunakan fenomena chattering. Dasar dari fungsi successive yang
kontroler SMC. SMC adalah kendali umpan balik akan dirancang adalah dengan memanfaatkan gerakan
pensaklaran frekuensi tinggi yang dapat digunakan untuk bolak-balik trajektori status di sekitar permukaan luncur.
mengendalikan sistem linear maupun nonlinear. Dengan Setiap kali trajektori status memotong permukaan luncur
adanya kemajuan teknologi semikonduktor yang maka pada saat itu pula dilakukan pengurangan besar
memungkinkan penggunaan penyaklaran PWM dengan penguatan.
kecepatan tinggi maka pengaplikasian SMC mulai Ada beberapa hal yang akan dipaparkan pada
banyak dilakukan. makalah ini, yaitu : Pada bagian I akan dibahas mengenai
Kendali yang dilakukan pada SMC bertujuan untuk latar belakang dan perkembangan penelitian mengenai
membatasi gerak trajektori status agar tetap berada di SMC. Perumusan masalah yang ada pada SMC
kondisi yang diinginkan oleh perancangnya. Sehingga mengenai hitting time dan chattering akan dibahas pada
secara garis besar kendali yang dilakukan pada SMC bagian II. Untuk Selanjutnya, bagian III akan membahas

1
perancangan sistem dari pengaturan kecepatan motor DC Untuk pengaturan kecepatan motor DC, tegangan
shunt serta kontroler successive SMC yang digunakan. terminal motor VT adalah variabel yang diatur untuk
Bagian IV Menampilkan hasil simulasi dari kontroler mendapatkan kecepatan motor yang dikehendaki.
yang telah dirancang dan melakukan analisa dari proses Blok diagram dari dari pengaturan kecepatan pada
tersebut. Bagian akhir terdapat pada bagian V yang akan motor DC shunt menggunakan successive SMC dapat
memberikan kesimpulan dari beberapa hal yang telah dilihat pada gambar 3.1. Pengaturan kecepatan pada
dilakukan dan saran untuk penelitian yang masih dapat motor ini dilakukan dengan memberikan masukan
dikembangkan. berupa tegangan terminal sebagai sinyal referensi. Untuk
dapat dibandingkan dengan sinyal referensi yang berupa
II. PERUMUSAN MASALAH tegangan maka keluaran dari motor DC yang berupa
kecepatan perlu dikonversi terlebih dahulu menggunakan
Pembebanan yang diberikan pada motor DC sensor kecepatan yaitu tachometer. Berdasarkan blok
menyebabkan perubahan parameter-parameter plant. diagram tersebut maka perancangan sistem pengaturan
Perubahan parameter ini dapat mengakibatkan perubahan kecepatan motor DC ini dapat dibagi-bagi ke dalam
respon secara signifikan. Untuk mengatasi permasalahan beberapa bagian, yaitu :
ini maka kontroler yang umum digunakan adalah 1) Perancangan motor DC shunt
kontroler yang memiliki sifat kokoh. i. Pemodelan motor DC shunt
Selain itu motor DC shunt merupakan sistem ii. Pengujian secara open loop
nonlinear sehingga tidak semua kontroler dapat 2) Perancangan sensor kecepatan
digunakan. Berdasarkan pengetahuan akan kedua hal 3) Perancangan kontroler :
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk i. Perancangan SMC
pengaturan kecepatan motor DC shunt ini diperlukan ii. Perancangan fungsi successive
metode kontrol nonlinear yang juga memiliki sifat kokoh
terhadap gangguan maupun perubahan parameter plant. 3.1. Perancangan Motor DC Shunt
x2 Pada bagian ini akan dilakukan pemodelan untuk
trajektori
mendapatkan model matematik dari motor DC shunt
yang diperlukan dalam simulasi serta melakukan
pengujian secara open loop terhadap model motor DC
shunt yang telah didapatkan.
x1

chattering 3.1.1 Pemodelan Motor DC Shunt


Motor DC shunt merupakan motor DC penguatan
sendiri dengan rangkaian medannya terhubung secara
paralel dengan rangkaian jangkar.
Gambar 2.1 Diagram trajektori status

SMC merupakan kontroler untuk sistem linear


maupun nonlinear yang memiliki sifat kokoh sehingga
dapat digunakan sebagai kontroler pada pengaturan
kecepatan motor DC shunt. Namun fenomena chattering
yang timbul menjadi kekurangan dari penggunaan
kontroler SMC.
Gambar 3.2 Rangkaian ekivalen motor DC shunt
III. PERANCANGAN SISTEM
Persamaan pada rangkaian medan :
Kecepatan putar motor dc (N) dapat dirumuskan dIf Rf 1
dengan persamaan di bawah ini : =− .If + E (3-2)
dt Lf Lf
V
N = T − IaRa (3-1) Persamaan pada rangkaian jangkar :

VT merupakan tegangan terminal, Ia adalah arus dIa Ra Kggl n2 1
jangkar motor, Ra adalah hambatan jangkar motor, K =− .Ia − Ifω L + E (3-3)
dt La La n1 La
adalah konstanta motor, dan Ф merupakan fluks magnet
yang terbentuk pada rangkaian medan.
Persamaan pada rotor :
dω L ktm n1 B
= .Ia.If − T ω L (3-4)
dt J T n2 JT
Karena nilai dari arus medan tidak dipengaruhi
oleh besarnya arus jangkar maupun kecepatan motor
maka dapat dilakukan reduksi orde dari model
matematika motor DC shunt menjadi orde dua dengan
Gambar 3.1 Diagram Blok Pengaturan Kecepatan Motor DC
2
status yang diambil yaitu arus jangkar dan kecepatan mendapatkan fungsi alih dari tachometer maka
motor. digunakan data dari pengujian open loop sebelumnya.
Dari data sebelumnya diketahui bahwa kecepatan
Motor DC shunt yang digunakan dimisalkan memiliki motor mencapai 3537 rpm untuk tegangan masukan
spesifikasi sebagai berikut : sebesar 12V dan 0 rpm untuk tegangan masukan 0V.
Dengan menggunakan persamaan garis linear maka
Tabel 3.1 Parameter Motor DC Shunt didapatkan fungsi alih dari tachometer sebagai berikut :
Parameter Satuan Nilai 12 − 0
Vout = ω
tegangan referensi (Vref) Volt 12 3537 − 0
tahanan jangkar (Ra) Ω 0.71 1
Vout = ω (3-5)
induktansi jangkar (La) mH 0.66 294.75
tahanan medan (Rf) Ω 120
induktansi medan (Lf) H 20 3.3 Perancangan Kontroler
konstanta motor (KTM) N-m/A 23x10-3 Kontroler digunakan untuk melakukan koreksi
konstanta teg balik (Kggl) Volt/rpm 23x10-3 terhadap kesalahan akibat respon plant yang berbeda
damper motor (Bm) N-m/rpm 3.54x10-6 dengan nilai referensi yang diberikan. Pada sistem
2
inersia motor (Jm) kg-m 7.06x10-6
pengaturan kecepatan motor DC shunt ini kontroler yang
rasio gigi (N) - 1
digunakan adalah successive SMC.
Berdasarkan data yang diberikan maka dapat Pada SMC konvensional terdapat fenomena
dituliskan model matematika dari motor DC shunt chattering yang akan diredam dengan menambahkan
menggunakan persamaan state space menjadi : fungsi successive pada kontroler SMC konvensional.
*
x = Ax (t ) + Bu (t )
3.3.1 Perancangan SMC
dimana :
Pada perancangan SMC dapat kita bagi kedalam
 x   Ia 
x = variabel status =  1  =   dua bagian, yaitu perancangan permukaan luncur yang
 x 2  ω L  fungsinya untuk membatasi pergerakan trajektori agar
−1075.75 −34.85 If  selalu berada disekitar permukaan luncur tersebut.
A = matrik status =  
3257.79 If − 0.5  Kemudian selanjutnya dilakukan perancangan sinyal
1  1515.15
kendali yang fungsinya untuk memaksa trajektori status
B = matrik masukan =  La  =   untuk menuju permukaan luncur dan setelahnya
0  0 
memelihara agar trajektori status tersebut selalu berada
u = sinyal masukan
disana.
3.1.2 Pengujian Open Loop
Dari model matematika yang telah didapat akan 3.3.1.1 Perancangan Permukaan Luncur
dilakukan pengujian secara open loop untuk mengetahui Perancangan permukaan luncur menjadi hal yang
respon keluaran untuk tiap-tiap tegangan masukan. Data terpenting dalam desain kontroler SMC. Karena pada
yang didapatkan dari pengujian secara open loop berguna perancangan permukaan luncur inilah diharapkan
untuk proses perancangan selanjutnya.
trajektori status dapat mengikuti tujuan yang
diharapakan.
4000

3500
Tujuan dari pengendalian motor DC ini adalah
3000 membuat keluaran mengikuti referensi yang diberikan
2500
dan perubahan kesalahan penjejakan terhadap waktu
kecepatan (rpm)

2000
sama dengan nol. Sehingga untuk permukaan luncur nya
1500

1000
dapat ditulis sebagai berikut :
 x*  e 
σ ( x ) = sX * = [s1 s 2 ]   = [s1 s 2 ]  *  = s1e + s 2 e (3-6)
500
*
1
0
0 2 4 6 8 10 12
 x 2 
* e 
 
tegangan masukan (volt)

Gambar 3.3 Grafik Respon Kecepatan Terhadap Tegangan


Masuk dimana :
x1* = e = VT − Vr
3.2 Perancangan Tachometer * de
Sensor yang digunakan adalah tachometer yaitu x 2* = e =
peralatan yang digunakan untuk mengukur kecepatan. dt
Masukan berupa kecepatan akan dikonversi menjadi VT adalah tegangan keluaran dari tachometer,
tegangan sesuai dengan kecepatannya. Untuk bisa Vr adalah tegangan referensi.

3
3.3.1.2 Perancangan Sinyal Kendali IV. SIMULASI DAN ANALISA
Secara umum kendali pada SMC dapat dipisah
menjadi dua bagian sinyal kendali yaitu ueq dan un. Berdasarkan metodologi dan proses penghitungan
dimana ueq merupakan sinyal kendali ekivalen yang yang telah dilakukan dan dibahas pada BAB III, maka
akan membawa trajektori status ke permukaan luncur, selanjutnya dilakukan simulasi dan analisa data. Hasil
sedangkan un merupakan sinyal kendali natural untuk simulasi pengaturan kecepatan menggunakan SMC dan
menjaga agar trajektori status tetap berada pada successive SMC ditunjukkan oleh Gambar 4.1.
permukaan luncur.
u eq = − ( sB ) −1 sAx (3-7) 600

kontroler SMC

u n = −k ( sB) −1 sign(σ )
500 kontroler SSMC

(3-8)
400
Sehingga persamaan sinyal kendali SMC dapat ditulis :

kecepatan (rpm)
u (t ) = −( sB) −1 sAx − k ( sB) −1 sign(σ ) (3-9) 300

dimana : 200

s = koefisien permukaan luncur 100

k = penguatan penyaklaran
0
A = matrik status 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
waktu (detik)
0.7 0.8 0.9 1

B = matrik masukan Gambar 4.1. Hasil Simulasi Pengaturan Kecepatan Motor DC


x = variabel status Shunt
σ = persamaan permukaan luncur 14

12

3.3.2 Perancangan Fungsi Successive


10
Fungsi successive dirancang untuk mengurangi

sinyal kendali (volt)


nilai penguatan penyaklaran setiap kali trajektori status 8

memotong permukaan luncur. Hal ini bertujuan untuk 6

meredam fenomena chattering yang muncul pada 4

kontroler SMC konvensional. 2

Selain itu juga dilakukan penalaan penguatan


0
penyaklaran berdasarkan kesalahan penjejakan. Hal ini 0 0.5 1 1.5 2 2.5
waktu (detik)
3 3.5 4 4.5 5

berguna untuk mengatasi masalah perubahan respon Gambar 4.2 Sinyal Kendali SMC
secara signifikan misalnya disebabkan oleh pembebanan.
14
Prinsipnya yaitu ketika perbedaan kesalahan penjejakan
lebih besar daripada batas yang telah ditentukan maka 12

nilai penguatan penyaklaran dikembalikan seperti nilai 10


sinyal kendali (volt)

awal. Hal ini bertujuan agar sinyal kendali dengan cepat 8

membawa trajketori status menuju permukaan luncur 6


kembali.
4
Dari pemaparan diatas dapat diformulasikan fungsi
successive sebagai berikut : 2

u (n) u (n − 1) < 0 (3-10) 0


0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

k (n) = fp k (n − 1)
waktu (detik)

Gambar 4.3 Sinyal Kendali Successive SMC


dan untuk koreksi menggunakan perbedaan kesalahan
0
penjejakan dapat ditulis persamaannya sebagai berikut :
e (n − 1) − e( n) > b (3-11) -500

k (n) = k (0)
penguatan penyaklaran

-1000

-1500
dimana :
• u adalah sinyal keluaran dari fungsi sign (σ), -2000

• k adalah penguatan penyaklaran, -2500


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


waktu (detik)
fp adalah faktor pengali yang menentukan seberapa
Gambar 4.4 Nilai Penguatan Penyaklaran
besar perubahan nilai penguatan penyaklaran,
• b adalah batas perbedaan kesalahan penjejakan yang
Respon keluaran dari kedua kontroler yaitu SMC
mengakibatkan nilai penguatan penyaklaran dibawa
dan successive SMC hampir sama hanya saja pada SMC
kembali ke nilai awalnya.
masih terdapat chattering. Hal ini dapat dilihat lebih
jelasnya pada Gambar 4.2 bahwa sinyal kendalinya
selalu berosilasi.
4
Setelah itu dilakukan pengujian kepada kontroler 0

successive SMC dengan melakukan perubahan -500

penguatan penyaklaran. Hasil simulasi ditunjukan pada -1000

penguatan penyaklaran
-1500
Gambar 4.5.
-2000

-2500

4000 -3000

-3500
3500
k=1000 -4000
3000 k=5000
-4500
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2500
kecepatan (rpm)

waktu (detik)

2000 Gambar 4.8 Nilai Penguatan Penyaklaran


1500

1000 Respon keluaran ketika dilakukan pembebanan


500
dapat dilihat pada Gambar 4.7 dimana respon keluaran
0
dari kontroler SMC berosilasi sedangkan respon keluaran
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
waktu (detik) dari kontroler successive SMC tidak. Namun keduanya
Gambar 4.5. Hasil Simulasi Perubahan Penguatan Penyaklaran mampu mempertahankan kecepatan motor pada 3500
rpm.
Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa ketika
penguatan penyaklaran dibesarkan maka respon transien
menjadi lebih cepat. Hal ini juga berarti bahwa hitting V. KESIMPULAN
time semakin mengecil.
4000
Dari analisa yang telah dilakukan terhadap hasil
3500
simulasi maka dapat disimpulkan bahwa :
3000
s1=8 s2=1
s1=16 s2=1
1. Pengaturan kecepatan menggunakan
2500
successive sliding mode control
kecepatan (rpm)

menghasilkan respon sistem dengan


2000
chattering teredam.
1500
2. Pembebanan diatas beban nominal dan
1000
pemberian gangguan berupa sinyal impulse
500
tidak mempengaruhi respon sistem.
0
0 0.5 1 1.5
waktu (detik)
2 2.5 3 3. Faktor pengali yang terbaik didapatkan dari
hasil simulasi sebesar 0,9.
Gambar 4.6 Hasil Simulasi Perubahan Koefisien Permukaan
Luncur
REFERENSI
Berikut dilakukan pengujian dengan mengubah-
ubah koefisien permukaan luncur. Dari simulasi yang [1] Paulus Setiyo Nugroho, Ari SANTOSO,
dilakukan didapatkan respon keluaran seperti terlihat “Pengaturan Robust berbasiskan Quantitative
pada gambar 4.6. Untuk tiap nilai koefisien yang berbeda Feedback Theory (QFT) untuk Mengatasi Ketidak
didapatkan respon keluaran yang juga berbeda. pastian Parameter model Motor DC”, Tugas Akhir,
Untuk mengetahui kekokohan dari sistem kendali Maret 2003.
yang telah dirancang maka dilakukan pembebanan pada [2] Delon, Ari Santoso, Rusdhianto EAK, A. Fatoni,
motor DC. Pembebanan dilakukan dengan nilai : “Perbaikan Respon Transient Pengaturan
Inersia beban = 10-5 kg-m2 Kecepatan Motor DC Menggunakan Kontroler
“Look Up Table” Berbasis FLC-PI dengan
Damper beban = 10-5 N-m/rpm
“Scheduling Gain” ”, Tugas Akhir.
[3] Ari Santoso, “Kriteria Kestabilan Sistem Linier
4000
Terlambat untuk Kasus Skalar”,
3500

kontroler SMC
IES’2001,ITS,Nopember 2001.
3000 kontroler SSMC
[4] [4] Pahrudin Hasibuan, Muhammad Ashari,
2500
Soebagio, “Kendali kecepatan motor DC dengan
kecepatan (rpm)

2000
Fuzzy Logic Controller dan Fuzzy Current Limiter”,
1500 Tugas Akhir, Juni 2007
1000 [5] Ogata, K., 1917. “Modern Control Engineering”
500 Prentice-Hall, Inc.
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
[6] DeCarlo, A., Raymond., Zak, H., Stanislaw.,
waktu (detik)
Matthews, P. Gregory., 1988. “Variable Structure
Gambar 4.7 Respon Keluaran Ketika Dilakukan Pembebanan Control of Nonlinear Multivariable Systems: A
tutorial” IEEE.

5
RIWAYAT PENULIS
Danu Bhrama Putra dilahirkan di
kota Surabaya pada tanggal 30
Oktober 1987, merupakan anak
keempat dari pasangan Herry
Singgih dan Lasmiati B.N.
Setelah lulus dari SMUN 5
Surabaya tahun 2006, penulis
melanjutkan studi di Jurusan
Teknik Elektro, Fakultas
Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya. Selama berkuliah di ITS, penulis sempat
mempelajari ilmu elektronika sebelum akhirnya
memutuskan untuk mendalami ilmu kontrol. Pada bulan
Juni 2010, penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas
Akhir di bidang studi Teknik Sistem Pengaturan, Jurusan
Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Elektro.

Anda mungkin juga menyukai