Abstrak
Dalam pemeliharaan induk ikan kerapu lumpur, Epinephelus bleekeri dan induk ikan kerapu batik,
Epinephelus polyphekadion di hatchery sekitar Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol,
Bali antara bulan Mei dan Juni 2006 terjadi serangan infeksi parasit dan diidentifikasi sebagai
parasit Hirudinea. Hirudinea adalah suatu parasit sejenis lintah pada ikan laut yang bersirip dengan
patogenitas rendah, namun infeksi berat dapat memicu infeksi sekunder bakteri sehingga
menimbulkan kematian. Ikan yang terinfeksi parasit ini memperlihatkan gejala klinis dengan
gerakan berenang lamban di permukaan air, ratusan parasit terlihat menempel pada tubuh, sirip,
tutup insang dan rongga mulut, luka mekanik dari parasit ini dapat menimbulkan hemoragis.
Upaya penanggulangan serangan infeksi parasit ini dapat dilakukan dengan perendaman ikan sakit
dalam larutan 0,8-1,6 ppm Trichlorfon 97% atau 200-250 ppm formalin selama 1 jam dengan
kombinasi antibiotik.
Kata kunci: induk ikan kerapu batik, induk ikan kerapu lumpur, parasit hirudinea.
Semnaskan_UGM/Kesehatan Ikan
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Yudha T. Adiputra1), Julinasari Dewi2), Margie Brite2) dan Ari Kadek Wahyuni2)
1)
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung
2)
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung
Abstrak
Kuda laut (Hippocampus kuda) merupakan salah satu jenis ikan hias air laut yang bermanfaat
sebagai ikan hias dan bahan obat tradisional. Salah satu tempat pembudidayaan kuda laut adalah
Balai Budidaya Laut Lampung yang telah berhasil membenihkan kuda laut sejak tahun 1993.
Tanggal 25 Januari 2005 terjadi kejadian penyakit (insidensi) serius berupa abses pada bagian
kepala yang berasal dari bak isolasi induk kuda laut yang ditangkap dari laut dua hari sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui organisme patogen yang menjadi penyebab insidensi
penyakit tersebut. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan pengambilan sampel kuda
laut yang memiliki gejala penyakit pada keadaan hidup kemudian diamati bakteri dan parasitnya.
Pada pengambilan sampel kuda laut, gejala eksternal yang terjadi adalah abses pada bagian kepala.
Gejala internal yang terjadi adalah hati merah pucat dan terdapat cairan yang berasal dari abses
pada kepala. Hasil isolasi dan pemurnian dari sampel kuda laut diperoleh satu isolat bakteri yang
tumbuh pada media TCBS yang berasal dari abses dari kepala. Identifikasi bakteri berdasarkan
hasil pengujian biokimia dan menurut Bergey’s Manual of Determinative Bacteryology, diketahui
bahwa bakteri yang terdapat pada abses adalah Vibrio vulnificus. Pengujian parasit yang diamati
secara mikroskopis terdapat Oodinium dan Pseudonitzchia dalam jumlah banyak.
Semnaskan_UGM/Kesehatan Ikan
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Abstract
This research was aimed to investigate the pathogenicity of Vibrio fluvialis in sea horse
(Hippocampus kuda) based on its Lethal Dosage (LD50). Vibrio fluvialis was isolates from sea
horse cultured at Seafarming Development Center (SDC) Lampung, with vibriosis signs. The
bacterium was cultured in Tryptone Soy Broth (TSB) medium dissolved in trisalt solution (KCl,
0.75 g/l; MgSO4.7H2O, 14.2 g/l; NaCl, 18.4 g/l), incubated at 370 for 24 h. Infection was carried out
by intraperitoneal injection to sea horse (6-10 cm of total length) at 104, 105, 106, 107, 108, 109 and
1010 cfu. Control sea horse were injected with 0,1 ml TSB media. Disease sign and mortality of sea
horse were observed every six hour for 10 days. LD50 was calculated based on Reed-Muench
method (Anderson, 1974). Result indicated that infection of bacteria at 109 and 1010 cfu caused
acute disease sign, such as haemorhagic septisemia on operculum, abdomen and tail. Infection at
106, 107and 108 cfu caused sub–acute disease sign, such as haemorhagic on operculum, pinnae
pectorales, and abdomen, while infection at 104 and 105 cfu caused cronic disease signs, such as
haemorhagic on abdomen and pinnae pectorales which was followed by necrotic on skin tissue in
prolonged time. Histopathologically, infection of bacteria caused athropy, heterofel and plasma cell
on the gills, vacuolar degenaration on the liver, and also present the bacteria colony on intestine
tissues. V. fluvialis has LD50 at (3.02 ± 0.5) x 107 cfu.
Key words: Sea horse (Hippocampus kuda), Lethal Dosage 50, Pathogenicity, Vibrio fluvialis
Semnaskan_UGM/Kesehatan Ikan
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Wilis Ari Setyati1), Subagiyo1), Ervia Yudiati1), Alim Isnansetyo2), Jaka Widada3)
1)
Lab.Eksplorasi dan Bioteknologi Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang
2)
Lab. Hama dan Penyakit Ikan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
3)
Lab. Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Abstrak
Penelusuran bakteri laut yang berasal dari perairan pulau panjang yang mempunyai aktivitas
antagonis terhadap beberapa jenis bakteri Vibrio penyebab vibriosis pada ikan dan udang bertujuan
untuk mendapatkan kandidat bakteri probiotik yang mempunyai kemampuan menghambat
pertumbuhan bakteri Vibrio pathogen. Selain itu isolat-isolat bakteri yang diperoleh dapat
dikembangkan sebagai materi dasar dalam eksplorasi senyawa antibakteri yang aktif terhadap
Vibrio pathogen. Bakteri diisolasi dari sedimen dan air laut, rumput laut, lamun, karang keras dan
karang lunak. Uji aktivitas antagonis terhadap patogen (V. harveyi, V. fluvialis, V. alginolyticus, V.
parahaemoliticus, V. anguilarum) dilakukan dengan metode tusukan dan overlay. Hasil uji
aktivitas antagonis didapatkan 15 isolat aktif terhadap V. harveyi, 0 isolat aktif terhadap V.
alginoliticus, 25 isolat aktif terhadap V. parahaemoliticus, dan 9 isolat aktif terhadap V.
anguilarum, dan 6 isolat aktif terhadap V. fluvialis.
Semnaskan_UGM/Kesehatan Ikan
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Abstrak
Penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang potensi ekstrak daun kipahit
(Picrasma javanica) dalam penganggulangan penyakit "mycobacteriosis" pada ikan gurame telah
dilakukan di Laboratorium Penyakit ikan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor.
Ekstrak daun kipahit secara invitro pada berbagai dosis diuji efektifitasnya terhadap bakteri
Mycobacterium fortuitum. LC50 bakteri Mycobacterium fortuitum dan toksisitas ekstrak daun juga
diuji terhadap ikan uji. Kegunaan ekstrak daun juga diuji bagi pengobatan ikan gurame yang telah
diinfeksi oleh bakteri Mycobacterium fortuitum pada level 108 cfu/ml. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak daun kipahit pada level konsentrasi 10.000 mg/l dapat menghambat
pertumbuhan bakteri uji, sedangkan perendaman ikan uji yang terinfeksi bakteri tersebut dengan
dosis yang sama dengan lama perendaman 3 jam dapat digunakan untuk pengobatan penyakit
mycobacteriosis.
Semnaskan_UGM/Kesehatan Ikan
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan
Universitas Brawijaya Malang pada bulan November sampai Desember 2005. Metode yang
digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan penelitian RAL (Rancangan Acak
Lengkap). Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan konsentrasi ekstrak jinten hitam yang terdiri
dari A(2%), B(5%), C(8%), D(11%), D(14%) dan K(0%). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak jinten hitam bersifat bakteriosidal pada bakteri
Aeromonas hydrophila secara in vitro dan perbedaan konsentrasi ekstrak jinten hitam
mempengaruhi daerah hambatan yang terbentuk di sekitar kertas cakram. Rata-rata diameter daerah
hambatan untuk masing-masing perlakuan yaitu : perlakuan A(2%) menghasilkan diameter daerah
hambatan dengan rerata 6,83 mm, Perlakuan B(5%) dengan rerata 7,66 mm, perlakuan C(8%)
dengan nilai rerata 8,50 mm, perlakuan D(11%) dengan rerata 9,66 mm, perlakuan E(14%) dengan
nilai rerata 10,83 mm, dan K(0%) dengan rerata 0 mm. Dari hasil analisa kurva respon diperoleh
hubungan antara konsentrasi jinten hitam dengan diameter daerah hambatan berbentuk regresi
linear dengan persamaan Y = 6,032 + 0,333x dengan nilai r = 0,94 yang memberikan diameter
hambatan tertinggi terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophila 10,83 mm. Hal ini dikarenakan
konsentari jinten hitam mengeluarkan thymol dan thymohidroquinon secara maksimal sehingga
memberikan hasil yang efektif dan zat aktif tersebut yang akan berperan sebagai senyawa
antibakteri. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Aeromonas hydrophila secara in vitro sebaiknya dengan konsentrasi 2% dan perlu penelitian lebih
lanjut tentang pengaruh jinten hitam secara langsung terhadap organisme air terutama ikan air
tawar yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.
Semnaskan_UGM/Kesehatan Ikan
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Abstrak
Pencegahan dan penanggulangan penyakit pada budidaya udang windu dewasa ini dilakukan
dengan cara merangsang kekebalan non-spesifik udang dengan menggunakan immunostimulan
seperti vaksin, namun optimalisasi penggunaannya masih perlu dilakukan. Oleh karena itu
penelitian ini dimaksudkan untuk mengoptimalisasikan penggunaan vaksin sebagai immuno-
stimulan untuk dapat memberikan hasil yang efektif terhadap pencegahan penyakit pada budidaya
udang windu. Vaksin yang digunakan adalah vaksin vibrio dengan metode formalin killed 1%
dengan perlakuan: A = vaksinasi empat kali sebulan, B = vaksinasi dua kali sebulan, C = vaksinasi
sekali sebulan dan D = tanpa vaksin (kontrol). Aplikasi dolomit diberikan 2 kali per minggu untuk
semua perlakuan dengan dosis 5 – 10 ppm untuk tiap kali penggunaan. Padat penebaran sebanyak
60.000 ekor/ha dengan pola tradisional plus. Hasil pengamatan secara deskriptif memperlihatkan
bahwa perlakuan B (vaksinasi 2 kali sebulan) memberikan sintasan yang tertinggi yaitu 91.5%
dengan produksi tertinggi yaitu 84.0 kg. Hasil pengamatan terhadap populasi bakteri Vibrio sp
berada pada kisaran 102-103 cfu/ml yang masih layak bagi lingkungan dan budidaya udang
sedangkan untuk kualitas air pada beberapa parameter juga berada pada kisaran yang layak untuk
budidaya udang.
Semnaskan_UGM/Kesehatan Ikan
Seminar Nasional Tahunan III Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 27 Juli 2006
Abstrak
Serangan bakteri patogen dalam usaha budidaya bawal air tawar (Collosoma macropomum Bry.)
menurunkan hasil produksi. Pemberian probiotik A3-51 merupakan salah satu usaha pengendalian
penyakit. Pola pemberian probiotik yang baik diharapkan dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan
kelangsungan hidup. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3
perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu P1 (kontrol); P2 (pemberian probiotik A3-
51 setiap hari); dan P3 (pemberian probiotik A3-51 setiap 5 hari sekali). Ikan uji yang digunakan
ikan bawal dengan panjang total 4-6 cm dan berat rata-rata 4,5-5,5 gr dipelihara dan mendapat
perlakuan dengan probiotik selama 21 hari dan pada hari ke-22 dilakukan uji tantang dengan
bakteri Aeromonas hydrophila. Hasil menunjukkan pola pemberian probiotik A3-51 secara
diskontinyu menghasilkan respon imun yang lebih baik dilihat dari jumlah eritrosit, lekosit, dan
makrofag. Tingkat kelangsungan hidup setelah diuji tantang Aeromonas hydrophila juga lebih baik
dengan survivalitas mencapai 90%.
Semnaskan_UGM/Kesehatan Ikan