Anda di halaman 1dari 21

E.

Jenis dan Efek Getaran

Getaran menurut sumbernya dapat kita bedakan menjadi 2


diantaranya sebagai berikut (Ramdan, 2013) :

1. Getaran paksa, merupakan getaran yang disebabkan oleh


rangsangan gaya dari
luar. Apabila rangsangan berosilasi, maka sistem akan bergetar
pada frekuensi rangsangan, dan apabila frekuensi rangsangan
serupa dengan salah satu frekuensi alami sistem, maka akan
terjadinya kondisi resonansi serta osilasi besar yang
membahayakan untuk terjadi.
2. Getaran bebas, merupakan getaran yang disebabkan oleh sistem
itu sendiri tanpa adanya gaya dari luar sistem. Getaran bebas
terjadi apabila suatau gravity atau daya yang tersimpan
menyebabkan pergerakan seperti pergerakan pegas atau bandul
yang mana getara pgas yang terjadi pada getaran ebbas
bergantung pada massa bebas serta periodenya tidak bergantung
dengan amplitudo.

Sedangkan menururt luasnya efek yang didapatkan oelh tubuh,


getaran dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

1. Getaran setempat

Getaran ini adalah getaran yang disebabkan oleh suatu mesin yang
mengakibatkan serta menimbulkan efek getaran pada bagian tubuh
yang setempat. Bagian tubuh yang biaanya sering terkena getaran
adalah lengan tangan atau sering disebut dengan Hand Arm Vibration.
Hand Arm Vibration terjadi karena pengoperasian peralatan tangan
bertenaga (Hand-held Power Tools). Getaran jenis ini biasanya sering
dialami oleh pekerja yang bekerja pada bagian operator gergaji rantai,
potong rumput, tukang semprot, gerinda, dan penempa palu (Ramdan,
2013).
Efek getaran pada tangan dapat kita uraikan sebagai berikut:

a. Kelainan pada peredaran darah dan syaraf (Vibration White Finger)

Penyakit atau kelaiann ini dapat terjadi dengan gejala-gejala seperti


hilangnya control otot, rasa kait pada ujung-ujung jari, dan menurunya
kepekaan pada suhu. Jika terus berlanjut pemaparan pada segmental
vibration dapat menyebabkan cacat permanen (permanent dissabilty)
pada pekerja (Sujoso, 2012).

b. Hand Arm Vibration Syndrome (HAVs)

Efek kelainan pada tulang-tulang dan persendian yang terdiri dari


efek vaskuler, pemucatan episodic pada ujung jari yang bertambah
parah saat suhu dingin dan terjadinya efek neurologi dimana ujung jari
mengalami kesemutan total, kelainan ini disebut dengan Hand Arm
Vibration Syndrome (HAVs) (Ramdan, 2013). Hand Arm Vibration
Syndrome (HAVs) oleh Intenational Labour Office (ILO) dan the
European Commission diitetapkan sebagai penyakit akibat kerja yang
memiliki gejala pada pembuluh darah dan gejala sensorineural yang
bisa timbul secara bersamaan. Apabila yang ditemukan gejala awal
berupa gejala vaskuler, maka akan menyebabkan gejala neurologis
jika terus berlanjut, dan ditunjukan dengan keadaan mati rasa serta
kesemutan (Kunaefi, 2016).
2. Getaran Menyeluruh (Whole Body Vibration)

Getaran ini adalah getaran yang muncul akibat suatu mesin yang
menyebabkan dan berdampak pada seluruh tubuh yang diteruskan
dari mesin lalu berpindah melalui kaki dan pantat yang disebbakan
oleh rancangan alas duduk yang kurang baik (Ramdan, 2013).
Getaran yang bersumber dari mesin yang ditransmisikan ke seluruh
tubuh ini biasanya dirasakan oleh para pekerja dengan pekerjaan yang
berpotensi mengalami getaran seluruh tubuh seperti masinis,
pengemudi bus, kapal dan kendaraan lainnya (Sujoso, 2012).
F. Nilai Ambang Batas Getaran

Kegiatan yang dilakukan dalam proses industri hampir tidak luput


dan selalu memiliki faktor-faktor yag mengandung risiko bahaya yang
dapat mengakibatkan terjadinya baik kecelakaan ataupun penyakit akibat
kerja, dimanas bahaya yang disebabkan oleh proses menggunakan alat-
alat serrta mesin mekanis yang membentuk sebuah getaran mekanis (hiel,
dkk, 2000 dalam Kunaefi, 2016).

Menururt Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2011


tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja
Nilai Ambang Batas (NAB) merupakan standar faktor bahaya di tempat
kerja sebagai kadar atau intensitas rata-rata tertimbang waktu yang dapat
diterima tenaga kerja tanpa menyebabbkan terjadinya penyakit atau
gangguan kesehatan, dalam melakukan pekerjaan sehari-hari untuk tidak
melebihi waktu selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

Nilai ambang batas getaran untuk jenis mesin elektronik motor


apabila hasil pengukuran getaran telah melewati 130dB atau 3,2 mm/sec
(velocity) menandakan bahwa harus dilakukan segera pengecekan pada
mesin tersebut, dan apabila didapatkan hasil pengukuran melewati 135 dB
atau 5,6 mm/sec (velocity) menandakan bahwa harus segera dilakukan
pergantian pada mesin tersebut, hal ini berdasarkan nilai ambang batas
Canadian Government Spesification CDA/MS/NVSH 107 (Ramdan, 2013).

Sedangkan untuk di Indonesia sendiri, kita memiliki nilai ambang


batas getaran alat kerja yang apabila kontak baik secara langsung
maupun tidak langsung pada lengan dan lengan tenaga kerja telah
ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat (m/det 2). Hal ini telah diatur
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2011 tentang nilai
ambang batas faktor fisika dan faktor kmia di tempat kerja . Untuk lebih
lengkapanya nilai ambang batas akan disajikan dalam table berikut ini
(Rizal, 2015).
Tabel Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Lengan dan
Tangan

Nilai Percepatan Pada Frekuensi


Dominan
Jumlah Waktu Pemaparan per
Meter Per Detik Gravitasi
Hari
Kuadrat
(m/det2)
4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,40
2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61
1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81
Kurang dari 1 jam 12 1,22
Catatan : Nilai 1 gravitasi = 9,81 (m/det2)

Berdasarkan nilai tabel diatas dapat kita uraikan bahwa:

1. Berdasarkan jumlah waktu pemaparan dalam getaran/hari adalah 4


jam dan kurang dari 8 jam per hari, dan dengan kondisi gravitasi
sebesar 0,40 m/detik2 maka nilai ambang batas getaran adalah 4
m/detik2 .
2. Berdasarkan jumlah waktu pemaparan dalam getaran/hari adalah 2
jam dan kurang dari 4 jam per hari, dan dengan kondisi gravitasi
sebesar 0,61 m/detik2 maka nilai ambang batas getaran adalah 6
m/detik2 .
3. Berdasarkan jumlah waktu pemaparan dalam getaran/hari adalah 1
jam dan kurang dari 2 jam per hari, dan dengan kondisi gravitasi
sebesar 0,81 m/detik2 maka nilai ambang batas getaran adalah 8
m/detik2 .
4. Berdasarkan jumlah waktu pemaparan dalam getaran/hari adalah
kurang dari 8 1 jam per hari, dan dengan kondisi gravitasi sebesar 1,22
m/detik2 maka nilai ambang batas getaran adalah 12 m/detik 2 .

G. Pengukuran Getaran

Dalam melakukan pengukuran terhadap getaran dibutuhkan


sebuah alat khusus yang disebut dengan vibration meter. Alat ini
dirancang untuk melakukan pengukuran pada getaran mekanis secara
konvensional khusunya dilakukan untuk pengujian pada mesin yang
berotasi. Mesin ini dapat menunjukan diagnosis kegagalan sederhana
serta dapat digunakan untuk pengujian kecepatan, percepatan dan
perubahan vektor (Ramdan, 2013).

Vibration meter digunakan dengan tujuan menghasilkan


pengukuran terhadap status bar dan berdasarkan alarm limit. Apabila saat
proses pengukuran ditemukan keadaan dimana terjadinya kegagalan
diagnosis sederhana makan alat secara otomatis akan membunyikan
alarm berupa warning limit apabila pengukuran sampai batas aman, dan
membunyikan alarm berupa alarm limit aabila nilai pengukuran mencapai
batas kerusakan. Kemudian akhirnya akan masuk kedalam mode
spectrum testing jika didapatkan nilai pengukuran sudah mencapai pada
batas(Ramdan, 2013).

Berikut ini adalah beberapa alat yang biasanya digunakan untuk


pengukuran getaran:

1. Alat penangkap getaran (Seismometer atau Accelerometer)

Gambar 1 Seismometer
2. Alat ukur atau alat analisis getaran (Vibration meter)

Gambar 2 Vibration Meter

3. Narrow band (pita sempit) dan X ± Y recorder.

Gambar 3 X ± Y recorder

4. Alat analisis pengukuran tingkat getaran (FFT Analyzer)


Gambar 4 FFT Analyzer

Vibration meter sebagai alat utama untuk mengukur suatu getaran


memiliki bagian-bagian yang terdiri dari 6 bagian berupa (Ramdan, 2013):

1. Main Body, terdapat tamilan yang menunjukan hasil pengukuran pada


main body ini.
2. Keyboard, terdiri dari berbagai macam tombol mulai dari untuk
menyalakan dan mematikan vibration meter, tombol MEAS yang
berguna untuk memulai jalanya dan berakhirnya pengukuran. Serta
tombol C yang berguna untuk membatlkan dan tombol OK untuk enter.
3. Lampu, yang berguna untuk menunjukan indikasi pengisian
4. Transducer socket, merupakan tempat untuk menyambungkan main
body dengan transducer\
5. Charging socket, tempat untuk memasukan pengisi daya
6. Sensor transducer, menggunakan base magnetic yang berguna
mendapatkan hasil yang stabil, sehingga harus melakukan pengukuran
pada tempat yang rata.

Berikut ini adalah tata cara pengukuran getaran menurut


lampiranlima Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.49 Tahun
1996 yang membagi cara pengukuran getaran untuk kenyaman dan
kesehatan serta getaran untuk keutuhan bangunan.

1. Getaran untuk kenyaman dan kesehatan


a. Alat penangkap getaran ditaruh pada lantai ataupun permukaan
yang bergetra, kemudian dihubungkan dengan alat ukur getaran
yang sudah dipasang dengan filter.
b. Alat ukur getaran digunakan pada besaran simpangan. Dan apabila
kondisi alat tidak memiliki fasilitas tersebut, maka dapat
menggunakan konversi besaran
c. Pencatatan dan pembacaan dilakukan pada saat frekuensi berada
pada setiap 4-63 Hz oleh alat pencatat getaran
d. Hasil pengukuran digambarkan dalam bentuk grafik

2. Getaran untuk keuntungan bangunan


Cara melakukan pengukuran sama dengan pengukuran sebelumnya
yaitu getaran untuk kenyamanan serta kesehatan manusia, hanya saja
besaran yang digunakan berupa kecepatan getaran puncak.

H. Efek Getaran Terhadap Tubuh Manusia dan Pemeriksaan


Kesehatan

Efek getaran terhadap seluruh tubuh biasanya akan terasa dalam


rentang 0,5 – 4,0 Hz dan efek getaran pada tanga serta lengan akan
terasa dalam rentang 8-1000 Hz, serta efek getaran terhadap tubuh akan
sangat bergantung pada besar dan kecilnya frekuensi getaran yang
mengenai tubuh itu sendiri. Besaran getaran dinyatakan dalam satuan
meter per detik (m/detik2 rms) yang berbentuk akar rata-rata kuadrat
percepatan. Sedangkan frekuensi getaran dinyatakan dengan
menggunakan putaran per detik (Hz) (Harirington dan Gill, 2005 dalam
Ramdan, 2013).

Berikut ini efek getaran yang akan timbul terhadap tuuh manusia
berdasarkan frekuensi getaran yang diterima tubuh tersebut :

1. 3-9 Hz, akan menyebabkan resonasi pada perut dan dada


2. 6-10 Hz, akan menyebakan denyut jantung,tekanan darah, pemakaian
O2, serta volume perdenyut sedikit berubah dengan intensitas 0,6
gram. Sedangkan akan terjadi banyak perubahan sistem peredaran
darah jika terjadi pada intensitas 1,2 gram.
3. 10 Hz, akan menyebabkan kepala,leher, pinggul, serta kesatuan tulang
dan otot beresonansi
4. 13-15 Hz, resonansi akan terjad di tenggorokan
5. <20 Hz, otot menjadi lemah dikarenakan kontraksi yang disebabkan
tonus otot yang meningkat.

Identifikasi melalui pemeriksaan kesehatan diperlukan untuk


memastikan dampak yang ditimbulakn oleh paparan getaran terhadap
tenaga kerja. hal ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengidentifikasi
penyakit apa saja yang berkaitan dengan getaran dari awal pada berbagai
pekerja, seperti pekerja yang terpapar secara terus menerus,dan berguna
juga untuk mengecek keefektifan dari pengendalian getaran yang telah
dilakukan oleh perusahaan, serta dapat mencegah berkembangnya
penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kesakitan atau kecatatan
pada pekerja.

Dalam melakukan pemeriksaan kesehatan ada beberapa program


yang dapat dilakuakan oleh perusahaan untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan pekerja terhadap paparan getaran, diantaranya sebagai berikut
(Ramdan, 2013) :

1. Pre employment screening test, merupakan pemeriksaan kesehatan


berupa screening atau penyaringan yang dilakukan pada pekerja baru
ataupun pekerja yang baru bekerja dilingkungan yang mengalami
terpaparan getaran yang dilakaukn sebelum bekerja. Program ini
dilakukan agar para pekerja yang mengidap penyakit kelaianan
jantung, arthritis, pembulu darah, kelainan saraf dapat dihindari dari
paparan getaran.
2. Periode screening test, merupakan pemeriksaan yang dilakukan
secara berkala pada pekerja yang sudah lama terpapar getaran dan
sudah lama bekerja, pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengontrol kondisi kesehatan pekerja yang dimana pemeriksaan
berkala ini dilakukan setahun sekali.
3. Special screening test, merupakan pemeriksaan yang dikhususkan
dilakukan pada para pekerja yang telah mengalami keluhan-keluhan
akibat terpapar getaran saat bekerja.

I. Pengendalian Getaran Di Tempat Kerja

Pengendalian getaran di tempat kerja dengan berpedoman pada


Handbook of Wholee Body Exposure In Mining (2009), dimana dapat
digunakan pendekatan dalam mengendalikan bahaya getaran dengan
cara manjemen risiko sebagai berikut (Yasierli, Gradian Budi Pratama,
Dwita Astarau Pujiartati, 2020):

1. Melakukan identifikasi bahaya terhadap getaran yang mungkin ada


2. Melakukan penilaian apakah kondisi existing dapat menimbulkan risiko
bagi kesehatan dan keselamatn pekerja
3. Melakukan pengendalian kepada faktor-faktor yang kemungkinan
menimbulkan risiko
4. Melakukan pemantauan dan evaluasis serta kontrol terhadap faktor
penyebab terjadinya getaran

Setelah dilakukan pendekatan dalam mengendalikan bahaya getaran


selanjutnya dapat dilakukan beberapa langkah manajemen risiko
berdasarkan European Union Guide to Good Practices on Whole Body
Vibration (2006) dengan cara sebagai berikut:

1. Identifikasi bahay getaran yang ada


Dimana dalam proses identifikasi sumebr getaran terbagi aats 4
tahapa utama yaitu:
a. Penilaian dasar risiko, dimana pada tahap ini dilakukan penilaian
awal untuk mengidentifikasi faktor risiko, perkiraan awal paparan,
dan upaya pengendalian apa yang mungkin untuk dilakukan.
b. Menentukan durasi paparan terhadap getaran, misalnya pada
ornag yang mengoperasikan alat beart settiap hari maka akan
memiliki durasi paparan yang berbeda dengan orang yang
mengiperasikan alat berat sesekali saja, dimana penentuan durasi
ini harus memperhatikan pola pekerjaan.
c. Menentukan besaran getaran, dimana menentukan getaran harus
menggunakan data yang dikeluarkan oleh produsen alat kerja dan
kemudia dibuktikan dengan pengukuran secara langsung.
d. Perhitungan paparan getaran harian,

2. Mengurangi dan menghindari paparan terhadap getaran


Untuk mengurangi serta menhindari paparan terhadap getaran
dapat diterapkan beberapa hal sebagai berikut :
a. Menyusun strategi kontrol, dimana terdapat beberapa tahapan
penting diantaranya adalah Identifikasi seumber utama getaran dan
kejutan getaran, pengurutan sumber getaran berdasarkan
kontirbusinya terhadap paparan, identifikasi dan evaluasi
berdasarkan biaya dan kepraktisan, membuat target yang realistis,
menetukan prioritas, dan mengalokasikan sumber daya, serta
implementasi program, monitoring dan evaluasi program.
b. Konsultasi dan partisipasi pekerja, pastisipasi merupakan salah
satu kunci untuk melihat berhasil atau tidaknya manajemen yang
telah diterapkan. Dimana masukan dan pandangan pekerja dapat
sanagt membantu dalam pelaksanaan program manajemen risiko
perusahaan.
c. Pengendalian risiko, dimana terdapat beberapa langkah
pengendalian risiko getaran diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Substitusi metode kerja untuk menghindari paparan getaran
2. Menyeleksi peralatan untuk bekerja supaya pekerjaan dapat
berjalan lebih efektif
3. Membuat kebijakan dalam pembelian alat untuk bekerja,
dimana harus mempertimbangakn aspek kesehatan dan
keselaatan kerja
4. Melakukan perancangan pada proses dan tugas sehingga
kejadian terjadinya paparan dapat ditekan serendah mungkin
5. Memberikan informasi mengenai papran getaran serta
pencegahanya dengan melakukan platihan metode kerja
6. Menyusun jadwal kerja sehingga dapat menjadwalkan durasi
setiap pekerja terpapar oleh getaran
7. Melakukan perawatan dan pemeliharaan pada alat kerja untuk
membantu mengurangi besaran getaran yang disebabkan oleh
alat kerja.
d. Monitoring dan penilaian ulang
Penilaian ulang atau monitoring perlu dilakukan apabila ditemukan
perubahan-perubahan yang dapat memepengaruhi tingkat paparan
getaran. Dimana perubahan yang dimaksud dapat berupa proses
baru dalam penggunaan mesin, perubahan metode bekerja, dan
penerapan cara baru pengedalian getaran. Monitoring dan
penilaian ulang juga perlu dilakukan unruk meninjau sistem kontrol
agara dapat memenuhi harapan dalam pengendalian paparan
terhadap pekerja. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk memonitoring sistem kontrol yangs edang berjalan
diantaranya adalah :
1. Memastikan semua pihak yang terlibat, dimana dalamhal ini
majaemen dan pekerja masih menjalankan sistem tersebut
2. Membentuk komunikasi yang baik dengan perwakila para
pekerja untuk memeprmudah menyebarnya informasi yang
berkaitan dengan getaran
3. Melakukan pembahasan mengenai data hasil pengamtan
dengan para ahli untuk meilhat keefektivan sisten yang sedang
dijalankan.

3. Pengawasan Kesehatan
Melakukan pengawasan kesehatan pekerja dilakuakan untuk
menjaga kesehatan pekerja itu sendiri dimana digunakan untuk
mengidentifikasi dan melindungi individu pekerja itu sendiri dari semua
risiko, serta untuk memeriksa efektivitas dari metode pengendaliaan
yang dilakukan pada perusahaan tersebut.
Jika ditemukan idikasi faktor-faktor risiko yang memengaruhi
kesehatan pekerja, dimana terdapat hubungan adanya cedera dan
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor tersebut. Maka perlu
dilakukan pengawasan kesehatan.
Perekaman kondisi kesehatan pekerja juga perlu dilakukan secra
terus menerus, yang mana dibuat dalam bentuk form yang kemudian
salinanaya diberikan kepada pihak yang berwenang serta
berkompeten.
Jika ditemukan indikasi cedera akibat pekerjaan dari informasi yang
diberikan oleh pihak berwenang, makan pihak perusahaan harus
melakukan tinfakan-tindakan sebagai berikut.
a. Mengkaji ulang penilaian getaran
b. Mengkaji kembali tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
terpapar oleh getaran
c. Meminta pandnagan dari ahli kesehatan kerja atau pihak yang
berwenang dan berkompeten untuk mengatasi dampak paparan
getaran tersebut.

Setelah melakukan berbagai manajemen risiko dan penilaian risiko


diatas, maka perlu dilakukan pengendalian secara hierarkis
terhadpat resiko getaran terebut dimana meliputi (Ramdan, 2013) :

1. Engginering control, dimana dapat dilakukan peredam getaran


berupa pegas atau bantalan peredam yang menggunakan
vibration damper. Kemudian dapat dilakukan perancangan agar
pekerja tidak menerima getaran berlebihan saat bekerja
2. Administratuf control, dimana dapat melakukan pergantian shift
kerja untuk mengurang paparan getaran dengan menjadwalkan
shift tiap pekerja.

3. Subtitusi, dengan adanya subtitusi terhadap metode kerja dan


alat kerja yang sudah tua dengan alat terbaru sehingga
diharapkan dapat mengurangi paparan getaran
4. Maintenance, dengan melakukan pemeriksaan secara rutin
kepada mesin dan peralatan kerja sehingga dapat mengetahui
tingkat vibrasinya.

5. Alat pelindung diri (APD), dengan memilih APD yang dapat


meredam dan mengurangi paparan terhadap getaran, seperti
sarungtangan, dan APD full body yang terbuat dari bahan kulit
maupun karet.
6. Pemeriksaan kesehatan, dengan menyediakan dan
melaksanakan pemeriksaan keshetan yang ruitn kepada para
pekerja, dengan cara ini dapat mengetahui kemungkinan
pekerja mengalami risiko terhadap paparan getaran.

J. Contoh Kasus Getaran Di Tempat Kerja

a. Kasus 1
Untuk mengukur getaran yang terjadi pada lengan-lengan pekerja
dilakukan sebuah penelitian dimana bilakukan pada populasi dan
sampel yang berasal dari semua pekerja pandai besi pada industry
rumah tangga yang berjumlah 33 orang di Kabupaten Sokobanah.
Dimana memiliki tujuan unruk menganalisis apakah adaya hubungan
atara Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dengan getaran lengan-lengan.
Carpal Tunnel Syndrome sendiri adalah penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh disfungsi saraf median yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan karpal. Untuk pengambila data digunakan teknik
pengambilan sampel jenuh. Dan menggunakan lembar kuesioner
sebagai instrument penelitian serta menggunakan alat ukur berupa
vibration meter. Ternyata dari hasil pengukuran dan analisis ditemukan
adanya paparan getaran lengan yang tinggi sehingga menyebabkan
keluhan Carpal Tunnel Syndrome (QORIBULLAH, 2020).
Dengan adanya hasil pengukuran dan analisis tersebut perlu
adanya upaya penyelesaian yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja serta menhilangkan pekerjaan yang
memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan kerja. hal yang dapat
dilakukan adalah melakukan peningkatan pengawasan serta
melakukakn evaluasi terhadap aspek keamanan dan kehati-hatian
dalam bekerja serta dapat menerapkan lima hierarki penegndalian
untuk mengendalikan risiko bahaya seperti eliminasi alat atau mesin
yang menyebabkan getaran, substitusi alat atau meisn yang
menyebabkan getaran, pengendalian secara administratif dengan
menerapakn shift kerja dan beberapa kebijakan, pengendalian secara
rekayasa engginering serta yang terakhir adalah penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) untuk para pekerja sehingga dapat meminimalisir
risiko dan efek dari getaran terhadap terjadinya Carpal Tunnel
Syndrome.

b. Kasus 2
Sebuah survei kepada 77 pekerja pada sebuah industry mabel
informal menunjukan hasil bahwa terdapat 42 pekerja yang bekerja
dibagian pengamplasan mengeluhkan menderita nyeri, baik pada
lengan bagian bawah, tangan dan jari. Hal ini disebabkan oleh getaran
salah satu alat untuk bekerja pada industry tersebut yaitu gerinda.
Getaran yang dihasilkan oleh mesin gerinda mungkin dianggap sepele
namun sebenernya dapat meimbulkan efek negative pada tubuh
pekerja. Seperti rasa kurang nyaman, mengalami kelelahan kerja
hingga menyebabkan rasa kit dan nyeri pada lengan bagian bawah,
jari, maupun tangan yang sering disebut dengan Hand Arm Vibration
Syndrome, yang mana merupakan gejala neurologi maupun
musculoskeletal pada anggota tubuh terutama lengan. Berdasarkan
hasil survey tersebut dilakukan penelitian lanjutan dimana ditemukan
hasil bahwa adanya hubungan antara hand arm vibration syndrome
dengan getaran mesin gerinda (Secaria, Hartanti and Sujoso, 2015).
Dengan adanya hasil survey dan penelitian lanjutan tersebut perlu
adanya upaya penyelesaian yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja serta menhilangkan pekerjaan yang
memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan kerja. hal yang dapat
dilakukan adalah melakukan peningkatan pengawasan serta
melakukakn evaluasi terhadap aspek keamanan dan kehati-hatian
dalam bekerja serta dapat menerapkan lima hierarki penegndalian
untuk mengendalikan risiko bahaya seperti eliminasi alat atau mesin
yang menyebabkan getaran, substitusi alat atau meisn yang
menyebabkan getaran, pengendalian secara administratif dengan
menerapakn shift kerja dan beberapa kebijakan, pengendalian secara
rekayasa engginering serta yang terakhir adalah penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) untuk para pekerja sehingga dapat meminimalisir
risiko dan efek dari getaran terhadap terjadinya Hand Arm Vibration
Syndrome.
REFERENSI

Kunaefi, L. P. T. D. (2016) ‘PENGARUH PAPARAN GETARAN MESIN


TERHADAP KELELAHAN DAN HAND ARM VIBRATION SYNDROME
(HAVS) PADA PEKERJA DI INDUSTRI BETON PRACETAK (Studi Kasus
PT SCG Pipe And Precast Indonesia)’, Jurnal Tehnik Lingkungan, 22(2),
pp. 42–51. doi: 10.5614/j.tl.2016.22.2.5.

QORIBULLAH, F. (2020) ‘Hubungan Getaran Lengan-Tangan Dengan


Keluhan Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Home Industry Pandai
Besi Di Kecamatan Sokobanah Sampang’, Medical Technology and
Public Health Journal, 4(1), pp. 38–45. doi: 10.33086/mtphj.v4i1.1165.

Ramdan, I. M. (2013) Higiene Industri. 1st edn. Edited by Bambang


Arianto. Yogyakarta: Cv.Bimotry Bulaksumur Visual. Available at:
https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/1333/file_1021
900061.pdf?sequence=1&isAllowed=y.

Rizal, R. (2015) Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Industri.

Secaria, B. O. P., Hartanti, R. I. and Sujoso, A. D. P. (2015) ‘Hubungan


Paparan Getaran Mesin Gerinda dengan Terjadinya Keluhan Hand Arm
Vibration Syndrome pada Pekerja Mebel Informal’, Kesehatan Lingkungan
dan Kesehatan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat, 5(2),
pp. 1–5.

Sujoso, A. D. P. (2012) Buku Dasar – Dasar Kesehatan & Keselamatan


Kerja, UPT Penerbitan UNEJ. Jember: UPT Penerbitan UNEJ. Available
at: http://penerbitan.unej.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/dasar-dasar-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja.pdf.

Yasierli, Gradian Budi Pratama, Dwita Astarau Pujiartati, P. A. R. Y. (2020)


Ergonomi Industri. 1st edn. Edited by Pipih Latifah. Bandung: PT. Remaja
Rodsakarya.
Siagian, D. T. (2017). KAJI EKSPERIMENTAL GETARAN TRUK COR
BANGUNAN KAPASITAS 3-5 M3 BETON COR BERDASARKAN
PUTARAN MESIN 1500, 2000, 2500 RPM UNTUK DAERAH VERTIKAL,
HORIZONTAL, DAN AKSIAL BERDASARKAN TIME DOMAIN.

AHMAD, M. F. HUBUNGAN GETARAN TERHADAP PRODUKTIVITAS


DENGAN KELUHAN CARPAL TUNNEL SYNDROME SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING.

RAHMAD, F. (2020). KARAKTERISTIK GETARAN PADA PIRINGAN


TUNGGAL. TUGAS AKHIR

Anda mungkin juga menyukai