Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN Ny.

T DENGAN GANGGUAN
MOBILITAS FISIK
DI RUANG ALAMANDA II RSUD SLEMAN YOGYAKARTA 

Disusun oleh:
NAMA : STEVANI BUNGA PRADISHA
NIM : 3120203686
KELAS : IIC

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mobilitas merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan
individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari berupa pergerakan sendi,
sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas ( DeLaune &
Ladner,2011). Jika individu mengalami keterbatasan pada gerak fisik
tubuh sehingga mengganggu Aktivity Daily Living ( ADL) mka individu
tersebut mengalami gangguan mobilitas fisik ( Direja, Ade H.S, 2011).
Gangguan mobilitas fisik akan mengakibatkan individu mengalami
imobilisasi yang dapat mempengaruhi sisitem tubuh, seperti peribahan
pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,
perubahan sistempernapasam, perubahan kardiovaskular, perubahan
sistem moskuloskletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi, dan
perubahan perilaku ( Widuri H, 2010). Kemudian, jika imobilisasi
tersebut tidak mendapatkan penanganan yang tepat dapat menimbulkan
komplikasi berupa abnormalitas tonus, arthostatic hypotension, deep vein
thrombosis dan kontraktur ( Garrison, S.J., 2009).
Individu yang mengalami gangguan gerak akan berdampak pada aktivitas
sehari-harinya maka, maka perlu dilakukan latihan mobilisasi untuk
mencegah terjadinya komplikasi penyakit lain. Mobilisasi diperlukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit lain ( Mubarak W.I Lilis
I, Joko S, 2015).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada kasus Gangguan Aman
Nyaman di ruang Alamanda II dengan melakukan proses pendekatan keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Memberikan pengalaman yang nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien Ny.T dengan Gangguan Aman Nyaman di ruang Alamanda II Sentral
Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Yogyakarta meliputi :
 Dapat mengetahui gambaran pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Gangguan Aman Nyaman
 Mengetahui gambaran rumusan diagnosa keperawatan pada pasien Gangguan
Aman Nyaman
 Mengetahui gambaran intervensi keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Aman Nyaman.
 Mengetahui gambaran implementasi keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Aman Nyaman.
 Mengetahui gambaran evaluasi keperawatan pada pasien dengan Gangguan Aman
Nyaman.

BAB II

KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletel
(Mubarak, 2008). Kebutuhan aktivitas (pergerakan) merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan dengan kebutuhan dasar dan latihan. Aktivitas sebagai salah satu
tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan sehat. Seseorang dalam rentang sehat
dilihat dari bagaimana kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas seperti
misalnya berdiri, berjalan dan bekerja. Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau
keadaan bergerak dimana manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. (Potter&Perry, 2011).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008). Mobilitas
adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang
(Ansari, 2011).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Gangguan mobilitas fisik
(immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing  Diagnosis Association
(NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit
yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal
(seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2011).
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletel
(Mubarak, 2008). Kebutuhan aktivitas (pergerakan) merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan dengan kebutuhan dasar dan latihan. Aktivitas sebagai salah satu
tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan sehat. Seseorang dalam rentang sehat
dilihat dari bagaimana kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas seperti
misalnya berdiri, berjalan dan bekerja. Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau
keadaan bergerak dimana manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. (Potter&Perry, 2011).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008). Mobilitas
adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang
(Ansari, 2011).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Gangguan mobilitas fisik
(immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing  Diagnosis Association
(NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit
yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal
(seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2011).

Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia


memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletel
(Mubarak, 2008). Kebutuhan aktivitas (pergerakan) merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan dengan kebutuhan dasar dan latihan. Aktivitas sebagai salah satu
tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan sehat. Seseorang dalam rentang sehat
dilihat dari bagaimana kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas seperti
misalnya berdiri, berjalan dan bekerja. Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau
keadaan bergerak dimana manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. (Potter&Perry, 2011).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008). Mobilitas
adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang
(Ansari, 2011).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Gangguan mobilitas fisik
(immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing  Diagnosis Association
(NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit
yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal
(seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2011).

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempngaruhi mobilisasi antara lain:

a. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua
yaitu :

1) Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma


(misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
2) Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring).
Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap
mobilitas.
b. Tingkat energy
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi.Dalam hal ini
cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.

c. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi.
Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi
menurun sejalan dengan penuaan (Mubarak, 2008)

Menurut Restrick (2005) kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara


lain, faall, fracture, Stroke,  Postoperative bed rest,  Dementia and Depression,
Instability, Hipnotic medicine, Impairment of vision, Polipharmacy, Fear of fall.
C. MANIFESTASI KLINIK
Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:

EFEK HASIL
 Penurunan konsumsi oksigen  Intoleransi ortostatik
maksimum
 Penurunan fungsi ventrikel
kiri  Peningkatan denyut jantung, sinkop

 Penurunan volume sekuncup  Penurunan kapasitas kebugaran

 Perlambatan fungsi usus  Konstipasi

 Pengurangan miksi  Penurunan evakuasi kandung kemih

 Gangguan tidur  Bermimpi pada siang hari, halusinasi

Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ:

ORGAN / PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT


SISTEM IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya
kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot,
kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis,
peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi

Kardiopulmonal Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan


dan pembuluh perfusi miokard, intoleran terhadap ortostatik,
darah penurunan ambilan oksigen maksimal (VO2 max),
deconditioning jantung, penurunan volume plasma,
perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru,
pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan
agresi trombosit, dan hiperkoagulasi

Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit

Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria,


endokrin natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin
(intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta
penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
D. PATOFISIOLOGI
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartikago,
dan saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal
karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Tipe kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik,
perawat harus memperhatikan adanya peningkatan enwrgi, seperti peningkatan
kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jentung, dan tekanan darah yang
dikarenakan pada latihan isometrik pemakaian energi meningkat. Hal ini menjadi
kontraindikasi pada pasien yang memiliki penyakit seperti infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik. Kepribadian dan suasana hati seseorang
digambarkan melalui postur dan gerakan otot yang tergantung pada ukuran
skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan oengaturan kelompok
otot tergantung tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan
otot yang melawan gravitasi . Tonus otot sendiri merupakan suatu keadaan
tegangan otot yang seimmbang. Kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui
kerja otot dapat mempertahankan ketegangan immobilisasi menyebabkan aktivitas
dan tonus otot menjadi berkurang. Rangkap pendukung tubuh yang terdiri dari
empat tipe tulang, seperti panjang, pendek,pioih dan irreguler disebut skeletal,
sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah
( potter dan perry, 2014)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam
kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada
titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya
benjolan, adanya kekakuan sendi
Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-
masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri
otot.
Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas
lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan
cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).
Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut
perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas

F. KOMPLIKASI

Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh.
Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic:
metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius
padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya demam dan
penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yang mengalami
anoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi menyebabkan asam aminotidak
digunakan dan akan diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan
menghasilkan nitrogen sehingga akumulasinya kan menyebakan keseimbangan
nitrogen negative , kehilangan berat badan , penurnan massaotot, dan kelemahan
akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa otottertutama pada hati,jantung,paru-
paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal initerjadi
karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkan hiperkalsemia.
Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi system
metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolisme
zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar plasma
kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga menyebabkan
metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama
7 hari akan meningkatkan ekskresinitrogen urin sehingga terjadi hipoproteinemia.
Gangguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus. Konstipasi sebagai
gejala umum , diare karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan menyebabkan
masalah serius berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena adanya
distensi dan peningkatan intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi,
terhentinya basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.
Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas
akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum
berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema,
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein
dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas
dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan
proses eliminasi.
Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas,
kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas, dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal,
misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena
menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan,
bingung, cemas, dan sebagainya.

G. Penatalaksanaan Medis
Terapi
Penatalaksana Umum
Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya
latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan
rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai
target terapi.
Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan
kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila
memungkinkan.
Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat,
serta suplementasi vitamin dan mineral.
Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi
meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif
dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan
koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan
ambulasi.
Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
Tatalaksana Khusus
Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis
yang kompeten.
Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit
atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia
lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
Penatalaksanaan lain yaitu:
Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut,
yaitu :
Posisi fowler (setengah duduk)
Posisi litotomi
Posisi dorsal recumbent
Posisi supinasi (terlentang)
Posisi pronasi (tengkurap)
Posisi lateral (miring)
Posisi sim
Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan
cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi
roda, dan lain-lain.
Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan
fungsi kardiovaskular.
Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan
cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic
exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan
latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah
jantung dan denyut nadi.
Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Fleksi dan ekstensi siku
Pronasi dan supinasi lengan bawah
Pronasi fleksi bahu
Abduksi dan adduksi
Rotasi bahu
Fleksi dan ekstensi jari-jari
Infersi dan efersi kaki
Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
Fleksi dan ekstensi lutut
Rotasi pangkal paha
Abduksi dan adduksi pangkal paha
Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya
imobilitas.
Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase
dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga
mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat
meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak,
postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi
perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya,
memberikan dukungan moril, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai