Anda di halaman 1dari 15

PENGEMBANGAN PROGRAM PLS

MENURUT MASALAH SOSIAL

Disusun sebagai pemenuhan Tugas Tengah Semester


Mata Kuliah Pengembangan Program PLS

Disusun Oleh
Marisa Rahayu ( 190210201061)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

Assalamuaikum wr. Wb

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
dapat menyelesaikan Tugas Akhir Semester ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya saya tidak sanggup untuk menyelesaikan Tugas Tengah Semester ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti nantikan syafa’atnya di akhir nanti.

Dalam Artikel ilmiah yang berjudul “Pengembangan Program PLS Menurut Masalah
Sosial” dalam mata kuliah Pengembangan Program PLS dengan dosen pengampuh Ibu
Deditiani Tri Indrianti., S.Pd., M.Sc. dan Linda Fajarwati., S.Pd., M.Pd.

Selain itu, saya tentunya menyadari bahwa dalam penulisan Artikel ilmiah ini tentunya
jauh dari kata sempurna dan masih perlu banyak perbaikan. Untuk itu saya mengharapkan
kritik serta saran, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini saya memohon maaf yang
sebesar besarya.

Demikian, semoga Tugas tengah semester ini dapat sesuai dengan yang diharapkan,
Terimakasih

Jakarta, 17 Oktober 2021

Penulis

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


Daftar Isi .................................................................................................................................. iii
BAB 1 Pendahuluan................................................................................................................... 1
BAB 2 ........................................................................................................................................ 3
Konsep Dan Hakekat Pengemabangan Program ....................................................................... 3
BAB 3 Tahapan pengembangan ................................................................................................ 4
BAB 4 Bentuk pengembangan................................................................................................... 7
BAB 5 ........................................................................................................................................ 9
Hakekat Pembelajaran Menurut Kebutuhan Masyarakat .......................................................... 9
BAB 6 Penutup ....................................................................................................................... 11

iii
BAB 1 Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi diri kepada kepribadian dan
kecerdasan juga keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi untuk
dirinya sendiri. Sayangnya, tingkat pendidikan di Indonesia masih sangat rendah masalah yang
cukup besar rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan kemiskinan karena tingkat
produktivitasnya minim atau kurang sehingga seseorang yang yang tidak memiliki tingkat
pendidikan yang seharusnya tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya atau tidak
melakukan produktivitasnya dengan baik. pendidikan itu sendiri juga memberikan kesadaran
untuk memenuhi kebutuhan ekonominya yang akan datang dan pendidikan juga memberikan
kemampuan dan ilmu dan juga keterampilan untuk melakukan kegiatan atau usaha mengurangi
kemiskinan yang ada. Tingkat pendidikan yang rendah ini mengakibatkan seseorang yang
cenderung kurang pada wawasan untuk kehidupan kedepannya sedangkan untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak dan penghasilan yang berkecukupan pendidikan adalah salah satu kunci
untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. kesimpulannya adalah pendidikan itu
sangatlah penting untuk mengurangi kemiskinan yang ada di Indonesia pendidikan yang
mencukupi akan sangat membantu mengurangi tingkat kemiskinan yang cukup tinggi di
Indonesia.

Pendidkan luar sekolah sebagai sebuah bagian dari sistem pendidkan memiliki peran
yang sangat penting dalam rangka pelayanan pendidikan sepanjang hayat, yang sangat
dibutuhkan saat ini dan ke depan. Pendidikan luar sekolah dianggap sebagai pendidikan yang
mampu memberikan jalan serta pemecahan bagi persoalan-persoalan layanan pendidikan
masyarakat, terutama masyarakat yang tidak terlayani oleh pendidikan formal. Pada banyak
hal pendidikan luar sekolah dirasakan sebagai sebuah formula yang sangat ideal serta lebih
memihak masyarakat dibandingkan dengan pendidikan formal. Peran pendidikan luar sekolah
sebagai substitusi atau pengganti pendidikan persekolahan. Warga belajar dari kegiatan
pendidkan luar sekolah sebagai substitusi adalah anak, pemuda ataupun orang dewasa, yang
oleh karena berbagai hal tidak memiliki kesempatan bersekolah. Mereka adalah yang tuna
aksara dan angka dan atau yang tidak sempat menamatkan pendidikan sekolah.

Pembangunan pendidikan dalam arti luas meniscayakan pertumbuhan ekonomi yang


memadai dari suatu negara sebagai akseleratornya. Sisi lain, jika institusi pendidikan mampu
melahirkan out-put yang bermutu, pembangunan ekonomi akan dapat dipacu. Karena itu,
pertumbuhan ekonomi merupakan dasar atau sumber utama dari kemajuan sector

1
pembangunan, terutama pendidikan pendidkan luar sekolah. Karena itu, jika pendidikan
mampu melahirkan out-put yang berkualitas, banyak dimensi ekonomi dan produksi yang
dapat dikreasi oleh manusia berpendidikan atau manusia pembelajar. Kemajuan ekonomi suatu
negara berarti terjadinya penyediaan lahan pekerjaan dan sumber utama pendapatan rakyat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi berarti makin mempercepat penambahan kebutuhan tenaga
kerja dan juga menaikkan pendapatan negara. Hal ini akan mempermudah rakyat untuk
memperoleh pendidikan. Secara ekonomi, negara-negara maju mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan yang tinggi dan karenanya taraf pendapatan penduduknya juga tinggi.

Pendidikan luar sekolah berkontribusi untuk perubahan tingkah laku inividual bagi
perubahan sosial. Atau dengan kata lain, jika individual memerlukan basic skills dan
masyarakat dilihat sebagai sistem yang memerlukan adaptasi, maka pendidikan luar sekolah
harus dilihat sebagai kontributor. Pendidikan luar sekolah digunakan melewati batas sosio-
ekonomi atau kelompok etnik untuk memfasilitasi perubahan yang lebih radikal melibatkan
akses kepada sumber daya politik dan ekonomi, dimana hasilnya seringkali gagal. Pendidikan
luar sekolah lebih impotent dibandingkan pendidikan formal karena harus berhadapan dengan
pemisahan antara politik dan ekonomi. Untuk itulah perencanaan program pendidikan luar
sekolah harus disesuaikan dengan kelas sosial dan etnik berdasarkan goal yang spesifik.
Pendidikan luar sekolah seharusnya dilihat sebagai alternatif bagi pembentukan karakter
melalui ketergantungan, ketertarikan dan ketidaksinambungan, dan sangat sulit untuk
melihatnya membuat kontribusi besar bagi perlawanan sosial untuk perubahan individual,
mengingat akses untuk kesempatan terikat kuat pada schooling.

2
BAB 2

Konsep Dan Hakekat Pengembangan Program


Pengertian
Menurut Hamdani & Lupiyono (2006), pengembang program pendidikan luar sekolah
perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: (1) prospek, peluang kerja/usaha,
dan ketersediaan jenjang pendidikan lanjutan; (2) pemanfaatan sumberdaya fasiltator
dan/atau instruktur, karena berhubungan langsung dengan keberhasilan pembelajaran
seperti yang dijelaskan Darling & Hammond (dalam Reinhartz & Beach, 2004: 730) bahwa
because student performance has been directly linked to the quality of teaching, one of the
most important tasks of any school leader is hiring a competent and qualified staff; (3)
pemetaan kebutuhan masyarakat; dan promosi.

Umbirtu Sihombing (1999:20) dapat dikelompokkan menjadidua jenis yaitu:


a. Program pokok, merupakan program PLS yang diadakan oleh pemerintah terdiri dari
program pemberantasan buta aksara dan pendidikan dasar, masing-masing program ini
terdiri dari PAUD(Pendidikan Anak Usia Dini), kejar paket A setara dengan SD(Sekolah
Dasar), paket B setara dengan SMP (Sekolah MenengahPertama), dan paket C setara
dengan SMA (Sekolah MenengahAtas).
b.Program penunjang, merupakan program melalui kegiatan rintisan-rintisan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan kebutuhan masyarakat, yaitu seperti
program pemberdayaan ekonomi desa, program kursus masuk desa, penyediaan dan
pengembangan sarana belajar pokok dan pelengkap.

3
BAB 3 Tahapan pengembangan
1) Identifikasi masalah

Sebelum program dilaksanakan perlu dipahami terlebih dahulu masalah yang dihadapi oleh
masyarakat secara tepat. Masalah di sini dapat diartikan sebagai keadaan, fakta, kejadian yang
memberikan gambaran kepada kita (pengembang program) sebagai sesuatu yang belum sesuai
dengan yang kita harapkan, baik dari segi norma-norma keilmuan, maupun dari segi norma-
norma hukum yang berlaku.

2) Cara mengidentifikasi masalah

Identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut: pengamatan,


wawancara, telaah dokumen, angket, analisis masalah kelompok, analisis jabatan, dan bahkan
uji kecakapan atau pengetahuan. Sesuai dengan peran pengembang program pendidikan
kewirausahaan, maka khalayak sasarannya adalah keluarga dan masyarakat, khususnya yang
belum berkembang, sedangkan masalah-masalah yang akan dipilih sebagai titik tolak program
adalah masalah kehidupan sehari-hari. Karena itu, teknik yang paling mudah digunakan adalah
teknik pengamatan, wawancara dan telaah dokumen. Bila sejumlah masalah yang sedang
terjadi dan mungkin akan terjadi telah dikenali, maka bisa dibuat daftar urut sesuai tingkat
kepentingan sebagai dasar penetapan prioritas program.

3) Merumuskan topik pembelajaran dialogis

Setelah berbagai masalah dikenali, maka perlu diadakan penggolongan menurut jenisnya.
Gejala-gejala masalah tersebut, dapat dicakup dalam topik. Kelompok masalah ini bisa
diupayakan pemecahannya melalui topik tersebut dan dilakukan dengan metode pembelajaran
dialogis. Dengan begitu justru bisa menampung permasalahan yang telah ditemukan. Dengan
topik diperluas seperti ini, dialog dapat diperkaya, bersifat lentur, dan menarik warga belajar,
sehingga dialog bisa lebih hidup dan tidak kekurangan bahan.

4) Merumuskan tujuan

Tujuan perlu dirumuskan dengan jelas agar dialog tepat mengenai sasaran dan pesanpesan
dialog dapat memberikan pengetahuan dan kesadaran akan masalah, serta memperbaiki
tindakan-tindakan warga masyarakat lebih lanjut.

5) Menguraikan bahan dalam bentuk pokok-pokok bahasan

Berdasarkan tujuan khusus pada langkah sebelumnya dapat dirumuskan pokok bahasan.

4
6) Menetapkan kelompok sasaran (target group) Setelah pokok-pokok bahasan diketahui maka
perlu ditetapkan siapa saja yang hendak dipengaruhi tindakannya sebagai warga belajar atau
binaan. Misalnya tokoh masyarakat, warga, kelompok PKK, remaja masjid, karang taruna,
kelompok arisan, dan sebagainya. Proses selanjutnya berupa pengorganisasian dengan cara,
misalnya:

a. memohon ijin kepada pemerintah setempat dengan mengemukakan gagasan yang akan
dilakukan;
b. jika pemerintah setempat dapat menerima gagasan yang diajukan, maka dapat
diusulkan hal-hal yang akan dilakukan. Termasuk di dalamnya adalah mengadakan
rapat-rapat kelompok kecil, menggunakan wadah organisasi atau kelompok kecil yang
sudah ada di desa/nagari, tetapi juga bisa mempublikasikan poster atau pamflet dan
sebagainya untuk sasaran massal atau kelompok besar.

7) Menentukan teknik dialog Penentuan teknik dialog dilakukan berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai serta ukuran kecil atau besarnya kelompok sasaran. Sebagai contoh, setelah
mempertimbangkan ketiga faktor tersebut dipilihlah teknik “mimbar wawancara”. Alasanya
antara lain karena kelompoknya cukup besar, serta agar pesan yang hendak disampaikan lebih
terarah dan menjangkau seluruh khalayak sasaran.

8) Pengembangan skenario Misalnya, mimbar wawancara diadakan di balai desa/nagari, yang


memuat sekitar puluhan orang sebagai peserta atau pendengar resmi, ditambah dengan yang
tidak resmi di luar balai desa/nagari, atau jika masyarakat sekitar ingin menonton. Karena itu
diperlukan pengeras suara. Pelaku-pelakunya adalah pengembang program pendidikan
kewirausahaan, yang terdiri dari empat orang. Salah seorang menjadi pewawancara dan lainya
yang diwawancarai. Keempatnya menyiapkan ruang yang ditata agar sesuai dengan metode
dialog interaktif. Wawancara dilakukan secara bergantian. Setelah selesai, memberi
kesempatan tanya-jawab kepada hadirin. Sebelum wawancara dimulai boleh diadakan
pertunjukan dan sebagainya supaya suasana menjadi cair dan tidak kaku. Wawancara akan
berlangsung kurang lebih satu sampai satu setengah jam. Pada kesempatan itu dihadirkan tokoh
masyarakat dan masyarakat desa yang lain. Perlu diperhatikan pengaturan durasi wawancara,
antara yang di panggung dengan hadirin secara berselang-seling sampai semua pokok bahasan
terliput. Kalau dipandang membosankan dapat dibuka diskusi dengan pengunjung (audience).

9) Pelaksanaan Agar pelaksanaan perencanaan program pendidikan kewirausahaan berjalan


dengan baik maka perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

5
(a) menyiapkan ruangan kegiatan pembelajaran sebaik mungkin sehingga calon warga
belajar dapat mengikuti wawancara dengan baik;
(b) menyediakan pengeras suara, terutama jika warga belajar melimpah jumlahnya;
(c) penyaji perlu berlatih terlebih dahulu agar lebih meyakinkan dan enak diikuti,
(d) mempersiapkan atraksi-atraksi selingan dengan permainan, teka-teki, musik dan
sebagainya,
(e) mengendalikan penggunaan waktu agar tidak terlalu lama, dan disesuiakan dengan
suasana kegiatan dan warga belajar, dan
(f) jika memang harus meminta bantuan dari narasumber ahli, maka harus diperoleh
jaminan bahwa narasumber benar-benar ahli dan dipastikan kehadirannya.

10) Penilaian program Untuk mengetahui kelayakan proses maupun hasil program, perlu
diadakan dilakukan penilaian pada para peserta, misalnya dengan:

(a) wawancara tentang penguasaan bahan, dan


(b) wawancara balikan tentang proses dan kegunaan program tersebut.

6
BAB 4 Bentuk pengembangan

Sebagai institusi yang didirikan oleh, dari dan untuk masyarakat, PKBM memiliki
potensi sebagai institusi yang mandiri. Meskipun awal berdirinya banyak PKBM yang
bergantung pada bantuan dan dana block grant dari pemerintah, dalam jangka panjang
diharapkan pada sebagian besar PKBM akan tumbuh kemandirian, dalam hal ini peran
dominan pemerintah yang selama ini menjadi semakin berkurang dan lebih pada peran fasilitasi
akan dapat berjalan seiring dengan kemandirian PKBM. PKBM akan berdiri kokoh atas
keswadayaan masyarakat. Beberapa potensi PKBM yang dapat dikembangkan, pertama,
seiring dengan posisi sebagai institusi pendidikan yang berbasis pada masyarakat (community
based education) yang dalam aktualisasinya dicirikan adanya(1) dukungan dari masyarakat
dalam berbagai bentuk; (2) keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan; (3)
kemitraan di mana warga masyarakat ikut menjalin hubungan yang sejajar dengan pengelola
program; (4) kepemilikan di mana warga masyarakat ikut mengendalikan semua keputusan
yang berkaitan dengan program-program pendidikan luar sekolah, kedua, dilihat dari layanan
program yang dapat dilaksanakan.

PKBM memiliki potensi untuk menyelenggarakan seluruh program pendidikan


nonformal dan informal, yang mencakup: pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik, ketiga, dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran masyarakat PKBM dapat menerapkan prinsip belajar kelompok dimana
warga belajar bisa melaksanakan kegiatan belajar bersama warga belajar yang lain dalam suatu
kelompok belajar, juga potensi pembelajaran dengan pendekatan integratif, dimana suatu
proses pembelajaran tidak hanya menekankan pada pembelajaran satu aspek tertentu saja dari
sekian banyak aspek kehidupan manusia tetapi suatu proses yang memadukan berbagai aspek
kehidupan masyarakat dalam suatu layanan program pembelajaran pendidikan luar sekolah,
keempat, potensi lain yang dimiliki PKBM sebagai institusi pembelajaran masyarakat adalah
kemampuan dalam bekerjasama secara kolaboratif dan sinergis dengan berbagai institusi lain
yang ada di dalam masyarakat baik yang menyelenggarakan aktivitas pendidikan maupun
aktivitas lain yang memiliki tujuan yang sejalan dengan PKBM yaitu membangkitkan
masyarakat dari berbagai ketertinggalan, dan kelima, PKBM dalam proses pembelajaran
menempatkan sasaran warga belajar masyarakat sebagai subjek didik yang harus aktif

7
melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi dirinya dan masyarakat, PKBM memposisikan
warga belajar sebagai individu yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan diri,
masyarakat dan institusi PKBM itu sendiri, dan terakhir sebagai institusi yang berada di dalam
masyarakat dan didirikan dengan maksud untuk membelajarkan masyarakat, maka kehadiran
PKBM berpotensi untuk memberdayakan masyarakat secara keseluruhan dalam arti dapat
membantu kelompok-kelompok marginal agar mereka mampu memiliki potensi yang
seimbang dengan kelompok-kelompok lainnya yang lebih mampan kehidupan sosial
ekonominya, dengan menyediakan layanan pendidikan yang terjangkau sehingga dapat
terangkat derajatnya, hak-haknya baik sosial maupun ekonomi. Banyaknya potensi yang
dimiliki akan berbuah menjadi kenyataan atau sebaliknya tetap potensi sangat tergantung dari
pengelolaan dan pengembangan yang dilakukan oleh para pengelola PKBM maupun para
tenaga pendidik maupun kependidikan yang terlibat di dalamnyan maupun keperdulian dari
berbagai pihak termasuk pemerintah.

8
BAB 5

Hakekat Pembelajaran Menurut Kebutuhan Masyarakat

Hakekat adalah hal terpenting dari sesuatu yang terdiri atas pengertian yang sifatnya abstrak.
Abstrak berarti tidak konkrit atau tidak dapat dihayati atau diamati dengan panca indra (Imam
Barnadib, 2002:4). Hakekat pendidikan, misalnya, dengan demikian bisa dimaknai sebagai
karakteristik atau ciri khas dari pendidikan, yang sifatnya abstrak, yang bisa membedakannya
dengan yang bukan pen- didikan. Yang bukan pendidikan ini bisa bermacam-macam
wujudnya. George R. Knight, misalnya, ketika membahas “apa hakekat pendidikan itu”,
dengan sadar ia membedakannya dengan istilah sekolah, belajar dan pelatihan, meskipun
istilahistilah tersebut saling berkaitan (George R. Knight, 1982:7-10). Sementara itu, ada pula
yang mema- hami hakekat pendidikan itu, dengan bertolak dari adanya perbedaan hakekat
manusia dengan makhluk lain, misalnya binatang. Bertolak dari sini, kemudian muncul banyak
pemahaman, misalnya bahwa pendidikan itu adalah untuk manusia, bukan untuk binatang.
Manusia, kata pendapat ini, adalah animal educandum (binatang yang dapat dididik), ada pula
yang mengatakan manusia adalah zoon politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller
bilang manusia adalah Das Kranke Tier (hewan yang sakit) yang selalu gelisah dan bermasalah
(Umar Tirtarahardja, 2000:3). pendidikan sebagai fenomena utama dalam kehidupan manusia
di mana orang yang telah dewasa membantu pertumbuhan dan per- kembangan peserta didik
untuk menjadi dewasa. Pendidikan dalam arti luas semacam itu, telah ada sejak manusia ada.
Sejak awal mula kehidupannya, manusia sudah melaku- kan tindakan mendidik atas dasar
pengalam- an, bukan berdasarkan teori bagaimana sebaik- nya mendidik. Dalam hal ini,
pendidikan menunjuk pada pendidikan pada umumnya, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh
masyarakat umum. H.A.R Tilaar (1999: 17) memahami hakekat pendidikan dari dua jenis
pendekatan, yaitu pendekatan reduksionisme dengan pendekatan holistik integratif. Kedua
jenis pendekatan tersebut mempunyai kesa- maan di dalam memberikan jawaban terha- dap
persoalan hakikat pendidikan, ialah bahwa pendidikan tidak dapat dikucilkan dari proses
pemanusiaan. Tidak ada suatu masyarakatpun yang dapat eksis tanpa pendidikan. Pendekatan
reduksionisme melihat proses pendidikan, peserta didik dan keseluruhan perbuatan pendidikan,
termasuk lembagalembaga pendidikan, telah menampilkan pandangan-pandangan ontologis
maupun metafisis tertentu mengenai hakikat pendi- dikan. Pandangan-pandangan tersebut
tidak menampilkan hakikat pendidikan secara utuh tapi sepihak berdasarkan sudut pandang
yang digunakan. Dengan demikian proses pendi- dikan tidak dilihat secara keseluruhan. Ada

9
berbagai jenis pendekatan reduksionisme, yang berdasarkan sudut pandang yang diguna- kan,
masing-masing memiliki pendapat yang berbeda mengenai apa hakikat pendidikan itu.

10
BAB 6 Penutup
Sebagai suatu institusi baru yang bergerak dalam berbagai kegiatan pendidikan non
formal di tingkat akar rumput, PKBM berkembang secara dinamis dan belum didukung
oleh berbagai pijakan kerangka teoritik dan akademik yang memadai. Pengembangan
PKBM sepenuhnya didasarkan atas pengalaman di lapangan yang situasi kondisinya sangat
beragam. Dengan sendirinya Konsep PKBM yang berkembangpun sangat bervariasi dari
suatu PKBM ke PKBM lainnya. Konsep PKBM yang berkembang sangat umum dan
kurang tajam mengungkap secara menyeluruh eksistensi dan karakteristik PKBM itu
sendiri.

Longgarnya konsep tentang PKBM ini di satu sisi memberikan fleksibilitas yang tinggi
bagi inovasi pengembangan PKBM pada tahap awal pengembangannya namun konsep
yang terlalu umum ini tidak memadai untuk menjadi pijakan bagi pengembangan PKBM
lebih lanjut. Di samping itu, ketidakjelasan konsep tentang PKBM dapat menimbulkan
adanya kesimpangsiuran pemahaman tentang PKBM yang dapat mengakibatkan kontra
produktif bagi pengembangan PKBM selanjutnya. Adapun konsep tentang PKBM yang
tertulis masih sangat terbatas, dan itupun masih sangat kental dipengaruhi perspektif
birokratik belum menggambarkan konsep yang lebih utuh.

Dengan diakuinya secara eksplisit PKBM sebagai salah satu satuan pendidikan non formal
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
menjadi tanggungjawab semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah propinsi,
pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat luas untuk mengembangkan PKBM dalam
rangka mensukseskan tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian keberadaan konsep
PKBM yang lebih jelas dan lebih memadai bagi pengembangan PKBM lebih lanjut sangat
dibutuhkan. Tanpa adanya konsep PKBM yang jelas dan memadai akan sulit dibangun
rencana strategis yang baik dalam pengembangan PKBM selanjutnya baik di tingkat
institusi, di tingkat lokal, regional, maupun nasional. Hal ini tentunya akan mengakibatkan
tidak adanya sinergi, rendahnya efektivitas dan inefisiensi dalam pengembangan PKBM
lebih lanjut.
Mengingat PKBM merupakan suatu institusi baru, maka pengembangan konsep PKBM
sementara ini lebih didasarkan atas hasil observasi yang bersifat umum terhadap berbagai
pengalaman PKBM selama ini. Konsep PKBM inipun sedang terus berkembang seiring
dengan berbagai inovasi yang muncul dalam pengalaman pengembangan PKBM di
lapangan. Di kemudian hari tentunya juga diharapkan pengembangan konsep PKBM ini

11
juga didasarkan atas berbagai hasil kajian dan penelitian akademik yang lebih mendalam,
sehingga dihasilkan konsep PKBM yang lebih solid, lebih tajam dan lebih menyeluruh.

Pengembangan konsep PKBM haruslah memperhatikan dua faktor secara bersamaan yaitu
faktor kemampun konsep dalam menjelaskan secara lengkap dan utuh seluruh eksistensi
dan karakteristik PKBM itu sendiri dan faktor kemampuan konsep dalam
mengakomodasikan berbagai perkembangan dan keragaman PKBM baik yang telah ada
maupun yang akan datang. Atas dasar pertimbangan tersebut maka konsep PKBM yang
diuraikan dalam kesempatan ini lebih merupakan konsep yang bersifat generik. Artinya
konsep PKBM yang diungkapkan ini adalah konsep yang dapat dikembangkan lebih lanjut
ke dalam berbagai model-model PKBM yang bervariasi.

Di samping itu, juga melalui pengalaman dalam memperhatikan berbagai inovasi,


keberhasilan dan permasalahan yang dihadapi berbagai PKBM yang terungkap dalam
berbagai diskusi di pertemuan tingkat nasional tentang PKBM baik dalam kerangka Forum
Komunikasi PKBM Indonesia maupun dalam kerangka perumusan dan perbaikan berbagai
program dan kebijakan yang bekaitan dengan PKBM oleh Direktorat Jenderal Pendidikan
Luar Sekolah Depdiknas. Konsep PKBM yang diuraikan ini telah melalui pembahasan oleh
Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi PKBM Indonesia sebagai suatu organisasi
nasional yang mewadahi kebersamaan dan persatuan PKBM di seluruh Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai