Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ULUMUL QUR’AN ILMU RASM AL-QUR’AN

Disusun guna memenuhi tugas makalah mata kuliah Ulumul Qur’an Dosen
Pengampu: H. Khoirul Anam, Lc, M. H

Disusun Oleh :

KELOMPOK 13

Syahnaz Bahmid (200202110083)

Sandy Al Aziz (200202110088)

KELAS C
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS
SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG TAHUN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya
berupa iman dan kesehatan hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“ILMU RASM AL-QUR’AN” dengan baik dan tepat waktu. Shalawat serta salam tak
lupa kami curahkan kepada Rasulullah SAW semoga syafa’atnya mengalir kepada kita
hingga hari akhir kelak.

Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas dari Bapak H. Khoirul Anam, Lc,
M.H. pada mata kuliah Ulumul Qur’an. Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak H. Khoirul Anam, Lc, M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul
Qur’an, program studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang yang telah membimbing beserta arahannya selama penulisan makalah ini.
Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan
wawasan pembaca dan peningkatan ilmu pengetahuan mengenai materi Ilmu RASM Al-
Qur’an.

Makalah ini kami susun dengan semaksimal mungkin guna mendapatkan hasil
yang terbaik. Namun, kami juga tidak lupa menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih perlu perbaikan untuk kedepannya. Oleh karena itu, kritik dan saran
akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 26 April 2021

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai kitab suci terakhir di maksutkan untuk menjadi petunjuk, bukan
saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi seluruh
masyarakat manusia hingga akhir zaman.

Al-Qur’an juga merupakan salah satu sumber hokum islam yang menduduki
peringkat teratas dan seluruh ayatnya berstatus qat’I al-Qurud yang diyakini eksistensinya
sebagai wahyu dari Allah swt.1 Dengan demikian, autentitas serta orsanilitas Al-Qur’an
benar-benar dapat di pertanggung jawabkan, karena ia merupakan wahyu Allah baik dari
segi lafadz maupun dari segi maknanya.

Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat Al-Qur’an telah ditulis dan di
dokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah saw. 2
Disamping itu seluruh ayat-ayat Al-Qur’an dinukilkan atau diriwayatkan secara mutawatir
baik secara hafalan maupun tulisan.

Dalam pada itu, Al-Qur’an sebagai yang dimiliki umat Islam sekarang, ternyata
telah mengalami proses sejarah yang cukup unik dalam upaya penulisan dan
pembukuannya. Pada masa Nabi saw, Al-Qur’an belum ditulis dan dibukukan dalam satu
mushaf. Ia baru ditulis pada kepingan-kepingan tulang’ pelepah-pelepah kurmna, dan
batu-batu sesuai dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal
adanya alat tulis menulis seperti kertas.

Untuk mengfungsikan Al-Qur’an dan memahami isi serta kandungan maka


diperlukan suatu ilmu yang terkait. Salah satunya adalah ilmu Rasm Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah digunakan untuk menyelesaikan materi yang akan dibahas. Dalam
pembahasan ini, kami menggunakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian Rasm Al-Qur’an?

1
Abdull Wahab Khallaf, Ilmu ushul al-Fiqh, (Cet. I Mesir:Maktabah al-Da’wa al-Islamiyah, 1968), h. 34.
2
Hasanuddin AF, Analomi Al-Qur’an perbedaan Qira’at dan pengaruhnya terhadap istimbath hokum dalam Al-Qur’an,
(Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 2.
2. Bagaimana cara-cara penulisan Al-Qur’an?
3. Bagaimana sejarah perkembangan Rasm Al-Qur’an?
4. Bagaimana pendapat ulama mengenai Rasm Al-Qur’an?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Rasm Al-Qur’an?
2. Untuk mengetahui cara-cara penulisan Al-Qur’an?
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Rasm Al-Qur’an?
4. Untuk mengetahui pendapat ulama mengenai Rasm Al-Qur’an?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rasm Al-Qur’an

Rasm berasal dari kata rasama, yarsamu, rasma, yang berarti menggambar atau
melukis. 3 Kata rasm ini juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut
aturan.4 Jadi rasm berarti tulisan atau penulisan yang yang mempunyai metode tertentu.
Ilmu rasm merupakan ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushaf Al-Qur’an yang
dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafadz-lafadznya maupun bentuk-
bentuk huruf yang digunakan.

B. Cara - Cara Penulisan Al-Qur’an

Secara umum mayoritas ulama menggunakan dua istilah rasm dalam penulisan al-
Qur’an, yakni rasm Usmani dan rasm Imla’i atau rasm Qiyasi.

1. Rasm Usmani

Istilah Rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Al-Qur’an yang digunakan
Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an.
Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari Mus bin zubair, Said bin Al-
Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu.

Secara terminologi terdapat beberapa interpretasi, di antaranya diartikan sebagai cara


penulisan al-Qur’an yang telah disetujui oleh ‘Utsman bin ‘Affan pada waktu penulisan
mushaf. Definisi senada juga dikemukakan Manna‘ al-Qattan, bahwa Rasm Usmani
merupakan pola penulisan al-Qur’an yang lebih menitik beratkan pada metode (Tariqah)
tertentu yang digunakan pada waktu kodifikasi mushaf pada zaman Khalifah ‘Utsman
yang dipercayakan kepada Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy yang disetujui
‘Utsman.

Dengan demikian, maka pada dasarnya model dan pola penulisan dalam Mushaf
Usman ini bersumber pada satu tulisan yang dilakukan para penulis wahyu masa

3
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: t. tp. 1954), h. 533.
4
Moenawir Khalil, Al-Qur’an dari masa kemasa (Cet. IV; Soloh: CV RAmdani, 1985), h. 27-28.
Rasulullah yang berdasarkan bimbingannya. Jadi mushaf Usmani bukan berdasarkan
rekayasa atau ijtihad para sahabat di masa Usman sebagaimana tuduhan kaum orientalis. 5

Kaidah rasm utsmani ada 6, yaitu:6


1. Hadzf (‫)ا ْل َحذْف‬
Hadzf artinya membuang. Dalam penulisan Al-Qur’an ada beberapa huruf yang dibuang.
Huruf yang dibuang diantaranya alif, wau, ya’, lam dan nun.

Contoh wau yang dibuang:


ُ ‫ا َ ْلغَاونَ (ا َ ْلغ‬
) َ‫َاو ْون‬
Contoh ya’ yang dibuang:
)‫ِي ِدي ِْن ( ِد ْينِ ْي‬
َ ‫َول‬
Contoh lam yang dibuang:
)‫(واللَّ ْي ِل‬
َ ‫َوالَّ ْي ِل‬
Contoh nun yang dibuang:
)‫لَ ْم نَكُ (نَكُ ْن‬

2. Ziyadah (‫)الزيَادَة‬
ِّ
Ziyadah artinya menambah. Maksudnya dalam kaidah imlai huruf-huruf tersebut tidak
ada, namun dalam penulisan di Al-Qur’an dimunculkan walaupun tidak memengaruhi
bacaan. Huruf yang ditambahkan diantaranya alif, wau, ya’ dan Ha’.
Contoh penambahan alif:
َ ُ‫أ َ ْو ََلَاذْبَ َحنَّه‬
)ُ‫(َلَذْبَ َحنَّه‬
Contoh penambahan wau:
)‫سأ ُ ِر ْيكُ ْم‬ ِ ُ ‫سأ‬
َ ( ‫ور ْيكُ ْم‬ َ
Contoh penambahan ya’:
)ٍ‫بِأَيْي ٍد (بِأ َ ْيد‬
Contoh penambahan Ha:

َ ‫َما ِهيَ ْه (ه‬


)‫ِي‬
3. Badal (‫)البَدْل‬

5
Atifah Thoharoh, “Mushaf aL-Qur’an Standar Usmani Indonesia dan Mushaf Madinah (Kajian atas Ilmu Rasm)”, Skripsi,
(IAIN Tulungagung: 2018), 47.
6
Hahuwa, “6 Kaidah Rasm Utsmani (Kaidah Penulisan Al-Qur’an)”, https://hahuwa.blogspot.com/2019/02/6-kaidah-
rasm-utsmani-kaidah-penulisan.html, Diakses pada 24 April 2021.
Badal artinya mengganti. Adapun dalam rasm utsmani, badal adalah mengganti huruf
dengan huruf yang lain.
Mengganti alif dengan wau:
َّ ‫صلَوة ُ (ال‬
)ٍ‫ َك ِم ْشكَوةٍ (كَ ِم ْشكَاة‬،)ُ‫ص ََلة‬ َّ ‫ال‬
Mengganti alif dengan ya’:
َ َ ‫سفَى (يأ‬
)‫سفَا‬ َ َ ‫ يأ‬،)‫ض َحا‬
ُّ ‫الض َُّحى (ال‬
Mengganti ta’ marbuthah dengan ta’ maftuhah:
)ُ‫ ا ْم َرا َتُ (ا ْم َراَة‬،)َ‫(رحْ َمة‬
َ َ‫َرحْ َمت‬
Mengganti nun dengan alif:
)‫لَنَ ْسفَعًا (لَنَ ْسفَعَ ْن‬
4. Hamzah (‫)ا ْل َه ْم َزة‬
Hamzah ditulis dalam bentuk alif, ya’, wau, atau seperti kepala ain.
> Hamzah di awal kata ditulis dalam bentuk alif.
Contoh:
ُ ‫ ا َ ْْلَ ْن َه‬، َ‫أ َ ْنعَ ْمت‬
‫ اِبْن‬،‫ار‬
> Hamzah di tengah kata ditulis menyesuaikan dengan harakat pada hamzah dan huruf
sebelumnya. Urutan harakat terkuat antara hamzah dan huruf sebelumnya adalah kasrah,
dhammah, fathah dan sukun. Ditulis dalam bentuk alif apabila mengacu pada harakat
fathah; ditulis dalam bentuk ya’ apabila mengacu pada harakat kasrah; ditulis dalam
bentuk wau apabila mengacu pada harakat dhammah.
Contoh penulisan hamzah di tengah:
‫ سُ َؤال‬،‫ سُئِ َل‬،‫سأ َ َل‬
َ
> Adapula hamzah yang ditulis mufradah atau seperti kepala ‘ain apabila berada diakhir
kata dan sebelumnya adalah huruf sukun.
Contoh:
َ ،‫ سُ ْوء‬،‫ َماء‬،‫م ِْلء‬
‫ش ْيء‬
Tapi ada penulisan hamzah di Al-Qur’an ada keluar dari ketentuan di atas diantaranya:
Al-Ma’arij: 13
)ِ‫صيلَتِ ِه الَّتِي تُئْ ِو ْي ِه (تُؤْ ِو ْيه‬
ِ َ‫َوف‬
Al-Isra: 60
)‫(الرؤْ َيا‬
ُّ ... ‫اس‬ ُّ ‫ َو َما َج َع ْلنَا‬....
ِ ‫الر ْء َيا الَّتِي أ َ َر ْينَاكَ ِإْلَّ ِفتْنَةً لِل َّن‬
Seharusnya pada Al-Ma’arij 13 dan Al-Isra 60 hamzahnya ditulis dengan bentuk wau.
5. Fashal dan Washal (‫ص ُل َوا ْل َوصْل‬
ْ َ‫)ا ْلف‬
Yang dimaksud fashal atau washal adalah pemisahan atau penggabungan dalam penulisan.
Istilah lainnya adalah maqthu’ dan maushul namun maksudnya sama. Dalam Al-Qur’an,
ada dua kata yang ditulis bersambung, namun kadang pula ditulis terpisah.
Contoh:
‫أ َ ْن َّْل – أ َ َّْل‬
‫ِإ ْن لَ ْم – ِإلَّ ْم‬
‫أ َ ْن َل ْن – أ َ َّل ْن‬
‫ِإ ْن َّما – ِإ َّما‬
َ – ‫ع ْن َّما‬
‫ع َّما‬ َ
ْ
‫مِن َّما – ِم َّما‬
‫أ َ ْم َّم ْن – أ َ َّم ْن‬
‫كُل َما – كُل َما‬
‫ف ِْي َما – فِ ْي َما‬
‫ َي ْو َم ُه ْم‬- ‫َي ْو َم هُ ْم‬
6. Kata yang terdapat dua qiraat dan ditulis salah satunya.
Apabila ada kata yang dibaca berbeda oleh para ahli qiraat, maka penulisannya hanya satu
saja diambil dari yang paling banyak menggunakan.
Contoh:
‫ِين‬
ِ ‫َملِكِ َي ْو ِم الد‬
Kata ( ِ‫ ) َملِك‬pada mimnya tidak terdapat alif walaupun dibaca panjang dalam riwayat Imam
Hafsh karena kebanyak qiraat membacanya dengan pendek.
َ ‫ط ْال ُمستَق‬
‫ِيم‬ َ ‫الص َرا‬
ِ ‫اه ِدنَا‬
َ ‫)الص َرا‬
Kata (‫ط‬ ِ ditulis dengan shad walaupun dalam qiraat lain ada yang membacanya
dengan sin.
َ‫صطُ َو ِإلَ ْي ِه ت ُ ْر َجعُون‬ ُ ‫ َواللهُ َي ْق ِب‬...
ُ ‫ض َو َي ْب‬
ُ ‫ص‬
Pada Al-Baqarah 235, kata (‫ط‬ ُ ‫ )يَ ْب‬ditulis dengan shad walaupun dalam riwayat Imam
Hafsh dibaca dengan sin. Hal ini karena kebanyakan qiraat membacanya dengan shad.

2. Rasm Qiyasi atau Rasm Imla’i

Sistem penulisan dengan rasm qiyasi atau rasm imla’i, yaitu penulisan kata sesuai
dengan pelafalan atau bacaannya. Namun penting dicatat, bahwa kata-kata yang sudah
mahsyur dan baku, seperti ar-rahman )‫(الرحمن‬, as-soluh )‫(الصلوة‬, az-zakah )‫(الزكوة‬, ar-
riba )‫(الربوا‬, dan beberapa kata lainnya seperti dzalika )‫(ذلك‬, ha’ula’i (‫)هؤْلء‬, maka
penulisannya tetap sebagaimana tulisan yang mahsyur, sehingga tidak berbeda dengan
mushaf yang ditulis dengan rasm usmani. Jadi, yang dituliskan dengan rasm qiyasi ialah
terhadap kata-kata yang tidak memiliki tulisan baku. Dengan kata lain, tidak ada satupun
ayat Al-Qur’an yang ditulis seluruhnya dengan rasm qiyasi atau rasm imla’i.

Conthnya terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 2-3. Dalam kedua ayat ini ditulis
dengan rasm qiyasi ialah)‫(الكتاب‬ )‫ )رزقناهم‬keduanya ditulis dengan alif setelah ta’ dan
setelah nun. Sementara (‫ )ذلك‬dan (‫ )الصلوة‬tetap ditulis dengan tulisan yang mahsyur yang
sama dengan penulisan rasm usmani. Adapun mushaf yang ditulis dengan rasm qiyasi atau
imla’i ialah seperti Mushaf Turki, mushaf Menara Kudus (Mushaf Turki), dan Mushaf
Indonesia jenis Bahriyyah. 7

C. Sejarah Perkembangan Rasm Al-Qur’an

Pada mulahnya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
mereka mencatat wahyu Al-Qur’an tanpa pola penulisan standar, karena umumnya
dimaksutkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan diwariskan kepada
generasi sesudahnya. Di zaman Nabi saw, Al-Qur’an ditulis pada benda-benda sederhana,
seperti kepingan-kepingan batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan Al-
Qur’an ini masih terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah mushaf dan
disimpan dirumah Nabi saw. 8

Penulisan ini bertujuan untuk membantu memelihara keutuhan dan kemurnian Al-
Qur’an. Di zaman Abu Bakar, Al-Qur’an yang terpancar-pancar itu di salin kedalam
shuhuf (lembaran-lembaran). Penghimpunan Al-Qur’an ini dilakukan Abu Bakar setelah
menerima usul dari Umar ibn al-Kattab yang khawatir akan semakin hilangnya para
penghafal Al-Qur’an sebagaimana yang terjadi pada perang yamamah yang menyebabkan
gugurnya 70 orang penghafal Al-Qur’an. Karena itu, tujuan pokok dalam penyalinan Al-
Qur’an di zaman Abu Bakar masih dalam rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada
yang terluput dari Al- Qur’an. Di zaman khalifah Usman bin Affan, Al-Qur’an disalin lagi
kedalam beberapa naskah. Untuk melakukan pekerjaan ini, Utsman membentuk tim 4

7
Fakhrur Rozi, “Dua Perbedaan Penulisan Rasm Dalam Al-Qur’an Cetak”, https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/386-dua-
perbedaan-penulisan-rasm-dalam-al-qur-an-cetak, Diakses pada 24 April 2021.
8
Muhammad Ibnu Abdillah Al-Zarqazi, al-Burhan fi Ulum Ai-Qur’an, (Jilid I, Cairo: Maktabah: Isla al-babi al- Halabi wa
syirkah, 1972), h. 376-403.
yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-Ash, dan Abd al-
Rahman Abd al-harits.

Dalam kerja penyalinan Al-Qur’an ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang


disetujui oleh Khalifah Usman. Di antara ketentuan-ketentuan itu adalah bahwa mereka
menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat Mansukh dan tidak
diyakini dibaca kembali dimasa hidup Nabi saw. Tulisannya secara maksimal maupun
diakomodasi ira’at yang berbeda-beda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang
tidak termasuk ayat Al-Qur’an. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang
mereka gunakan ini.

Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf. Karena cara
penulisan disetujui oleh Usman sehingga sering pula dibangsakan oleh Usman. Sehingga
mereka sebut rasm Usman atau rasm al-Usmani. Namun demikian pengertian rasm ini
terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman Usman dan tidak mencakup rasm Abu Bakar
pada zaman Nabi saw. Bahkan, Khalifah Usman membakar salinan-salinan mushaf tim 4
karena kawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan dikalangan uman Islam.
Hal ini nanti membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang
kewajiban mengikuti rasm Usmani.9

D. Pendapat Ulama Tentang Rasm Al-Qur’an

Kelompok pertama (Jumhur Ulama), berpendapat bahwa pola rasm Usmani bersifat
tauqifi dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahat-sahabat yang ditunjuk dan
dipercaya Nabi saw, dan para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan (ijma’)
dalam hal-hal yang bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi. Bentuk-bentuk
inkonsentensi didalam penulisan Al-Qur’an tidak bisa dilihat hanya berdasarkan standar
penulisan baku, tetapi dibalik itu ada rahasia yang belum dapat terungkap secra
keseluruhan. Pol penulisan tersebut juga dipertahankan para sahabat dan tabi’in.

Kelompok Kedua berpendapat, bahwa pola penulisan di dalam rasm Usmani tidak
bersifat taufiqi, tetapi hanya bersifat ijtihad para sahabat. Tidak ditemukan riwayat Nabi
mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat yang dikutip oleh rajab
Farjani. Sesungguhnya Rasulullah SAW. Memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi tidak

9
Ibid. h.30-31
memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak melarang menulisnya dengan pola-
pola tertentu. Karena itu ada perbedaan model-model penulisan Al-Qur’an dalam mushaf-
mushaf mereka. Ada yang menulis suatu lafaz Al-Qur’an sesuai dengan bunyi lafaz itu,
ada yang menambah atau menguranginya, karena mereka tau itu hanya cara. Karena itu
dibenarkan menulis mushaf dengan pola-pola penulisan masa lalu atau pola-pola baru.

Kelompok ketiga Mengatakan, bahwa penulisan Al-Qur’an dengan rasm Imla’I


dapat dibenarkan, tetapi kusus bagi orang awam. Bagi para ulama atau yang memahami
rasm Usmani, tetap wajib mempertahankan keaslian rasm tersebut. Pendapat ini diperkuat
al-Zarqani dengan mengatakan bahwa rasm Imla’I diperlukan untuk menghindarkan umat
dari kesalahan membaca Al-Qur’an, sedang rasm Usmani diperlukan untuk memelihara
keaslihan msuhaf Al-Qur’an Dan pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai
dengan kondisi umat. Memang tidak tidak ditemukan nashditemukan nash yang jelas
diwajibkan penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani. Namun demikian, kesepakatan para
penulis Al-Qur’an dengan rasm usmani harus di indahkan dalam pengertian
menjadikannya sebagia rujuan yang keberadaannya tidak bole hilang dari masyarakat
islam

Dari ketiga pendapat diatas penulis lebih cenderung menyatakan, bahwa untuk
penulisan Al-Qur’an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam, mmesti mengikuti dan
berpedoman kepada rasm usmani, hal ini mengingat pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut:

1. Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam dalam pola
penulisannya, sesuai dengan pedoman aslinya.

2. Pola penulisan Al-Qur’an dengan rasm Usmani, kalaupun tidak bersifat taifiqi
minimal telah merupakan ijma’ atau kesepakatan para sahabat Nabi. Ijla’ sahabat memiliki
kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti, termasuk dalam penulisan Al-Qur’an dengan
rasm Usmani (bila dimaksutkan sebagai kitab suci secara utuh).

3. Pola penulisan Al-Qur’an berdasarkan rasm Usmani boleh dikatakansebagian besar


sesuaidengan kaidah-kaidah rasm Imla’I dan hanya sebagian kecil saja yang menyalahi
atau beerbedadengan rasm Imla’i. 10

10
Muhammad Ibnu Abdillah Al-Zarqazi, al-Burhan fi Ulum Ai-Qur’an, (Jilid I, Cairo: Maktabah: Isla al-babi al- Halabi wa
syirkah, 1972), h. 376-403.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ilmu rasm merupakan ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushaf Al-Qur’an
yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafadz-lafadznya maupun
bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Secara umum mayoritas ulama menggunakan dua
istilah rasm dalam penulisan al-Qur’an, yakni rasm Usmani dan rasm Imla’i atau rasm
Qiyasi.

Istilah Rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Al-Qur’an yang digunakan
Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an.
Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari Mus bin zubair, Said bin Al-
Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu.
Rasm Usmani mempunyai beberapa kaidah-kaidah:

a. Kaidah buang (al-Hadzf),

b. Kaidah penambahan (al-Ziyadah),

c. Kaidah mengganti (al-Badal),

d. Kaidah hamzah (al-hamzah),

e. Kaidah sambung dan pisah (wask wa al-fashl),

f. Kata yang terdapat dua qiraat dan ditulis salah satunya.

Sistem penulisan dengan rasm qiyasi atau rasm imla’i, yaitu penulisan kata sesuai
dengan pelafalan atau bacaannya. Namun penting dicatat, bahwa kata-kata yang sudah
mahsyur dan baku, seperti ar-rahman )‫(الرحمن‬, as-soluh )‫(الصلوة‬, az-zakah )‫(الزكوة‬, ar-
riba )‫(الربوا‬, dan beberapa kata lainnya seperti dzalika )‫(ذلك‬, ha’ula’i (‫)هؤْلء‬, maka
penulisannya tetap sebagaimana tulisan yang mahsyur, sehingga tidak berbeda dengan
mushaf yang ditulis dengan rasm usmani. Jadi, yang dituliskan dengan rasm qiyasi ialah
terhadap kata-kata yang tidak memiliki tulisan baku. Dengan kata lain, tidak ada satupun
ayat Al-Qur’an yang ditulis seluruhnya dengan rasm qiyasi atau rasm imla’i.
SARAN

Makalah ini di susun dengan semaksimal mungkin guna mendapatkan hasil baik
dan optimal. Namun kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat
kami perlukan dan akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Khallaf, Abdull Wahab. Ilmu ushul al-Fiqh: Maktabah al-Da’wa al-Islamiyah. Cet. I Mesir, 1968.
AF, Hasanuddin. Analomi Al-Qur’an perbedaan Qira’at dan pengaruhnya terhadap istimbath
hokum dalam Al-Qur’an: PT Raja Grafindo Persada. Cet. I Jakarta 1995.
Munawir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawir. Yogyakarta: t. tp, 1954.
Khalil, Moenawir. Al-Qur’an dari masa kemasa: CV RAmdani. Cet. IV; Soloh, 1985.
Thoharoh, Atifah. “Mushaf aL-Qur’an Standar Usmani Indonesia dan Mushaf Madinah (Kajian
atas Ilmu Rasm)”, Skripsi, (IAIN Tulungagung: 2018),
Hahuwa, “6 Kaidah Rasm Utsmani (Kaidah Penulisan Al-Qur’an)”,
https://hahuwa.blogspot.com/2019/02/6-kaidah-rasm-utsmani-kaidah-penulisan.html, Diakses pada
24 April 2021.
Fakhrur Rozi, “Dua Perbedaan Penulisan Rasm Dalam Al-Qur’an Cetak”,
https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/386-dua-perbedaan-penulisan-rasm-dalam-al-qur-an-cetak,
Diakses pada 24 April 2021.
Al-Zarkazi, Muhammad Ibnu Abdillah. al-Burhan fi Ulum Ai-Qur’an: Maktabah: Isla al-babi al-
Halabi wa syirkah. Jilid I, Cairo, 1972.

Anda mungkin juga menyukai