Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUHAN

NEONATAL JAUNDICE (HIPERBILIRUBINEMIA)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Klinik Anak
Dosen Pembimbing : Ns. Erni Suprapti, M.Kep

Disusun Oleh :
AQILLA SALSA PERMATANINGAJI
20101440119019

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO
SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Neonatal Jaundice atau Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah secara berlebihan sehingga dapat
menimbulkan perubahan pada bayi baru lahir yaitu warna kuning pada mata,
kulit, dan mata atau biasa disebut dengan jaundice. Hiperbilirubinemia
merupakan peningkatan kadar bilirubin serum yang disebabkan oleh salah
satunya yaitu kelainan bawaan sehingga menyebabkan ikterus (Imron, 2015).
Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan
karena tingginya kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi baru
lahir berwarna kuning pada kulit dan pada bagian putih mata (Mendri dan
Prayogi, 2017).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan proses fisiologis atau patologis dan
dapat juga disebabkan oleh kombinasi keduanya. Hiperbilirubinemia
menyebabkan bayi baru lahir tampak kuning, keadaan tersebut timbul akibat
akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna
ikterus atau kuning pada sklera dan kulit (Kosim, 2012).
Pada keadaan normal kadar bilirubin indirek pada tali pusat bayi baru lahir
yaitu 1 – 3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5 mg/dL per 24 jam.
Bayi baru lahir biasanya akan tampak kuning pada hari kedua dan ketiga dan
memuncak pada hari kedua sampai hari keempat dengan kadar 5 – 6 mg/dL
dan akan turun pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada hari kelima sampai
hari ketujuh akan terjadi penurunan kadar bilirubin sampai dengan kurang
dari 2 mg/dL. Pada kondisi ini bayi baru lahir dikatakan mengalami
hiperbilirubinemia fisiologis (Stoll et al, 2004).
Pada hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis, ikterus atau kuning
akan muncul pada 24 jam pertama kehidupan. Kadar bilirubin akan
meningkat lebih dari 0,5 mg/dL per jam. Hiperbilirubinemia patologis akan
menetap pada bayi aterm setelah 8 hari dan setelah 14 hari pada bayi preterm
(Martin et al, 2004)
Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi
akan terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin
berpotensi menjadi toksik. Hal ini akan menyebabkan kematian bayi baru
lahir dan apabila bayi bertahan hidup dalam jangka panjang akan
menyebabkan sekuele neurologis (Kosim, 2012)..
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian hiperbilirubinemia yang
ditemukan serta besarnya resiko yang ditimbulkan sehingga penulis
termotivasi untuk membahas tentang asfiksia sedang.

B. Tujuan
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan
hiperbilirubinemia.
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2010: 133.
Hyperbilirubin adalah suatu kondisi bayi baru lahir dimana kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan
ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. (Hidayat,
2010: 94).
Hyperbilirubinemia tak terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum
indirek ≥ 1 mg/ dl untuk bayi cukup bulan atau ≥ 4-5 mg/ dl untuk bayi
premature. Hyperbilirubinemia terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum
direk ≥ 3 mg/ dl atau fraksi > 10% sampai 15% bilirubin serum total. Hal
ini disebabkan keegagalan bilirubin terkonjugasi diekskresikan dari hepar
(hepatosit) ke duodenum karena deefisiensi sekresi atau aliran empedu
sehingga menyebabkan cedera sel hepar. (Haws, 2017: 202)

B. Etiologi
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin
karena tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah
mengalami pemecahan sel yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia
juga dapat disebabkan karena penurunan uptake dalam hati, penurunan
konjugasi oleh hati, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
disebabkan oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati
pada bayi tidak dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke
dalam air yang selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke
dalam usus menjadi urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar
bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru
lahir (Anggraini, 2016).
C. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar
bilirubin serum total yang lebih dari 5 mg/ dl, disebabkan oleh predisposisi
neonatal untuk memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuan untuk
mengekskresikannya. Dari definisinya, tidak ada ketidaknormalan lain
atau proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada
kulit dan membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak
ter-konjungsi. Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin
yang sudah tua atau sel darah merah yang mengalami hemolisis. Pada
neonates, sel darah merah mengalami pergantian yang lebih tinggi dan
waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi
bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan factor
yang membatasi ekskresi bilirubin.
Bilirubin tak terkonjugasi atau indirek bersifat larut lemak dan
mengikat albumin plasma. Bilirubin kemudian diterima oleh hati, tempat
konjugasinya. Bilirubin terkonjugasi atau direk diekskresikan dalam
bentuk empedu ke dalam usus. Di dalam usus, bakteri meerubah bilirubin
terkonjugasi atau direk menjadi urobilinogen. Mayoritas urobilinogen
yang sangat mampu larut diekskresikan kembali oleh hepar dan
dieliminasi ke dalam feses, ginjal mengekskresikaan 5% urobilinogen.
Peningkatan kerusakan sel darah merah dan ketidakmatangan hepar tidak
hanya menambah peningkatan kadar bilirubin, tetapi bakteri usus lain
dapat mendekonjugasibilirubin, yang memungkinkan reabsorpsi ke dalam
sirkulasi dan selanjutnya meningkatkan kadar bilirubin. (Betz, 2009: 207).
D. PHATWAY
Hemoglobin

Hemo Globin

Feco Biliverdin

Peningkatan destruksi eritrosit Pemecahan bilirubin


(gangguan konjugasi bilirubin / berlebih
gangguan transport
bilirubin/peningkatan siklus Suplai bilirubin
enteropetik) Hb dan eritrosit abnormal melebihi
tampungan hepar

Hepar tidak mampu


melakukan konjugasi
Peningkatan bilirubin unjongned
Ikterik neonatus dlm darah menyebabkan Sebagian masuk
pengeluaran mekonium kembali ke siklus
terlambat/obstruksi usus shg emerohepatik
Ikterus pd sclera leher tinja berwarna pucat
dan badan,
peningkatan bilirubin
indirect 12 mg/dl

Resiko kerusakan Indikasi fototerapi


integritas kulit

Sinar dengan
Gangguan suhu tubuh intensitas Resiko cedera
tinggi

Ketidakefektifan Resiko kurangnya


termoregulasi volume cairan tubuh
E. Tanda dan Gejala
1. Tampak ikterus; sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa.
Jaundice yang tamapak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu diabetic atau
infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan
memuncak pada hari ke lima sampai tujuh yang biasanya merupakan
jaundice fisiologis.
2. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirrubin direk) kulit tampak beerwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus berat
3. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 134)

F. Klasifikasi
1. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul
pada 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada
hiperbilirubinemia fisiologis peningkatan kadar bilirubin total tidak
lebih dari 5mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, hiperbilirubinemia
fisiologis akan mencapai puncaknya pada 72 jam setelah bayi
dilahirkan dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72
jam awal kelahiran kadar bilirubin akan meningkat sampai dengan 2 –
3 mg/dL kemudian pada hari ke-5 serum bilirubin akan turun sampai
dengan 3mg/dL (Hackel, 2004)
Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secara
perlahan sampai dengan normal pada hari ke-11 sampai hari ke-12.
Pada Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kurang bulan
(premature) bilirubin mencapai puncak pada 120 jam pertama dengan
peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan akan menurun
setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
2. Hiperbilirubinemia Patologis
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus
pada bayi baru lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi
dilahirkan. Pada hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin
total akan meningkat lebih dari 5 mg/dL per hari. Pada bayi cukup
bulan, kadar serum bilirubin akan meningkat sebanyak 12 mg/dL
sedangkan pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum bilirubin
total akan meningkat hingga 15 mg/dL. Ikterus biasanya berlangsung
kurang lebih satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari dua
minggu pada bayi kurang bulan (Imron, 2015).

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan terapeutik pada
bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :
a. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir disebabkan oleh infeksi.
b. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis. Fototerapi
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin
c. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance
hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Akan tetapi
fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan untuk mengatsi
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
d. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.

H. Pengobatan
1. Fototerapi
Fototerapi adalah metode perawatan bayi kuning yang memanfaatkan
paparan cahaya khusus untuk menghancurkan bilirubin dalam tubuh
bayi agar mudah dikeluarkan melalui urine atau tinja.
Fototerapi sangat efektif untuk mengobati bayi kuning dengan efek
samping yang relatif ringan, seperti ruam atau diare. Saat menjalani
fototerapi, bayi akan diberikan pelindung mata agar sinar fototerapi
tidak merusak mata bayi.
2. Pemberian suntikan imunoglobulin (IVIG)
Pengobatan ini diberikan jika penyakit kuning yang diderita bayi
disebabkan oleh golongan darah yang berbeda antara bayi dan ibu.
Bayi yang memiliki golongan darah berbeda dapat
membawa antibodi tertentu dari ibu dan membuat produksi bilirubin
meningkat.
Pemberian suntikan imunoglobulin bertujuan untuk mengurangi
antibodi penyebab tingginya kadar bilirubin tersebut.
3. Transfusi darah
Cara ini dilakukan dengan mengambil darah bayi, kemudian
menggantinya dengan darah yang cocok dari donor atau bank darah.
Prosedur ini biasanya berlangsung selama beberapa jam dan selama
itu pula, kondisi bayi akan terus diawasi oleh dokter dan perawat di
rumah sakit.
Apabila bayi kuning tidak berbahaya dan bisa dirawat di rumah,
dokter mungkin akan menyarankan bayi agar lebih sering disusui dan
dijemur di bawah sinar matahari pagi.
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum: pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai
puncak kira-kira 6 mg/ dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Kadar
bilirubin yang lebih dari 14 mg/ dl adalah tidak fisiologis
b. Ultrasound: untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
c. Radioisotope scan: dapat digunakan untuk meembantu membedakan
hepatitis dari atresia biliary (Suriadi dan Yuliani, 2010: 136).

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Terjadi pada bayi yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan
terganggu
2. Keluhan utama
3. Riwayat penayakit sekarang
Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 37 sampai 38 minnggu,berat
badan < 2.500-4000 gram,apgar pada 1 sampai 5 menit,0 sampai 3
menunjukkan kegawatan yang parah,4 sampai 6 kegawatan sedang,dan
7-10 normal 
4. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kehamilan ganda,hidramnion
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB
Paru,Tumor kandungan,Kista,Hipertensi
6. ADL
a. Pola Nutrisi :
b. Pola Istirahat tidur :
c. Pola Personal hygiene :
d. Pola Aktivitas :
e. Pola Eliminasi :
7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1). Kesadaran compos mentis
2). Nadi : 180X/menit pada menit I kemudian menurun sampai 120-
140X/menit
3). RR : 80X/menit pada menit I kemudian menurun sampai
40X/menit
4). Suhu : kurang dari 36,5 C
b. Pemeriksaan Fisik
1). Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung
rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop),
warna kulit bayi sianosis atau pucat, pengisisan capilary
refill (kurang dari 2-3 detik).
2). Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung,
penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi
dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi
pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
3). Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut
bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah,
warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik,
konsistensi dan bau), refleks menelan dan megisap yang lemah.
4). Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
5). Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks
moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi
fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon
pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna,
lembut dan lunak.
6). Sistem thermogulasi (suhu) :Suhu kulit dan aksila, suhu
lingkungan.
7). Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,
terkelupas.
8). Pemeriksaan fisik : Berat badan 2500-4000 gram , panjang badan
sama dengan 48-52 cm, lingkar kepala sama dengan 33-35 cm,
lingkar dada sama dengan 30-38 cm, lingkar lengan atas, lingkar
perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan
wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki
skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis belum
turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.

B. Diagnosa Keperawatan
1.Ikterik Neonatus b.d Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
2.Risiko gangguan integritas kulit/jaringan b.d Terapi radiasi

C. Intervensi
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Intervensi
Perawatan
1. Ikterik Neonatus Setelah dilakukan Fototerpi neonatus
b.d Kesulitan
tindakan keperawatan Observasi
transisi ke
kehidupan ekstra selama 2 x 24 jam - Monitor efek samping fototerapi
uterin
diharapkan adaptasi - Monitor suhu dan tanda vital
neonatus dapat teratasi Terapeutik
dengan kriteria hasil : - Siapkan lampu fototerapi dan

- Membran inkubator atau kotak bayi

mukosa - Lepaskan pakaian bayi kecuali


kuning dari popok
skala 1 - Berikan penutup mata pada bayi
(meningkat - Ukur jarak antara lampu dan
menjadi skala permukaan kulit bayi
5 (menurun) - Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
- Kulit kuning fototerapi secara berkelanjutan
dari skala 1 - Ganti segera popok bayi bila
(meningkat BAB/BAK
menjadi skala - Gunakan linen berwarna putih agar
5 (menurun) dapat memantulkan cahaya
sebanyak mungkin
Edukasi
- Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-
30 menit
- Anjurkan ibu menyusui sesering
mungkin
Kolaborasi
- Kolaborasi pemeriksaan darah vena
bilirubin direk dan indirek
2. Risiko gangguan Setelah dilakukan Pemantauan nutrisi
integritas tindakan keperawatan Observasi
kulit/jaringan b.d selama 2 x 24 jam - Identifikasi kelainan pada kulit
Terapi radiasi diharapkan masalah Terapeutik
termoregulasi dapat
- Timbang berat badan
teratasi dengan kriteria
hasil :
- Suhu tubuh
berada
direntang
normal
- Suhu kulit
berada
direntang
normal
- Tekanan
darah berada
direntang
normal

D.Evaluasi
Merupakan tahap akhir dan suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan
sesama tenaga kesehatan (wijaya & Putri, 2013). Dalam menentukan
tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post
Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan.
Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan
didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Cecily, Lynn Betz. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri, Ed 5. Jakarta: EGC
Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Djitowiyono & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperawatan Neonatus dan
Anak. Nuha medika.Yogyakarta.
Haws & Paulette S. (2017). Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
Hidayat, A & aziz Alimul. (2010). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikam Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. (2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak.
Jakarta: TIM
Suriadi dan Rita Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:
Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai