Anda di halaman 1dari 63

THE PRINCESS AND THE QUEEN

OR
THE BLACKS AND THE GREENS

(Sang Puteri dan Sang Ratu


Atau
Kaum Hitam dan Kaum Hijau)

Sejarah Asal-Usul, Penyebab, Pertempuran, dan Pengkhianatan dari Pertumpahan Darah Paling
Tragis yang lebih dikenal dengan sebutan Tarian Para Naga, sebagaimana ditulis oleh Archmaester
Gyldayn dari Citadel, Oldtown.

(diterjemahkan dari bahasa Westeros oleh George RR Martin)

“Tarian Para Naga” (The Dance of The Dragons) adalah nama yang indah untuk sebuah pertarungan
yang ganas dan saling menghancurkan demi meraih Tahta Iron Throne di Westeros. Pertarungan ini
terjadi di antara dua cabang dari House Targaryen yang saling bersaing satu sama lain, dalam kurun
waktu antara tahun 129-131 AC. Menamai peristiwa-peristiwa kelam, bergejolak, dan berdarah-
darah yang terjadi di dalam kurun waktu ini sebagai “Tarian” sebenarnya sama sekali tidak pantas.
Pasti istilah “Tarian” ini dikarang oleh seorang penyanyi balada keliling. “Kematian Para Naga”
(The Dying of The Dragons) sebenarnya lebih cocok, namun tradisi dan kurun waktu sudah
terlanjur menggunakan istilah “Tarian” di dalam catatan sejarah, jadi terpaksalah kita ikut
menggunakan istilah ini.

Ada dua pihak yang mengklaim hak atas Tahta Iron Throne saat Raja Viserys I Targaryen wafat:
puterinya Rhaenyra, satu-satunya anak yang bertahan hidup dari pernikahan pertama Sang Raja, dan
Aegon, putera sulung yang lahir dari pernikahan Raja yang kedua kalinya. Di tengah-tengah
kekacauan dan pertumpahan darah yang muncul akibat persaingan mereka berdua, bermunculanlah
calon-calon raja yang ikut-ikutan mengklaim hak atas tahta. Dengan penuh lagak mereka bergaya
seperti aktor di atas panggung sandiwara, hanya untuk mengalami kejatuhan dengan cepat, secepat
naiknya mereka ke atas panggung kejayaan.

“Tarian Para Naga” ini telah memecah Negeri Tujuh Kerajaan menjadi dua bagian. Para Lord
bangsawan, Kaum Ksatria, dan rakyat jelata masing-masing menyatakan dukungan mereka ke salah
satu pihak, dan mengangkat senjata untuk berperang satu sama lain. Bahkan House Targaryenpun
ikut terpecah, ketika sanak kerabat, saudara, dan anak-anak dari kedua belah pihak terlibat dalam
pertarungan ini. Dalam peperangan yang berlangsung selama lebih dari dua tahun ini, para
bangsawan tinggi Westeros, bersama dengan para bawahan mereka, kaum ksatria, dan rakyat jelata
harus menanggung kehancuran yang sangat mengerikan. Walaupun Dinasti Targaryen berhasil
bertahan, di akhir peperangan kekuatan House Targaryen menurun drastis, dan para Naga yang
tersisa di dunia pun jumlahnya berkurang banyak.

“Tarian Para Naga” sangat berbeda dengan peperangan lain yang pernah terjadi di dalam sejarah
panjang Negeri Tujuh Kerajaan. Walaupun banyak pasukan yang berbaris dan saling berhadapan di
medan perang yang ganas, kebanyakan pembantaiannya justru terjadi di atas air, dan...terutama...di
udara, saat Naga bertarung melawan Naga, dengan taring, cakar, dan semburan api. Peperangan ini
juga diwarnai dengan serangan gelap, pembunuhan, dan pengkhianatan. Sebuah perang yang terjadi
di balik bayang-bayang kegelapan, di lorong tangga, ruang rapat dewan kerajaan, dan lapangan
kastil. Sebuah peperangan yang melibatkan pisau, dusta, dan racun.
Ibarat bara api dalam sekam, perselisihan yang selama ini terpendam akhirnya pecah menjadi
konflik terbuka pada Tanggal 3 Bulan 3 Tahun 129 AC, saat Raja Viserys I Targaryen yang sedang
berbaring sakit di tempat tidurnya menutup mata untuk tidur siang di Istana Red Keep, Ibukota
King's Landing. Beliau wafat tanpa pernah membuka matanya kembali. Jenasah beliau ditemukan
oleh pelayan di Jam Kelelawar, saat beliau seharusnya minum obat. Pelayan itu berlari untuk
memberitahu Ratu Alicent, yang apartemennya terletak satu lantai di bawah apartemen Raja.

Pelayan itu memberitahukan kabar buruk tentang Raja langsung kepada Sang Ratu, dan hanya
kepada beliau, tanpa membunyikan lonceng pengumuman; wafatnya Sang Raja telah diantisipasi
sejak lama, dan Ratu Alicent dan para pengikutnya, Kaum Hijau, telah memberi instruksi kepada
para pengawal dan pelayan Raja Viserys mengenai apa yang harus dilakukan bila saatnya tiba.

Ratu Alicent segera berangkat ke kamar Raja, dengan didampingi oleh Ser Criston Cole, Lord
Commander of The Kingsguard. Begitu mereka memastikan bahwa Raja Viserys telah wafat, Sang
Ratu memerintahkan agar kamar Raja disegel dan dijaga. Pelayan yang menemukan jenasah Raja
dimasukkan ke dalam tahanan, agar dia tidak menyebarkan berita ke siapapun. Ser Criston kembali
ke White Sword Tower (Menara Pedang Putih-Markas Besar Kingsguard), dan mengutus para
anggota Kingsguard untuk memanggil para anggota Dewan Penasihat Raja (Small Council). Waktu
itu Jam Burung Hantu.

Baik waktu itu maupun sekarang, Persaudaraan Kingsguard terdiri atas 7 Ksatria, orang-orang yang
terbukti setia dan ketangguhan mereka tidak diragukan lagi. Mereka telah bersumpah untuk
mengabdikan hidup mereka guna melindungi Raja dan sanak keluarganya. Hanya ada 5 anggota
Kingsguard yang berada di King's Landing saat Viserys wafat: Ser Criston sendiri, Ser Arryk
Cargyll, Ser Rickard Thorne, Ser Steffon Darklyn, dan Ser Willis Fell. Ser Erryk Cargyll (saudara
kembar Ser Arryk) dan Ser Lorent Marbrand sedang bersama Princess Rhaenyra di Dragonstone,
dan sama sekali tidak tahu dan tidak terlibat ketika kelima anggota Kingsguard bergerak di tengah
malam untuk membangunkan para anggota Small Council (Dewan Penasehat Raja) dari tidur
mereka.

Yang berkumpul di kamar Sang Ratu-saat jenasah Sang Raja mulai menjadi dingin-adalah Ratu
Alicent sendiri; ayahnya, Ser Otto Hightower-Hand of The King; Ser Criston Cole-Lord
Commander of The Kingsguard; Grand Maester Orwyle; Lord Lyman Beesbury-Master of Coin,
seorang pria tua berusia 80 tahun; Ser Tyland Lannister, Master of Ships-saudara dari Lord of
Casterly Rock; Larys Strong, yang dijuluki Larys Clubfoot (si Kaki Pengkor)-Lord of Harrenhal
dan Master of Whisperers; dan Lord Jasper Wylde, yang dijuluki Ironrod (si Tongkat Besi), Master
of Laws.

Grand Maester Orwyle membuka rapat dengan membahas prosedur dan tradisi yang harus
dilakukan bila Sang Raja wafat. “Septon Eustace harus dipanggil untuk menjalankan ritual
pengurapan minyak bagi jenasah Raja, dan berdoa bagi jiwa almarhum Raja. Kita harus segera
mengirim gagak ke Dragonstone untuk memberitahu Puteri Rhaenyra bahwa ayahnya telah tiada.
Mungkin Yang Mulia Ratu berkenan menuliskan berita ini, dan meringankan kabar duka ini dengan
ucapan belasungkawa? Lonceng selalu dibunyikan untuk memberitakan wafatnya Sang Raja, jadi
tolong pastikan ada yang membunyikan lonceng itu, dan tentu saja kita harus mulai membuat
persiapan untuk melantik Ratu Rhaenyra...”

Ser Otto Hightower memotong pembicaraannya. “Semua ini harus ditunda dulu,” katanya, “sampai
masalah suksesi selesai ditetapkan.” Sebagai Hand of The King, ia punya wewenang untuk
berbicara atas nama Raja, bahkan untuk duduk di Tahta Iron Throne jika Raja sedang berhalangan
hadir. Viserys telah mengaruniakan kepadanya wewenang untuk memerintah Seven Kingdoms, dan
“sampai saat Raja kita yang baru telah dilantik,” aturan ini tetap berlaku.
“Sampai saat Ratu kita yang baru telah dilantik,” kata Lord Beesbury dengan nada tajam.

“Raja,” Ratu Alicent bersikeras. “Tahta Iron Throne sudah seharusnya diwarisi oleh putera tertua
Yang Mulia.”

Diskusi ini berlangsung sepanjang malam sampai pagi. Lord Beesbury berbicara membela Puteri
Rhaenyra. Sang Master of Coin, yang telah mengabdi sejak dari masa pemerintahan Raja Viserys
dan kakeknya, Raja Jaehaerys, mengingatkan Dewan bahwa Rhaenyra lebih tua daripada semua
saudaranya yang lain, memiliki darah Targaryen yang lebih kental, dan bahwa almarhum Raja telah
menunjuknya sebagai ahli warisnya, dan berulang kali menolak untuk mengubah keputusannya
mengenai suksesi tahta walaupun Ratu Alicent dan Kaum Hijau telah berulang kali memohon, dan
bahwa ratusan Lords dan Ksatria telah menyembah di hadapannya pada tahun 105 AC, dan telah
bersumpah untuk membela hak Rhaenyra.

Namun semua perkataan ini tidak dihiraukan oleh mereka. Ser Tyland mengingatkan bahwa
kebanyakan Lord yang telah bersumpah untuk membela Puteri Rhaenyra sudah lama meninggal
dunia. “Sudah 24 tahun berlalu,” katanya. “aku sendiri tidak pernah mengucapkan sumpah
semacam itu, karena waktu itu aku masih anak-anak.” Ironrod, Sang Master of Laws, mengutip
hasil sidang Great Council of 101 dan keputusan Raja Jaehaerys untuk memilih anak lelakinya,
Baelon sebagai calon pewaris tahta, bukannya cucu perempuannya, Rhaenys, di tahun 92 AC.
Kemudian ia berbicara panjang lebar tentang Aegon Sang Penakluk dan adik-adik perempuannya,
dan tradisi keramat Bangsa Andal di mana hak anak lelaki yang sah selalu mendahului hak anak
perempuan. Ser Otto mengingatkan mereka bahwa suami Rhaenyra adalah Pangeran Daemon
Targaryen, dan, “kita semua tahu sifat manusia yang satu itu. Jangan salah. Jika Rhaenyra yang
bersemayam di Tahta Iron Throne, Daemonlah yang akan memerintah di atas kita. Suami Sang
Ratu, yang sama kejam dan tidak kenal ampunnya dengan Raja Maegor. Kepalakulah yang akan
pertama kali dipenggal, itu pasti. Namun, Ratumu, Alicent, yang juga adalah puteriku, akan segera
menyusul.”

Ratu Alicent mengatakan hal yang sama,”dan mereka pun tidak akan mengampuni anak-anakku.
Aegon dan adik-adiknya adalah anak-anak lelaki yang sah dari Raja, dan lebih berhak untuk
mengklaim Tahta daripada anak-anak haram dari perempuan itu. Daemon akan mencari-cari alasan
untuk menghabisi mereka semua. Bahkan Helaena dan anak-anaknya. Salah satu dari anak Strong
itulah yang merusak mata Aemond. Jangan lupakan itu. Memang waktu itu dia masih kecil, tapi
sekarang bocah itu sudah dewasa, dan sudah dari sananya anak haram itu buruk sifatnya.”

Ser Criston Cole berbicara. Ia mengingatkan mereka bahwa jika Puteri Rhaenyra naik tahta,
Jacaerys Velaryonlah yang akan menggantikan Rhaenyra kelak. “Celakalah negeri ini jika kita
menaruh seorang anak haram di Tahta Iron Throne.” Ia berbicara mengenai kebejatan moral
Rhaenyra dan reputasi buruk suaminya, Daemon. “Mereka akan mengubah Istana Red Keep
menjadi rumah pelacuran. Tidak ada anak gadis maupun istri orang yang lolos. Bahkan anak-anak
lelaki sekalipun...kita semua tahu sifat Laenor.”

Tidak tercatat bahwa Lord Larys Strong mengucapkan sepatah katapun di sepanjang debat ini,
namun hal ini tidaklah aneh. Walaupun ia bisa berbicara dengan fasih bilamana diperlukan, Sang
Master of Whisperers menyimpan perkataannya seperti orang pelit menyimpan emas, dan lebih
memilih untuk mendengarkan daripada berbicara.

“Jika kita lakukan ini,” Grand Maester Orwyle memperingatkan Dewan, “pasti akan mengakibatkan
perang. Sang Puteri tidak akan mundur baik-baik, dan dia punya Naga.”
“Dan teman-teman,” kata Lord Beesbury. “Orang-orang terhormat, yang tidak akan melupakan
sumpah yang mereka ucapkan di hadapan Rhaenyra dan ayahnya. Aku sudah tua, tapi tidak sebegitu
tuanya sampai-sampai hanya duduk diam di sini sementara orang-orang seperti kalian bersekongkol
untuk mencuri mahkota miliknya.” Sambil berkata begitu, dia bangkit untuk pergi.

Namun Ser Criston Cole memaksa Lord Beesbury untuk kembali duduk di kursinya, lalu merobek
tenggorokannya dengan pisau belati.

Maka, darah pertama yang tertumpah dalam “Tarian Para Naga” adalah darah dari Lord Lyman
Beesbury, Master of Coin dan Bendahara Kerajaan 7 Kingdoms.

Setelah kematian Lord Beesbury, tidak ada lagi suara protes. Sepanjang malam itu mereka habiskan
untuk menyusun rencana pelantikan Raja baru (semua sepakat, pelantikan ini harus dilakukan
secepatnya), dan menyusun daftar mereka yang berpotensi menjadi sekutu maupun musuh, jika
Puteri Rhaenyra menolak pelantikan Raja Aegon. Karena Sang Puteri sedang berada di Dragonstone
dan hendak melahirkan, Kaum Hijau lebih unggul selangkah; semakin lama Rhaenyra mengetahui
wafatnya Sang Raja, semakin terlambat baginya untuk bergerak. “Siapa tahu wanita jalang itu tewas
saat melahirkan,” kata Ratu Alicent.

Tidak ada gagak pembawa berita yang terbang malam itu. Tidak ada lonceng yang dibunyikan. Para
pelayan yang mengetahui wafatnya Sang Raja dikirim ke penjara bawah tanah. Ser Criston Cole
bertugas “mengamankan” Kaum Hitam yang berada di istana, yaitu para Lord dan Ksatria yang
mungkin ingin mendukung Puteri Rhaenyra. “Jangan bertindak keras kepada mereka, kecuali kalau
mereka melawan,” perintah Ser Otto Hightower. “Mereka yang sudi bertekuk lutut dan bersumpah
setia kepada Raja Aegon tidak akan kita sakiti.”

“Bagaimana dengan mereka yang tidak mau?” tanya Grand Maester Orwyle.

“Mereka adalah pengkhianat,” kata Si Tongkat Besi, “dan harus mati sebagaimana layaknya
pengkhianat.”

Lord Larys Strong, Sang Master of Whisperers, kemudian berkata untuk pertama dan terakhir
kalinya, “ Marilah kita menjadi yang pertama untuk mengambil sumpah. Supaya jangan ada
pengkhianat di antara kita.” Setelah mencabut belati, Si Kaki Bengkok menggoreskan belati itu di
atas telapak tangannya. “Sebuah sumpah darah,” desaknya,”untuk menyatukan kita semua di sini,
sebagai saudara seperjuangan sampai kita meninggal.” Maka setiap anggota persekongkolan itu
menggores telapak tangan mereka dan saling menepuk tangan satu sama lain, sambil bersumpah
untuk menjadi saudara seperjuangan. Hanya Ratu Alicent yang tidak perlu ikut bersumpah, karena
beliau seorang wanita.

Fajar telah menyingsing di atas kota ketika Ratu Alicent mengutus para Kingsguard untuk
membawa anak-anaknya menghadap Dewan. Pangeran Daeron, yang hatinya paling lembut di
antara semua anak-anaknya, menangisi wafatnya Sang Raja. Pangeran Aemond, Si Mata Satu, yang
berusia 19 tahun, ditemukan berada di ruang persenjataan, sedang memakai baju besi untuk
persiapan latihan di lapangan istana. “Apakah si Aegon yang menjadi Raja,” tanyanya kepada Ser
Willis Fell, “atau haruskah kita berlutut dan mencium vagina si pelacur tua itu?” Puteri Helaena
sedang sarapan bersama anak-anaknya ketika Kingsguard menjemputnya. Namun ketika ditanya
mengenai keberadaan Aegon, kakak sekaligus suaminya, Puteri Helaena cuma berkata, “percayalah,
dia tidak ada di ranjangku. Silakan cari di balik selimut kalau mau.”

Pangeran Aegon sedang bersama gundiknya saat ia ditemukan. Mula-mula ia menolak untuk ambil
bagian dalam rencana ibunya, Sang Ratu. “Kakakku Rhaenyra-lah sang ahli waris, bukan aku,”
katanya. “Adik macam apa yang tega merebut hak waris kakaknya?” Hanya setelah Ser Criston
meyakinkan Aegon bahwa Puteri Rhaenyra pasti akan menghabisi Aegon dan adik-adiknya jika dia
naik tahta, barulah Aegon menyerah. “Selama anak kandung keluarga Targaryen yang sah masih
ada, tidak ada keturunan keluarga Strong yang bisa berharap untuk menduduki Tahta Iron Throne,”
kata Cole. “Rhaenyra tidak punya pilihan kecuali memenggal kepala kalian semua jika ia ingin agar
anak-anak haramnya kelak naik tahta menggantikan dirinya.” Cuma perkataan ini yang akhirnya
bisa membuat Aegon bersedia menerima mahkota yang ditawarkan Dewan kepadanya.

Ser Tyland Lannister diangkat menjadi Master of Coins menggantikan almarhum Lord Beesbury,
dan segera mengambil alih kas kerajaan. Harta kerajaan dibagi menjadi 4 bagian. Satu bagian
dititipkan di Iron Bank of Braavos, Satu bagian dikirim dengan pengawalan ketat ke Casterly Rock,
Satu bagian lagi dikirim ke Oldtown. Sisanya akan digunakan untuk hadiah dan uang suap, dan
menyewa sellsword (tentara bayaran) bila diperlukan. Untuk menggantikan Ser Tyland sebagai
Master of Ships, Ser Otto mengalihkan pandangan ke Iron Islands. Ia mengirimkan gagak ke Dalton
Greyjoy, Si Kraken Merah, Sang Lord Reaper of Pyke, yang bernyali besar dan haus darah
walaupun baru berusia 16 tahun. Ser Otto menawari Dalton Greyjoy jabatan Laksamana dan posisi
di Dewan Penasihat Raja, jika ia mau memihak mereka.

Hari demi hari terus berlalu. Tidak ada Septon maupun Silent Sisters yang dipanggil ke kamar tidur
Raja Viserys, di mana jenasah almarhum mulai bengkak membusuk. Tidak ada lonceng yang
dibunyikan. Burung gagak dikirim, tapi tidak ada satupun yang ke Dragonstone, melainkan ke
Oldtown, Casterly Rock, Riverrun, Highgarden, dan ke banyak Lord dan Ksatria yang menurut
Ratu Alicent bersedia memihak puteranya.

Catatan mengenai Sidang Agung Dewan Bangsawan tahun 101 AC dikeluarkan dan dipelajari.
Nama-nama Lord yang waktu itu memihak Viserys, atau Rhaenys, atau Laenor ditandai satu
persatu. Para Lord yang berkumpul waktu itu kebanyakan lebih menyetujui anak lelaki sebagai ahli
waris tahta daripada anak perempuan, dengan rasio 20 banding 1. Namun, ada juga yang lebih
memihak anak perempuan, dan para bangsawan ini kemungkinan besar akan memihak Rhaenyra
jika pecah perang. Ser Otto berpendapat bahwa Puteri Rhaenyra akan didukung oleh Lord Velaryon,
si Ular Laut, dan armada laut miliknya. Selain itu, kemungkinan juga ia akan didukung oleh para
bangsawan di kawasan pesisir Timur: House Bar Emmon, Massey, Celtigar, Crabb, dan bahkan
House Tarth dari Evenstar. Namun mereka semua hanyalah house kecil, kecuali House Velaryon.
Pihak Utara harus lebih diwaspadai. Winterfell telah mendukung Rhaenyra saat Sidang Agung di
Harrenhal itu, demikian juga para bawahan House Stark: House Dustin of Barrowton dan House
Manderly of White Harbor. House Arryn juga tidak bisa diandalkan; saat ini Eyrie sedang dipimpin
oleh seorang wanita, Lady Jeyne Arryn, yang dijuluki The Maiden of The Vale. Jika Putri Rhaenyra
disingkirkan, maka haknya untuk memerintah pun akan terancam.

Yang dianggap sebagai ancaman terbesar adalah Storm's End; House Baratheon sejak dahulu adalah
pendukung kuat bagi hak waris Puteri Rhaenyra dan anak-anaknya. Walaupun Lord Boremund telah
meninggal dunia, putranya, Borros Baratheon, bahkan lebih suka berperang daripada ayahnya. Para
bangsawan Stormlands pasti akan mengikuti kepemimpinannya. "Kalau begitu, mari kita pastikan
Lord Borros Baratheon memimpin para bangsawan Stormlands untuk memihak Raja kita," kata
Ratu Alicent. Maka ke sanalah dia mengutus putera keduanya.

Maka, bukan burung gagaklah yang dikirim ke Storm's End hari itu, melainkan Vhagar, Naga
terbesar dan tertua di seluruh Westeros. Vhagar ditunggangi oleh Pangeran Aemond Targaryen,
yang memakai batu safir sebagai ganti bola matanya yang hilang sebelah. "Tujuanmu adalah
menikahi salah satu puteri dari Lord Baratheon," kata kakeknya Ser Otto, sebelum dia berangkat.
"Ada 4 puteri. Yang manapun boleh. Rayu dia, nikahi dia, maka Lord Borros dan seluruh
Stormlands akan memihak kakakmu. Jika kau gagal..."
"Aku tidak akan gagal," wajah Pangeran Aemond merona merah. "Aegon akan mendapatkan
Storm's End, dan aku akan mendapatkan gadis ini."

Saat Pangeran Aemond berangkat, bau busuk dari kamar tidur almarhum Raja telah menyebar ke
seluruh Benteng Maegor's Holdfast, dan banyak gosip dan isu mulai tersebar di seluruh penjuru
istana. Penjara bawah tanah di Istana Red Keep sudah penuh dengan orang-orang yang dikurung
karena dicurigai tidak setia, sampai-sampai High Septon, pimpinan tertinggi agama Faith of The
Seven, mulai bertanya-tanya saking banyaknya orang yang "menghilang". Ia sampai mengirim surat
dari Starry Sept-Pusat Agama Faith of The Seven-di Oldtown, guna menanyakan kabar mereka
yang hilang. Ser Otto, sebagai orang yang sudah terbiasa bekerja dengan penuh perhitungan sebagai
Hand of The King, sebenarnya masih ingin tambahan waktu untuk persiapan. Namun Ratu Alicent
sadar bahwa mereka sudah tidak bisa mengulur waktu lagi. Pangeran Aegon pun sudah lelah
menyimpan rahasia. "Aku jadi Raja, atau tidak?" katanya sambil menuntut kepada ibunya. "Kalau
aku jadi Raja, lantiklah aku."

Lonceng mulai berdentang pada tanggal 10 bulan 3 tahun 129 AC, menandai berakhirnya sebuah
era. Grand Maester Orwyle akhirnya diijinkan untuk mengirim gagak pembawa berita, dan ratusan
ekor burung hitam itu terbang ke seluruh penjuru negeri guna mengabarkan penobatan Aegon
menjadi raja. Silent Sisters akhirnya dipanggil untuk menyiapkan jenasah Raja untuk dikremasi, dan
para utusan menunggang kuda guna menyebarkan kabar berita kepada rakyat King's Landing,
sambil berseru, “Raja Viserys telah wafat. Hidup Raja Aegon!” Saat mendengar seruan itu, sebagian
rakyat menangis, sebagian lagi bersorak sorai. Namun sebagian besar rakyat jelata terdiam, bingung
dan khawatir. Sesekali ada seruan, “Hidup Ratu.”

Sementara itu, persiapan untuk pelantikan Raja dilakukan dengan buru-buru. Kandang Naga
Dragonpitlah yang dipilih sebagai tempat upacara. Di bawah kubah megahnya, terdapat kursi batu
yang cukup untuk menampung 80 ribu orang. Selain itu, temboknya yang tebal, atapnya yang kuat,
dan pintu-pintu tembaganya yang tinggi besar membuat Kandang Naga mudah untuk
dipertahankan, jika ada pengkhianat yang mencoba untuk mengganggu upacara pelantikan.

Pada hari yang telah ditentukan, Ser Criston Cole meletakkan mahkota besi berhiaskan ruby milik
Aegon Sang Penakluk ke atas kepala putra tertua dari Raja Viserys dan Ratu Alicent, sambil
menyatakan dengan resmi bahwa dengan ini dia resmi bergelar Aegon II Targaryen, Raja atas Suku
Andal, Rhoynars dan First Men, Lord Penguasa Negeri Tujuh Kerajaan, and Pelindung Negeri.
Ibunya, Ratu Alicent, ratu kesayangan rakyat, menaruh mahkotanya sendiri di atas kepala putrinya
Helaena, istri sekaligus adik dari Aegon. Setelah mencium pipi Helaena, sang ibu berlutut di
hadapan putrinya, menundukkan kepala, dan berkata, “Ratuku.”

Karena High Septon berada di Oldtown dan ia terlalu tua dan lemah untuk bepergian ke King's
Landing, Septon Eustace-lah yang bertanggungjawab untuk mengurapi dahi Sang Raja dengan
minyak suci dan memberkati beliau di dalam nama Dewa Tujuh. Sebagian kecil hadirin, yang
matanya lebih tajam daripada kebanyakan tamu lainnya, akan menyadari bahwa hanya ada 4
Kingsguard yang mendampingi Raja baru, bukan 5. Aegon II telah mengalami pembelotan
pertamanya semalam, ketika Ser Steffon Darklyn menyelinap keluar dari kota bersama dengan
Squire-nya, 2 orang pelayan, dan 4 pengawal. Dengan berlindung di balik kegelapan malam mereka
berhasil keluar melalui pintu belakang ke suatu tempat. Di sana sebuah perahu nelayan telah
menunggu untuk membawa mereka ke Pulau Dragonstone. Mereka membawa serta sebuah mahkota
curian; sebuah mahkota berbentuk lingkaran kuning keemasan yang dihiasi dengan 7 macam
permata yang berlainan warna. Inilah mahkota yang dulu dikenakan baik oleh Raja Viserys maupun
Raja Jaehaerys. Ketika Pangeran Aegon memutuskan untuk memakai mahkota besi berhiaskan ruby
yang dulu dipakai oleh Raja Aegon I, Ratu Alicent telah memerintahkan agar mahkota milik Raja
Viserys disimpan, namun pelayan yang ditugasi menyimpan mahkota itu justru kabur sambil
membawa mahkota tersebut.

Setelah upacara pelantikan selesai, Pasukan Kingsguard yang tersisa mendampingi Aegon
menghampiri Naga tunggangannya. Seekor hewan yang menakjubkan, dengan sisik keemasan yang
mengkilat dan sayap berwarna merah jambu. Naga berwarna kuning keemasan bagaikan cahaya
fajar ini diberi nama Sunfyre. Maester Munkun melaporkan bahwa Sang Raja terbang mengitari
kota sebanyak 3 kali, sebelum mendarat di balik tembok Istana Red Keep. Ser Arryk Cargyll
membimbing Yang Mulia memasuki ruangan Tahta, di mana Aegon II menaiki anak tangga dari
Tahta Iron Throne di hadapan ribuan Lords dan Ksatria. Sorak sorai bergema di seluruh aula.

Di Pulau Dragonstone, tidak ada sorak-sorai. Sebaliknya, bunyi jeritan menggema di seluruh aula
dan tangga Menara Sea Dragon Tower. Suara itu berasal dari kamar Sang Ratu, di mana Rhaenyra
Targaryen sedang berjuang keras setelah 3 hari menjalani proses persalinan. Bayi ini seharusnya
baru akan lahir bulan depan. Namun, kabar dari King's Landing telah membuat Sang Putri naik
pitam, dan amarahnya rupanya memicu proses kelahiran, seolah-olah bayi yang ada di dalam
kandungannya itu juga merasa marah, dan memaksa untuk keluar. Sang putri meneriakkan sumpah
serapah di sepanjang proses persalinan, memohon agar para dewa mengutuk adik-adik tirinya dan
ibu mereka, sang Ratu, sambil menyebutkan berbagai jenis siksaan yang akan dia lakukan kepada
mereka, sebelum akhirnya ia ijinkan mereka untuk mati. Rhaenyra juga memaki anak yang ada di
dalam kandungannya. “Keluar!” jeritnya, sambil mencakari perutnya sementara sang maester dan
bidan berusaha keras menahan dirinya. “Monster, monster, keluar, keluar, KELUAR!”

Ketika bayi itu akhirnya lahir, ternyata wujudnya memang mengerikan seperti monster: seorang
bayi perempuan yang lahir meninggal, cacat dan rusak, dengan dada berlubang dan ekor yang
bersisik. Anak perempuan yang meninggal itu diberi nama Visenya. Itulah pemberitahuan dari Putri
Rhaenyra pada keesokan harinya, setelah getah candu (milk of the poppy) telah meringankan rasa
sakit yang ia derita. “Visenya adalah putriku satu-satunya, dan mereka telah membunuhnya. Mereka
telah merampas mahkotaku dan membunuh putriku. Mereka harus mempertanggungjawabkan
perbuatan mereka.”

Maka dimulailah “Tarian Para Naga”, saat Sang Putri mengadakan Rapat Dewan Penasehatnya
sendiri. Dewan ini disebut “Dewan Hitam”, lawan dari “Dewan Hijau” yang berada di King's
Landing. Rhaenyra sendiri yang memimpin rapat, dengan didampingi oleh paman sekaligus
suaminya, Pangeran Daemon Targaryen. Ketiga putranya juga turut hadir, walaupun tidak ada
satupun dari mereka yang telah dewasa (Jace baru 15 tahun, Luke 14, dan Joffrey 12). Dua anggota
Kingsguard berdiri di samping mereka : Ser Erryk Cargyll (saudara kembar dari Ser Arryk), dan Ser
Lorent Marbrand. 30 Ksatria, 100 Pemanah, dan 300 prajurit adalah total jumlah dari keseluruhan
Garisun penjaga Dragonstone. Jumlah sebesar itu selama ini dianggap cukup, karena Pulau
Dragonstone memiliki sistem pertahanan yang kuat. “Tapi, kalau untuk pergi berperang dan
menaklukkan musuh, pasukan kita jelas masih sangat kurang,” kata Pangeran Daemon dengan
masam.

Belasan Lord kecil, bawahan dari Pulau Dragonstone, juga hadir. Di antaranya House Celtigar dari
Claw Isle, Staunton dari Rook's Rest, Massey dari Stonedance, Bar Emmon dari Shap Point, dan
Darklyn dari Duskendale. Namun Lord terkuat yang mengerahkan kekuatannya untuk mendukung
Sang Putri adalah Lord Corlys Velaryon dari Driftmark. Walaupun Corlys Velaryon sudah lanjut
usia, ia suka berkata bahwa ia bertahan untuk hidup, “seperti seorang pelaut di tengah laut yang
mati-matian berpegangan pada puing kapal karam. Siapa tahu Dewa Tujuh sengaja memberiku
umur panjang, agar bisa ikut dalam peperangan kali ini.” Bersama dengan Lord Corlys hadir juga
istrinya, Putri Rhaenys Targaryen. Dalam usianya yang 55 tahun, ia berwajah tirus dan bergaris
kerutan, dan rambut keperakan yang mulai beruban. Namun ia masih sama gagah beraninya dengan
saat ketika dia masih berusia 22 tahun. Kadang-kadang oleh rakyat beliau dijuluki “Dia Yang Gagal
Menjadi Ratu”.

Mereka yang hadir di rapat Dewan Hitam menganggap diri mereka adalah kaum loyalis, yang setia
kepada Ratu yang sah; namun mereka juga sepenuhnya sadar bahwa Raja Aegon II akan mencap
mereka sebagai pengkhianat. Mereka semua telah menerima surat panggilan ke King's Landing, dan
mereka wajib hadir di Istana Red Keep untuk mengucapkan sumpah setia ke Raja yang baru.
Bahkan seandainya seluruh kekuatan mereka digabungkan pun, tetap belum bisa menandingi
kekuatan House Hightower sendirian. Kaum Hijaunya Aegon juga menikmati keunggulan lain:
Oldtown, King's Landing, dan Lannisport-3 kota terbesar dan terkaya di seluruh negeri-dikuasai
oleh Kaum Hijau. Setiap lambang pemerintahan yang sah dimiliki oleh Aegon. Aegon duduk di
Tahta Iron Throne, tinggal di Istana Red Keep, dan memakai mahkota dan pedang milik Aegon I
Targaryen Sang Penakluk. Dia juga sudah diurapi minyak oleh Septon dari Agama Faith of The
Seven di hadapan orang banyak. Grand Maester Orwyle duduk di dalam Dewan Penasehatnya, dan
Lord Commander of The Kingsguard telah memakaikan mahkota itu di kepalanya. Dan dia seorang
lelaki, yang membuatnya menjadi Raja yang sah di mata banyak orang. Itu juga berarti, kakak
perempuan tirinya, Rhaenyra Targaryen, adalah si pemberontak.

Menghadapi semua itu, keunggulan yang dimiliki Rhaenyra cuma sedikit. Sebagian Lord tua
mungkin masih ingat sumpah yang dulu mereka ucapkan ketika Rhaenyra diangkat menjadi
Penguasa Dragonstone (jabatan penguasa Dragonstone hanya diberikan kepada Putra atau Putri
Mahkota) dan resmi ditunjuk menjadi ahli waris ayahnya. Dulu, ada masanya ketika Rhaenyra
dicintai baik oleh kaum bangsawan maupun rakyat jelata, dan mereka menjulukinya Putri
Kesayangan Seluruh Negeri (Realm's Delight). Banyak Lord dan Ksatria berusaha memikat hatinya
waktu itu...namun, berapa banyak yang masih sudi berperang baginya, kini setelah dia menikah,
usia bertambah, dan tubuh semakin melar setelah 6 kali melahirkan? Tidak ada yang bisa menjawab
pertanyaan itu. Walaupun adik tirinya telah merebut dan menjarah Kas Kerajaan, Putri Rhaenyra
masih bisa mengandalkan kekayaan House Velaryon, dan armada milik Lord Velaryon, si Ular Laut,
memberinya keunggulan dalam perang di laut. Dan suaminya, Pangeran Daemon Targaryen, yang
sudah kenyang ditempa pengalaman berperang di Steptones, memiliki lebih banyak pengalaman
tempur daripada semua musuh mereka. Yang terakhir, namun yang terpenting, Rhaenyra punya
Naga.

“Begitu pula Aegon,” Lord Staunton mengingatkan.

“Naga kita lebih banyak,” kata Putri Rhaenys, yang sudah lama menjadi penunggang Naga, lebih
lama daripada mereka semua. “Dan naga-naga kita lebih besar dan kuat daripada mereka, kecuali
Vhagar. Naga tumbuh paling baik di sini, di Pulau Dragonstone.”

Putri Rhaenys mulai menjabarkan Naga-naga yang dimiliki oleh pihak lawan di hadapan peserta
rapat. Raja Aegon II punya Naga Sunfyre. Hewan yang luar biasa, walaupun masih muda. Pangeran
Aemond si Mata Satu menunggangi Naga Vhagar, dan ancaman yang dimunculkan oleh Naga yang
dulunya milik Ratu Visenya ini tidak dapat diabaikan. Tunggangan Ratu Helaena adalah Naga
Dreamfyre, Naga yang dulunya adalah milik Ratu Rhaena, kakak dari Raja Jaehaerys. Naga milik
Pangeran Daeron adalah Tessarion, dengan sayap hitam pekat dan cakar dan sisik perut berwarna
tembaga. “Jadi ada 4 ekor Naga yang siap tempur,” kata Rhaenys. Kedua anak kembar Ratu
Helaena juga memiliki naga masing-masing, namun mereka masih anak naga yang baru menetas.
Putra bungsu Aegon II, Maelor, hanya memiliki telur Naga.

Untuk menghadapi mereka, Pangeran Daemon punya Naga Caraxes, dan Putri Rhaenyra punya
Naga Syrax, keduanya hewan yang besar dan tangguh. Caraxes terutama sangat menakutkan, dan
sudah terbiasa dengan darah dan api setelah pengalaman berperang di Stepstones. Ketiga putra
Rhaenyra dari pernikahan pertamanya dengan Laenor Velaryon adalah penunggang Naga; Naga-
naga mereka adalah Vermax, Arrax, dan Tyraxes. Ketiga Naga ini masih bertumbuh, dan semakin
besar setiap tahunnya. Aegon Yunior, putra pertama Rhaenyra dari pernikahannya dengan Daemon,
memiliki Naga Stormcloud, namun dia belum bisa menungganginya. Adiknya, Viserys, masih
bermain-main dengan telur naganya. Putri Rhaenys sendiri memiliki Naga Meleys, yang dijuluki Si
Ratu Merah (The Red Queen). Naga ini sudah tua dan mulai suka bermalas-malasan. Namun tetap
menakutkan jika emosinya dipancing. Kedua anak kembar Daemon, dari pernikahannya dengan
Laena Velaryon, juga punya potensi untuk menjadi penunggang Naga. Naga milik Baela,
Moondancer, yang bertubuh ramping dan berwarna hijau terang, tidak lama lagi akan cukup besar
untuk dinaiki oleh Baela. Adik Baela, Rhaena, nasibnya kurang beruntung. Naganya mati tidak
lama setelah menetas dari telurnya. Walaupun begitu, Naga Syrax belum lama ini bertelur lagi.
Salah satu telurnya diberikan kepada Rhaena. Konon, Rhaena tidur dengan telur naga itu setiap
malam, dan dia berdoa agar diberikan Naga yang tidak kalah hebat dengan Naga milik kakaknya,
Baela.

Ditambah lagi, masih ada 6 ekor Naga lagi yang bersarang di gua-gua Gunung Dragonmont, yang
terletak di atas Kastil Dragonstone. Ada Silverwing, bekas tunggangan Ratu Alysanne; ada
Seasmoke, Naga berwarna abu-abu muda, yang dulunya adalah kebanggaan dan kesayangan Ser
Laenor Velaryon; dan ada juga si Naga tua Vermithor, yang sudah tidak lagi ditunggangi sejak
wafatnya Raja Jaeherys. Dan di balik gunung berdiam 3 ekor Naga liar, yang tidak pernah
dipelihara maupun ditunggangi oleh siapapun, dari dulu sampai sekarang. Rakyat setempat
menamai mereka : Sheepstealer (Pencuri Domba), Grey Ghost (Hantu Kelabu) dan Cannibal.
“Carikan penunggang naga untuk mengendalikan Silverwing, Vermithor, dan Seasmoke, dan kita
akan punya 9 Naga untuk melawan 4 Naga milik Aegon. Jika kita bisa menjinakkan Naga-naga
yang liar itu, maka kita akan punya 12 Naga, bahkan tanpa Stormcloud sekalipun,” kata Putri
Rhaenys. “Itulah cara kita memenangkan perang ini.”

Lord Celtigar dan Staunton setuju. Aegon Sang Penakluk dan adik-adiknya telah membuktikan
bahwa Ksatria dan pasukan tidak bisa bertahan menghadapi api Naga. Celtigar mendesak Sang Putri
untuk segera terbang ke King's Landing dan membakarnya menjadi tulang dan abu. “Dan apa
gunanya hal itu bagi kita, My Lord?” tanya sang Ular Laut, Corlys Velaryon,”kita ingin menguasai
kota itu, bukan membakarnya sampai rata dengan tanah.”

“Tidak akan sampai segitunya,” desak Celtigar, “Si perebut tahta takkan punya pilihan kecuali
menghadapi kita dengan naga-naga miliknya. 9 ekor milik kita pasti akan mengalahkan 4 ekor
miliknya.”

“Dan berapa harga yang harus kita bayar untuk itu?” tanya Putri Rhaenyra. “Kuingatkan, anak-
anakkulah yang akan menunggangi 3 dari 9 Naga itu. Dan jumlahnya bukan 9 lawan 4. Aku belum
cukup kuat untuk terbang sementara ini. Dan siapa yang akan menunggangi Silverwing, Vermithor,
dan Seasmoke? Anda? Kurasa tidak. Jadinya hanya 5 lawan 4, dan salah satu Naga mereka adalah
Vhagar. Itu bukan unggul namanya.”

Yang mengejutkan, Pangeran Daemon setuju dengan istrinya. “di Stepstones, musuh-musuhku akan
lari dan bersembunyi bila mereka melihat sayap Caraxes atau mendengar raungannya...tapi, mereka
tidak punya Naga sendiri. Tidak mudah bagi manusia untuk membunuh Naga. Tetapi, Naga bisa
membunuh Naga, dan itu sudah pernah terjadi sebelumnya. Setiap Maester yang pernah
mempelajari Sejarah Valyria tahu akan hal itu. Aku tidak akan mengadu naga-naga kita dengan
mereka kecuali kalau tidak ada pilihan lain. Ada cara lain untuk menggunakan naga-naga itu. Cara
yang lebih baik.” Kemudian Sang Pangeran memaparkan strateginya di hadapan Dewan Hitam.
Rhaenyra juga harus mengadakan upacara pelantikannya sendiri, untuk menandingi Aegon. Setelah
itu mereka akan mengirim gagak dan memanggil para Lord dari seluruh Negeri 7 Kerajaan agar
menyatakan dukungan mereka bagi Sang Ratu Sejati.

“Kita harus berperang lewat diplomasi sebelum berangkat ke medan perang,” kata Sang Pangeran.
Daemon bersikeras bahwa para Lord dari House-House besarlah yang akan menjadi kunci
kemenangan; bawahan mereka akan mengikuti mereka, ke manapun mereka berpihak. Aegon si
Perebut Tahta telah mendapat dukungan dari House Lannister of Casterly Rock. Walaupun Lord
Tyrell of Highgarden masih anak-anak, namun ibunya, yang menjadi walinya, hampir pasti akan
membawa The Reach bergabung dengan House Hightower. Walaupun begitu, sebagian besar Lord
yang lain belum menentukan sikap.

“Storm's End akan memihak kita,” kata Putri Rhaenys. Putri Rhaenys berdarah Baratheon dari sisi
ibunya, dan almarhum Lord Boremund dari dulu selalu menjadi sahabat setia.

Pangeran Daemon punya alasan kuat untuk berharap bahwa Lady Arryn akan membawa The Eyrie
untuk memihak mereka juga. Daemon juga berpendapat bahwa Aegon pasti akan mencari
dukungan The Pyke; hanya Iron Islands yang bisa menandingi House Velaryon di lautan. Tapi
bangsa Ironmen terkenal tidak bisa dipercaya, dan Dalton Greyjoy menyukai darah dan
pertempuran; mungkin Dalton Greyjoy bisa dibujuk untuk memihak Rhaenyra.

Dewan Hitam menilai bahwa Kawasan Utara terlalu jauh letaknya untuk memainkan peranan
penting di dalam pertempuran; pada waktu House Stark berhasil menghimpun pasukan dan berbaris
ke Selatan, mungkin saja perangnya sudah selesai. Jadi, tinggal para bangsawan Riverlands. Dan
mereka terkenal sering bertengkar satu sama lain, walaupun resminya bersatu di bawah pimpinan
House Tully. “Kita punya sahabat di Riverlands,” kata Sang Pangeran,”walaupun tidak semua dari
mereka berani menyatakan dukungan mereka saat ini. Kita butuh suatu tempat di mana mereka bisa
berkumpul. Sebuah tempat strategis di daratan Westeros yang cukup besar untuk menampung
pasukan dalam jumlah banyak, dan cukup kuat untuk bertahan menghadapi pasukan yang dikirim
Ageon untuk melawan kita.” Daemon menunjukkan sebuah peta kepada para Lord itu. “Di sini.
Harrenhal.”

Maka keputusan telah diambil. Pangeran Daemon akan memimpin penyerbuan ke Harrenhal,
dengan menunggangi Naga Caraxes. Putri Rhaenyra akan tetap tinggal di Dragonstone sampai
kesehatannya pulih kembali. Armada Velaryon akan memblokade The Gullet, berlayar hilir mudik
dari Dragonstone dan Driftmark untuk menghalangi semua kapal yang ingin keluar-masuk
Blackwater Bay. “Kita tidak punya cukup kekuatan untuk merebut King's Landing. Namun, musuh
kita pun tidak bisa merebut Dragonstone. Tetapi Aegon masih sangat muda, dan anak muda sangat
gampang terpancing. Mungkin kita bisa memancingnya untuk melakukan serangan yang gegabah,”
kata Pangeran Daemon. Lord Velaryon, si Ular Laut, akan memimpin armada blokade ini,
sementara Putri Rhaenys, istrinya, akan mengawasi dari udara untuk menjaga agar musuh tidak
menyerang armada mereka dengan Naga. Sementara itu, gagak akan dikirimkan ke Riverrun, Eyrie,
Pyke dan Storm's End, untuk meraih dukungan dari para penguasa di wilayah tersebut.

Maka berbicaralah putra tertua Putri Rhaenyra, Jacaerys, “seharusnya kamilah yang menyampaikan
semua pesan tersebut. Naga akan lebih memberi kesan bagi para bangsawan itu daripada burung
gagak semata.” Adiknya, Lucerys, setuju. Ia bersikeras bahwa dirinya dan Jace, sang kakak, sudah
dewasa, atau setidaknya hampir dewasa. “Paman kami memanggil kami sebagai anak Strong, dan
mengklaim bahwa kami adalah anak haram. Namun, bila para bangsawan itu melihat kami
menunggangi Naga, mereka akan sadar bahwa perkataan itu adalah dusta belaka. Hanya keluarga
Targaryenlah yang menunggangi Naga.” Bahkan Joffrey, si bungsu, ikut berbicara. Ia menawarkan
diri untuk menunggangi Naganya, Tyraxes, dan ikut membawa pesan seperti kakak-kakaknya.
Putri Rhaenyra melarangnya; Joff baru 12 tahun. Namun Jacaerys sudah 15 tahun dan Lucerys 14
tahun. Mereka berdua adalah anak-anak muda yang kuat, gagah dan terlatih dalam menggunakan
senjata. Mereka berdua sudah cukup lama magang sebagai Squire (calon Ksatria). “Kalau kalian
pergi, pergilah sebagai utusan, bukan Ksatria,” kata Rhaenyra kepada mereka berdua. “Jangan
terlibat di dalam pertarungan apapun.” Hanya setelah kedua anak muda itu bersumpah di atas kitab
suci The Seven Pointed Star (kitab suci agama Faith of The Seven), barulah Sang Ratu Rhaenyra
mengijinkan mereka untuk pergi sebagai utusan beliau. Diputuskan bahwa Jace, si kakak, akan
melakukan tugas yang lebih sulit dan panjang: mula-mula dia akan terbang ke Eyrie untuk berbicara
dengan Lady Arryn, kemudian ke White Harbor untuk meraih dukungan Lord Manderly, dan
terakhir barulah ke Winterfell untuk menghadap Lord Stark. Tugas Luke, adiknya, lebih pendek dan
aman: dia akan terbang ke Storm's End. Di sana, Borros Baratheon seharusnya akan menyambut
dirinya dengan hangat.

Upacara pelantikan buru-buru diadakan keesokan harinya. Kedatangan Ser Steffon Darklyn, yang
tadinya Kingsguard bagi Aegon, menjadi peristiwa yang disambut dengan penuh sukacita di
Dragonstone. Apalagi ketika terungkap bahwa dia dan teman-temannya sesama pendukung
Rhaenyra (“pembelot,” itulah sebutan Ser Otto Hightower bagi mereka, sambil menawarkan hadiah
bagi penangkapan mereka) turut membawa mahkota milik Raja Jaehaerys. Sebanyak 300 pasang
mata menyaksikan Pangeran Daemon Targaryen memakaikan mahkota milik Raja Jaehaerys di atas
kepala istrinya, sambil mengumumkan nama Rhaenyra I Targaryen, Ratu atas Suku Andal,
Rhoynar dan First Men. Pangeran Daemon menyandang gelar Pelindung Negeri (Protector of The
Realm). Rhaenyra memberi gelar Prince of Dragonstone dan ahli waris Tahta Iron Throne kepada
putranya, Jacaerys.

Tindakan pertama Rhaenyra sebagai Ratu adalah menyatakan Ser Otto Hightower dan Ratu Alicent
sebagai pengkhianat dan pemberontak. “Mengenai adik-adik tiriku, termasuk Helaena, mereka telah
disesatkan oleh nasehat dari sekumpulan orang jahat. Biarlah mereka datang ke Dragonstone,
bertekuk lutut, dan meminta ampun kepadaku. Maka aku akan dengan senang hati mengampuni
nyawa mereka, dan merangkul mereka kembali ke dalam hatiku, sebab mereka adalah saudara-
saudariku. Tidak ada orang yang lebih terkutuk daripada pembunuh sanak saudaranya sendiri.”

Berita pelantikan Rhaenyra tiba di King's Landing keesokan harinya. Hal itu membuat Raja Aegon
II sangat tidak senang. “Adik tiri dan pamanku telah melakukan pengkhianatan tingkat tinggi,” kata
sang raja muda.”Aku ingin mereka dihukum berat. Aku ingin agar mereka ditangkap, dan dihukum
mati.”

Sebagian anggota Dewan Hijau yang masih berkepala dingin ingin berunding dengan mereka.
“Sang Putri harus dibuat sadar bahwa upayanya ini sia-sia,” kata Grand Maester Orwyle. “Kakak
dan Adik tidak seharusnya berkelahi satu-sama lain. Biarlah aku pergi ke sana, agar kita bisa
berunding dan mencapai kesepakatan damai.”

Aegon tidak mau menerima usul itu. Menurut Septon Eustace, Raja Aegon menuduh Grand Maester
Orwyle tidak lagi setia, dan nyaris mengirimnya ke sel penjara “untuk menemani teman-temanmu
sesama Kaum Hitam.” Namun, ketika Ibusuri Alicent dan Ratu Helaena mendukung usulan Orwyle,
Sang Raja akhirnya menerima dengan segan. Maka Grand Maester Orwyle dikirim menyeberangi
Blackwater Bay dengan membawa Panji Perdamaian, diikuti oleh rombongan yang antara lain
termasuk Ser Arryk Cargyll dari Kingsguard dan Ser Gwayne Hightower dari Pasukan Jubah Emas
(penjaga kota King's Landing), ditambah lagi sejumlah juru tulis dan septon.

Persyaratan yang diajukan Raja Aegon II terbilang murah hati. Jika Putri Rhaenyra bersedia
mengakuinya sebagai Raja dan menyembahnya di depan Tahta Iron Throne, Aegon II akan
membiarkannya tetap memimpin Dragonstone, dan mengijinkan Rhaenyra untuk mewariskan
Dragonstone kepada putranya Jacaerys setelah Rhaenyra meninggal. Putra Rhaenyra yang kedua,
Lucerys, akan diakui sebagai ahli waris yang sah dari Driftmark dan House Velaryon. Anak-anak
Rhaenyra dari Pangeran Daemon, Aegon Muda dan Viserys, akan diberi posisi terhormat di istana;
Aegon Muda akan diangkat menjadi Squire bagi Raja, Viserys akan diangkat menjadi Pembawa
Cawan bagi Raja. Amnesti akan diberikan bagi para Lord dan Ksatria yang bersekongkol bersama
Rhaenyra untuk menentang Sang Raja yang sah.

Rhaenyra mendengarkan semua persyaratan ini tanpa mengucapkan sepatah katapun; kemudian dia
bertanya kepada Orwyle, apakah sang Grand Maester masih ingat akan almarhum ayahnya, Raja
Viserys. “Tentu saja, Yang Mulia,” jawab Orwyle. “Barangkali Anda bisa memberitahu kita semua
di sini, siapakah yang beliau angkat sebagai ahli waris dan penerus beliau,” kata Sang Ratu, dengan
mahkota terpasang di kepalanya. “Anda, Yang Mulia,” jawab Orwyle. Rhaenyra menganggukkan
kepala, lalu berkata, “dengan lidahmu sendiri kau mengakui bahwa akulah Ratumu yang sah. Kalau
begitu, kenapa kau melayani adik tiriku, si raja gadungan? Beritahu adik tiriku: berikan kepadaku
tahta yang menjadi hakku, atau akan kuambil kepalamu.” Sambil berkata demikian, Sang Ratu
mengusir para utusan itu.

Aegon II baru berusia 22 tahun. Dia gampang marah, dan sulit untuk mengampuni. Penolakan
Rhaenyra untuk mengakuinya sebagai Raja membuatnya marah. “Kutawarkan kepadanya
perdamaian yang terhormat, dan si pelacur itu meludahi wajahku. Sekarang, apa yang akan
menimpanya adalah tanggungannya sendiri.”

Bahkan pada saat Sang Raja berbicara, perang sudah dimulai. Di Driftmark, armada Velaryon telah
berlayar dari Hull dan Spicetown untuk memblokade The Gullet, menghambat jalur perdagangan
keluar-masuk King's Landing. Tidak lama kemudian Jacaerys Velaryon terbang ke Utara dengan
menunggangi Naga Vermax. Adiknya Lucerys terbang ke Selatan dengan Naga Arrax, sedangkan
Pangeran Daemon menunggangi Naga Caraxes menuju ke kawasan Riverlands.

Harrenhal sudah terbukti rentan akan serangan dari udara, ketika Aegon I menaklukkan kastil itu.
Komandan Harrenhal, Ser Simon Strong, segera menurunkan panjinya tanda menyerah, ketika Naga
Caraxes mendarat di puncak menara Kingspyre Tower. Selain mendapatkan kastil Harrenhal, dalam
sekejap Pangeran Daemon berhasil merebut kekayaan House Strong, yang jumlahnya lumayan
besar, dan belasan sandera penting, di antaranya Ser Simon dan cucu-cucunya.

Sementara itu, Pangeran Jacaerys terbang ke Utara di atas naganya, untuk menggalang dukungan
dari Lady Arryn of The Vale, Lord Manderly of White Harbor, Lord Borrell dan Lord Sunderland of
Sisterton, dan Cregan Stark of Winterfell. Begitu besar wibawa sang pangeran dan begitu
menakutkannya naga yang ditunggangi olehnya, sehingga setiap bangsawan yang ia kunjungi
menjanjikan dukungan bagi ibunya, Putri Rhaenyra.

Seandainya perjalanan yang ditempuh oleh adiknya, yang seharusnya lebih pendek dan lebih aman,
berjalan sama baiknya dengan sang kakak, mungkin akan ada banyak pertumpahan darah dan
tragedi yang bisa dihindarkan.

Semua sumber sepakat, tragedi yang menimpa Lucerys Velaryon di Storm's End terjadi di luar
rencana siapapun. Peperangan pertama yang terjadi di “Tarian Para Naga” dilakukan dengan
diplomasi dan surat-menyurat, saling bertukar ancaman dan janji, perintah dan bujuk rayu.
Pembunuhan Lord Beesbury di Rapat Dewan Hijau waktu itu belum ketahuan; kebanyakan orang
mengira Lord Beesbury sedang merana di salah satu sel penjara bawah tanah. Walaupun banyak
wajah yang tidak lagi muncul di istana, belum ada kepala yang dipajang di atas gerbang kastil.
Sehingga banyak orang yang berharap bahwa masalah suksesi ini dapat diselesaikan dengan damai.
Namun, Dewa Kematian (The Stranger) punya rencana lain. Sebab, campur tangan ilahi dari Sang
Dewa Kematianlah yang membuat kedua pangeran yang saling bermusuhan itu berjumpa di Storm's
End. Pangeran Lucerys Velaryon terbang di atas Naga Arrax secepat mungkin, menerobos awan
mendung, agar dia bisa tiba di Storm's End sebelum hujan badai. Saat mendarat di halaman kastil, ia
berjumpa dengan Pangeran Aemond Targaryen.

Naga Vhagar milik Aemondlah yang pertama kali merasakan kedatangan Lucerys dan Arrax. Para
pengawal yang sedang berpatroli di atas tembok kastil mendadak memegang tombak mereka erat-
eart sambil merasa ketakutan, saat Vhagar mendadak terbangun dan meraung keras, sampai-sampai
mengguncangkan seluruh Storm's End. Konon, bahkan Naga Arrax pun merasa gentar mendengar
raungan itu, sehingga Luke harus mencambukinya kuat-kuat agar bisa memaksa Arrax mendarat.

Kilat menyambar ke arah Timur, dan hujan pun turun dengan derasnya saat Lucerys melompat turun
dari atas Naganya. Pesan dari sang ibu digenggam erat olehnya. Lucerys pasti menyadari apa arti
dari kehadiran Naga Vhagar, maka ia tidak lagi terkejut ketika Aemond Targaryen menghadangnya
di Aula Round Hall, di depan mata Lord Borros Baratheon, ke-4 putrinya, septon, maester, dan 40
orang ksatria, pengawal, serta pelayan.

“Lihatlah makhluk menyedihkan ini, My Lord,” seru Pangeran Aemond. “Si kecil Luke Strong, si
anak haram.” Dia berkata kepada Luke,” Kau basah kuyup, anak haram. Apakah karena kehujanan,
ataukah karena kau terkencing-kencing ketakutan?”

Lucerys Velaryon tidak menjawabnya, melainkan langsung berbicara kepada Lord Borros
Baratheon, “Lord Borros, saya membawa pesan untuk Anda dari ibuku, Sang Ratu.”

“Si Pelacur Dragonstone, maksudnya.” Pangeran Aemond bergerak maju untuk merebut surat itu
dari tangan Lucerys, namun Lord Borros meneriakkan perintah, dan para ksatrianya langsung turun
tangan, memisahkan kedua pangeran tersebut. Seorang ksatria membawa surat Rhaenyra ke tempat
di mana Lord Borros duduk, sebuah kursi kebesaran yang dulunya adalah Tahta bagi Raja-raja
Storm Kings.

Tidak ada yang tahu bagaimana sebenarnya perasaan Borros Baratheon di saat itu. Kesaksian setiap
orang yang hadir di sana berbeda satu sama lain. Sebagian bilang, wajah Borros menjadi merah
padam dan malu, seperti suami yang dipergoki istrinya sedang selingkuh dengan wanita lain. Yang
lain berkata bahwa Borros terlihat sedang menikmati saat itu. Egonya sangat terpuaskan melihat
bagaimana Raja dan Ratu berebut untuk meraih dukungan darinya.

Walaupun begitu, semua orang yang hadir memberi kesaksian yang sama mengenai apa yang Lord
Borros katakan dan lakukan. Sebagai orang yang tidak suka membaca dan menulis, Borros
menyerahkan surat dari Ratu kepada Maester-nya, yang kemudian membuka segel surat itu dan
membisikkan isi surat itu ke telinganya. Muka Lord Borros berkerut. Ia mengusap janggutnya,
memandang hina ke arah Lucerys Velaryon, dan berkata,” dan jika aku melakukan kehendak ibumu,
putriku yang mana yang kaunikahi, Bocah?” Ia mengayunkan tangannya ke arah ke-4 putrinya,”
pilihlah satu.”

Wajah Pangeran Lucerys bersemu merah,” My Lord, aku tidak dapat melakukannya. Aku sudah
bertunangan dengan sepupuku Rhaena.”

“Sudah kuduga,” kata Lord Borros. “Pulanglah, Bocah. Katakan kepada ibumu si wanita jalang itu,
Lord of Storm's End bukanlah anjing yang bisa dia panggil dengan peluit dan ia perintah sesukanya
untuk menghadapi musuh-musuhnya.” Pangeran Lucerys pun berbalik untuk meninggalkan Aula
Round Hall.
Namun Pangeran Aemond mencabut pedangnya dan berseru, “tunggu dulu, Strong!”

Pangeran Lucerys mengingat akan janjinya kepada sang Ibu,” aku tidak akan bertarung denganmu.
Aku datang kemari sebagai utusan, bukan Ksatria.”

“Kau datang kemari sebagai seorang pengecut dan pengkhianat,” jawab Pangeran Aemond,”akan
kucabut nyawamu, Strong.”

Lord Borros mulai merasa tidak nyaman melihat perbuatan Aemond. “Jangan di sini,” gumamnya.
“Dia datang sebagai utusan. Aku tidak mau ada darah yang tertumpah di rumahku.” Maka para
pengawalnya segera memisahkan kedua pangeran itu, dan mengantar Lucerys Velaryon dari Aula
Round Hall kembali ke halaman kastil. Di sana Naga Arrax sedang menunggu dirinya kembali,
dalam kondisi basah kehujanan,.

Aemond Targaryen menekuk mulutnya dengan marah, lalu ia kembali berbalik menghadap Lord
Borros untuk berpamitan. Sang Penguasa Storm's End hanya mengangkat bahu, lalu menjawab,
“aku tidak berhak mengatur tindakanmu, kalau kau sudah keluar dari rumahku.” Dan para Ksatria
dari Borros Baratheon pun segera menyingkir. Pangeran Aemond bergegas ke pintu depan.

Di luar, badai sedang mengamuk. Guntur bergemuruh di sepanjang kastil Storm's End. Curah hujan
nyaris membutakan pandangan. Sesekali, petir besar berwarna putih kebiruan menyambar, membuat
cahaya menyilaukan seolah hari sedang terang. Cuaca yang buruk untuk terbang, bahkan bagi Naga
sekalipun. Naga Arrax sedang berusaha keras untuk tetap berada di ketinggian, ketika Pangeran
Aemond menaiki Naga Vhagar dan mengejarnya. Seandainya langit sedang tenang, Pangeran
Lucerys mungkin bisa kabur menjauhi pengejarnya, sebab Naga Arrax lebih muda dan lebih gesit.
Namun hari itu hitam pekat, dan akhirnya kedua Naga itu bertemu di atas pantai Shipbreaker Bay.
Para prajurit yang mengawasi dari atas dinding kastil Storm's End melihat semburan api dari
kejauhan, dan mendengar bunyi jeritan di tengah-tengah suara guntur. Kemudian kedua Naga itu
saling mencengkram satu sama lain, sementara cahaya kilat menyambar di sekeliling mereka.
Vhagar berukuran 5 kali lipatnya Arrax, dan naga ini sudah berhasil bertahan hidup melewati
ratusan perang. Jika memang ada pertarungan di antara kedua Naga ini, pasti hanya sebentar.

Arrax terjatuh dalam kondisi remuk, dan ditelan oleh ombak yang sedang diamuk badai di pantai
Shipbreaker Bay. 3 hari kemudian, kepala dan lehernya ditemukan terdampar di tepi tebing karang
di bawah Kastil Storm's End, jadi makanan kepiting dan burung camar. Jenasah Pangeran Lucerys
juga terdampar di sana.

Kematian Pangeran Lucerys mengakhiri perang diplomasi, utusan, dan perjanjian pernikahan
politik, digantikan oleh perang api dan darah.

Di Pulau Dragonstone, Ratu Rhaenyra pingsan saat diberitahu mengenai kematian Luke. Adik
Luke, Joffrey, bersumpah untuk membalas dendam kepada Pangeran Aemond dan Lord Borros
(Jace masih berada di misinya ke Utara). Kalau tidak dicegah oleh Corlys Velaryon dan Putri
Rhaenys, pasti bocah itu sudah menaiki Naganya segera. Ketika Dewan Hitam sedang rapat untuk
membicarakan bagaimana cara membalas dendam, datanglah seekor gagak dari Harrenhal. “Mata
ganti mata, anak lelaki ganti anak lelaki, “ tulis Pangeran Daemon. “Kematian Lucerys harus
dibalas.”

Di masa mudanya, wajah dan suara tawa dari Pangeran Daemon Targaryen sudah dikenal baik oleh
para pencopet, pelacur, dan penjudi di kawasan Flea Bottom. Sang Pangeran masih punya koneksi
di kawasan kumuh King's Landing itu, dan juga pengikut setia di antara pasukan Jubah Emas (City
Watch, pasukan penjaga kota King's Landing). Tanpa diketahui oleh Raja Aegon II, Hand of
Kingnya, maupun Ibusuri, Daemon juga masih punya koneksi di Istana, bahkan di antara Dewan
Hijau sekalipun...dan seorang perantara, seorang sahabat istimewa yang dipercaya sepenuhnya oleh
Daemon, yang mengetahui jalan-jalan rahasia di dalam Istana Red Keep sama seperti Daemon dulu,
dan bisa dengan mudahnya keluar masuk istana dengan diam-diam. Daemon menghubungi sang
sahabat ini melalui jalan rahasia istana, untuk menjalankan rencana balas dendamnya yang
mengerikan.

Di antara kedai-kedai sup di Flea Bottom, si perantara berhasil menemukan orang yang tepat.
Seorang bekas sersan di pasukan City Watch, besar dan brutal. Dia dipecat dari City Watch karena
ketika sedang mabuk dia memukuli seorang pelacur sampai mati. Orang yang satu lagi adalah
seorang penangkap tikus di dalam Istana Red Keep. Nama mereka tidak tercatat dalam buku
sejarah, kecuali julukan mereka: Blood dan Cheese.

Pintu dan lorong rahasia di Istana Red Keep yang dulu dibangun oleh Raja Maegor Si Kejam sudah
dikenal baik oleh si penangkap tikus istana, seperti halnya tikus-tikus yang dulu dia buru. Dengan
menggunakan jalur yang sudah dilupakan orang, Cheese membawa Blood ke bagian terdalam
Istana, tanpa ketahuan oleh seorang pengawalpun. Konon, sasaran mereka sebenarnya adalah Sang
Raja sendiri. Namun Aegon selalu dikawal oleh Kingsguard, dan bahkan Cheese sekalipun tidak
mengetahui jalan rahasia untuk keluar-masuk Benteng Maegor's Holdfast, tempat kediaman pribadi
Raja.

Tower of Hand, tempat Hand of King tinggal, tidak seketat itu penjagaannya. Kedua orang itu
menyusup masuk melalui tembok rahasia, melewati para penjaga bertombak yang berjaga di pintu
menara. Mereka tidak tertarik ke kamar Ser Otto Hightower, Hand of King. Sebagai gantinya,
mereka menyusup masuk ke kamar putrinya, yang terletak 1 lantai di bawahnya. Ibusuri Alicent
pindah ke sana setelah Raja Viserys wafat, sementara putranya Aegon dan istrinya pindah ke
Benteng Maegor's Holdfast. Begitu sudah di dalam kamar, Cheese mengikat dan mnyumbat mulut
Sang Ibusuri, sedangkan Blood mencekik dayang pendampingnya. Kemudian mereka diam
menunggu. Mereka tahu akan kebiasaan Ratu Helaena membawa anak-anaknya menghadap nenek
mereka setiap malam sebelum tidur.

Tanpa menyadari bahaya yang menantinya, Ratu Helaena muncul di saat senja mulai menyelimuti
istana, dengan ditemani oleh ketiga anaknya. Jaehaerys dan Jaehaera baru berusia 6 tahun,
sedangkan Maelor 2 tahun. Saat mereka mulai memasuki kamar, Helaena sedang memegangi
tangan Maelor sambil memanggil Ibusuri Alicent. Blood segera menutup pintu dan membunuh
pengawal sang Ratu, sedangkan Cheese muncul dan merebut Maelor. “Jika menjerit, kalian semua
akan mati,” kata Blood kepada Ratu Helaena. Konon, Helaena tetap tenang. “Siapa kalian?”
tanyanya kepada kedua orang itu. “Kami penagih utang,” kata Cheese. “Mata ganti mata, anak
lelaki ganti anak lelaki. Kami hanya akan membunuh satu orang, untuk membalas dendam. Yang
lain tidak akan kami lukai, bahkan sehelai rambutpun tidak. Anak yang mana yang akan Anda
korbankan, Yang Mulia?”

Begitu dia menyadari maksud mereka, Ratu Helaena memohon kepada mereka agar membunuh
dirinya saja sebagai gantinya. “Istri bukanlah anak,” kata si Blood,” dan harus anak yang lelaki.”
Cheese memperingatkan Sang Ratu untuk segera memilih, sebelum Blood kehilangan kesabaran,
dan memperkosa putri Sang Ratu yang masih kecil. “Pilih,” katanya,”atau kami bunuh mereka
semua.” Sambil berlutut dan menangis, Helaena menyebut nama anaknya yang termuda, Maelor.
Mungkin Sang Ratu mengira bahwa Maelor masih terlalu kecil untuk mengerti, atau mungkin
karena Jaehaerys adalah putra tertua Aegon, sehingga dia adalah calon ahli waris Tahta Iron Throne
berikutnya. “Kaudengar itu, bocah kecil?” bisik Cheese ke Maelor,” ibumu ingin agar kau mati.”
Lalu Cheese menyeringai ke Blood, dan pria tinggi besar itu memenggal kepala Pangeran Jaehaerys
dalam sekali tebas. Sang Ratu mulai menjerit.
Anehnya, Cheese dan Blood benar-benar menepati janji mereka. Mereka tidak menyakiti Ratu
Helaena maupun anak-anaknya yang lain, melainkan kabur sambil membawa kepala Pangeran
Jaehaerys.

Walaupun Blood dan Cheese mengampuni nyawanya, Ratu Helaena tidak bisa dibilang berhasil
melewati malam yang kelam itu. Sejak saat itu Helaena menolak untuk makan, mandi, ataupun
meninggalkan kamarnya. Helaena juga tidak sanggup lagi memandang putranya Maelor, menyadari
bahwa ia telah memilih Maelor untuk mati. Raja tidak punya pilihan kecuali mengambil Maelor
dari Sang Ratu dan menyerahkannya kepada Ibusuri Alicent untuk dirawat seperti anak sendiri.
Sejak saat itu Raja Aegon dan Ratu Helaena tidur terpisah, dan Ratu Helaena semakin lama semakin
terjerumus di dalam kegilaan, sementara Sang Raja bermabuk-mabukan dan marah-marah.

Dengan ini, pertumpahan darah pun benar-benar dimulai.

Jatuhnya Harrenhal ke tangan Pangeran Daemon mengejutkan Raja Aegon II. Sebelumnya, ia
mengira perlawanan Rhaenyra adalah sia-sia belaka. Jatuhnya Harrenhal membuat Raja merasa
tidak aman untuk pertama kalinya. Kekalahan beruntun di Burning Mill dan Stone Hedge semakin
memukul Raja, dan membuatnya sadar bahwa situasinya lebih gawat daripada dugaannya. Perasaan
khawatir ini semakin dalam, saat gagak pembawa berita datang dari The Reach, wilayah kekuasaan
Kaum Hijau yang dianggap paling kuat. House Hightower dan wilayah Oldtown berdiri teguh
mendukung Aegon, demikian juga wilayah The Arbor. Namun, di daerah lain di kawasan Selatan,
para bangsawan justru memihak Rhaenyra. Antara lain Lord Costayne of Three Towers, Lord
Mullendore of Uplands, Lord Tarly of Horn Hill, Lord Rowan of Goldengrove, dan Lord Grimm of
Greyshield.

Kabar buruk lain menyusul: The Vale, White Harbor, Winterfell, House Blackwood, dan para
bangsawan Riverlands berbondong-bondong menuju ke Harrenhal untuk bergabung dengan panji
Pangeran Daemon. Armada Corlys Velaryon, Sang Ular Laut, memblokir Blackwater Bay, dan
setiap pagi Raja Aegon harus mendengarkan keluh kesah para pedagang yang ditujukan kepadanya.
Raja tidak punya jawaban atas keluhan mereka. Ia hanya bisa semakin banyak meminum anggur.
"Lakukanlah sesuatu," tuntutnya kepada Ser Otto. Sang Hand of King meyakinkan Raja, bahwa
sebuah rencana sedang dijalankan. Sebuah rencana untuk menjebol blokade Armada Velaryon.
Salah satu pendukung utama Rhaenyra adalah suaminya, Pangeran Daemon. Namun, Pangeran
Daemon juga sekaligus kelemahan terbesar Rhaenyra. Di masa mudanya, saat banyak bertualang,
Pangeran Daemon telah membuat banyak musuh. Ser Otto Hightower adalah salah satunya. Kini
dia sedang menghubungi musuh lain dari sang Pangeran, yaitu Triarki (Aliansi 3 negara: Myr, Lys,
dan Tyrosh). Ser Otto berharap bisa membujuk mereka untuk menyerang Sang Ular Laut, Corlys
Velaryon.

Sang Raja yang masih muda ini tidak menyukai rencana ini, yang dianggapnya terlalu lamban.
Aegon II sudah habis sabar terhadap alasan dan dalih kakeknya. Walaupun ibunya, Sang Ibusuri
Alicent, berbicara membela ayahnya, Sang Raja tidak mau lagi mendengarkan. Saat memanggil Ser
Otto ke Ruang Tahta, ia merampas kalung Hand of King dari leher Ser Otto dan melemparkannya
ke Ser Criston Cole. Sang Raja berseru, “Hand of King-ku yang baru adalah si Tinju Baja. Kita
sudah bosan menulis surat terus.” Ser Criston Cole segera membuktikan julukan yang diberikan
kepadanya, “tidak sepantasnya Yang Mulia memohon dukungan dari para bangsawan seperti
pengemis meminta sedekah,” katanya kepada Aegon. “Yang Mulia adalah Raja Westeros yang sah.
Mereka yang menolak mengakuinya adalah pengkhianat. Sudah waktunya mereka menyadari harga
yang harus mereka bayar untuk sebuah pengkhianatan”

Master of Whisperers, Larys “Si Kaki Pengkor” Strong, telah menyusun daftar dari para bangsawan
yang datang ke Dragonstone untuk menghadiri penobatan Rhaenyra dan bergabung ke Dewan
Hitam miliknya. Lord Celtigar dan Velaryon memiliki wilayah kekuasaan di daerah kepulauan.
Karena Aegon II tidak memiliki kekuatan di lautan, kedua bangsawan ini tidak dapat diserang
olehnya. Namun, para bangsawan “Hitam” yang wilayah kekuasaannya terletak di daratan Westeros
tidak seberuntung itu.

Duskendale jatuh dengan mudah, setelah diserang mendadak oleh pasukan Raja. Kota itu dijarah,
kapal-kapal di pelabuhannya dibakar, dan Lord Darklyn dipenggal kepalanya. Sasaran Ser Criston
Cole berikutnya adalah Rook's Rest. Setelah mendapat peringatan akan kedatangan musuh, Lord
Staunton menutup pintu gerbangnya dan bertahan dari para penyerang. Dari balik tembok kota,
Lord Staunton hanya dapat menyaksikan ladang, hutan dan desa-desa di wilayah kekuasaannya
dibakar, sementara domba, ternak, dan rakyatnya dibantai dengan pedang. Saat perbekalan di dalam
kastil mulai menipis, ia mengirim gagak ke Dragonstone, memohon pertolongan.
9 hari setelah Lord Staunton mengirimkan permohonan untuk bala bantuan, bunyi kepak sayap
Naga terdengar di sepanjang lautan, dan Naga Meleys tiba di atas Rook's Rest. Meleys dijuluki
Sang Ratu Merah, sebab sisiknya berwarna kemerahan. Sayapnya berwarna merah muda, dan
kepala, tanduk, dan cakarnya berkilau seperti tembaga. Di atas punggungnya, dengan mengenakan
baju zirah yang terbuat dari baja dan tembaga, yang berkilauan memantulkan cahaya mentari,
berdirilah Putri Rhaenys Targaryen.

Ser Criston Cole tidak merasa gentar. Sang Hand of King sudah menduganya. Ia bahkan sudah
mengharapkan hal ini akan terjadi. Suara drum dibunyikan atas aba-abanya, dan pasukan pemanah,
baik pemanah biasa maupun pasukan pemakai busur silang (crossbow) segera maju dan memenuhi
udara dengan hujan anak panah. Panah Raksasa Scorpion pun diarahkan ke udara untuk
menembakkan anak panah raksasa, jenis anak panah yang pernah menewaskan Naga Meraxes di
Dorne. Naga Meleys terkena beberapa serangan, namun panah-panah itu hanya membuatnya
semakin marah. Meleys melayang turun sambil menyemburkan api ke kanan kiri. Para Ksatria
terbakar hidup-hidup di atas pelana kuda mereka, sementara rambut, kulit, dan tali kekang dari kuda
mereka terbakar habis. Para komandan pasukan membuang tombak mereka dan tercerai-berai.
Sebagian orang mencoba untuk berlindung di balik perisai mereka, namun baik kayu maupun besi
tidak dapat menahan semburan api Naga. Ser Criston duduk di atas kuda putihnya sambil berseru,
“bidik penunggang Naganya!” di tengah-tengah asap dan api. Naga Meleys meraung, asap
bergulung keluar dari lubang hidungnya, sementara seekor kuda menendangi rahang sang Naga saat
lidah api melahap kuda itu.

Lalu terdengar suara raungan yang lain. Dua sosok bersayap muncul: Sang Raja Aegon, menaiki
Naga Emas Sunfyre, dan adiknya, Aemond, di atas Naga Vhagar. Criston Cole telah memasang
perangkap, dan Rhaenys telah memakan umpannya. Sekarang dia telah terjebak.

Putri Rhaenys tidak berupaya untuk mundur. Sambil berseru dengan penuh semangat dan sekali
ayunan cambuk, ia mengarahkan Meleys menuju lawan. Kalau melawan Vhagar sendirian, Rhaenys
mungkin punya kesempatan menang. Sang Ratu Merah adalah naga tua yang cerdik, dan sudah
terbiasa berperang. Namun, kalau menghadapi Naga Vhagar dan Sunfyre sekaligus, nasib buruklah
yang sudah menanti. Naga-naga itu bertarung dengan ganas pada ketinggian 300 m di atas medan
perang, dan bola-bola api saling menyembur dan berpijar. Saking terangnya, para saksi bersumpah
di langit seolah-olah ada banyak matahari bersinar. Rahang merah Meleys menggigit leher
keemasan Sunfyre sejenak, sebelum Vhagar jatuh menimpa mereka berdua dari atas. Ketiga naga
itu jatuh berputar menuju ke tanah. Begitu kerasnya benturan saat mereka bertiga jatuh menimpa
tanah, batu-batu sampai berhamburan sejauh 7,5 km dari medan perang Rook's Rest.

Mereka yang berada di sekitar tempat jatuhnya para Naga itu tidak ada yang bertahan hidup.
Mereka yang berada di kejauhan tidak bisa melihat apapun kecuali api dan asap. Butuh waktu
beberapa jam sebelum apinya mulai padam. Namun, dari antara reruntuhan itu, cuma Naga Vhagar
yang bangkit berdiri tanpa terluka. Naga Meleys tewas, remuk akibat jatuh dari ketinggian, dan
hancur berkeping-keping di atas tanah. Dan Sunfyre, sang naga kuning keemasan itu, salah satu
sayapnya separuh robek. Pengendaranya, Raja Aegon, menderita patah tulang di rusuk dan pinggul.
Separuh tubuhnya terbakar. Lengan kirinyalah yang paling parah. Saking panasnya api naga, baju
zirah Sang Raja sampai meleleh dan menempel di tubuhnya.

Sebuah jenasah, yang diduga adalah Putri Rhaenys, belakangan ditemukan di dekat bangkai
Naganya. Namun jenasah itu sudah hitam, sehingga tidak dapat dikenali lagi dengan pasti. Putri
Rhaenys Targaryen, putri kesayangan dari Lady Jocelyn Baratheon dan Pangeran Aemon Targaryen,
istri terkasih dari Lord Corlys Velaryon, seorang ibu dan nenek, “Dia Yang Seharusnya Menjadi
Ratu”, telah menjalani hidupnya dengan gagah berani, dan meninggal di antara Api dan Darah,
sesuai dengan motto House Targaryen. Beliau meninggal dalam usia 55 tahun.
Hari itu, 800 orang Ksatria, Squire, dan prajurit biasa juga kehilangan nyawa mereka. Tidak lama
kemudian 100 nyawa lagi turut melayang, ketika Pangeran Aemond dan Ser Criston Cole merebut
Rook's Rest dan membantai seluruh garisun yang ada di sana. Kepala Lord Staunton dibawa pulang
ke King's Landing dan dipajang di atas gerbang Old Gate...namun kepala dari Naga Meleyslah yang
membuat para rakyat jelata terdiam kagum, saat kepala itu dibawa melewati jalan-jalan kota di atas
gerobak. Ribuan orang kabur dari King's Landing setelahnya, sebelum akhirnya Ibusuri Alicent
memerintahkan agar pintu-pintu gerbang kota ditutup dan dipalang.

Raja Aegon II tidak meninggal, walaupun luka-luka bakarnya membuat dia sangat menderita.
Konon, Sang Raja sampai berdoa memohon kematian. Sang Raja diangkut ke King's Landing dalam
tandu tertutup untuk menyembunyikan cedera yang ia derita. Sang Raja sama sekali tidak bangun
dari tempat tidurnya di sepanjang tahun itu. Para Septon berdoa baginya. Para Maester merawatnya
dengan berbagai ramuan obat dan getah candu. Namun Aegon tertidur hampir sepanjang waktu,
hanya terbangun sesaat untuk makan sedikit, sebelum ia tertidur lagi. Tidak ada yang boleh
mengganggu istirahat Sang Raja, kecuali Ibusuri Alicent dan Hand of King, Ser Criston Cole.
Istrinya, Sang Ratu, sama sekali tidak berusaha untuk menjenguk suaminya. Kesedihan dan
kegilaan yang diderita Ratu Helaena sudah terlalu dalam.

Naga Sang Raja, Sunfyre, terlalu besar dan berat untuk dipindahkan. Naga ini tidak bisa lagi
terbang dengan sayap yang cacat. Naga ini dibiarkan tetap tinggal di medan perang Rook's Rest,
merayap perlahan-lahan di antara abu sisa perang. Mula-mula Naga ini bertahan hidup dengan
menyantap mayat-mayat korban perang. Setelah mayat-mayat itu habis, pasukan yang ditinggalkan
Ser Criston Cole di sana untuk menjaga Naga itu membawakan anak sapi dan domba untuk
dimakan olehnya.

“Kau harus memerintah negeri ini sekarang, sampai kakakmu cukup kuat untuk mengenakan
mahkotanya kembali,” kata Hand of King kepada Pangeran Aemond. Ser Criston Cole tidak perlu
mengulangi perkataannya itu. Maka Pangeran Aemond Si Mata-Satu, Sang Pembunuh Saudara,
mengenakan mahkota besi dan ruby milik Aegon Sang Penakluk. “Mahkota ini lebih pantas di
kepalaku daripada di kepalanya,” kata sang Pangeran. Namun, Aemond tidak mau memakai gelar
Raja. Ia hanya memakai gelar Pelindung Negeri (Protector of The Realm) dan Pangeran Wali
(Prince Regent). Ser Criston Cole tetap menjadi Hand of The King.

Sementara itu, benih yang ditanam oleh Jacaerys Velaryon dalam penerbangannya ke Utara kini
mulai berbuah. Pasukan mulai berkumpul di White Harbor, Winterfell, Barrowton, Sisterton.
Gulltown, dan Gates of The Moon. Jika mereka semua bergabung dengan para bangsawan
Riverlands yang sudah berkumpul di Harrenhal bersama dengan Pangeran Daemon, bahkan tembok
King's Landing yang kuat ini pun takkan sanggup menahan mereka. Itulah peringatan Ser Criston
kepada Pangeran Wali yang baru.
Karena sangat yakin akan ketangguhannya sebagai petarung dan kehebatan Naganya Vhagar,
Aemond sangat ingin langsung menyerbu lawan. “Si pelacur Dragonstone bukanlah ancaman.
Begitu juga Rowan dan para pengkhianat di kawasan The Reach. Yang berbahaya adalah pamanku.
Begitu pamanku Daemon tewas, semua orang goblok yang mengibarkan panji kakakku itu pasti
akan kabur kembali ke kastil mereka masing-masing, dan tidak akan merepotkan kita lagi.”

Di sebelah Timur Blackwater Bay, keadaan Ratu Rhaenyra juga sedang tidak baik. Kematian
putranya Lucerys adalah pukulan keras bagi seorang wanita yang sudah cukup terpukul akibat
melahirkan, dan kehilangan bayi. Ketika tiba kabar di Dragonstone bahwa Putri Rhaenys gugur,
pecahlah pertengkaran hebat antara Sang Ratu dan Lord Corlys Velaryon, sebab Corlys
menyalahkan Sang Ratu atas meninggalnya sang istri. “Seharusnya kau yang meninggal!” seru
Sang Ular Laut kepada Sang Ratu,” Staunton minta bantuan kepadamu, tapi kaubiarkan istriku yang
menjawab permohonan bantuan itu. Apalagi, kaularang anak-anakmu untuk ikut berperang
bersamanya!” Sebab seisi kastil tahu bahwa Pangeran Jace dan Joff ingin sekali untuk ikut terbang
bersama Putri Rhaenyra ke Rook's Rest sambil menunggangi Naga mereka masing-masing.

Pangeran Jace akhirnya tampil ke depan di akhir tahun 129 AC. Mula-mula, dia memperbaiki
hubungan dengan Lord Velaryon, dengan mengangkatnya menjadi Hand of The Queen. Bersama-
sama mereka mulai menyusun rencana untuk menyerang King's Landing.

Mengingat akan janjinya kepada Lady Arryn, Jace memerintahkan Pangeran Joffrey untuk terbang
ke Gulltown bersama Naga Tyraxes. Menurut Munkun, keputusan ini sangat dipengaruhi oleh
keinginan Jacaerys Velaryon untuk menghindarkan adiknya sejauh mungkin dari pertempuran. Hal
ini tidak dapat diterima oleh Joffrey, yang justru sangat ingin membuktikan kemampuannya di
medan perang. Hanya setelah dia diberitahu bahwa dia dikirim untuk melindungi The Vale dari
serangan Naga milik Raja Aegon, barulah dia-sambil menggerutu-bersedia berangkat. Rhaena, putri
Pangeran Daemon dari pernikahannya dengan Laena Velaryon, dipilih untuk mendampingi Joffrey.
Sang putri baru berusia 13 tahun. Dia juga dikenal dengan julukan Rhaena of Pentos, kota
kelahirannya. Rhaena bukanlah penunggang Naga. Anak Naga miliknya sudah meninggal beberapa
tahun yang lalu. Namun Rhaena membawa 3 butir Telur Naga bersamanya ke Vale, di mana setiap
malam dia berdoa agar telur-telur itu menetas. Jacaerys Velaryon, Sang Putra Mahkota, Pangeran
Dragonstone, juga memikirkan keselamatan adik-adik tirinya, Aegon Yunior dan Viserys, yang baru
berusia 9 dan 7 tahun. Ayah mereka, Pangeran Daemon, punya banyak sahabat di Pentos ketika dia
dulu bermukim di sana. Jadi Jacaerys menghubungi pangeran penguasa Pentos, yang bersedia
menampung kedua bocah itu sampai Rhaenyra berhasil menguasai Tahta Iron Throne. Di akhir
tahun 129 AC, kedua pangeran itu menaiki kapal Gay Abandon. Aegon Muda bersama Naga
Stormcloud, Viserys membawa telur naganya. Mereka bersiap untuk berlayar ke Essos. Sang Ular
Laut, Corlys Velaryon, mengerahkan 7 kapal perang miliknya untuk mengawal mereka, memastikan
agar mereka tiba di Pentos dengan selamat.

Dengan Naga Sunfrye terluka dan tidak bisa terbang di dekat Rook's Rest, dan Naga Tessarion
sedang bersama Pangeran Daeron Targaryen di Oldtown, tinggal 2 Naga yang tersisa untuk menjaga
King's Landing...dan pengendara Naga Dreamfyre, Ratu Helaena, menghabiskan hari-harinya
dengan menangis di dalam kegelapan. Dia tentu saja bukan lagi ancaman. Jadi, tinggal Naga
Vhagar. Tidak ada Naga yang bisa menandingi Vhagar dalam hal ukuran badan dan keganasan,
namun Jace berpendapat bahwa jika Vermax, Syrax, dan Caraxes bisa turun ke bawah King's
Landing bersamaan, bahkan “si betina jalang tua” itu takkan sanggup menghadapi mereka semua.
Namun, begitu hebatnya reputasi Vhagar, sampai-sampai Sang Pangeran pun ragu untuk bertindak.
Ia mulai memikirkan cara untuk menambah jumlah Naga penyerang.

House Targaryen telah memerintah Pulau Dragonstone selama lebih 200 tahun, sejak Lord Aenar
Targaryen pertama kali tiba dari Valyria dengan naga-naganya. Walaupun sudah tradisi mereka
untuk melakukan pernikahan antara kakak-adik atau antar sepupu, darah muda selalu panas. Sudah
rahasia umum bahwa para pria anggota House Targaryen suka “bersenang-senang” dengan anak-
anak gadis (dan bahkan istri) dari para rakyat jelata penghuni desa-desa di kaki Gunung
Dragonmont, kaum petani dan nelayan. Bahkan, sebelum masa pemerintahan Raja Jaehaerys dan
Ratu Alysanne, hukum kuno mengenai malam pengantin masih berlaku di Dragonstone, dan juga di
seluruh Westeros. Seorang bangsawan penguasa sebuah wilayah berhak untuk merenggut
keperawanan seorang gadis di malam pengantinnya.

Tradisi ini dibenci di seluruh 7 Kingdoms, terutama oleh kaum pria yang merasa cemburu. Padahal
mereka tidak menyadari bahwa hal ini sebenarnya adalah suatu “kehormatan” besar. Namun hal ini
tidak berlaku di Dragonstone. Di pulau ini, kaum Targaryen sudah dianggap setengah dewa,
dibandingkan dengan manusia biasa. Di Dragonstone, justru banyak yang iri terhadap pengantin
wanita yang mendapat “kehormatan” di malam pengantinnya. Anak-anak yang lahir dari “upacara”
ini dipandang istimewa. Lord penguasa Dragonstone biasanya merayakan kelahiran anak-anak ini
dengan memberikan hadiah berupa emas, kain sutra, dan tanah kepada ibu sang anak. Anak-anak
haram ini dikatakan telah lahir dari “Benih Naga”, dan pada gilirannya mereka lebih dikenal dengan
julukan “Benih” (Seed). Bahkan setelah hak menikmati malam pengantin ini dihapuskan, sebagian
anggota House Targaryen tetap “bermain-main” dengan para putri pemilik penginapan maupun istri
nelayan. Akibatnya, banyak sekali “Benih Naga” di Dragonstone.

Pangeran Jacaerys butuh lebih banyak lagi Naga dan penunggangnya. Dia mengarahkan pandangan
ke kaum “Benih Naga”. Pangeran Jacaerys berjanji bahwa siapapun yang sanggup menjinakkan dan
menunggang Naga akan diberi tanah dan harta kekayaan, serta diangkat menjadi Ksatria. Anak-anak
lelakinya akan diangkat menjadi bangsawan, sedangkan anak-anak perempuannya akan dinikahkan
dengan bangsawan. Orang itu juga akan mendapat kehormatan untuk bertarung mendampingi
Pangeran Dragonstone melawan si Raja Gadungan Aegon II Targaryen dan para pengkhianat yang
mendukungnya.

Yang menyambut undangan Sang Pangeran ternyata bukan hanya berasal dari “Benih Naga”
maupun keturunannya. Banyak Ksatria dari istana Sang Ratu melamar untuk menjadi penunggang
Naga, di antaranya Lord Commander of The Kingsguard, Ser Steffon Darklyn. Ditambah lagi
sejumlah besar Squire, pelayan, pelaut, prajurit, pemain sandiwara, bahkan 2 orang dayang.

Naga bukanlah kuda. Mereka tidak mudah mengijinkan orang untuk menaiki punggung mereka.
Dan jika mereka mereka marah atau merasa terancam, mereka akan menyerang. 16 orang
kehilangan nyawa mereka ketika mencoba menjadi penunggang Naga. 48 orang menderita luka
bakar atau menjadi cacat. Steffon Darklyn mati terbakar ketika mencoba menunggangi Naga
Seasmoke. Lord Gormon Massey juga tewas ketika mencoba mendekati Naga Vermithor. Seorang
pria bernama Silver Denys, yang mengaku sebagai anak haram dari Raja Maegor karena memiliki
rambut dan mata yang serupa, kehilangan sebuah lengan akibat digigit putus oleh Naga
Sheepstealer. Saat anak-anak dari Silver Denys berusaha menghentikan pendarahan yang diderita
sang ayah, Naga Cannibal mendadak turun, mengusir Naga Sheepstealer, dan menyantap Silver
Denys dan anak-anaknya.

Walaupun begitu, Seasmoke, Vermithor dan Silverwing sebenarnya sudah terbiasa dengan
kehadiran manusia, dan lebih bisa menerima kehadiran mereka. Karena dulunya pernah
ditunggangi, mereka lebih bisa menerima penunggang baru. Vermithor, Naga yang dulunya adalah
tunggangan Raja Jaehaerys, akhirnya mau tunduk kepada seorang anak haram dari seorang pandai
besi. Seorang pria jangkung bernama Hugh The Hammer, alias Hard Hugh. Sementara seorang
prajurit berambut putih bernama Ulf The White alias Ulf Si Pemabuk berhasil menunggangi
Silverwing, Naga yang dulunya milik Ratu Alysanne.
Dan Naga Seasmoke, yang dulu dinaiki oleh Laenor Velaryon, bersedia dinaiki oleh seorang
pemuda berusia 15 tahun bernama Addam of Hull. Sampai hari ini, para pakar sejarah masih
berdebat mengenai asal usul pemuda ini. Tidak lama setelah Addam of Hull terbukti berhasil
menunggangi Naga Seasmoke, Lord Corlys Velaryon bahkan sampai memohon kepada Ratu
Rhaenyra untuk menghapus aib sebagai anak haram pada diri Addam dan adiknya. Ketika Pangeran
Jacaerys turut mendukung permohonan itu, Sang Ratu akhirnya bersedia. Addam of Hull, si “Benih
Naga” dan anak haram, kini berganti nama menjadi Addam Velaryon, anak angkat Corlys Velaryon
sekaligus ahli waris Driftmark.

Ketiga Naga liar yang berada di Dragonstone jauh lebih sulit untuk dijinakkan daripada Naga yang
sudah pernah ditunggangi orang sebelumnya. Namun, orang tetap mecoba untuk menjinakkan
ketiga Naga liar tersebut. Naga Sheepstealer (Pencuri Domba), seekor Naga jelek berwarna coklat
lumpur, menetas saat Raja Jaehaerys masih muda. Naga ini sangat menyukai daging domba, dan dia
sering menyambar domba dari kawanan domba yang sedang digembalakan di antara kawasan
Driftmark dan Wendwater. Naga ini jarang menyakiti para gembala domba tersebut, kecuali kalau
mereka mencoba menghalanginya. Tapi, kadang-kadang Naga ini juga memakan anjing
penggembalanya. Naga Grey Ghost (Hantu Kelabu) tinggal di sebuah gua berasap yang jauh di atas
gunung, di sebelah Timur Gunung Dragonmont. Naga ini menyukai ikan, dan paling sering terlihat
terbang rendah di atas permukaan laut, menyambar mangsa dari dalam air. Naga ini berwarna putih
abu-abu pucat, seperti kabut pagi, dan terkenal pemalu. Naga ini cenderung menghindari manusia,
kadang sampai bertahun-tahun lamanya.

Naga liar yang terbesar dan tertua adalah The Cannibal. Naga ini dinamai Cannibal sebab dia sering
menyantap bangkai Naga, dan sering mendarat ke sarang Naga di Dragonstone untuk menyantap
anak naga dan telur naga. Banyak orang telah mencoba menunggangi Naga ini; sarangnya penuh
dengan tulang belulang mereka.

Tidak ada “Benih Naga” yang cukup bodoh untuk mencoba mengganggu si Cannibal (mereka yang
coba-coba melakukannya tidak ada yang berhasil pulang hidup-hidup). Sebagian orang mencoba
mencari Naga Grey Ghost, namun gagal menemukannya, sebab Naga ini pintar bersembunyi. Naga
Sheepstealer terbukti lebih mudah dipancing keluar, namun dia tetap Naga buas yang gampang
marah. Dia telah membunuh lebih banyak “Benih Naga” daripada jumlah korban Seasmoke,
Vermithor dan Silverwing dijadikan satu. Salah seorang yang mencoba untuk menjinakkan Naga ini
(setelah gagal menemukan Grey Ghost) adalah Alyn of Hull, adik dari Addam of Hull. Sheepstealer
sama sekali tidak menyukainya. Alyn berlari keluar dari sarang naga dengan seluruh jubahnya
terbakar. Berkat tindakan cepat dari sang kakak, Addam, nyawanya berhasil diselamatkan.
Seasmoke mengusir si Sheepstealer sementara Addam memadamkan api di jubah Alyn dengan
jubahnya sendiri. Alyn Velaryon harus menyandang bekas luka bakar di punggung dan betisnya
seumur hidup. Namun ia masih termasuk beruntung, karena dia masih hidup. Banyak orang lain,
yang berusaha untuk menaiki punggung Sheepstealer, malah berakhir di perutnya.

Pada akhirnya, Naga coklat ini berhasil dijinakkan berkat kecerdikan dan ketekunan seorang gadis
kecil berkulit coklat berusia 16 tahun bernama Netty. Netty mengantarkan seekor domba segar yang
baru disembelih setiap pagi, sampai Sheepstealer belajar untuk menerima kehadiran Netty dan
menantikan kedatangannya. Seorang gadis berambut hitam, bermata coklat, berkulit coklat,
bertubuh kurus, bicaranya kasar, kumal, dan pemberani...dialah penunggang pertama sekaligus
terakhir dari Naga Sheepstealer.

Maka Pangeran Jacaerys berhasil mencapai tujuannya. Setelah melewati berbagai penderitaan dan
kematian, para istri yang kehilangan suami, dan mereka yang harus menanggung luka bakar seumur
hidup, akhirnya 4 orang pengendara Naga baru berhasil diperoleh. Seiring dengan menjelang
berakhirnya tahun 129 AC, Sang Pangeran bersiap untuk terbang menyerang King's Landing. Ia
memilih hari pertama di Bulan Purnama tahun depan sebagai tanggal penyerangan.

Namun, seperti kata pepatah “Manusia berencana, Para Dewa yang menentukan”. Sebab, saat Jace
sedang memaparkan rencananya, sebuah ancaman baru datang mendekat dari arah Timur. Rencana
yang disusun oleh Otto Hightower akhirnya membuahkan hasil; setelah berunding di Tyrosh,
Dewan Agung Triarki (Myr, Lys, dan Tyrosh) akhirnya menerima tawaran Otto Hightower untuk
bersekutu. 90 kapal perang berlayar dari Stepstones dengan menaikkan panji Triarki, menuju ke
Gullet...dan entah memang kebetulan, atau suratan takdir dari para dewa, kapal Gay Abandon, yang
membawa kedua Pangeran Targaryen, Aemon Muda dan Viserys, bertemu dengan armada itu.
Kapal yang bertugas mengawal Gay Abandon dihancurkan sampai tenggelam atau ditangkap. Kapal
Gay Abandon sendiri tertangkap.

Kabar buruk ini baru diterima di Dragonstone setelah Pangeran Aegon Yunior berhasil tiba di sana.
Sang Pangeran berhasil tiba di Dragonstone dalam kondisi tengah berpegangan mati-matian di leher
Naga Stormcloud. Bocah itu pucat ketakutan, gemetar seperti daun bergoyang, dan terkencing-
kencing. Sang Pangeran baru berusia 9 tahun, dan belum pernah terbang menaiki Naga sebelumnya.
Rupanya, penerbangan ini adalah penerbangan pertama sekaligus yang terakhir bagi Sang Pangeran.
Naga Stormcloud terluka parah saat tiba di Dragonstone. Tidak terhitung banyaknya anak panah
yang menancap di bagian perutnya, dan sebuah anak panah raksasa Scorpion menembus lehernya.
Naga Stormcloud mati beberapa jam kemudian, setelah mengeluarkan suara mendesis dan darah
panas kehitaman mengalir dari luka-lukanya. Adiknya, Pangeran Viserys, tidak bisa kabur dari
kapal Gay Abandon. Seorang bocah yang cerdik, ia menyembunyikan telur naganya, lalu berganti
pakaian dengan pakaian kumal penuh dengan noda garam. Ia berusaha menyamar menjadi bocah
awak kapal biasa. Namun, salah seorang awak kapal itu berkhianat, sehingga Pangeran Viserys
tertangkap. Yang pertama kali menyadari siapa Viserys sebenarnya adalah kapten kapal dari Tyrosh,
namun Laksamana Sharako Lohar dari Lys merebut Viserys dari sang kapten.

Ketika Pangeran Jacaerys terbang turun ke atas barisan kapal Lys di atas Vermax, hujan panah dan
lemparan tombak menyambut kehadirannya. Para pelaut dari Triarki sudah pernah melawan Naga
sebelumnya, saat dulu berperang melawan Pangeran Daemon Targaryen di Kepulauan Stepstones.
Keberanian mereka tidak diragukan lagi; mereka siap menghadapi semburan api Naga dengan
persenjataan apa adanya yang mereka miliki. “Bunuh penunggangnya, maka Naganya akan pergi,”
pesan kapten dan komandan mereka. Satu kapal terbakar, kemudian satu kapal lagi menyusul.
Namun pasukan dari Triarki ini tetap melawan...sampai sebuah suara raungan terdengar, dan
mereka memandang ke atas. Makin banyak sosok bersayap terbang dari Gunung Dragonmont ke
arah mereka.

Melawan seekor Naga sudah sangat luar biasa berani. Tapi, kalau melawan 5 ekor Naga, lain lagi
ceritanya. Saat Silverwing, Sheepstealer, Seasmoke, dan Vermithor mendatangi mereka, para pelaut
itu mulai merasakan keberanian mereka menghilang. Barisan armada itu mulai berantakan, saat satu
demi satu kapal perang itu berbalik arah. Naga-naga itu mulai menyambar turun bagaikan petir
sambil menembakkan bola-bola api biru, jingga, merah, dan kuning keemasan, yang kian lama kian
menyilaukan. Kapal demi kapal hancur atau terbakar. Orang-orang berlompatan ke air dengan tubuh
terbakar api. Di mana-mana asap hitam mengepul dari permukaan air. Tampaknya tidak ada harapan
untuk menang...semuanya habis lenyap....mendadak, Vermax terbang terlalu rendah, dan
menghantam permukaan laut.

Belakangan, ada beberapa versi cerita yang mencoba menjelaskan mengapa dan bagaimana Vermax
terjatuh. Ada yang bilang, seorang pemanah menembakkan anak panah yang menembus mata
Vermax. Tapi, cerita ini terlalu mirip dengan peristiwa kematian Naga Meraxes di Dorne pada
jaman dahulu kala. Versi lain mengatakan bahwa seorang pelaut di sebuah kapal Myr, ketika sedang
berada di tiang pengawas, melemparkan sebuah jangkar ke arah Vermax ketika Naga itu sedang
terbang melewati kapal tersebut. Salah satu kait dari jangkar itu menancap di antara kedua sisik
Vermax, dan semakin dalam menancap ketika jangkar itu ditarik oleh Vermax dengan kecepatan
tinggi. Pelaut itu mengikatkan rantai jangkar itu di tiang kapal. Bobot kapal itu, ditambah dengan
kecepatan terbang Vermax, membuat perut Naga itu robek dengan luka berbentuk zigzag
memanjang. Raungan marah Vermax terdengar bahkan sampai ke kota Spicetown, walaupun saat
itu bunyi ribut peperangan terdengar sangat keras. Vermax, yang sedang terbang dengan kecepatan
tinggi, mendadak terbanting ke atas permukaan laut. Vermax berjuang untuk keluar dari air dengan
tubuh berasap dan menjerit-jerit, sambil mencakari air laut. Menurut kesaksian para pelaut yang
selamat, saat Vermax sedang berjuang keras untuk muncul ke permukaan air, ia menabrak sebuah
kapal yang sedang terbakar. Kapal kayu itu pecah, tiang utamanya roboh, dan Vermax, yang sedang
menggelepar di dalam air, terjerat oleh tali temali kapal. Ketika kapal itu terbalik dan tenggelam,
Vermax ikut tenggelam bersama kapal tersebut.

Konon, Jacaerys Velaryon berhasil melepaskan diri dan berpegangan pada puing bekas kapal untuk
sesaat, sebelum beberapa pemanah dari sebuah kapal Myr mulai menembakinya dengan panah.
Sang Pangeran terkena sebuah panah, dan kemudian satu panah lagi. Semakin lama semakin banyak
pemanah Myr yang menembakinya. Akhirnya sebuah anak panah menembus lehernya. Pangeran
Jacaerys Velaryon pun meninggal ditelan lautan.

Pertempuran di Gullet berlangsung hingga malam hari di sebelah Utara dan Selatan Pulau
Dragonstone. Pertempuran ini adalah salah satu pertempuran laut paling berdarah dalam sejarah.
Dari Stepstones, Laksamana Sharako Lohar membawa 90 kapal gabungan dari negeri Myr, Lys dan
Tyrosh; hanya 28 kapal yang tersisa saat mereka pulang dengan susah-payah ke negeri asal mereka.

Armada penyerang ini memilih untuk tidak menyerang Dragonstone, sebab mereka yakin bahwa
markas utama House Targaryen ini terlalu kuat untuk diserang. Namun, mereka membalas dendam
dengan kejam di Driftmark. Kota Spicetown dijarah dengan brutal. Pria, wanita dan anak-anak
dibantai lalu mayatnya dibiarkan begitu saja di jalanan untuk dijadikan makanan bagi burung
camar, tikus, dan burung gagak. Semua bangunan dibakar. Kota Spicetown tidak pernah dibangun
kembali. Kastil High Tide, rumah House Velaryon, juga dibakar. Semua harta benda yang dibawa
Corlys Velaryon dari wilayah Timur dilahap api. Para pelayannya dibantai saat berusaha melarikan
diri dari kobaran api. Armada laut Velaryon kehilangan hampir sepertiga kekuatannya. Ribuan
orang tewas. Namun, tidak ada kehilangan yang lebih besar daripada gugurnya Jacaerys Velaryon,
Pangeran Dragonstone dan calon ahli waris Tahta Iron Throne.

Dua minggu kemudian, di kawasan The Reach, Lord Ormund Hightower terjebak di antara 2
pasukan. Thaddeus Rowan, Lord of Goldengrove, dan Tom Flowers, Bastard of Bitterbridge,
mendatangi Ormund Hightower dari arah timur laut dengan sejumlah besar pasukan ksatria
berkuda. Sementara itu Ser Alan Beesbury, Lord Alan Tarly, dan Lord Owen Costayne telah
menggabungkan kekuatan mereka untuk menutup jalur mundur Ormund Hightower ke Oldtown.
Saat pasukan mereka mengepung Ormund Hightower di tepi sungai Honeywine, menyerang dari
depan dan belakang bersamaan, Lord Hightower menyaksikan barisan pertahanannya mulai runtuh.
Kekalahan tampaknya tidak terhindarkan lagi...sampai sebuah bayangan melayang di atas medan
perang dan suara raungan terdengar di antara bunyi pedang beradu. Seekor Naga telah datang.

Naga itu adalah Tessarion, Sang Ratu Biru, berwarna biru kobalt dan tembaga. Di atas punggungnya
adalah putra termuda dari ketiga putra Ratu Alicent, Daeron Targaryen. Usianya baru 15 tahun, dan
dia adalah Squire dari Lord Ormund Hightower.

Kehadiran Pangeran Daeron dan Naganya mengubah arah pertempuran. Sekarang giliran pasukan
Lord Ormund yang menyerang sambil berteriak kepada lawan mereka , sementara pasukan Ratu
Rhaenyra mundur. Di akhir hari, Lord Rowan mundur ke utara dengan sisa-sisa pasukannya, Tom
Flowers terbaring tewas dan hangus terbakar di antara alang-alang, Alan Beesbury dan Alan Tarly
tertangkap, dan Lord Costayne tewas perlahan-lahan akibat luka yang didapatnya dari Bold Jon
Roxton, yang menggunakan pedang hitamnya, The Orphan Maker. Saat serigala dan burung gagak
menyantap mayat-mayat korban perang, Lord Hightower menjamu Pangeran Daeron dengan daging
Auroch dan anggur yang keras. Lord Hightower melantik Pangeran Daeron menjadi Ksatria
menggunakan Pedang Baja Valyria bernama Vigilance, sambil memberinya julukan “Daeron Si
Pemberani”. Sang Pangeran menjawab dengan rendah hati, “ My Lord, Anda sangat baik hati
berkata demikian, tapi sebenarnya kemenangan ini milik Naga Tessarion.”

Di Dragonstone, suasana patah semangat dan kekalahan terasa di Dewan Hitam saat berita bencana
di Honeywine tiba. Lord Bar Emmon bahkan sampai menyarankan bahwa mungkin sudah
waktunya bagi mereka untuk bertekuk lutut pada Raja Aegon II. Namun, Sang Ratu sama sekali
tidak bergeming. Hati manusia sulit diduga, dan hati seorang wanita tidak bisa dimengerti. Setelah
patah semangat akibat kehilangan seorang putra, Rhaenyra Targaryen tampaknya justru seolah-olah
mendapat kekuatan baru dari kematian putranya yang seorang lagi. Kematian Jace membuatnya
semakin tegar dan memusnahkan rasa takutnya. Kini tinggal amarah dan kebencian yang masih
tersisa. Sang Ratu masih punya lebih banyak Naga daripada adik tirinya, dan ia bertekad untuk
menggunakan mereka, apa pun yang terjadi. Ia akan menghujani Aegon dan para pendukungnya
dengan api dan kematian. Itulah yang Rhaenyra sampaikan kepada Dewan Hitam. Rebut Tahta Iron
Throne dari Aegon, atau mati dalam perjuangan.

Nun jauh di seberang lautan, tekad serupa juga tertanam di dalam dada Pangeran Aemond
Targaryen, yang menjalankan pemerintahan atas nama Aegon II, sementara Sang Raja masih
terbaring di tempat tidur. Walaupun sangat membenci kakak tirinya, Rhaenyra, Aemond si Mata
Satu melihat ancaman yang lebih besar dari pamannya, Pangeran Daemon Targaryen, dan pasukan
besar yang telah dia himpun di Harrenhal. Setelah mengumpulkan seluruh bawahannya dan anggota
Dewan Hijau, Sang Pangeran mengumumkan niatnya untuk menyerang pamannya dan menghajar
para bangsawan Riverlands yang memberontak.

Tidak semua anggota Dewan Hijau menyetujui rencana serangan nekad Sang Pangeran. Aemond
didukung oleh Ser Criston Cole, Hand of The King, dan Ser Tyland Lannister. Namun Grand
Maester Orwyle mendesak Sang Pangeran untuk mengirim berita ke Storm's End agar pasukan
House Baratheon bisa bergabung dengan pasukannya sebelum serangan dimulai. Lord Jasper
Wylde, Si Tongkat Besi, berkata agar Aemond juga memanggil Lord Hightower dan Pangeran
Daeron dari selatan, dengan alasan “dua Naga lebih baik daripada satu.” Ibusuri Alicent juga lebih
suka berhati-hati, dan ia mendesak Aemond untuk menunggu sampai kakaknya Raja Aegon dan
Naga Sunfyre sembuh, agar mereka pun bisa bergabung.

Namun Pangeran Aemond sama sekali tidak mau menunda-nuda. Ia berkata bahwa ia tidak butuh
bantuan dari saudara-saudaranya maupun naga mereka. Luka Aegon terlalu parah. Daeron terlalu
muda. Ya, Naga Caraxes memang menakutkan. Buas, cerdik, dan sudah berpengalaman
perang...namun Vhagar lebih tua, lebih ganas, dan dua kali lebih besar. Menurut Septon Eustace,
Pangeran Aemond Si Pembunuh Saudara sudah bertekad untuk menjadikan kemenangan ini
miliknya sendiri; ia tidak mau berbagi kejayaan dengan saudaranya maupun orang lain.

Pangeran Aemond juga tidak bisa dihentikan. Sebab, sebelum Raja Aegon II bangkit dan
menghunus pedangnya kembali, hak perwalian dan wewenang untuk memerintah negeri berada di
tangan Pangeran Aemond. Sesuai dengan tekadnya, Sang Pangeran berangkat dari Gerbang Gate of
The Gods 2 minggu kemudian, mengepalai pasukan sebanyak 4000 orang.

Pangeran Daemon Targaryen sudah terlalu tua dan berpengalaman untuk duduk diam menunggu
dan membiarkan dirinya bertahan di balik tembok, walau tembok Kastil Harrenhal sekalipun. Sang
Pangeran masih punya koneksi di King's Landing, dan rencana keponakannya sudah bocor ke
telinganya, bahkan sebelum Pangeran Aemond berangkat. Ketika diberitahu bahwa Aemond dan
Ser Criston Cole telah meninggalkan King's Landing, Pangeran Daemon tertawa dan berkata,
“akhirnya datang juga.” Sebab Daemon sudah lama mengantisipasi kejadian ini. Banyak gagak
dikirim dari Harrenhal.

Di tempat lain, Lord Walys Mooton memimpin 100 Ksatria ke Maidenpool untuk bergabung dengan
Klan Crabbs dan Brunes dari Crackclaw Point dan Klan Celtigar dari Claw Isle. Mereka bergerak
cepat melalui hutan cemara dan bukit berkabut menuju Rook's Rest. Kemunculan mereka yang
mendadak berhasil mengejutkan garisun penjaga di sana. Setelah merebut kembali kastil Rook's
Rest, Lord Mooton memimpin sekumpulan anak buahnya yang paling berani menuju ke ladang abu
di sebelah Barat kastil, untuk menghabisi Naga Sunfyre.

Para calon pembunuh Naga ini dengan mudah berhasil mengusir para pengawal yang bertugas
memberi makan, merawat dan melindungi Naga Sunfyre. Namun Naga Sunfyre sendiri ternyata
lebih tangguh daripada perkiraan. Naga sulit bergerak dengan lancar di atas tanah, dan sayapnya
yang robek membuat Naga kuning keemasan itu sulit untuk terbang ke udara. Para penyerang itu
menduga akan menemukan seekor Naga yang hampir mati, namun mereka menemukan Naga yang
sedang tertidur. Namun suara pedang beradu dan gemuruh kaki kuda membuat Sunfyre terbangun,
dan sebuah tusukan tombak memancing kemarahannya. Dengan tubuh berlumuran lumpur dan
sambil menggeliat di antara tumpukan tulang-belulang domba, Sunfyre menggeliat dan bergulung
seperti ular, menyabetkan ekornya kesana kemari, dan menyemburkan api keemasan kepada para
penyerangnya sambil berusaha untuk terbang. 3 kali dia melayang naik, namun 3 kali juga dia
terjatuh kembali. Pasukan Moonton mengeroyoknya dengan pedang, tombak, dan kapak,
membuatnya terluka parah di banyak tempat...namun setiap tusukan hanya membuat Sunfyre
semakin marah. Jumlah korban tewas mencapai 60 orang, sebelum akhirnya mereka yang selamat
melarikan diri.

Salah seorang korban tewas itu adalah Walys Mooton, Lord of Maidenpool. Ketika jenasahnya
ditemukan 2 minggu kemudian oleh adiknya Manfyrd, tinggal daging hangus di dalam baju besi
yang meleleh yang tersisa, dikerumuni oleh belatung. Namun, di lapangan abu itu, yang dipenuhi
oleh mayat-mayat pria pemberani dan ratusan bangkai kuda yang hangus dan berasap, Lord
Manfyrd tidak menemukan Naga milik Raja Aegon. Sunfyre telah menghilang. Tidak ada jejak,
yang seharusnya ada jika Naga itu menyeret tubuhnya pergi. Tampaknya Naga Sunfyre telah
terbang kembali...entah ke mana, tidak ada yang tahu.

Sementara itu, Pangeran Daemon Targaryen terbang cepat menuju ke Selatan di atas Naga Caraxes.
Ia terbang di atas sisi Barat dari Danau Gods Eye, menghindari pasukan Ser Criston Cole. Ia
menghindari pasukan musuh, menyeberangi perairan Blackwater, lalu berbelok ke Timur,
menyusuri aliran sungai menuju ke King's Landing. Dan, di Dragonstone, Rhaenyra Targaryen
mengenakan baju besi hitam mengkilap, naik ke atas Syrax, dan terbang saat hujan badai menerpa
Blackwater. Di atas kota King's Landing, Sang Ratu dan suaminya bertemu dan terbang mengitari
bukit Aegon's High Hill.

Terlihatnya mereka berdua menimbulkan rasa ngeri di jalan-jalan kota, sebab rakyat segera
menyadari bahwa serangan yang selama ini mereka khawatirkan akhirnya sungguh-sungguh terjadi.
Pangeran Aemond dan Ser Criston telah berangkat untuk merebut Harrenhal. Akibatnya, pertahanan
kota King's Landing kosong saat ini. Ditambah lagi Pangeran Aemond telah membawa Vhagar, si
Naga ganas itu. Yang tersisa tinggal Naga Dreamfyre dan segelintir anak Naga, untuk menghadapi
Naga-Naga yang dibawa Rhaenyra. Anak-anak Naga itu belum pernah ditunggangi, dan
penunggang Naga Dreamfyre, Ratu Helaena, sudah hancur jiwanya. Boleh dibilang, di kota King's
Landing tidak ada Naga yang siap tempur.
Ribuan penduduk mengalir keluar gerbang kota sambil membawa anak-anak dan harta benda di
punggung mereka untuk mencari perlindungan di kawasan pedesaan. Sisanya menggali lubang dan
terowongan di bawah gubuk mereka. Lubang gelap di mana mereka berharap bisa berlindung saat
kota terbakar nanti. Kerusuhan pecah di kawasan Flea Bottom. Ketika layar dari armada kapal milik
Lord Corlys Velaryon terlihat di sebelah Timur Blackwater Bay, mengarah menuju ke sungai,
lonceng mulai berdentang di setiap tempat ibadah (sept) di kota, dan massa berhamburan ke jalan-
jalan, menjarah kemanapun mereka pergi. Lusinan orang tewas sebelum Pasukan Jubah Emas
berhasil memulihkan keamanan.

Baik Pangeran Wali dan Hand of King sedang absen. Raja Aegon sendiri menderita luka bakar,
terbaring tak berdaya di ranjang, di bawah pengaruh candu. Tanggung jawab mempertahankan kota
jatuh ke tangan Ibusuri. Ibusuri segera bangkit dan bertindak. Ia menutup pintu gerbang kota dan
istana, mengerahkan pasukan Jubah Emas ke tembok kota, dan mengirim utusan berkuda ke
Pangeran Aemond untuk menyuruhnya kembali segera.

Selain itu, Ibusuri juga menyuruh Grand Maester Orwyle mengirim gagak ke seluruh bangsawan
yang setia, agar mereka datang dan membela Raja mereka yang sejati. Namun, saat Orwyle sedang
bergegas kembali ke kamarnya, sudah ada 4 orang prajurit Jubah Emas menunggunya di sana. Satu
orang membekap mulutnya, sedangkan sisanya memukuli dan mengikatnya. Dengan kepala
dibungkus kain, Grand Maester Orwylle dibawa ke sel bawah tanah.

Para utusan berkuda yang dikirim Ibusuri Alicent hanya sampai di gerbang kota, di mana pasukan
Jubah Emas menangkap mereka. Tanpa diketahui oleh Ibusuri, 7 kapten yang memimpin penjagaan
di gerbang kota, yang dipilih karena setia kepada Raja Aegon, telah ditawan atau dibunuh ketika
Naga Caraxes muncul di atas istana Red Keep...sebab para anggota pasukan City Watch masih setia
pada Pangeran Daemon Targaryen, yang dulu pernah memimpin mereka.

Adik Sang Ibusuri, Ser Gwayne Hightower, wakil komandan Pasukan Jubah Emas, berlari ke istal
kuda untuk membunyikan lonceng peringatan; ia ditangkap, senjatanya dilucuti, dan diseret ke
komandan Pasukan City Watch, Ser Luthor Largent. Ketika Hightower menuduhnya sebagai
“pembalik jubah” (pembelot), Ser Luthor tertawa. “Daemonlah yang memberi kami jubah emas ini.
Dibolak-balik seperti apapun, sekali jubah emas, tetap jubah emas.” Lalu Ser Luthor menusukkan
pedangnya menembus perut Gwayne Hightower, dan memerintahkan agar gerbang kota dibuka bagi
pasukan yang berhamburan keluar dari kapal milik Sang Ular Laut, Corlys Velaryon.

Walaupun terkenal memiliki tembok yang kokoh, kota King's Landing jatuh dalam waktu kurang
dari sehari. Pertempuran singkat dan berdarah terjadi di gerbang River Gate, di mana 13 ksatria dan
100 prajurit dari House Hightower mengusir Pasukan Jubah Emas dan bertahan selama hampir 8
jam menghadapi serangan dari dalam maupun luar kota. Namun perjuangan mereka sia-sia, sebab
pasukan Rhaenyra masuk dari 6 gerbang kota yang lain tanpa halangan. Melihat Naga sang ratu
terbang di angkasa membuat mereka yang melawan kehilangan keberanian, dan para pengikut
Aegon yang masih setia bersembunyi, kabur, atau bertekuk lutut.

Satu demi satu Naga-naga Rhaenyra turun mendarat. Sheepstealer mendarat di atas bukit Visenya's
Hill. Silverwing dan Vermithor mendarat di bukit Hill of Rhaenys, di luar kandang Naga Dragonpit.
Pangeran Daemon terbang mengitari Istana Red Keep sebelum mendarat bersama Caraxes di
halaman depan Istana. Hanya setelah dia memastikan bahwa para penjaga istana tidak lagi menjadi
ancaman, Daemon memberi isyarat kepada istrinya Sang Ratu untuk turun bersama dengan Syrax.
Addam Velaryon tetap berada di udara. Ia dan Seasmoke terbang mengelilingi tembok kota.
Kepakan sayap sang naga menjadi peringatan bagi mereka yang berada di bawah, bahwa setiap
perlawanan akan dibalas dengan api.
Setelah melihat bahwa perlawanan adalah sia-sia, Ibusuri Alicent keluar dari Benteng Maegor's
Holdfast bersama ayahnya Ser Otto Hightower, Ser Tyland Lannister, dan Lord Jasper Wylde, Si
Tongkat Besi (Lord Larys Strong tidak bersama dengan mereka. Sang Master of Whisperers, entah
bagaimana caranya, telah berhasil lolos). Ibusuri Alicent mencoba untuk berunding dengan putri
tirinya, Rhaenyra,” mari kita adakan Sidang Agung Dewan Bangsawan lagi, sama seperti yang dulu
pernah diadakan oleh Raja Jahaerys. Kita serahkan masalah suksesi ini untuk dibahas oleh para
bangsawan dari seluruh negeri.” Namun Ratu Rhaenyra menolak usul itu dengan pandangan
menghina,”kita sama-sama tahu apa hasil yang akan keluar dari Sidang Agung semacam itu.” Lalu
Rhaenyra memberikan pilihan kepada Sang Ibusuri: menyerah, atau mati dibakar.

Sambil menundukkan kepala tanda takluk, Ibusuri Alicent menyerahkan kunci Istana, dan
memerintahkan para ksatria dan prajuritnya untuk meletakkan senjata mereka. “Kota ini sekarang
milik Anda, Puteri. Namun Anda tidak akan lama menguasainya. Tikus bersuka ria bila kucing
sedang tidak ada, namun putraku Aemond akan segera kembali dengan api dan darah.”

Namun, kemenangan Rhaenyra jauh dari sempurna. Anak buahnya menemukan istri dari Aegon,
Ratu Helaena yang sudah gila, mengunci diri di dalam kamarnya. Namun, ketika mereka
mendobrak pintu kamar tidur Raja, mereka menemukan bahwa ranjangnya sudah kosong. Raja
Aegon II telah melarikan diri beserta anak-anaknya, Putri Jaehaera (6 tahun) dan Pangeran Maelor
(2 tahun). Selain mereka, turut serta Ser Willis Fell dan Rickard Thorne dari kesatuan Kingsguard.
Bahkan Ibusuri pun tidak tahu ke mana mereka pergi. Luthor Largent bersumpah, tidak ada
seorangpun yang melewati gerbang kota.

Walaupun gagal menangkap Aegon II, Tahta Iron Throne tetap jatuh ke tangan Rhaenyra. Dan Ratu
Rhaenyra tidak akan bisa tidur nyenyak sebelum ia berhasil mengklaim tahta milik almarhum
ayahnya. Jadi malam itu juga obor dinyalakan di ruangan Tahta, dan Sang Ratu menaiki tangga besi
yang menuju ke Tahta Iron Throne dan duduk di sana, di tahta yang pernah diduduki oleh Raja
Viserys, Raja Jahaerys, Raja Maegor, Raja Aenys, dan Raja Aegon Sang Naga. Dengan raut muka
tegas, dan masih memakai baju besi, dia duduk dengan tegap ketika setiap pria dan wanita di Istana
Red Keep dibawa menghadap ke hadiratnya, dan dipaksa untuk berlutut di hadapannya, memohon
ampunan darinya, dan bersumpah untuk mengabdikan hidup, pedang, dan kehormatan mereka
baginya sebagai Ratu mereka yang sah.

Upacara ini berlangsung sepanjang malam. Fajar sudah menyingsing ketika Rhaenyra Targaryen
bangkit berdiri dan turun dari Tahta Iron Throne. “Ketika suami Sang Ratu, Pangeran Daemon
Targaryen, mendampinginya meninggalkan aula, bekas-bekas luka terlihat di kaki dan telapak
tangan kiri Sang Ratu. Darah menetes ke lantai saat Sang Ratu berlalu, dan para orang bijak saling
berpandangan satu sama lain, walaupun mereka tidak berani berkata terus terang: Tahta Iron Throne
telah menolaknya sebagai penguasa. Dia tidak akan lama bertahta di sana.”

Semuanya ini terjadi ketika Pangeran Aemond dan Ser Criston Cole bergerak maju di kawasan
Riverlands. Setelah 19 hari berbaris, mereka tiba di Harrenhal...dan menemukan gerbang kastil itu
terbuka, sedangkan Pangeran Daemon dan para pengikutnya sudah pergi.

Pangeran Aemond telah membawa Vhagar terbang di atas barisan utama sepanjang perjalanan,
mengira bahwa pamannya mungkin akan mencoba menyerang mereka dengan Naga Caraxes.
Pangeran Aemond tiba di Harrenhal sehari setelah Ser Criston Cole tiba, dan malam itu merayakan
kemenangan besar; Daemon dan para “bangsawan brengsek dari Riverlands” lebih memilih untuk
kabur daripada menghadapi amukannya. Tidak heran, ketika kabar jatuhnya King's Landing tiba di
telinga Aemond, sang Pangeran merasa dikerjai habis-habisan. Amarah Pangeran Aemond sangat
mengerikan untuk dilihat.
Di sebelah Barat Harrenhal, pertempuran di kawasan Riverlands terus berlangsung. Pasukan
Lannister terus merayap maju. Komandan mereka, Lord Lefford Lannister, sudah tua dan lemah.
Akibatnya, pasukan itu hanya bisa merayap perlahan-lahan. Namun, saat pasukan itu mendekati
tepian sebelah barat dari Danau Gods Eye, mereka berjumpa dengan sebuah pasukan baru dan
besar, menghadang mereka.

Lord Roderick “The Ruin” (Si Puing-puing) Dustin dan pasukan Winter Wolves pimpinannya telah
bergabung dengan Forrest Frey, Lord of The Crossing, dan Red Robb Rivers, yang dijuluki Sang
Pemanah dari Raventree. Pasukan Winter Wolves berjumlah 2000 orang. Frey memimpin 200
ksatria dan 600 pasukan infantri, dan Rivers membawa 300 pemanah. Baru saja Lord Lefford
Lannister menghentikan pasukan dan menyuruh mereka bersiap untuk menghadapi musuh di depan
mata, dari arah Selatan muncul lebih banyak musuh. Longleaf Si Pembunuh Singa dan sisa-sisa
pasukan dari pertempuran sebelumnya telah bergabung dengan Lord Bigglestone, Chambers, dan
Perryn.

Terjepit di antara 2 pasukan musuh, Lord Lefford Lannister enggan untuk menyerang duluan,
khawatir jika salah satu musuh menyerang dari belakang. Sebagai gantinya dia mengatur
pasukannya memunggungi Danau Gods Eye, menggali parit pertahanan, dan mengirim gagak ke
Pangeran Aemond di Harrenhal, meminta bantuan. Walaupun selusin gagak dikirim, tidak satupun
yang berhasil mencapai Sang Pangeran; Red Robb Rivers, yang konon adalah pemanah terbaik di
seluruh Westeros, memanahi mereka saat sedang terbang.

Keesokan harinya, semakin banyak pasukan Riverlands yang muncul. Kali ini dipimpin oleh Ser
Garibald Grey, Lord Jon Charlton, dan penguasa baru Raventree, Lord Benjicot Blackwood, yang
baru berusia 11 tahun. Dengan semakin banyaknya jumlah mereka berkat bala bantuan yang baru
datang, para bangsawan pendukung Ratu Rhaenyra sepakat bahwa sudah tiba saatnya untuk
menyerang. “Sebaiknya kita habisi pasukan Singa Lannister ini, sebelum Naga datang,” kata Lord
Roderick “The Ruin” Dustin.

Pertempuran darat paling berdarah di “Tarian Para Naga” dimulai keesokan harinya, saat matahari
terbit. Di catatan sejarah yang tercatat di Citadel, pertempuran ini dikenal dengan nama
Pertempuran di Tepi Danau. Namun, bagi mereka yang berhasil bertahan hidup dari pertempuran
ini, mereka akan selalu mengenangnya dengan satu nama: Pertempuran Makanan Ikan (The
Fishfeed).

Diserang dari 3 sisi, pasukan Lannister didesak selangkah demi selangkah ke dalam Danau Gods
Eye. Ratusan orang tewas terbunuh saat bertempur di alang-alang, ratusan orang lagi tewas
tenggelam saat berusaha melarikan diri. Saat malam tiba, sudah 2000 orang tewas. Banyak korban
dari kaum bangsawan: Lord Frey, Lord Lefford, Lord Bigglestone, Lord Charlton, Lord Swyft, Lord
Reyne, Ser Clarent Crakehall, dan Ser Tyler Hill, Bastard of Lannisport. Pasukan Lannister berhasil
dihancurkan dan dibantai. Namun begitu banyak korban yang jatuh, sampai-sampai Ben
Blackwood, Lord muda dari Raventree, menangis saat ia melihat tumpukan mayat dari mereka yang
tewas. Kerugian terbesar diderita oleh pasukan Utara, sebab pasukan Winter Wolves telah meminta
kehormatan untuk memimpin serangan di garis depan, dan telah 5 kali menggempur barisan tombak
Lannister. Lebih dari 2/3 pasukan yang berangkat ke Selatan bersama Lord Roderick Dustin tewas
atau terluka.

Di Harrenhal, Aemond Targaryen dan Criston Cole berdebat mengenai bagaimana cara terbaik
untuk menangani serangan pasukan Rhaenyra. Harrenhal terlalu kuat untuk direbut melalui
serangan terbuka, dan para bangsawan Riverlands tidak berani mengepung Harrenhal karena
mereka takut kepada Vhagar. Walaupun begitu, pasukan Raja Aegon mulai kehabisan makanan, dan
mulai kehilangan prajurit akibat mati kelaparan dan penyakit. Di sekeliling Harrenhal hanya ada
bekas-bekas ladang dan desa yang sudah hangus terbakar. Pasukan yang dikirim untuk mencari
perbekalan di luar tidak ada yang kembali. Ser Criston mendesak agar mereka mundur ke Selatan,
di mana dukungan bagi Raja Aegon sangatlah kuat. Namun Pangeran Aemond menolak, sambil
berkata, “hanya pengecut yang kabur dari para pengkhianat.” Jatuhnya King's Landing dan Tahta
Iron Throne sudah cukup membuatnya marah, namun ketika kabar tentang Pertempuran Makanan
Ikan tiba di Harrenhal, Sang Pangeran nyaris mencekik Squire yang menyampaikan kabar buruk itu.
Hanya berkat permohonan dari gundik sang Pangeran, Alys Rivers, nyawa Squire itu berhasil
diselamatkan. Pangeran Aemond lebih suka segera menyerang King's Landing. Ia bersikeras bahwa
tidak ada satupun dari Naga milik Rhaenyra yang dapat menandingi Vhagar.

Ser Criston menyebut rencana itu gegabah. “1 lawan 6 itu pertarungan yang bodoh, Yang Mulia
Pangeran,” katanya. Sekali lagi, Criston Cole mendesak agar mereka bergerak ke Selatan dan
menggabungkan kekuatan dengan pasukan Lord Hightower. Pangeran Aemond bisa berjumpa lagi
dengan adiknya Daeron dan Naganya. Mereka tahu bahwa Raja Aegon telah lolos dari Rhaenyra,
dan dia pasti menemukan kembali Naga Sunfyre lalu bergabung dengan adik-adiknya. Dan
mungkin koneksi mereka di dalam King's Landing bisa menemukan cara untuk membebaskan Ratu
Helaena, sehingga dia bisa menunggangi Naga Dreamfyre ke medan perang. 4 Naga mungkin bisa
menang melawan 6 Naga, kalau salah satu dari 4 Naga itu adalah Vhagar.

Pangeran Aemond menolak untuk mempertimbangkan “cara pengecut” ini.

Ser Criston dan Pangeran Aemond memutuskan untuk berpisah. Cole akan memimpin pasukan
mereka ke Selatan untuk bergabung dengan Lord Ormund Hightower dan Pangeran Daeron, namun
Pangeran Aemond tidak akan turut serta dengan mereka. Sebagai gantinya, Pangeran Aemond
memutuskan untuk berperang sendirian, dan menghujani para pengkhianat itu dengan api. Cepat
atau lambat si “Ratu jalang” itu akan mengirimkan 1-2 ekor Naga untuk menghentikan Aemond,
dan Vhagar akan menghabisi Naga-Naga itu. Aemond bersikeras, “Rhaenyra tidak akan berani
mengirim semua Naganya, sebab hal itu akan membuat King's Landing jadi kosong dan rentan
untuk diserang. Dia juga tidak akan mengirim Naga pribadinya, Syrax, dan juga tidak akan pernah
mengirim Joffrey Velaryon, satu-satunya putra Velaryon yang masih tersisa. Rhaenyra mungkin
mengaku dirinya seorang Ratu, namun dia tetap seorang wanita. Hatinya lemah, dan sebagai
seorang ibu, dia juga punya kekuatiran tersendiri.”

Maka berpisahlah Ser Criston Cole dan Pangeran Aemond Targaryen; masing-masing menyongsong
takdirnya sendiri-sendiri. Sementara itu, di Istana Red Keep, Ratu Rhaenyra Targaryen sedang
bersiap untuk memberikan hadiah bagi sahabat-sahabatnya, dan menjatuhkan hukuman kejam
kepada mereka yang telah membantu adik tirinya, Aegon.

Hadiah besar ditawarkan kepada mereka yang bisa memberikan informasi guna menangkap “si
perampas tahta yang mengaku bergelar Aegon II”, anak-anaknya Jaehaera dan Maelor, “para ksatria
gadungan” Willis Fell dan Rickard Thorne, dan Larys Strong si Kaki Pengkor. Ketika cara ini gagal
memberikan hasil yang diinginkan, Ratu mengerahkan pasukan pemburu yang terdiri dari para
“juru interogasi” guna mencari para “pengkhianat dan penjahat” yang telah lolos darinya, dan
menghukum siapapun yang ketahuan telah membantu mereka.

Ibusuri Alicent diborgol di pergelangan kaki dan tangan dengan rantai emas, namun putri tirinya
mengampuni nyawanya, “demi almarhum Ayah, yang dulu pernah mencintaimu.” Namun, ayah
Ibusuri Alicent tidak seberuntung itu. Ser Otto Hightower, yang pernah mengabdi sebagai Hand of
King bagi 3 Raja, adalah pengkhianat pertama yang dipenggal kepalanya. Si Tongkat Besi
mendapat giliran berikutnya. Ia tetap bersikeras bahwa menurut hukum, anak lelaki Raja lebih
berhak daripada anak perempuan. Bukannya dibunuh, Ser Tyland Lannister malah diserahkan ke
tangan algojo, dengan harapan sebagian kas kerajaan bisa diperoleh kembali.

Baik Aegon maupun Aemon tidak terlalu dicintai oleh rakyat, dan banyak rakyat yang telah
menyambut gembira kembalinya Sang Ratu. Namun, cinta dan benci adalah dua sisi dari satu koin
yang sama. Begitu kepala-kepala mulai dipajang di atas pintu gerbang kota, dan pajak semakin lama
semakin mencekik, rasa cinta pun berubah menjadi benci. Gadis yang dulu mereka puja sebagai
“Putri Kesayangan Seluruh Negeri” kini telah tumbuh menjadi wanita yang serakah dan penuh
dendam. Seorang Ratu yang sama kejamnya dengan Raja-Raja yang dulu memerintah sebelum
dirinya. Ada yang menjuluki Rhaenyra “Raja Maegor berpayudara”. Ratusan tahun setelahnya,
istilah “Payudara Maegor” menjadi kata makian bagi mereka yang ingin menghina Raja.

Dengan kota, istana, dan tahta kerajaan berada di dalam tangannya, dan dijaga oleh tidak kurang
dari 6 ekor Naga, Rhaenyra merasa sudah cukup aman untuk memanggil anak-anaknya. Selusin
kapal berlayar dari Dragonstone, membawa para dayang dan putranya Aegon Yunior. Rhaenyra
menjadikan Pangeran Aegon Yunior sebagai pembawa cawannya, agar sang pangeran tidak pernah
jauh dari ibundanya. Sebuah armada lain bertolak dari Gulltown, berisi Pangeran Joffrey Velaryon,
putra terakhir Sang Ratu dari Laenor Velaryon yang masih tersisa. Ia didampingi oleh Naga
Tyraxes. Sang Ratu mulai menyusun rencana untuk perayaan besar-besaran dalam rangka
pelantikan resmi Joffrey sebagai Pangeran Dragonstone sekaligus ahli waris Tahta Iron Throne.

Di tengah kemenangan mutlak yang tengah dinikmatinya, Rhaenyra Targaryen tidak pernah
menyadari betapa sedikitnya waktu yang tersisa baginya. Namun, setiap kali dia duduk di Tahta
Iron Throne, pedang-pedang di Tahta itu menggoresi tangan, lengan dan kakinya sampai berdarah.
Sebuah pertanda buruk yang dapat dilihat oleh semua orang.

Di luar tembok King's Landing, peperangan terus terjadi di seluruh Negeri 7 Kerajaan. Di kawasan
Riverlands, Ser Criston Cole telah meninggalkan Harrenhal. Ia bergerak ke arah Selatan, dengan
menyusuri tepian barat dari Danau Gods Eye. Tinggal 3600 prajurit yang menyertainya. Pasukan
yang berasal dari King's Landing ini telah berkurang banyak akibat kematian, penyakit, dan prajurit
yang kabur. Pangeran Aemond sudah lebih dulu pergi, sambil menunggangi Vhagar. Tidak lagi
menetap di satu markas atau mendampingi suatu pasukan, Sang Pangeran Bermata Satu bebas
terbang ke manapun dia mau. Perang yang Pangeran Aemond lakukan mirip dengan yang dulu
dilakukan oleh Raja Aegon Sang Penakluk dan adik-adiknya: dengan api naga. Vhagar berulang
kali melayang turun dari atas langit musim gugur untuk menghabisi tanah, desa, dan kastil milik
para bangsawan Riverlands. House Darry-lah yang pertama kali merasakan amukan Sang Pangeran.
Orang-orang yang sedang mengangkuti hasil panen tewas terbakar atau melarikan diri. Kastil Darry
habis terbakar dalam amukan badai api. Lady Darry dan anak-anaknya selamat karena berlindung di
gudang bawah tanah kastil. Namun suaminya, Lord Darry, dan putra pertamanya, sang calon ahli
waris House Darry, meninggal di tembok pertahanan kastil, bersama dengan 40 orang Ksatria dan
pemanahnya.

3 hari kemudian, kota milik Lord Harroway jadi korban berikutnya. Disusul oleh Mill, Blackbuckle,
Buckle, Claypool, Swynford, Spiderwood...masing-masing menjadi korban amukan Vhagar.
Separuh wilayah Riverlands menyala terbakar.

Ser Criston Cole juga menghadapi amukan api. Saat memimpin pasukannya menuju ke arah Selatan
melalui kawasan Riverlands, asap mengepul baik di depan maupun di belakang pasukannya. Setiap
desa yang ia jumpai telah dikosongkan dan dibumihanguskan. Setiap hutan yang dilewati oleh
pasukannya kini tinggal sekumpulan pohon mati, sebab para bangsawan Riverlands telah membakar
hutan-hutan yang berada di jalur yang dilalui oleh pasukan itu beberapa hari sebelumnya. Di setiap
mata air, kolam, dan sumur desa yang Ser Criston temui hanya ada kematian: bangkai kuda,
bangkai sapi, mayat manusia, dalam keadaan bengkak membusuk, mencemari semua sumber air
tersebut. Di tempat lain, para prajurit pengintainya melihat pemandangan mengerikan: mayat-mayat
berpakaian baju besi dan kain lapuk sedang duduk-duduk di bawah pohon, seolah-olah sedang
berpesta. Mayat-mayat ini berasal dari para prajurit yang tewas di medan perang. Tengkorak-
tengkorak mereka menyeringai di bawah ketopong besi berkarat, sementara daging mereka yang
hijau membusuk terlepas dari tulang-belulang mereka.

Setelah 4 hari meninggalkan Harrenhal, pasukan mereka mulai diserang. Para pemanah yang
bersembunyi di balik pohon mulai mengincar patroli garis depan atau mereka yang tertinggal dari
barisan dengan panah mereka. Para anggota pasukan mulai tewas terbunuh. Ada yang tertinggal dari
barisan belakang, dan tidak pernah muncul kembali. Ada yang melarikan diri, membuang perisai
dan tombak mereka lalu kabur menghilang ke dalam hutan. Ada juga yang membelot ke pihak
musuh. Di sebuah desa biasa di kawasan Crossed Elms, lagi-lagi ada sekumpulan mayat yang
disusun seolah-olah sedang berpesta. Karena sudah terbiasa, regu patroli garis depan dari pasukan
Ser Criston Cole cuma meringis, dan terus berjalan tanpa mempedulikan mayat-mayat yang sudah
membusuk itu...mendadak, mayat-mayat itu bangkit dan menerjang ke arah mereka. Selusin orang
tewas sebelum mereka sadar bahwa ini ternyata jebakan.

Itu semua ternyata baru pemanasan. Para bangsawan kawasan Riverlands selama ini tengah
menghimpun seluruh pasukan mereka. Ketika Ser Criston Cole akhirnya berhasil meninggalkan
danau Gods Eye dan sedang bergerak menuju Blackwater, ia berjumpa dengan para bangsawan
Riverlands, yang sedang menunggunya di atas sebuah rangkaian bukit batu; 300 ksatria berkuda
dengan pakaian besi lengkap, 300 orang pemanah dengan busur panjang, 3000 pemanah biasa, 3000
prajurit Riverlands berpakaian compang-camping bersenjatakan tombak, dan ratusan pasukan Utara
bersenjatakan kapak, palu, gada berduri, dan pedang besi kuno. Di atas pasukan itu berkibarlah
panji Ratu Rhaenyra.

Pertempuran yang terjadi adalah pertempuran yang tidak seimbang. Lord Roderick Dustin
mengangkat sangkakala perang ke bibirnya dan meniupkan isyarat untuk menyerang; pasukan
pendukung Ratu Rhaenyra menerjang turun dari atas bukit batu itu sambil berteriak-teriak, dipimpin
oleh pasukan Winter Wolves dan para ksatrias, di atas kuda mereka masing-masing. Ketika Ser
Criston Cole terkena serangan dan tewas terbunuh, pasukan yang mengikutinya sejak dari
Harrenhal kehilangan nyali mereka. Pasukan itu pecah berantakan dan melarikan diri sambil
membuang perisai mereka. Musuh mengejar di belakang, sambil membantai ratusan orang.

Di Hari Raya Maiden tahun 130AC, Kampus Citadel di Oldtown mengerahkan 300 ekor gagak
putih untuk mengumumkan datangnya musim dingin. Namun, bagi Ratu Rhaenyra Targaryen, saat
ini adalah “musim panas” baginya. Walaupun warga King's Landing tidak menyukainya, kota
King's Landing dan mahkota kerajaan berada di dalam genggaman tangannya. Di seberang lautan,
Triarki sudah mulai terpecah-belah. Lautan kembali dikuasai oleh House Velaryon. Walaupun salju
telah menutup jalur transportasi di Mountains of The Moon, Lady Jeyne Arryn, Maiden of The Vale,
menepati janjinya. Ia mengirim pasukan melalui laut untuk bergabung dengan pasukan Ratu
Rhaenyra. Armada lain datang dengan membawa pasukan dari White Harbor, dipimpin langsung
oleh putra-putra dari Lord Manderly, Medrick dan Torrhen. Kekuatan Ratu Rhaenyra semakin
menguat, sedangkan Raja Aegon semakin melemah.

Namun, perang belum bisa dianggap menang jika masih ada musuh yang belum takluk. Ser Criston
Cole telah dihabisi, namun Raja Aegon II masih hidup dan bebas entah di mana. Putri dari Aegon,
Jaehaera, juga masih bebas. Larys 'Si Kaki Pengkor' Strong, anggota Dewan Hijau yang paling
misterius dan cerdik, juga telah menghilang. Wilayah Storm's End juga masih dikuasai oleh Lord
Borros Baratheon, yang boleh dibilang termasuk musuh Sang Ratu. Keluarga Lannister juga musuh
Ratu yang masih harus diperhitungkan, walaupun sejak Lord Jason Lannister meninggal, dan
sebagian besar ksatria di Westerlands tewas terbunuh atau tercerai berai, Casterly Rock saat ini
berada dalam kondisi berantakan.

Pangeran Aemond Targaryen telah menjadi teror di kawasan Trident. Ia bergerak turun dari langit,
menghujani kawasan Riverlands dengan api dan kematian, lalu menghilang; tahu-tahu, keesokan
harinya, dia menyerang lagi di daerah lain 250 km jauhnya dari posisi semula. Api Vhagar
mengubah Old Willow dan White Willow menjadi abu, dan Hogg Hall menjadi arang. Di
Merrydown Dell, 30 orang dan 300 ekor domba tewas terbakar oleh api naga. Pangeran Aemond
kemudian mendadak kembali ke Harrenhal. Di sana dia membakar setiap bangunan kayu di dalam
kompleks kastil itu. 6 ksatria dan 40 orang prajurit tewas saat mencoba membunuh Vhagar. Seiring
dengan semakin banyaknya berita penyerangan oleh Aemond, para bangsawan Riverlands mulai
memandangi langit dengan cemas, sambil bertanya-tanya siapa yang akan menjadi korban serangan
berikutnya. Lord Mooton dari Maidenpool, Lady Darklyn dari Duskendale, dan Lord Blackwood
dari Raventree mengirim pesan mendesak kepada Sang Ratu, memohon kepadanya agar
mengirimkan Naga untuk melindungi wilayah kekuasaan mereka.

Namun, ancaman terbesar bagi pemerintahan Rhaenyra bukanlah Aemond si Mata Satu, melainkan
adiknya, Pangeran Daeron si Pemberani, dan pasukan Selatan di bawah pimpinan Lord Ormund
Hightower. Pasukan Hightower telah menyeberangi Sungai Mander, dan menuju ke King's Landing.
Mereka bergerak maju perlahan-lahan, menghantami pasukan yang setia kepada Rhaenyra,
kapanpun dan di manapun mereka mencoba untuk menghalangi pasukan Hightower. Pasukan
Hightower juga memaksa setiap bangsawan yang takluk untuk bergabung, menambah kekuatan
mereka. Dengan terbang di atas Tessarion mendahului pasukan utama, Pangeran Daeron menjadi
pemandu pasukan yang sangat berharga. Ia memperingatkan Lord Ormund atas gerakan pasukan
musuh dan posisi parit pertahanan mereka. Seringkali, ketika pasukan Rhaenyra melihat sayap
Tessarion, mereka memilih untuk bubar dan kabur daripada menghadapi semburan api naga di
medan perang.

Menyadari seluruh ancaman ini, Hand of Queen bagi Rhaenyra, Lord Corlys Velaryon,
menyarankan kepada Sang Ratu bahwa sudah saatnya untuk berunding dengan lawan. Lord Corlys
Velaryon mendesak Sang Ratu untuk menawarkan pengampunan bagi Lord Baratheon, Hightower,
dan Lannister jika mereka bersedia bertekuk lutut, bersumpah setia, dan menyerahkan sandera
kepada pihak Iron Throne. Lord Corlys menyarankan agar kaum Agama Faith of The Seven saja
yang menampung Ratu Alicent dan Helaena, sehingga mereka berdua bisa menghabiskan sisa hidup
mereka dengan berdoa dan merenungkan ajaran agama. Putri dari Helaena, Jaehaera, bisa diangkat
menjadi pelayan Corlys, dan kelak saat dewasa dinikahkan dengan Pangeran Aegon Muda, untuk
menyatukan kembali kedua cabang House Targaryen. “Dan bagaimana dengan adik-adik tiriku?”
tanya Rhaenyra, ketika Lord Corlys memaparkan rencananya di hadapan Sang Ratu. “Bagaimana
dengan si raja gadungan, Aegon, dan si pembunuh saudara, Aemond? Apakah kau akan
menyarankan agar aku mengampuni mereka juga, orang-orang yang telah merampas tahtaku dan
membunuh anak-anakku?”

“Ampuni nyawa mereka, lalu kirim mereka ke The Wall,” jawab Lord Corlys. “Biarkan mereka
mengenakan jubah hitam, dan menghabiskan hidup mereka sebagai anggota Night's Watch, terikat
oleh sumpah suci.”

“Apalah artinya sumpah bagi seorang pelanggar janji?” desak Ratu Rhaenyra menuntut jawaban.
“Sumpah mereka tidak menghalangi mereka untuk merebut tahtaku.”

Pangeran Daemon setuju dengan keberatan Sang Ratu. Ia bersikeras bahwa memberi ampun kepada
pemberontak dan pengkhianat hanya akan menabur bibit pemberontakan yang baru kelak. “Perang
ini akan berakhir bila kepala para pengkhianat itu sudah terpancang di atas Gerbang King's Gate,
bukan sebelumnya.” Aegon II nanti pasti akan ditemukan “bersembunyi di balik sebuah batu, entah
di mana.” Namun mereka harus maju berperang melawan Aemond dan Daeron. House Lannister
dan Baratheon juga harus dihancurkan, agar tanah dan kastil mereka dapat dialihkan ke para
pengikut yang terbukti lebih setia. Berikan Kastil Storm's End kepada Ulf White dan Casterly Rock
kepada Hard Hugh Hammer. Itulah usul dari Pangeran Daemon, yang mana membuat Lord Corlys
Velaryon merasa ngeri. “Separuh bangsawan Westeros akan berbalik menentang kita, jika kita
bertindak sekejam itu, menghancurkan keluarga bangsawan seagung dan setua itu,” kata Lord
Corlys.

Sang Ratu sendirilah yang harus memilih antara mengikuti saran suaminya atau Hand of Queen-
nya. Rhaenyra memutuskan untuk mengambil jalan tengah. Sang Ratu akan mengirim utusan ke
Storm's End dan Casterly Rock untuk menawarkan “persyaratan yang adil” dan
pengampunan...setelah dia menghabisi adik-adik dari Aegon II si perebut tahta, yang sedang berada
di medan perang, berjuang menentangnya. “Begitu mereka tewas, sisanya akan bertekuk lutut.
Bunuh naga mereka, agar aku bisa memajang kepala naga itu di dinding Ruang Tahta. Biarkan
orang-orang melihat kepala naga itu, agar mereka menyadari harga dari sebuah pengkhianatan.”

Tentu saja King's Landing tidak boleh dibiarkan kosong tanpa penjagaan. Ratu Rhaenyra akan tetap
tinggal di kota bersama dengan Naga Syrax. Begitu juga anak-anaknya, Aegon dan Joffrey, yang
tidak boleh dibiarkan menanggung resiko. Joffrey, yang usianya belum genap 13 tahun, sangat ingin
membuktikan diri sebagai pahlawan. Namun, ketika diberitahu bahwa Tyraxes dibutuhkan untuk
membantu ibunya mempertahankan Istana Red Keep jika terjadi serangan, Joffrey bersumpah untuk
sungguh-sungguh membantu ibunya. Addam Velaryon, putra angkat Corlys Velaryon, juga tetap
tinggal di King's Landing bersama Naga Seasmoke. 3 ekor Naga seharusnya cukup untuk
mempertahankan King's Landing; sisanya akan dikirim berperang.

Pangeran Daemon sendiri akan membawa Caraxes ke kawasan Trident, bersama dengan Nettles dan
Sheepstealer. Daemon dan Nettles akan mencari Pangeran Aemond dan Vhagar, dan mengakhiri
aksi mereka. Ulf White dan Hard Hugh Hammer akan terbang ke Tumbleton, sebuah kota yang
terletak sejauh 250 km di sebelah Barat Daya King's Landing. Kota ini adalah titik pertahanan
terakhir antara Lord Hightower dan King's Landing. Mereka akan membantu pertahanan kastil dan
kota Tumbleton, dan menghancurkan Pangeran Daeron dan Tessarion.

Pangeran Daemon Targaryen dan Nettles sudah lama memburu Pangeran Aemond Si Mata Satu,
namun belum berhasil. Mereka menetap di Maidenpool, atas undangan Lord Manfryd Mooton,
yang merasa takut sewaktu-waktu Vhagar turun menyerang kotanya. Namun Pangeran Aemond
justru menyerang Stonyhead di kaki Gunung Mountains of The Moon, Sweetwillow di Green Fork,
dan Sallydance di Red Fork. Pangeran Aemond juga mengubah Bowshot Bridge menjadi bara api,
membakar Old Ferry dan Crone's Mill, dan menghancurkan biara di Bechester. Namun dia selalu
menghilang ke udara sebelum para pemburu yang mengincar dirinya tiba. Vhagar tidak penah
menetap di satu tempat. Para korban yang selamat dari serangannya pun tidak bisa menyebutkan
dengan pasti ke arah mana Naga itu terbang.

Setiap pagi, Caraxes dan Sheepstealer terbang dari Maidenpool mengitari kawasan Riverlands,
berputar membentuk lingkaran dengan harapan bisa menemukan Vhagar...namun kembali pada sore
harinya tanpa hasil. Lord Mooton bahkan memberanikan diri untuk mengusulkan agar kedua
penunggang naga itu berpencar, agar wilayah pencarian mereka dapat diperluas. Pangeran Daemon
menolak usul itu. Pangeran Daemon mengingatkan Lord Mooton bahwa Vhagar adalah naga
terakhir dari 3 ekor naga yang dulu dibawa oleh Aegon Sang Penakluk dan adik-adiknya ke
Westeros. Walaupun Vhagar sudah tidak segesit 100 tahun yang lalu, sekarang ukuran badannya
sudah nyaris sebesar Naga Balerion The Black Dread. Api yang Vhagar semburkan bisa
melumerkan batu, dan baik Caraxes maupun Sheepstealer tidak sanggup menandingi keganasan
Vhagar. Hanya jika maju berdua mereka punya kesempatan untuk bertahan melawan Vhagar. Maka
Daemon selalu didampingi oleh Nettles, baik siang dan malam, di udara maupun di dalam kastil.

Sementara itu, di Selatan, para pasukan berkumpul untuk berperang di Tumbleton, sebuah kota
perdagangan yang makmur di tepi Sungai Mander. Kastil pelindung kota ini berdiri kokoh, namun
kecil, dijaga oleh tidak lebih dari 40 orang. Namun, ribuan orang telah berdatangan dari
Bitterbridge, Longtable, dan dari daerah Selatan. Kedatangan pasukan dari para bangsawan
Riverlands ini semakin menambah jumlah mereka, dan memperkuat tekad mereka. Kalau
dijumlahkan, total pasukan yang berkumpul di bawah panji Ratu Rhaenyra di Tumbleton mendekati
9000 orang. Walaupun begitu, jumlah mereka masih kalah banyak dibandingkan dengan pasukan
Lord Hightower. Tidak heran, kedatangan Naga Vermithor dan Silverwing beserta para
penunggangnya disambut hangat oleh pasukan pembela Tumbletown. Mereka tidak menyadari
kejutan mengerikan yang sedang menunggu mereka.

Bagaimana, kapan, dan mengapa peristiwa yang kelak akan dikenal sebagai “Pengkhianatan
Tumbleton” bisa terjadi, masih menjadi topik perdebatan sampai sekarang. Fakta mengenai apa
yang sebenarnya terjadi mungkin tidak akan pernah terungkap. Memang, kelihatannya ada sebagian
dari pengungsi yang masuk ke Tumbleton untuk menghindari pasukan Lord Hightower justru
sebenarnya adalah pasukan Hightower yang disusupkan ke dalam pasukan pembela Tumbleton.
Namun, pengkhianatan mereka dampaknya tidak akan terlalu besar, kalau saja Ser Ulf White dan
Ser Hugh Hammer tidak memilih saat itu untuk membelot ke pihak musuh.

Karena baik Ulf White maupun Hugh Hammer buta huruf, kita tidak akan pernah tahu apa yang
membuat Sepasang Pengkhianat (itulah julukan bagi mereka berdua kelak) itu berkhianat. Namun,
mengenai Pertempuran Tumbleton, ada banyak hal yang bisa kita ketahui. 6000 pasukan Ratu
membentuk barisan untuk menghadapi pasukan Lord Hightower di medan perang. Mereka
berperang dengan gagah berani untuk sementara waktu, namun hujan panah dari pasukan pemanah
Lord Ormund mengurangi jumlah mereka, dan gempuran dari pasukan berkuda Lord Ormund
menjebol barisan mereka. Mereka yang selamat berlari kembali ke tembok kota. Saat mereka sudah
berlindung di balik gerbang kota, Lord Roddy “The Ruin” Dustin dan Pasukan Winter Wolves
keluar dari gerbang belakang kota, meneriakkan seruan perang sambil menyikat barisan kiri
pasukan penyerang. Di tengah kekacauan yang terjadi, pasukan Utara menerobos barisan musuh
yang jumlahnya 10 kali lipat mereka menuju Lord Ormund Hightower, yang sedang duduk di atas
kuda perangnya, di bawah Panji Naga keemasan milik Raja Aegon dan panji-panji Oldtown dan
House Hightower. Kelak, para penyanyi balada akan bercerita dalam lagu yang mereka nyanyikan
bagaimana Lord Roderick Dustin terus bergerak maju walaupun darah berlumuran dari ujung
kepala sampai ujung kaki, dengan perisai yang pecah dan helm pelindung kepala yang retak. Dia
begitu mabuk oleh suasana pertempuran, sampai-sampai tidak merasa terluka. Ser Bryndon
Hightower, sepupu Lord Ormund, maju menghalangi Roddy Dustin dari Lord Ormund, sambil
membacok bahu Roddy Dustin dengan kapak, sehingga lengan Rodrik yang membawa perisai
putus. Namun Lord Roddy Dustin terus maju, membunuh baik Ser Bryndon maupun Lord Ormund
Hightower, sebelum akhirnya tewas. Panji Lord Hightower terjatuh, dan para penduduk kota pun
bersorak-sorai, mengira situasi perang akan berbalik. Bahkan kemunculan Naga Tessarion yang
terbang menyeberangi medan perang pun tidak membuat mereka takut, sebab mereka tahu bahwa
merekapun punya 2 ekor naga...namun, ketika Vermithor dan Silverwing terbang ke langit dan
menyemburkan api mereka ke arah kota Tumbleton, sorak-sorai itu berubah menjadi jeritan.

Kota Tumbleton terbakar habis: toko, rumah, tempat ibadah, rakyat jelata, semuanya. Orang-orang
berjatuhan dari atas tembok pertahanan dengan tubuh terbakar. Mereka juga berlarian dengan tubuh
terbakar di tengah jalan seperti obor hidup. Sepasang Pengkhianat menyemburi kota dengan api dari
ujung ke ujung. Penjarahan yang kemudian terjadi di kota Tumbleton adalah salah satu penjarahan
paling biadab dalam sejarah Westeros. Tumbleton, kota perdagangan yang makmur itu, berubah
menjadi abu dan bara api. Kota ini tidak pernah dibangun kembali. Ribuan orang tewas terbakar,
dan ribuan lagi tewas tenggelam saat berusaha berenang di sungai. Bahkan mereka pun termasuk
beruntung. Mereka yang lolos dari api dan air, dibantai tanpa ampun. Pasukan Lord Footly
meletakkan pedang dan menyerah, namun mereka semua diikat dan dipenggal. Kaum wanita yang
lolos dari api diperkosa berulang-ulang, bahkan anak-anak perempuan yang baru berusia 8 dan 10
tahun sekalipun. Orang tua dan anak-anak lelaki dibunuh dengan pedang. Para Naga menyantapi
mayat-mayat korban kebakaran yang bengkok dan masih berasap.

Di waktu yang hampir bersamaan, sebuah kapal dagang rusak bernama Nessaria memasuki
pelabuhan di Pulau Dragonstone untuk perbaikan kapal dan mengisi ulang perbekalan. Menurut
awak kapal Nessaria, kapal ini sedang berlayar pulang dari Pentos menuju Volantis, ketika badai
membuatnya berlayar menyimpang dari jalur. Namun, walaupun bencana badai adalah resiko biasa
dalam pelayaran, ada satu kejadian ganjil yang dicatat oleh para pelaut Volantis ini. Ketika kapal
Nessaria berlayar ke arah Barat, Gunung Dragonmont menjulang tinggi di hadapan mereka,
bertolak belakang dengan matahari terbenam...dan para pelaut itu melihat sepasang naga sedang
bertarung, dan raungan naga itu bergema di tebing hitam sebelah timur dari gunung berapi yang
mengepulkan asap itu. Di setiap kedai minum, penginapan, dan rumah bordil di sepanjang jalur
pantai kejadian ini diceritakan berulang kali dan ditambahi bumbu-bumbu, sampai setiap orang di
Pulau Dragonstone mendengar kejadian ini.

Naga adalah makhluk yang sangat jarang dilihat oleh warga Volantis; bisa menyaksikan 2 ekor naga
bertarung, adalah pemandangan yang takkan pernah dilupakan oleh para awak kapal Nessaria.
Mereka yang lahir dan tumbuh besar di Dragonstone sebenarnya sudah terbiasa dengan Naga.
Walaupun begitu, kisah yang diceritakan oleh para pelaut Volantis itu membangkitkan minat
mereka. Keesokan paginya, sejumlah nelayan lokal membawa perahu mereka mengitari Gunung
Dragonmont, dan kembali untuk melaporkan bahwa mereka menemukan sisa-sisa potongan bangkai
Naga yang hangus terbakar di kaki Gunung Dragonmont. Dari warna sayap dan sisiknya, itu
ternyata bangkai Naga Grey Ghost. Bangkai Naga itu terbagi dua, tercabik-cabik, dan sebagian
tubuhnya sudah dimakan.

Setelah mendengar berita ini, Ser Robert Quince, ksatria gendut dan ramah yang diangkat oleh Ratu
Rhaenyra sebagai komandan Kastil Dragonstone sebelum berangkat, segera menyimpulkan bahwa
Naga Cannibal-lah si pembunuhnya. Hampir semua orang setuju, sebab Cannibal dikenal suka
menyerang Naga-naga yang lebih kecil, walaupun jarang seganas ini. Sebagian nelayan, khawatir
kalau Cannibal mungkin akan menyerang mereka nanti, mendesak Quince untuk mengirimkan
pasukan ke sarang naga itu untuk membunuhnya, namun sang komandan kastil Dragonstone
menolak. “Kalau kita tidak mengganggunya, Cannibal juga tidak akan mengganggu kita,” katanya.
Untuk memastikan hal itu, ia melarang nelayan untuk mencari ikan di perairan sebelah timur
Gunung Dragonmont, di mana bangkai Grey Ghost tergeletak membusuk di sana.

Sementara itu, di pesisir barat Pantai Blackwater, kabar mengenai pertempuran dan pengkhianatan
di Tumbleton telah tiba di King's Landing. Konon, Ibusuri Alicent tertawa ketika mendengar kabar
itu. “Apa yang dulu mereka tabur, sekarang mereka tuai,” katanya. Di Tahta Iron Throne, Ratu
Rhaenyra mendadak pucat pasi dan jatuh pingsan; ia memerintahkan agar gerbang kota ditutup dan
dipalang sehingga tidak ada yang bisa keluar-masuk King's Landing. “Takkan kubiarkan para
pengkhianat menyusup masuk ke kotaku untuk membuka gerbang bagi para pemberontak,”
katanya. Pasukan Lord Ormund Hightower bisa saja tiba di luar tembok King's Landing besok atau
lusa. Dan para pengkhianat itu, karena naik naga, bisa saja tiba di King's Landing jauh lebih awal.

Kemungkinan itu justru membuat Pangeran Joffrey semangat.”Biarkan mereka datang,” kata si
bocah itu,”akan kuhadapi mereka dengan Naga Tyraxes.” Perkataan itu justru membuat ibunya
khawatir. “Tidak boleh,” kata Rhaenyra,”kau masih terlalu muda untuk berperang.” Walaupun
begitu, Rhaenyra mengijinkan Joffrey hadir dalam rapat Dewan Hitam, saat mereka membahas cara
terbaik untuk menangani musuh yang semakin mendekat.

Ada 6 Naga di King's Landing, tetapi cuma ada 1 yang ada di dalam Istana Red Keep: naga betina
milik sang ratu sendiri, Syrax. Sebuah kandang kuda di lapangan luar istana telah dikosongkan, dan
digunakan untuk menampung naga itu. Naga itu diikat dengan rantai yang berat ke tanah. Walaupun
rantainya cukup panjang untuk membuat naga itu bisa bergerak dari kandang kuda ke lapangan,
rantai itu mencegah Syrax untuk terbang bebas tanpa penunggang. Syrax sudah terbiasa dirantai.
Karena selama ini diberi makan dengan berlimpah, Syrax sudah bertahun-tahun tidak memburu
mangsa.

Naga-naga yang lain disimpan di Kandang Naga Dragonpit, sebuah bangunan raksasa yang
dibangun oleh Raja Maegor Si Kejam khusus untuk menyimpan Naga. Di bawah kubahnya yang
besar, 40 buah gua buatan dibentuk dengan cara mengeruk bagian dalam bukit Hill of Rhaenys,
membentuk sebuah lingkaran besar. Setiap gua buatan ini kedua ujungnya ditutup dengan pintu besi
tebal. Pintu sebelah dalam berhadapan dengan lapangan pasir di tengah Kandang Naga, sedangkan
pintu sebelah luar berhubungan langsung dengan bagian luar bukit Hill of Rhaenys. Caraxes,
Vermithor, Silverwing dan Sheepstealer pernah bersarang di sana sebelum mereka terbang ke
medan perang. Masih ada 5 ekor Naga di sana: Tyraxes milik Pangeran Joffrey, Seasmoke milik
Addam Velaryon, anak-anak naga Morghul dan Shrykos, milik Putri Jaehaera (yang sedang kabur)
dan saudara kembarnya Pangeran Jaehaerys (yang sudah meninggal), dan Dreamfyre, naga
kesayangan Ratu Helaena. Sudah tradisi bahwa setidaknya harus ada 1 orang penunggang naga
yang tinggal di Kandang Naga, sehingga bisa segera mempertahankan kota King's Landing
bilamana diperlukan. Karena Ratu Rhaenyra ingin agar anak-anaknya tetap berada di sisinya, tugas
itu jatuh ke tangan Addam Velaryon.

Namun, saat ini ada suara-suara di Dewan Hitam yang mempertanyakan kesetiaan Addam Velaryon.
Para “Benih Naga” Ulf White dan Hugh Hammer telah membelot ke pihak musuh...tapi, apakah
hanya mereka berdua yang berkhianat? Bagaimana dengan Addam dan Nettles? Mereka juga
keturunan anak haram. Bisakah mereka dipercaya?

Lord Bartimos Celtigar tidak yakin mereka bisa dipercaya. “Anak haram sudah dari lahirnya mudah
berkhianat,” katanya. “pengkhianatan mengalir di dalam darah mereka. Seorang anak haram mudah
untuk berkhianat, sama seperti seorang anak kandung yang sah mudah untuk tetap setia.” Lord
Celtigar mendesak Ratu untuk segera menangkap kedua penunggang Naga yang berasal dari
keturunan anak haram itu, sebelum mereka bergabung ke pihak musuh dengan naga mereka.
Anggota dewan yang lain juga setuju, antara lain Ser Luthor Largent, komandan pasukan City
Watch, dan Ser Lorent Marbrand, Lord Commander of The Queensguard. Bahkan kedua ksatria
yang datang dari White Harbor, sang ksatria Ser Medrick Manderly yang menakutkan dan adiknya,
Ser Torrhen, yang bertubuh gemuk dan berotak cerdas, mendesak Sang Ratu untuk bersikap
waspada. “Sebaiknya jangan ambil resiko,” kata Ser Torrhen, “jika musuh berhasil mendapatkan 2
Naga lagi, habislah kita.”

Hanya Lord Corlys Velaryon yang membela para “Benih Naga” itu. Ia menyatakan bahwa Ser
Addam dan adiknya, Alyn, adalah “anak-anak Velaryon sejati” dan layak untuk menjadi ahli waris
Driftmark. Mengenai Nettles, walaupun penampilannya kumal dan kurang disukai, dia telah
bertarung dengan gagah berani di Pertempuran Gullet. “Sepasang Pengkhianat juga bertarung
dengan gagah berani di sana,” bantah Lord Celtigar.

Protes keras Lord Corlys Velaryon, sang Hand of Queen, sia-sia. Sang Ratu sudah merasa takut dan
curiga. Sang Ratu sudah terlalu sering dikhianati, oleh terlalu banyak orang. Akibatnya, Sang Ratu
cepat sekali berburuk sangka terhadap siapapun. Sang Ratu sudah tidak kaget lagi dengan
pengkhianatan. Dia sudah menyiapkan diri untuk menghadapi pengkhianatan, bahkan dari orang-
orang yang paling dia sayangi.

Ratu Rhaenyra memerintahkan Ser Luthor Largent untuk membawa 20 orang pasukan Jubah Emas
ke Kandang Naga Dragonpit dan menangkap Ser Addam Velaryon. Maka satu pengkhianatan
mengakibatkan timbulnya pengkhianatan lain, yang merugikan Sang Ratu. Ketika Ser Luthor
Largent dan anak buahnya menaiki bukit Rhaenys's Hills sambil membawa surat perintah
penangkapan, pintu Dragonpit mendadak terbuka. Naga Seasmoke mengembangkan sayap
kelabunya dan terbang, asap mengepul keluar dari lubang hidungnya. Merasa kecolongan dan
marah, Ser Luthor segera kembali ke Istana Red Keep, menerobos masuk ke dalam Tower of The
Hand, menangkap Lord Corlys dan menuduhnya telah berkhianat. Lord Corlys tidak menyangkal
hal itu. Ia diikat dan dipukuli, namun tetap diam. Lord Corlys Velaryon dibawa ke penjara bawah
tanah dan dilempar ke sel hitam, menunggu pengadilan dan hukuman mati baginya.

Sementara itu, kabar pembantaian di Tumbleton menyebar ke seluruh penjuru King's Landing.
Perasaan ngeri juga menyebar di seluruh kota. King's Landing adalah sasaran berikutnya. Itulah
gosip yang menyebar di kalangan rakyat. Naga akan bertarung melawan naga. Kali ini, King's
Landing pasti akan terbakar habis. Merasa takut menghadapi bahaya yang mendekat, ratusan orang
mencoba untuk kabur. Namun, setibanya di gerbang kota, mereka dipaksa kembali oleh Pasukan
Jubah Emas. Terjebak di dalam kota, sebagian warga berlindung di gudang bawah tanah untuk
menghindari serangan api yang akan datang. Sisanya berdoa, minum-minum, dan bersenang-senang
dengan pelacur. Ketika malam tiba, kedai minum, rumah pelacuran, dan tempat ibadah penuh sesak
dengan pria dan wanita yang mencari ketenangan atau pelarian, sambil menggosipkan kabar-kabar
yang mengerikan.

Kekacauan lain terjadi di Tumbleton, yang berada sejauh 300 km di sebelah Barat Daya King's
Landing. Sementara warga kota King's Landing gemetar ketakutan, musuh yang mereka takuti
justru belum melangkahkan kaki sejengkal pun. Sebab pasukan pengikut setia Raja Aegon ini justru
sedang kehilangan pemimpin, sehingga menghadapi perpecahan, konflik, dan keraguan. Lord
Ormund Hightower telah meninggal dunia, begitu juga sepupunya Ser Bryndon, ksatria utama
Oldtown. Anak-anak Lord Ormund tetap tinggal di Hightower, yang terletak belasan ribu kilometer
jauhnya dari Tumbleton. Lagipula, mereka masih terlalu muda. Walaupun Lord Ormund telah
memberi gelar “Si Pemberani” kepada Pangeran Daeron Targaryen serta memuji keberaniannya di
medan perang, Sang Pangeran hanyalah seorang pemuda remaja. Sebagai anak lelaki termuda dari
semua anak lelaki Raja Viserys, Daeron tumbuh besar di balik bayangan kakak-kakaknya, dan lebih
terbiasa mengikuti perintah daripada memberikannya. Anggota House Hightower yang paling
senior yang tersisa di pasukan ini tinggal Ser Hobert, salah seorang sepupu Lord Ormund yang
selama ini hanya diberi tugas menjaga kereta perlengkapan. Seorang pria yang “gendut dan
lamban”, Hobert Hightower, yang berusia 60 tahun, selama ini tidak pernah membuat prestasi yang
menonjol. Namun, saat ini, dialah yang memegang komando atas pasukan tersebut, sebab dia
adalah kerabat dari Ibusuri Alicent.

Jarang sekali ada kota di dalam sejarah Negeri 7 Kerajaan yang mengalami penjarahan yang begitu
lama, kejam, dan ganas seperti yang dialami oleh Kota Tumbleton. Pangeran Daeron merasa muak
dengan apa yang dia lihat, dan memerintahkan Ser Hobert Hightower untuk menghentikan
penjarahan itu. Namun usaha Hobert untuk menghentikan penjarahan itu gagal, sebab Hobert pun
sama gagalnya sebagai pemimpin.

Kejahatan terparah dilakukan oleh Sepasang Pengkhianat, kedua penunggang naga yang berasal
dari keturunan anak haram, Hugh Hammer dan Ulf White. Ser Ulf bermabuk-mabukan sampai
puas, memuaskan dirinya dengan anggur dan wanita. Mereka yang gagal memuaskan dirinya akan
dijadikan santapan Naga. Gelar “Ksatria” yang dulu diberikan oleh Ratu Rhaenyra tidak
memuaskan dirinya. Ia juga belum merasa puas ketika Pangeran Daemon mengangkatnya menjadi
Lord of Bitterbridge. White mengincar sesuatu yang lebih besar: ia menginginkan jabatan sebagai
penguasa Highgarden, dengan alasan bahwa karena House Tyrell tidak ikut campur dalam perang
saudara ini, maka mereka harus dihukum sebagai pengkhianat.

Ambisi Ser Hugh masih tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ambisi dari rekannya sesama
pengkhianat, Hugh Hammer. Sebagai seorang anak pandai besi biasa, Hammer berbadan besar dan
memiliki tangan yang sangat kuat. Konon, dia sanggup membengkokkan batangan baja. Walaupun
tidak terlatih dalam seni berperang, ukuran tubuh dan tenaganya yang besar membuatnya menjadi
lawan yang menakutkan. Senjata pilihannya adalah palu perang (warhammer), yang ia gunakan
untuk memberikan hantaman yang menghancurkan dan mematikan kepada lawan. Dalam
peperangan dia menunggangi Naga Vermithor, yang dulunya adalah tunggangan Raja Jaehaerys.
Dari semua Naga yang ada di Westeros, cuma Vhagar yang lebih tua dan lebih besar daripada
Vermithor. Dengan semua alasan ini, Hugh Hammer (yang sekarang telah mengangkat dirinya
sendiri menjadi 'Lord Hammer') mulai bermimpi untuk mengenakan mahkota Raja. “Mengapa
menjadi Lord kalau kau bisa menjadi Raja?” katanya kepada orang-orang yang mulai bergabung
kepadanya.

Sepasang Pengkhianat itu tampaknya tidak terlalu tertarik untuk membantu Pangeran Daeron
menyerang King's Landing. Walaupun pasukan mereka banyak, dan dibantu oleh 3 Naga, setahu
mereka Ratu Rhaenyra pun punya 3 ekor Naga. Begitu Pangeran Daemon dan Nettles kembali,
jumlah naga mereka akan menjadi 5 ekor. Lord Peake memilih untuk menunda gerakan pasukan
sampai Lord Baratheon membawa pasukan dari Storm's End untuk bergabung dengan mereka. Ser
Hobart sendiri lebih suka mundur ke The Reach untuk mengisi ulang perbekalan pasukan yang
sudah mulai menipis. Tampaknya tidak ada satupun dari mereka yang peduli pada kenyataan bahwa
pasukan mereka semakin berkurang setiap harinya, menguap bagaikan embun di pagi hari. Semakin
lama semakin banyak tentara yang kabur, pulang ke kampung halaman sambil membawa harta
jarahan sebanyak mungkin.

Jauh di sebelah utara, di sebuah kastil yang berdiri tegak menghadap Bay of Crabs, seorang
bangsawan lain juga sedang menghadapi ancaman serius. Dari King's Landing, datanglah seekor
gagak yang membawa pesan dari Ratu Rhaenyra kepada Manfryd Mooton, Lord of Maidenpool.
Lord Mooton harus mengantarkan kepala dari Nettles, yang konon telah menjadi kekasih dari
Pangeran Daemon Targaryen, sehingga dianggap telah mengkhianati Sang Ratu. “Jangan lukai
suamiku, Pangeran Daemon Targaryen,” perintah Ratu,”kirimlah Sang Pangeran kembali kepadaku
setelah Nettles kauhabisi, sebab aku sangat membutuhkan kehadirannya.”

Maester Norren, pemegang catatan Chronicles of Maidenpool, berkata bahwa ketika Lord Mooton
membaca surat Sang Ratu, dia sangat terguncang sampai-sampai suaranya menghilang. Setelah
minum 3 gelas anggur, barulah suaranya muncul kembali. Lalu Lord Mooton memanggil kapten
pasukan pengawalnya, adiknya, dan ksatria andalannya Ser Florian Greysteel. Lord Mooton juga
meminta agar Maester Norren tetap tinggal di ruangan itu. Ketika semua orang telah berkumpul, ia
membacakan surat itu dan meminta nasehat mereka.

“Ini gampang,” kata sang kapten pasukan pengawal. “Sang Pangeran memang tidur di sebelah gadis
itu, tapi beliau kan sudah tua. Cukup 3 orang pengawal untuk menahan Sang Pangeran, jika beliau
mencoba untuk turun tangan. Tapi aku akan membawa 6 orang, untuk berjaga-jaga. Apakah Yang
Mulia ingin agar kulakukan malam ini juga?”

“Mau pakai 6 orang atau 60 orang, beliau itu Daemon Targaryen,” protes adik Lord Mooton. “lebih
baik campurkan obat tidur di dalam anggur yang biasa diminumnya di malam hari. Saat dia
terbangun keesokan paginya, gadis itu sudah tewas.”
“Gadis itu masih terlalu muda, walaupun pengkhianatannya berat,” kata Ser Florian, si ksatria tua
yang sudah beruban, dengan tegas. “Raja Jaehaerys tidak akan pernah memerintahkan hal semacam
ini. Seorang pria terhormat tidak akan mau melakukannya.”

“Ini masa-masa yang sulit,” kata Lord Mooton,”dan Sang Ratu telah memberikan pilihan yang sulit
kepadaku. Gadis ini adalah tamu di bawah atap rumahku. Jika kupatuhi perintah Ratu, Maidenpool
akan dikutuk selamanya. Jika aku menolak, kita akan didakwa dan dihancurkan.”

Sang adik menjawab, “mungkin kita akan tetap hancur, apapun pilihan yang kita ambil. Sang
Pangeran sangat menyukai anak perempuan ini, dan beliau didampingi oleh naga. Sebaiknya kita
bunuh saja mereka berdua. Kalau tidak, Sang Pangeran akan marah dan membakar habis
Maidenpool.”

“Sang Ratu telah melarang Sang Pangeran dilukai,” kata Lord Mooton mengingatkan mereka
semua. “dan membunuh 2 orang tamu yang sedang tidur adalah 2 kali lebih jahat daripada
membunuh 1 orang. Aku akan dikutuk 2 kali lipat.” Setelah itu, ia menghela nafas dan berkata,
“seandainya saja aku tidak pernah membaca surat ini...”

Mendadak Maester Norren berkata, “mungkin Yang Mulia memang tidak pernah membacanya...”

Apa yang dikatakan setelah itu tidak diketahui. Yang kita ketahui hanyalah bahwa Maester Norren,
yang baru berusia 22 tahun, menemui Pangeran Daemon dan Nettles yang sedang makan malam,
lalu menunjukkan surat Sang Ratu kepada mereka. Setelah membaca surat itu Pangeran Daemon
berkata, “ini perkataan seorang ratu, tapi perbuatan seorang pelacur.” Lalu ia mencabut pedangnya
dan bertanya apakah pasukan Lord Mooton sedang berjaga di depan pintu, siap untuk menangkap
mereka berdua. Ketika ia diberitahu bahwa Maester Norren datang sendirian tanpa diketahui
siapapun, Pangeran Daemon menyarungkan kembali pedangnya sambil berkata, “kau seorang
Maester yang buruk, tetapi seorang pria yang baik.” Lalu Daemon menyuruh Maester Norren pergi,
sambil berpesan kepadanya untuk, “tidak mengatakan soal ini kepada siapapun sampai besok.”

Bagaimana Pangeran Daemon Targaryen dan Nettles menghabiskan malam terakhir mereka di
rumah Lord Mooton tidak tercatat, namun saat fajar menyingsing, mereka berdua muncul di tengah
lapangan. Pangeran Daemon Targaryen membantu Nettles memasangkan pelana Naga Sheepstealer
untuk terakhir kalinya. Sudah kebiasaan Nettles untuk memberi makan Sheepstealer setiap hari
sebelum berangkat terbang; naga lebih mudah mematuhi kehendak penunggangnya jika perutnya
kenyang. Pagi itu Nettles memberi Sheepstealer domba jantan hitam terbesar di seluruh
Maidenpool. Nettles sendirilah yang menyembelih domba itu. Menurut Maester Norren, ketika
Nettles menaiki Sheepstealer pelananya terkena percikan darah, dan “pipi gadis itu ternoda oleh
bekas air mata”. Tidak ada kata perpisahan yang terucap di antara Daemon dan Nettles. Namun,
ketika Sheepstealer mengepakkan sayap coklatnya dan melayang terbang ke langit fajar, Naga
Caraxes mendongak dan mengeluarkan raungan yang menggetarkan setiap jendela di menara
Jonquil's Tower. Setelah terbang jauh di atas kota, Nettles mengarahkan naganya ke Bay of Crabs,
lalu menghilang di tengah kabut pagi, tanpa pernah terlihat lagi di manapun.

Daemon Targaryen kembali ke kastil tepat waktu untuk sarapan dengan Lord Mooton. “Ini adalah
untuk terakhir kalinya kau akan melihat diriku,” kata Daemon kepada Lord Mooton. “terima kasih
atas kebaikan hatimu selama ini. Sebarkanlah berita ke seluruh wilayah kekuasaanmu, bahwa aku
terbang ke Harrenhal. Jika keponakanku Aemond cukup berani untuk menghadapiku, silakan cari
aku di sana. Aku akan berada di sana sendirian”

Maka Pangeran Daemon pun pergi meninggalkan Maidenpool untuk terakhir kalinya. Setelah
Daemon pergi, Maester Norren pergi menghadap Lord Mooton sambil berkata, “ambillah kalung
rantai maesterku, dan silakan borgol aku dengan rantai itu. Anda harus mengirimku menghadap
Sang Ratu. Ketika aku memberi peringatan kepada seorang pengkhianat dan membiarkan dia
melarikan diri, aku juga telah menjadi seorang pengkhianat.” Lord Mooton menolak. “Simpan
kalungmu. Kita semua sudah menjadi pengkhianat di sini.” Malam itu, panji Ratu Rhaenyra
diturunkan dari atas gerbang Maidenpool, digantikan oleh panji Raja Aegon II.

Tidak ada panji yang berkibar di atas menara hangus dan reruntuhan benteng Harrenhal ketika
Pangeran Daemon melayang turun dari udara untuk merebut Harrenhal bagi dirinya sendiri.
Beberapa orang penghuni liar telah bermukim di ruang bawah tanah Harrenhal, namun segera kabur
begitu mendengar bunyi kepak sayap Caraxes. Setelah mereka semua pergi, Daemon Targaryen
berjalan memasuki aula utama Harrenhal seorang diri, tanpa ditemani oleh siapapun kecuali Naga
Caraxes. Setiap malam, saat matahari mulai terbenam, ia menyabetkan pedangnya ke Pohon Heart
Tree yang terletak di kebun Godswood (taman tempat pohon suci itu ditanam), untuk menandai
berlalunya hari itu. Total ada 13 bekas goresan pedang di pohon itu, dan masih bisa dilihat sampai
sekarang. Bekas goresan yang sudah lama, gelap, dan dalam. Walaupun begitu, setiap bangsawan
yang memimpin Harrenhal sejak saat itu berkata bahwa bekas-bekas goresan itu selalu
mengeluarkan “darah” setiap musim semi.

Setelah Pangeran Daemon menunggu selama 13 hari, di hari ke-14 sebuah bayangan melayang di
atas Harrenhal, sebuah bayangan yang lebih gelap daripada awan hitam manapun. Semua burung
yang hinggap di hutan Godswood terbang ketakutan, dan angin panas berhembus menyapu terbang
daun-daun gugur ke pinggir lapangan. Vhagar akhirnya datang juga. Di atas punggungnya
berdirilah sang penunggang Naga, Pangeran Bermata Satu, Aemond Targaryen. Dia berpakaian baju
besi berwarna hitam pekat berhiaskan ukiran emas.

Pangeran Aemond Targaryen tidak datang sendirian. Alys Rivers terbang bersamanya. Rambut
hitamnya panjang terurai di punggungnya, dan perutnya sedang hamil tua. Pangeran Aemond
terbang mengitari menara Harrenhal sebanyak 2 kali, lalu membawa Vhagar mendarat turun di
lapangan luar, sejauh 90 Meter dari Caraxes. Kedua Naga itu saling menatap dengan tajam, lalu
Caraxes mengepakkan sayapnya dan mendesis, api berkobar di antara giginya..

Pangeran Aemond membantu kekasihnya turun dari punggung Naga Vhagar, lalu berbalik untuk
menghadap pamannya, Pangeran Daemon. “Paman, kudengar kau telah mencari kami.”

“Cuma dirimu yang kucari,” jawab Daemon. “Siapa yang memberitahumu ke mana harus
mencariku?”

“Kekasihku,” jawab Aemond. “Dia melihatmu di dalam awan badai, di danau pegunungan saat
matahari terbenam, di dalam api yang kami nyalakan untuk memasak makan malam kami. Alys,
kekasihku, mampu menerawang jauh lebih banyak lagi. Paman, Anda bodoh sekali datang kemari
sendirian.”

“Kalau aku tidak sendirian, kau tidak akan mau datang,” jawab Daemon.

“Namun Paman tetap datang sendirian kemari. Dan sekarang, akupun sudah ada di sini. Paman
sudah hidup terlalu lama di dunia ini.”

“Dalam hal yang satu itu, aku setuju denganmu,” jawab Daemon.

Pangeran Daemon menyuruh Caraxes merendahkan lehernya, lalu memanjat ke punggung naga itu.
Sementara itu, Pangeran Aemond mencium kekasihnya dan melompat ringan ke atas Vhagar.
Pangeran Aemond memastikan keempat rantai yang menghubungkan pelana dan sabuknya
terpasang dengan kuat. Pangeran Daemon, sebaliknya, membiarkan rantai penghubung itu terjuntai.
Caraxes mendesis lagi, menyemburkan api ke udara. Vhagar membalasnya dengan raungan. Kedua
naga itu terbang bersamaan ke udara.

Pangeran Daemon memacu Caraxes untuk terbang naik secepatnya, memecutnya dengan cambuk
bermata baja sampai mereka menghilang ke dalam gumpalan awan. Vhagar, naga yang jauh lebih
tua dan lebih besar, juga lebih lamban. Naga itu sulit bergerak cepat karena ukuran badannya yang
besar. Vhagar terbang naik perlahan-lahan, berputar-putar dengan lingkar putaran yang semakin
lama semakin luas, dan Vhagar dan Aemond terbang di atas Danau Gods Eye. Hari sudah senja,
matahari sudah hampir terbenam, dan danau itu terlihat tenang. Permukaan danau itu berkilauan
bagaikan tembaga. Vhagar terbang semakin lama semakin tinggi, mencari-cari Caraxes. Sementara
itu, Alys Rivers menyaksikan semuanya dari atas menara Kingspyre Tower di Harrenhal.

Serangannya datang mendadak bagaikan geledek menggemuruh. Caraxes menerjang turun dari atas
Vhagar dengan jeritan keras yang terdengar sampai sejauh 19 kilometer. Caraxes luput dari
pengawasan Pangeran Aemond, sebab sinar matahari senja menyilaukan pandangannya. Caraxes
menghantam Vhagar sekuat tenaga. Raungan sepasang Naga itu menggema di seluruh Danau Gods
Eye. Kedua Naga itu saling mencengkram dan mencabik satu sama lain, membentuk sebuah
bayangan hitam berlatar belakang cahaya matahari senja berwarna merah darah. Saking terangnya
semburan api mereka berdua, para nelayan yang sedang berada di danau Gods Eye merasa khawatir
kalau-kalau awan di atas langit ikut terbakar. Dengan posisi saling mengunci satu sama lain, kedua
Naga itu meluncur turun ke arah Danau. Rahang Caraxes menggigit leher Vhagar, dan gigi
hitamnya menancap dalam-dalam di daging Naga yang lebih besar itu. Bahkan ketika cakar Vhagar
merobek perut Caraxes sampai terbuka, dan gigi Vhagar merobek putus salah satu sayap Caraxes,
Caraxes justru menggigit semakin dalam, sementara mereka meluncur semakin cepat mendekati
permukaan Danau.

Konon, pada saat itulah Pangeran Daemon Targaryen melompat dari atas pelana naganya, meluncur
dari atas Caraxes ke atas Vhagar. Tangannya menggenggam Pedang Dark Sister, yang dulu dimiliki
oleh Ratu Visenya Targaryen. Pangeran Aemond Mata Satu hanya bisa memandang dengan ngeri.
Saat Aemond berusaha keras untuk melepas rantai yang mengikat tubuhnya ke pelana, Daemon
memecahkan ketopong besi Aemond, lalu menusukkan Pedang Dark Sister ke bagian mata Aemond
yang buta, tembus sampai ke bagian belakang tenggorokan Aemond. Setengah detik kemudian,
kedua naga itu jatuh ke dalam danau. Semburan air yang muncrat akibat jatuhnya kedua naga itu
konon nyaris setinggi Menara Kingspyre Tower.

Para nelayan yang menyaksikan kejadian itu berkata bahwa kalau jatuhnya sekeras itu, baik naga
maupun manusia tidak mungkin selamat. Dan memang, tidak ada satupun dari mereka yang
selamat. Naga Caraxes masih bisa bertahan hidup cukup lama untuk merayap kembali ke darat.
Dengan perut robek, satu sayap putus, dan tubuh mengepulkan asap karena basah kuyup oleh air
danau, Caraxes mengerahkan sisa-sisa tenaganya untuk menyeret tubuhnya ke tepi danau, lalu
menghembuskan nafas terakhir di bawah tembok Harrenhal. Bangkai Vhagar tenggelam ke dasar
danau. Darah panas yang mengalir dari bekas lukanya membuat air di sekitar tempat tenggelamnya
Vhagar menjadi panas mendidih. Beberapa tahun kemudian, setelah perang saudara “Tarian Para
Naga” ini berakhir, bangkai Vhagar berhasil ditemukan. Di sana ditemukan juga kerangka dari
Pangeran Aemond Targaryen. Masih memakai baju besi dan terikat di pelana naganya. Pedang Dark
Sister menancap sedemikian dalam, sampai gagangnya menempel di lubang mata tengkorak
Aemond.

Tidak diragukan lagi, Pangeran Daemon Targaryen juga pasti meninggal. Namun jenasahnya tidak
pernah ditemukan. Mungkin karena arus air di danau itu tidak bisa diperkirakan arahnya. Belum
lagi, di danau itu juga ada banyak ikan yang lapar...konon, menurut dongeng yang dinyanyikan oleh
para penyanyi balada keliling, Pangeran Daemon berhasil selamat setelah jatuh ke dalam danau.
Setelah itu dia berhasil bersatu kembali dengan kekasihnya Nettles. Mereka hidup berdua sampai
akhir hayat mereka. Dongeng yang indah. Sayangnya, fakta sejarah tidaklah seindah itu.

Hari itu, pada tanggal 22 bulan 5 tahun 130 AC, kedua Naga itu bertarung dan tewas di Danau Gods
Eye. Daemon Targaryen berusia 49 tahun saat meninggal; Aemond Targaryen baru berusia 20 tahun.
Vhagar, Naga terhebat milik Dinasti Targaryen setelah meninggalnya Naga Balerion The Black
Dread, telah menjalani hidup selama 181 tahun. Maka, dengan ini, meninggal sudah Naga terakhir
yang tersisa dari Jaman Penaklukan Aegon, seiring dengan turunnya kegelapan malam meliputi
Harrenhal. Walaupun begitu, karena sedikit sekali orang yang menyaksikan peristiwa ini, kabar
pertarungan terakhir Pangeran Daemon Targaryen baru tersebar luas setelah sekian lama waktu
berlalu.

Sementara itu, di King's Landing, Ratu Rhaenyra semakin lama semakin terkucil oleh berbagai
macam pengkhianatan. Addam Velaryon, yang dicurigai akan membelot ke pihak lawan, keburu
melarikan diri sebelum sempat ditanyai. Dengan memerintahkan penangkapan Addam Velaryon,
Ratu Rhaenyra bukan saja kehilangan seekor Naga dan penunggangnya, melainkan juga Hand of
Queen-nya, Lord Corlys Velaryon...dan lebih dari separuh pasukan yang berlayar dari Dragonstone
untuk merebut Tahta Iron Throne adalah anak buah House Velaryon. Ketika mereka mengetahui
bahwa Lord Corlys Velaryon dikurung di penjara bawah tanah Istana Red Keep, ratusan prajurit
mulai meninggalkan Ratu Rhaenyra. Sebagian bergabung dengan massa di lapangan Cobbler's
Square. Sebagian lagi menyelinap keluar melalui gerbang belakang atau bahkan memanjat dinding
kota, dengan maksud kembali ke Driftmark. Pasukan yang masih tinggal pun tidak bisa sepenuhnya
dipercaya.

Hari itu juga, tidak lama setelah matahari terbenam, sebuah kabar mengerikan tiba bagi Sang Ratu.
Helaena Targaryen, adik, istri, Ratu dan juga ibu bagi anak-anak Raja Aegon II, melompat dari balik
jendela kamarnya di Benteng Maegor's Holdfast. Ia tewas dengan tubuh tertancap di atas barisan
tiang besi tajam yang dipasang di parit kering di sekeliling Benteng Maegor's Holdfast. Usianya
baru 21 tahun.

Di malam harinya, gosip yang lebih menyeramkan mulai menyebar di jalanan dan lorong-lorong
kota King's Landing, di penginapan, rumah pelacuran, kedai makan, bahkan sampai ke tempat
ibadah sekalipun. Menurut gosip itu, Ratu Helaena telah dibunuh, sama seperti anak-anaknya.
Pangeran Daeron dan naga-naganya akan segera tiba di gerbang kota, dan mengakhiri pemerintahan
Ratu Rhaenyra. Ratu Rhaenyra tidak sudi membiarkan adik tirinya, Helaena, bergembira ria di atas
kejatuhan dirinya. Jadi beliau mengutus Ser Luthor Largent untuk merenggut Helaena dengan
tangannya yang besar dan kasar, lalu melemparnya keluar jendela sehingga menimpa tiang besi
tajam di bawah.

Gosip mengenai “pembunuhan” Ratu Helaena segera menyebar ke hampir separuh penduduk King's
Landing. Begitu cepat gosip itu dipercaya, menunjukkan bahwa warga King's Landing sudah
sepenuhnya berbalik menentang Ratu Rhaenyra, yang dulu mereka cintai. Rhaenyra kini dibenci,
sedangkan Helaena justru kini dicintai. Rakyat juga belum melupakan pembunuhan sadis Pangeran
Jaehaerys oleh Blood dan Cheese. Kematian Helaena, untungnya, termasuk cepat: salah satu tiang
besi tajam itu menembus lehernya, dan dia mati tanpa mengeluarkan suara. Saat Helaena tewas, di
seberang kota, di atas Bukit Rhaenys Hill, Naga milik Helaena, Dreamfyre, mendadak bangkit dan
meraung keras mengguncangkan Kandang Dragonpit, sambil menarik putus 2 rantai yang
mengikatnya. Ketika Ibusuri Alicent diberitahu mengenai kematian putrinya, ia mengoyakkan
pakaiannya dan mengucapkan kutukan yang mengerikan buat Ratu Rhaenyra.

Malam itu juga, pecah kerusuhan berdarah di King's Landing.


Kerusuhan itu dimulai dari antara gang dan lorong Flea Bottom. Ratusan pria dan wanita
berhamburan keluar dari kedai anggur, sarang tikus, dan warung makanan dalam keadaaan marah,
mabuk, dan ketakutan. Dari sana, para perusuh itu menyebar ke seluruh penjuru kota, berteriak-
teriak menuntut keadilan bagi para pangeran dan ibu mereka yang telah mati terbunuh. Kereta dan
gerobak dijungkirbalikkan massa. Toko-toko dijarah. Rumah-rumah dirampok dan dibakar. Pasukan
jubah emas yang mencoba menenangkan keadaan dikeroyok dan dipukuli sampai berdarah-darah.
Tidak ada yang lolos, baik kaum bangsawan maupun rakyat jelata. Para bangsawan ditimpuki
sampah. Para ksatria ditarik turun dari atas kuda mereka. Lady Darla Deddings menyaksikan
kakaknya Davos ditusuk matanya sampai tembus, ketika berusaha melindungi dirinya dari 3 orang
penjaga kuda yang sedang mabuk dan mencoba memperkosa dirinya. Para pelaut yang tidak bisa
kembali ke kapal mereka menyerbu gerbang River Gate dan bertarung dengan pasukan City Watch.
Barulah setelah Ser Luthor Largent dan 400 orang prajurit bertombak datang mereka bisa
dibubarkan. Pada waktu mereka berhasil dibubarkan, pintu gerbangnya sudah separuh jebol dan 100
orang tewas atau sekarat. Seperempatnya adalah anggota pasukan Jubah Emas.

Di lapangan Cobbler's Square suara kerusuhan dapat terdengar dari berbagai penjuru. Pasukan City
Watch datang dengan kekuatan besar, 500 prajurit berpakaian rompi pelindung dari jalinan rantai
berwarna hitam, helm baja, dan jubah panjang berwarna keemasan. Mereka dipersenjatai dengan
pedang pendek, tombak, dan gada berduri. Mereka berkumpul di sebelah Selatan Lapangan
Cobbler's Square, lalu berbaris di balik dinding perisai dan tombak. Pasukan itu dikepalai oleh Ser
Luthor Largent, yang menunggangi seekor kuda perang yang memakai pakaian pelindung. Ia
memegang sebilah pedang panjang. Penampilan Ser Luthor sudah cukup untuk membuat ratusan
orang membubarkan diri dan masuk kembali ke dalam jalanan dan gang. Ratusan orang lagi bubar
ketika Ser Luthor memerintahkan pasukan Jubah Emas untuk bergerak maju.

Namun, puluhan ribu orang masih tetap di tempatnya. Begitu beratnya tekanan massa, sehingga
mereka yang mungkin sebenarnya ingin mundur tidak dapat bergerak, didorong, didesak, dan
terinjak-injak. Sisanya maju secara bergelombang dengan saling berpegangan tangan, dan mulai
berteriak dan mencaci maki, ketika pasukan Jubah Emas berbaris maju seiring dengan irama
genderang sambil menyorongkan tombak mereka. “Minggir, hai orang-orang bodoh,!” seru Ser
Luthor,” Pulanglah. Kalian tidak akan kami sakiti. Pulanglah!”

Konon, korban tewas pertama adalah seorang pembuat roti, yang menjerit kaget ketika mata tombak
menembus dagingnya dan dia melihat celemeknya berubah warna menjadi merah darah. Yang lain
berkata bahwa korban pertama adalah seorang gadis cilik yang terinjak-injak oleh kuda Ser Luthor.
Sebuah batu melayang dari kerumunan massa, mengenai dahi salah seorang prajurit bertombak.
Teriakan dan caci maki terdengar bersahutan, sementara kayu, batu, dan pispot mulai dilemparkan
dari atas atap. Seorang pemanah di seberang lapangan mulai menembakkan anak panahnya. Sebuah
obor dilemparkan ke seorang pengawal, dan jubah emasnya pun segera terbakar.

Pasukan jubah emas adalah orang-orang yang bertubuh besar, muda, kuat, disiplin, bersenjata
lengkap dan mengenakan baju pelindung lengkap. Tembok perisai yang mereka buat bisa bertahan
sampai barisan mereka bergerak maju sejauh 18 Meter lebih, dan mereka membuka jalan darah
dengan menerobos masuk ke dalam gerombolan massa. Mayat-mayat bergelimpangan di sekeliling
mereka. Namun jumlah mereka hanya 500 orang, padahal massa yang terkumpul sebanyak puluhan
ribu orang. Satu demi satu anggota pasukan Jubah Emas berguguran. Mendadak warga mulai
berhasil menyusup masuk ke dalam celah di barisan, dan menyerang dengan pisau, batu, bahkan
dengan gigi. Massa mengerubuti Pasukan City Watch lalu bergerak menyamping dan membelakangi
pasukan itu, lalu menyerang dari belakang, sambil melempari pasukan itu dengan genting dari atap
dan balkon.
Pertempuran itu berubah menjadi kerusuhan, lalu berkembang menjadi pembantaian. Dikepung dari
segala arah, Pasukan Jubah Emas terjepit dan terdesak tanpa bisa menggerakkan senjata mereka.
Banyak yang tewas tertusuk oleh pedang mereka sendiri. Sisanya tewas tercabik-cabik, ditendang
sampai mati, terinjak-injak, dicincang oleh cangkul dan golok tukang jagal. Bahkan Ser Luthor
Largent yang terkenal garang pun tidak bisa lolos. Pedangnya terlepas dari genggaman tangannya,
Largent diseret turun dari pelana kudanya, perutnya ditusuk, lalu dipukuli sampai tewas oleh batu.
Helm dan kepalanya hancur remuk sedemikian rupa, sehingga ketika gerobak pengangkut jenasah
datang keesokan harinya, jenasahnya hanya dapat dikenali karena ukuran tubuhnya yang besar.

Sepanjang malam itu, separuh wilayah kota dilanda kekacauan. Sementara itu, banyak orang
mendadak muncul dan mengaku-ngaku sebagai bangsawan dan raja, bertengkar memperebutkan
separuh wilayah kota yang tersisa. Seorang Ksatria Pengelana bernama Ser Perkin The Flea
melantik Squire-nya sendiri, Trystane, seorang pemuda remaja yang baru berusia 16 tahun, sebagai
Raja. Ser Perkin mengklaim bahwa Trystane adalah anak haram dari almarhum Raja Viserys. Setiap
Ksatria bisa melantik Ksatria yang baru. Ser Perkins mulai melantik setiap orang menjadi Ksatria,
mulai dari tentara bayaran, pencuri, sampai asisten tukang jagal. Mereka hanya perlu bersedia untuk
bergabung ke bawah panji compang camping milik Trystane. Akibatnya, ratusan orang pria, tua dan
muda, bermunculan untuk mendukung perjuangannya.

Ketika fajar tiba, kebakaran melanda seluruh penjuru kota. Mayat-mayat bergelimpangan di
Lapangan Cobbler's Square. Kumpulan bandit merajalela di Flea Bottom, menjebol toko dan rumah,
dan menganiaya setiap orang baik-baik yang mereka temui. Pasukan Jubah Emas yang tersisa telah
mundur ke barak mereka. Sementara itu, ksatria asal-asalan, raja jadi-jadian, dan nabi-nabi gila
berkuasa di jalanan. Seperti kecoa, mereka mundur sebelum fajar menyingsing, bersembunyi di
dalam lubang perlindungan dan gudang untuk tidur sehabis bermabuk-mabukan, membagi-bagi
hasil jarahan, atau mencuci tangan mereka yang berlumuran darah. Pasukan Jubah Emas yang
berjaga di gerbang Old Gate dan Dragon Gate bergerak maju di bawah komando kapten mereka,
Ser Balon Byrch dan Ser Garth the Harelip. Pada waktu siang harinya, mereka berhasil memulihkan
ketertiban di kawasan sebelah Utara dan Timur Bukit Rhaenys' Hill. Ser Medrick Manderly, dengan
memimpin 100 prajurit dari White Harbor, juga berhasil mengamankan situasi di wilayah sebelah
timur laut bukit Aegon's High Hill sampai ke gerbang Iron Gate.

Walaupun begitu, sisa wilayah King's Landing yang lain masih kacau balau. Ketika Ser Torrhen
Manderly memimpin pasukannya ke wilayah The Hook, mereka menemukan daerah Fishmonger's
Square dan River Row dipenuhi dengan ksatria asal-asalan anak buah Ser Perkin. Di gerbang River
Gate, panji compang camping milik “Raja” Trystane berkibar di atas tembok menara, sementara
mayat dari kapten penjaga dan ketiga sersan bawahannya tergantung di pintu gerbang. Sisa pasukan
Jubah Emas yang seharusnya menjaga gerbang itu telah membelot ke Ser Perkins. Ser Torrhen
kehilangan seperempat pasukannya saat berjuang untuk bisa kembali ke istana Red Keep. Namun,
korban yang ia derita masih termasuk ringan dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Ser
Lorent Marbrand. Saat memimpin 100 ksatria dan prajurit ke wilayah Flea Bottom, hanya 16 orang
yang berhasil kembali hidup-hidup. Ser Lorent, Lord Commander of The Queensguard, tidak
termasuk di antara mereka.

Di malam harinya, Rhaenyra Targaryen merasakan dirinya dikeroyok dari berbagai sisi, dan
pemerintahannya hancur berantakan. Sang Ratu sangat marah ketika mendapat kabar bahwa
Maidenpool membelot ke pihak musuh, Nettles telah melarikan diri, dan Daemon Targaryen,
suaminya tercinta, telah mengkhianatinya. Rhaenyra gemetar ketika Lady Mysaria memperingatkan
dirinya akan kegelapan yang akan tiba sebentar lagi, bahwa malam ini akan lebih buruk daripada
sebelumnya. Di pagi harinya, 100 orang melayaninya di Ruang Tahta. Namun, satu persatu diam-
diam menyelinap pergi.
Perasaan hati Sang Ratu berubah-ubah antara marah dan putus asa. Ia mencengkeram Tahta Iron
Throne mati-matian, sampai-sampai kedua tangannya berlumuran darah ketika matahari terbenam.
Rhaenyra mengangkat Ser Balon Byrch, Kapten Pasukan Jubah Emas di Gerbang Iron Gate menjadi
komandan Pasukan Jubah Emas yang baru. Ia mengirim gagak ke Winterfell dan The Eyrie untuk
memohon tambahan bala bantuan. Ia memerintahkan agar sebuah perintah Kerajaan dikeluarkan
untuk menghukum House Mooton dari Maidenpool, dan mengangkat Ser Glendon Goode menjadi
Lord Commander of The Queensguard yang baru. Walaupun usianya baru 20 tahun, dan belum ada
sebulan menjadi anggota Kingsguard, Ser Goode telah menunjukkan prestasinya dalam
pertempuran di Flea Bottom. Dialah yang membawa pulang jenasah Ser Lorent, agar tidak dirusak
oleh para perusuh.

Pangeran Aegon Yunior senantiasa mendampingi ibunya, Sang Ratu. Walaupun begitu, ia jarang
sekali berkata-kata. Pangeran Joffrey, yang baru berusia 13 tahun, memakai baju besi khusus
Squire, dan memohon kepada Sang Ratu agar diijinkan pergi ke Kandang Dragonpit dan
menunggangi Naga Tyraxes. “Aku ingin bertarung bagimu, Ibu, sama seperti kakak-kakakku.
Ijinkan aku membuktikan bahwa aku sama beraninya seperti mereka.” Namun, perkataan Joffrey
justru semakin menguatkan tekad Rhaenyra untuk melarangnya pergi. “Mereka memang pemberani,
dan kini mereka telah tiada. Kedua anakku yang manis.” Maka, sekali lagi, Sang Ratu melarang
Sang Pangeran untuk pergi meninggalkan Istana.

Ketika matahari terbenam, para bandit King's Landing mulai keluar dari sarang persembunyian
mereka. Kali ini, jumlah mereka bahkan lebih besar daripada malam sebelumnya.

Di Gerbang River Gate, Ser Perkin berpesta pora dengan para ksatria asal-asalan yang menjadi anak
buahnya, dengan menikmati makanan hasil jarahan mereka. Lalu Ser Perkin memimpin mereka
menyusuri aliran sungai sambil menjarahi dermaga, gudang, dan kapal-kapal yang sedang berlabuh.
Walaupun kota King's Landing memiliki dinding yang besar dan menara-menara yang kokoh,
semuanya itu dirancang untuk menahan serangan musuh dari luar, bukan dari dalam. Pasukan
penjaga Gerbang Gate of The Gods adalah yang paling lemah, karena kapten mereka dan sepertiga
jumlah mereka turut tewas bersama Ser Luthor Largent di Lapangan Cobler's Square. Pasukan yang
masih tersisa kebanyakan berada dalam kondisi terluka. Mereka dengan mudah dikalahkan oleh
gerombolan Ser Perkin.

Dalam waktu kurang dari sejam, Gerbang King's Gate dan Lion's Gate juga telah terbuka. Pasukan
Jubah Emas yang bertugas di gerbang King's Gate telah kabur, sedangkan pasukan yang bertugas di
Gerbang Lion's Gate malah bergabung dengan massa. 3 dari 7 gerbang kota King's Landing telah
terbuka bagi musuh-musuh Rhaenyra.

Namun, ancaman paling gawat bagi pemerintahan Sang Ratu justru berasal dari dalam kota. Saat
malam hari tiba, massa kembali berkumpul di lapangan Cobbler's Square. Kali ini jumlahnya 2 kali
lipat, dan mereka 3 kali lebih ketakutan daripada malam sebelumnya. Sama seperti ratu yang
mereka benci, massa ini juga memandangi langit dengan ketakutan, khawatir kalau-kalau naga-naga
dari Raja Aegon akan tiba sebelum malam ini berlalu, disusul oleh sebuah pasukan besar. Mereka
tidak lagi percaya bahwa Ratu Rhaenyra bisa melindungi mereka.

Ketika seorang “nabi” sinting bertangan satu yang dijuluki Sang Gembala mulai mengoceh, massa,
yang juga sudah setengah gila, mulai mendengarkan. Sang Gembala berbicara melawan para naga,
dan bukan hanya naga yang akan menyerang mereka, melainkan juga seluruh naga di mana-mana.
“Bila para naga tiba,” serunya, “daging kalian akan terbakar, melepuh, lalu menjadi abu. Istri-istri
kalian akan berjingkrak-jingkrak dengan gaun yang terbakar api, sambil menjerit-jerit sementara
tubuh mereka terbakar, cabul dan telanjang di dalam kobaran api. Kalian akan menyaksikan anak-
anak kalian menangis sampai mata mereka meleleh dan terlepas dari wajah mereka, sampai daging
mereka menjadi hitam hangus dan terlepas dari tulang mereka. Dewa kematian, The Stranger, akan
segera datang, untuk menghukum kita karena dosa-dosa kita. Doa tidak akan bisa menghentikan
amarahNya, sama seperti air mata tidak bisa memadamkan api naga. Hanya darah yang bisa.
Darahku, darah kalian, dan darah para naga.” Lalu Sang Gembala mengangkat lengan kanannya
yang buntung, dan menunjuk ke Bukit Rhaenys's Hill di belakangnya, tepatnya ke Kandang Naga
Dragonpit, bangunan hitam yang dikelilingi bintang-bintang. “Di sanalah para iblis itu tinggal. Di
atas sana. Ini adalah kota mereka. Kalau kalian ingin merebut kota ini kembali, pertama kalian
harus menghancurkan mereka! Jika kalian ingin membersihkan diri dari dosa, pertama kalian harus
bermandikan darah naga! Sebab hanya darah yang bisa memadamkan api neraka!”

Puluhan ribu orang mulai berseru, “Bunuh mereka! Bunuh mereka!” Seperti seekor binatang
raksasa dengan sepuluh ribu kaki, massa yang dipimpin oleh Sang Gembala mulai bergerak maju,
terus mendesak dan mendorong, sambil mengayunkan obor, dan mengacungkan pedang, pisau, dan
berbagai senjata tajam lainnya, sambil berjalan dan berlari melewati jalan-jalan menuju Kandang
Naga Dragonpit. Sebagian orang mulai sadar, dan diam-diam pulang ke rumah. Namun, setiap kali
ada satu orang yang pulang, 3 orang baru bergabung dengan rombongan yang ingin membantai
naga ini. Ketika mereka tiba di Bukit Hill of Rhaenys, jumlah mereka sudah berlipat ganda.

Dari seberang kota, di puncak bukit Aegon's High Hill, Ratu Rhaenyra menyaksikan penyerbuan
massal itu dari puncak Benteng Maegor's Holdfast bersama dengan anak-anaknya dan para
pengikutnya. Malam itu gelap dan mendung berawan. Begitu banyak obor menyala, seolah-olah
bintang-bintang telah turun ke bumi untuk menyerbu Kandang Naga Dragonpit. Begitu Sang Ratu
menerima kabar bahwa massa yang marah sedang berbaris menuju ke sana, ia segera mengirim
utusan ke Ser Balon di Gerbang Old Gate dan Ser Garth di Gerbang Dragon Gate, memerintahkan
mereka untuk membubarkan massa itu melindungi para naga kerajaan. Namun, karena begitu
kacaunya keadaan kota, kecil sekali kemungkinannya para utusan yang dikirim Ratu bisa mencapai
mereka. Bahkan jika pasukan di kota berhasil dihubungi sekalipun, jumlah pasukan Jubah Emas
yang tersisa sudah terlalu sedikit. Kecil sekali harapan bagi mereka untuk berhasil. Ketika Pangeran
Joffrey memohon kepada ibunya agar ia diijinkan memimpin pasukan mereka sendiri dan pasukan
dari White Harbor, Sang Ratu menolaknya. “Jika mereka berhasil merebut bukit itu, bukit inilah
sasaran mereka berikutnya. Kita akan memerlukan setiap prajurit yang ada untuk mempertahankan
kastil ini.”

“Tapi mereka akan membunuhi naga kita,” kata Pangeran Joffrey dengan cemas.

“Atau nagalah yang akan membunuhi mereka,” kata ibunya, tidak bergeming. “Biarkan mereka
terbakar. Negeri ini tidak akan rugi kehilangan mereka.”

“Ibu, bagaimana jika mereka membunuh Nagaku, Tyraxes?” kata sang pangeran muda.

Sang Ratu tidak percaya mereka bisa melakukannya, “Mereka cuma serangga. Pemabuk, orang
bodoh, dan tikus selokan. Satu semburan api naga, dan mereka akan kabur.”

Di saat itulah Si Badut Istana, Mushroom, angkat bicara,”mereka mungkin cuma sekawanan
pemabuk. Tetapi, seorang pemabuk tidak kenal takut. Ya, mereka orang bodoh. Tapi bahkan orang
bodoh pun bisa membunuh Raja. Ya, mereka cuma tikus. Tapi, ribuan ekor tikus bisa menghabisi
seekor beruang. Aku pernah melihat hal itu terjadi. Sekali. Di Flea Bottom.” Yang Mulia Ratu
berbalik menuju ke tembok pertahanan.

Ketika para penjaga di atas atap mendengar Naga Syrax meraung, barulah semua orang sadar kalau
Pangeran Joffrey ternyata telah menyelinap keluar diam-diam dengan raut muka murung.
“Tidak! Sudah kularang dia...sudah kularang!” jerit Sang Ratu. Namun, saat Ratu mengucapkan
perkataan itu, Naga Syrax sudah mengepakkan sayapnya terbang meninggalkan lapangan, mendarat
sesaat di atas tembok pertahanan istana, lalu melayang terbang menuju kegelapan malam. Pangeran
Joffrey Velaryon berpegangan di punggung naga itu, sambil menggenggam sebilah pedang. “Kejar
dia!” seru Sang Ratu,”Kalian semua, baik yang tua maupun yang muda, cepat naik ke kuda dan
kejar dia! Naik ke kuda! Kejar dia! Bawa dia kembali! Bawa dia kembali...dia belum tahu apa-
apa...putraku...putraku yang manis...”

Tapi sudah terlambat.

Kita tidak akan pura-pura memahami ikatan batin antara naga dan penunggangnya; sudah berabad-
abad para pakar mencoba memahami misteri ikatan batin itu. Tapi, yang kita ketahui selama ini
adalah bahwa naga tidak sama dengan kuda; naga tidak bisa ditunggangi begitu saja oleh sembarang
orang yang memasang pelana di punggungnya. Syrax adalah Naga milik Sang Ratu. Dia tidak
pernah ditunggangi oleh orang lain. Naga Syrax mengenali Pangeran Joffrey karena terbiasa
melihat dan mencium baunya. Naga itu sudah terbiasa dengannya, sehingga ketika Joffrey melepas
rantainya, Syrax tidak merasa was was. Walaupun begitu, naga itu tidak mau ditunggangi olehnya.
Karena buru-buru ingin segera kabur sebelum dihentikan oleh siapapun, Pangeran Joffrey
menunggangi Syrax tanpa memakai pelana maupun membawa pecut. Kita hanya bisa menebak-
nebak apa niat Pangeran Joffrey melakukan hal ini. Mungkin dia berencana untuk menerbangkan
Syrax ke medan perang. Atau, bisa jadi dia berencana untuk terbang ke Kandang Naga Dragonpit
dan menjemput naganya sendiri, Tyraxes. Mungkin juga dia berencana melepaskan naga-naga lain
yang ada di kandang itu.

Joffrey tidak pernah mencapai Bukit Hill of Rhaenys. Begitu sudah di udara, Syrax menggoyang-
goyangkan badannya, berusaha keras untuk menyingkirkan si penunggang asing yang sedang
menempel di punggungnya. Dari bawah, batu, tombak dan anak panah beterbangan ke arahnya dari
para perusuh. Sambitan benda-benda itu justru membuat Naga Tyraxes semakin marah. Dari
ketinggian 6 km di atas kawasan Flea Bottom, Pangeran Joffrey terlepas dari punggung Naga
Tyraxes dan terjatuh ke atas permukaan bumi.

Di dekat persimpangan yang menjadi titik pertemuan dari 5 lorong Flea Bottom, sang pangeran
terjatuh dan riwayatnya berakhir dengan tubuh berlumuran darah. Mula-mula dia terjatuh menimpa
atap rumah yang miring, lalu terguling dan terjatuh dari atap setinggi 12 meter itu, diiringi dengan
pecahan genteng tajam yang turut menghujani tubuhnya. Menurut laporan, akibat jatuh setinggi itu,
punggungnya patah, pecahan-pecahan genteng menancap di tubuhnya seperti pisau, dan pedang
yang ia bawa terlepas dan menembus perutnya sendiri. Di Flea Bottom, orang-orang masih
membicarakan tentang seorang gadis bernama Robin, putri seorang pembuat lilin, yang konon
memangku sang pangeran dan menghiburnya di saat ia meninggal. Tapi, bagian cerita ini lebih
mirip dongeng daripada fakta sejarah. “Ibu, maafkan aku.” Konon, itulah kata-kata terakhir Joffrey
sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir. Apakah “Ibu” yang dimaksud adalah ibunya,
Sang Ratu, atau Dewi Ibu (Mother) dari Agama Faith of The Seven, masih diperdebatkan sampai
sekarang.

Maka gugurlah Pangeran Joffrey Velaryon, Pangeran Dragonstone dan ahli waris Tahta Iron Throne,
putra terakhir Ratu Rhaenyra dari Laenor Velaryon...atau, kalau gosip itu benar, anak haram terakhir
hasil perselingkuhan Rhaenyra Targaryen dengan Ser Harwin Strong. Terserah mau percaya versi
yang mana.

Bahkan saat darah sang pangeran masih mengalir di lorong jalanan Flea Bottom, sebuah
pertempuran lain sedang berkecamuk di sekeliling Kandang Naga Dragonpit, di atas Bukit Hill of
Rhaenys.
Mushroom, si Badut Kerajaan, tidaklah salah: segerombolan tikus yang kelaparan memang bisa
mengalahkan banteng, beruang, atau singa, kalau jumlahnya sangat banyak. Berapapun jumlah tikus
yang bisa dibunuh oleh si banteng atau beruang, selalu ada tikus-tikus baru yang menggigiti
kakinya, atau menempel pada perutnya, atau berlari-lari di atas punggungnya. Itulah yang terjadi
pada malam itu. Manusia-manusia “tikus” ini dipersenjatai dengan tombak, kapak, gada berduri,
dan puluhan macam senjata lainnya, termasuk panah dan busur silang.

Pasukan Jubah Emas dari Gerbang Dragon Gate, mematuhi perintah Ratu, berangkat dari barak
mereka untuk melindungi Bukit Hill of Rhaenys. Namun mereka gagal menembus kerumunan
massa, dan terpaksa mundur kembali. Sementara itu, utusan yang dikirim ke Gerbang Old Gate
tidak pernah tiba. Kandang Naga Dragonpit sendiri sebenarnya dijaga oleh pasukan pengawal,
namun jumlah mereka sedikit. Dalam sekejap mereka tidak bisa bertahan menghadapi amukan
massa yang begitu besar, dan dibantai ketika massa menjebol pintu dan memanjat masuk melalui
jendela. (Pintu gerbang utama, yang tinggi besar dan dilapisi perunggu dan besi, terlalu kuat untuk
dijebol. Namun Kandang Dragonpit punya beberapa pintu masuk lain).

Mungkin para penyerang itu berharap bisa menghabisi para naga itu ketika mereka sedang tidur.
Namun suara ribut dari serangan mereka membuat hal itu tidak terjadi. Belakangan, mereka yang
bertahan hidup dalam peristiwa ini bercerita mengenai teriakan dan jeritan, bau darah di udara,
serpihan kayu jati dan besi dari pintu yang dijebol, dan bacokan kapak yang tak terhitung
jumlahnya. Belakangan Grand Maester Munkun menulis, “sangat jarang ada begitu banyak orang
berlomba-lomba menuju ke pembakaran mayatnya sendiri. Tapi, kegilaan memang meliputi
mereka.” Ada 4 ekor Naga yang dikandangkan di Kandang Dragonpit. Ketika gelombang pertama
penyerang tiba di lapangan pasir, ke-4 Naga itu sudah bangun, waspada, dan marah.

Tidak ada yang sepakat mengenai jumlah pria dan wanita yang tewas malam itu di bawah kubah
dari Kandang Dragonpit: ada yang bilang 200 orang, ada juga yang bilang 2000 orang. Dari setiap
orang yang tewas, ada 10 orang yang menderita luka bakar, namun tetap bertahan hidup. Terjebak di
dalam kandang, terkurung di dalam tembok dan kubah, dan terikat oleh rantai yang berat, para Naga
itu tidak bisa menggunakan sayap mereka untuk terbang kabur ataupun menghindari serangan
musuh dan menyapu musuh dari udara. Para Naga ini hanya bisa melawan dengan tanduk, cakar,
dan taring mereka, sambil menyeruduk kesana kemari seperti banteng...namun, “banteng” yang ini
bisa menyemburkan api. Kandang Dragonpit berubah menjadi neraka berapi. Orang-orang yang
tubuhnya terbakar berjalan sempoyongan sambil menjerit-jerit di tengah asap, daging mereka copot
dari tulang belulang yang hangus. Namun, dari setiap satu orang yang tewas, muncul 10 orang lagi,
sambil berseru bahwa para naga itu harus mati. Akhirnya, satu per satu naga-naga itu tewas.

Shrykos adalah naga pertama yang tewas, dibunuh oleh seorang penebang kayu bernama Hobb The
Hewer. Ia melompat ke atas leher Shrykos, lalu membacokkan kapaknya ke tengkorak Shrykos.
Shrykos meraung dan meronta-ronta, mencoba melemparkan si penebang kayu itu. Dengan kedua
kakinya mengunci leher Shrykos, Hobb membacok kepala naga itu sebanyak 7 kali sambil
menyebut nama ketujuh Dewa Seven di setiap bacokan. Bacokan ketujuh, yang dilakukan sambil
menyebut nama Dewa Stranger, berhasil menembus sisik dan tengkorak naga itu sampai kena di
otaknya, menewaskan naga itu.

Morghul, konon, dibunuh oleh Sang Ksatria Terbakar, seorang pria tinggi besar yang memakai baju
besi yang berat. Ia menerjang langsung ke semburan api naga dengan tombak di tangan, dan
menusukkan tombak itu berulang-ulang ke mata Naga Morghul, walaupun api naga membakari baju
besi yang menutupi tubuhnya, dan membakar habis tubuh di dalam baju besi itu.

Konon, Naga Tyraxes milik Pangeran Joffrey mundur ke sarangnya sambil terus membakari mereka
yang ingin mengejar dan membunuhnya. Pintu masuk ke sarang itu segera dipenuhi oleh mayat
orang-orang itu, sehingga tidak dapat dilewati. Namun, harus diingat, di setiap gua buatan yang
menjadi sarang Naga ini ada 2 buah pintu masuk: satu pintu menghadap lapangan pasir di tengah
Kadang Naga, dan satu pintu lagi menghadap tepi bukit. Tidak lama kemudian, para perusuh itu
segera menyerbu melalui pintu yang kedua. Mereka berteriak-teriak menerobos asap sambil
membawa pedang, tombak, dan kapak. Ketika Tyraxes berbalik, ia terjerat oleh rantainya sendiri
sehingga gerakannya terhambat dan berakibat fatal baginya. Belakangan, 6 orang pria (dan 1
wanita) mengaku telah menghabisi naga itu.

Naga terakhir dari keempat Naga tidak mati semudah itu. Konon, Dreamfyre telah menarik putus 2
rantai yang mengikatnya saat Ratu Helaena meninggal dunia. Rantai sisanya terlepas setelah
Dreamfyre menarik lepas tiang rantai itu dari tembok saat para perusuh menyerbu naga itu.
Dreamfyre menerjang ke arah gerombolan perusuh itu dengan taring dan cakarnya, mencabik-cabik
lawan dan menggigit putus anggota tubuh mereka sambil menyemburkan apinya yang mengerikan.
Saat orang-orang mulai mengerubutinya, Dreamfyre terbang ke udara, berputar-putar di bagian
dalam Kandang Dragonpit dan sesekali melayang turun untuk menyerang musuh di bawah.
Memang Tyraxes, Shrykos dan Morghul telah membunuh banyak orang. Namun Dreamfyre
membunuh lebih banyak orang daripada gabungan jumlah korban mereka bertiga.

Ratusan orang kabur ketakutan menghindari api Dreamfyre...namun ratusan orang lagi terus
menyerang, entah karena mabuk, gila, atau kerasukan Dewa Perang Warrior. Bahkan di puncak
kubah Dragonpit pun Dreamfyre masih masuk dalam jangkauan serangan panah. Kemanapun
Dreamfyre berbalik, anak-anak panah menghujaninya dari jarak dekat. Bahkan ada sebagian panah
yang menancap di sisiknya. Setiap kali Dreamfyre mengendurkan serangan, orang-orang itu
langsung mengerubutinya, sehingga naga itu terpaksa kembali terbang ke udara. Dua kali
Dreamfyre terbang ke arah pintu gerbang Dragonpit, namun pintu gerbang itu telah ditutup,
dipalang, dan dijaga oleh sejumlah besar massa bersenjatakan tombak.

Karena tidak bisa kabur, Naga Dreamfyre kembali menyerang lawan-lawannya. Ia membantai
musuh sampai-sampai lapangan pasir Dragonpit dipenuhi dengan mayat-mayat yang hangus
terbakar. Udara dipenuhi oleh asap dan bau daging terbakar. Walaupun begitu, panah dan tombak
tetap beterbangan ke arahnya. Akhirnya, sebuah anak panah menancap di salah satu mata
Dreamfyre. Setengah buta, dan mengamuk akibat banyak cedera di sana-sini, Naga Dreamfyre
mengembangkan sayapnya dan langsung terbang ke arah kubah di puncak bangunan. Naga ini
mencoba untuk terakhir kalinya menjebol langit-langit agar bisa terbang ke langit lepas. Karena
sudah melemah akibat semburan api naga, kubah itu retak saat terkena benturan. Sesaat kemudian,
sebagian kubah itu runtuh menimpa Naga Dreamfyre maupun para perusuh. Mereka semua tewas
tertimpa berton-ton puing dan reruntuhan.

Usai sudah peristiwa Penyerbuan Kandang Naga Dragonpit. 4 ekor Naga Targaryen tewas,
walaupun harus dibayar dengan sangat mahal. Namun, Naga milik Sang Ratu masih hidup dan
bebas. Ketika para korban yang selamat dari pertumpahan darah ini keluar dari reruntuhan Kandang
Dragonpit yang masih berasap, dalam kondisi penuh luka bakar dan berlumuran darah, Syrax turun
menyerang mereka dari atas langit.
Suara teriakan dan jeritan dari ribuan orang terdengar di seluruh penjuru kota, bercampur dengan
suara raungan Naga. Di puncak bukit Hill of Rhaenys, puncak Kandang Naga Dragonpit berkobar
dengan nyala api kuning keemasan, begitu terangnya seolah-olah matahari telah terbit. Bahkan Ratu
Rhaenyra pun menyaksikan semuanya itu sambil gemetar, air mata mengalir di pipinya. Banyak
orang yang mendampingi Sang Ratu di atap istana melarikan diri, khawatir kalau api itu akan segera
melahap seluruh kota, termasuk Istana Red Keep di puncak bukit Aegon's High Hill sekalipun.
Sisanya bergerak ke tempat ibadah di dalam istana untuk berdoa mohon keselamatan. Rhaenyra
sendiri merangkul putra terakhirnya yang masih hidup, Aegon Muda. Rhaenyra mendekap erat-erat
putranya. Ia takkan pernah melepaskan putranya...sampai, mendadak, Naga Syrax terjatuh.

Tanpa dirantai dan tidak ditunggangi siapapun, Syrax sebenarnya bisa saja pergi begitu saja
meninggalkan semua kegilaan ini. Langit adalah miliknya. Syrax bisa saja memilih untuk kembali
ke Istana Red Keep, atau meninggalkan King's Landing dan terbang ke Dragonstone. Apakah suara
ribut dan nyala api yang memancingnya ke Bukit Hill of Rhaenys, raungan para Naga yang sekarat,
bau daging terbakar? Kita tidak bisa mengetahuinya dengan pasti. Kita juga tidak tahu mengapa
Syrax memilih untuk turun ke atas kumpulan massa itu, dan membantai mereka dengan taring dan
cakarnya, sambil melahap belasan orang, padahal bisa saja Syrax menghujani mereka dengan api
dari atas langit, di mana tidak ada orang yang bisa melukainya. Yang bisa kita lakukan hanyalah
melaporkan apa yang terjadi selanjutnya.

Banyak kisah yang bertentangan mengenai kematian Naga Sang Ratu. Ada yang bilang, pelakunya
adalah Hobb The Hewer dan kapaknya, walaupun yang ini hampir pasti tidak benar. Mungkinkah
orang yang sama benar-benar membantai 2 ekor Naga di malam yang sama dan dengan cara yang
sama? Ada yang bilang, pelakunya adalah “seorang raksasa berlumuran darah” tanpa nama
bersenjatakan tombak, yang melompat dari atas reruntuhan kubah Dragonpit ke atas punggung
Syrax. Yang lain lagi bercerita bagaimana seorang ksatria bernama Ser Warrick Wheaton memotong
salah satu sayap Syrax dengan Pedang Baja Valyria. Seorang pemanah bernama Bean belakangan
mengaku telah membunuh Syrax. Ia menceritakan kisah itu berulang-ulang di setiap kedai minum,
sampai akhirnya salah seorang pengikut setia Ratu Rhaenyra muak mendengarkan kisahnya, dan
memotong lidah Bean. Tidak akan ada orang yang mengetahui kejadian yang sebenarnya-kecuali
fakta bahwa Naga Syrax juga tewas terbunuh malam itu.

Kehilangan baik Naga maupun putranya membuat wajah Rhaenyra Targaryen menjadi pucat pasi. Ia
tidak mau dihibur. Ia masuk ke kamar tidurnya, sementara para penasehatnya berunding. Semua
sepakat, kota King's Landing sudah tidak dapat dipertahankan; mereka harus meninggalkan kota ini.
Dengan enggan Sang Ratu akhirnya dapat dibujuk untuk pergi keesokan harinya, di waktu fajar.
Gerbang Mud Gate berada di tangan musuh. Semua kapal di tepi sungai terbakar atau
ditenggelamkan. Akhirnya Rhaenyra dan sekelompok kecil pengikutnya menyelinap keluar melalui
Gerbang Dragon Gate, dengan maksud untuk pergi ke Duskendale. Yang mendampinginya adalah
kedua Manderly bersaudara, keempat pengawal pribadi Queensguard yang masih tersisa, Ser Balon
Byrch dan 20 orang Pasukan Jubah Emas, empat orang dayang Sang Ratu, dan satu-satunya putra
Sang Ratu yang masih tersisa, Pangeran Aegon Yunior.

Sementara itu, di Tumbleton juga terjadi banyak peristiwa. Jadi, ke sanalah fokus kita beralih
sekarang. Ketika kabar kerusuhan yang terjadi di King's Landing terdengar oleh pasukan Pangeran
Daeron Targaryen, banyak bangsawan muda yang ingin secepatnya bergerak maju menuju King's
Landing. Terutama Ser Jon Roxton, Ser Roger Corne, dan Lord Unwin Peake. Namun Ser Hobert
Hightower menyarankan untuk tetap berhati-hati, dan Sepasang Pengkhianat menolak untuk
bergabung dengan serangan manapun, kecuali kalau tuntutan mereka dipenuhi. Ulf White ingin
mendapatkan Kastil Highgarden, lengkap dengan seluruh wilayah kekuasaan dan penghasilan
pajaknya, sedangkan Hard Hugh Hammer menginginkan, tidak tanggung-tanggung, sebuah
mahkota Raja.

Konflik ini semakin memanas ketika pasukan di Tumbleton akhirnya mendapatkan kabar mengenai
tewasnya Aemond Targaryen di Harrenhal. Raja Aegon II sudah lama tidak terlihat maupun
terdengar kabarnya sejak King's Landing jatuh ke tangan kakak tirinya Rhenyra. Ada banyak orang
khawatir jangan-jangan Ratu Rhaenyra telah membunuh Raja Aegon diam-diam, dan
menyembunyikan jenasahnya agar Sang Ratu tidak dituduh sebagai pembunuh saudaranya sendiri.
Dengan tewasnya Aemond, Kaum Hijau kini tidak punya Raja maupun pemimpin. Pangeran Daeron
berada di urutan berikutnya dalam suksesi tahta. Lord Peake menyatakan bahwa Pangeran Daeron
harus segera diangkat menjadi Pangeran Dragonstone (Putra Mahkota); sebagian orang lagi, yang
percaya bahwa Aegon II telah wafat, ingin mengangkat Pangeran Daeron menjadi Raja.
Sepasang Pengkhianat pun merasa bahwa mereka perlu seorang Raja baru. Tapi, Daeron Targaryen
bukanlah Raja yang mereka inginkan. “Kita butuh pria yang kuat untuk memimpin kita, bukan
seorang bocah,” kata Hard Hugh Hammer, “tahta itu seharusnya jadi milikku.” Ketika Jon “The
Bold” Roxton mempertanyakan atas dasar apa Lord Hammer merasa berhak mengangkat diri
menjadi Raja, ia menjawab, “sama seperti Aegon Sang Penakluk. Sebab aku pun punya Naga.” Dan
memang, setelah Vhagar tewas, sekarang Naga terbesar dan tertua di Westeros adalah Vermithor.
Dulu Vermithor ditunggangi oleh Raja Jaehaerys, dan sekarang ditunggangi oleh Hard Hugh
Hammer. Naga ini ukurannya 3 kali lipat naga betina milik Pangeran Daeron, Tessarion. Siapapun
yang melihat kedua naga ini bersamaan pasti menyadari bahwa Vermithor jauh lebih menakutkan
daripada Tessarion.
Walaupun ambisi Hugh Hammer kelihatannya tidak pantas bagi seseorang dengan latar belakang
begitu rendah, tidak diragukan lagi kalau ada sedikit darah Targaryen mengalir di dalam dirinya.
Selain itu, ia terbukti ganas di medan tempur, dan tangannya selalu terbuka bagi para pengikutnya.
Ia memperlihatkan sikap yang sangat murah hati, sehingga orang-orang ramai-ramai bergabung
dengannya, seperti lalat mengerumuni bangkai. Tentu saja mereka yang bergabung ini adalah orang-
orang dengan reputasi buruk : tentara bayaran, ksatria perampok, dan sejumlah besar orang-orang
dengan darah yang tercemar dan status kelahiran tidak jelas, yang gemar berperang tanpa alasan dan
hidup dari merampas dan menjarah.
Namun para bangsawan dan ksatria dari kawasan Oldtown dan The Reach tentu saja merasa
tersinggung oleh sikap arogan Hugh Hammer, terutama Pangeran Daeron Targaryen. Saking
marahnya, ia sampai melemparkan secawan anggur ke wajah Hard Hugh. Walaupun Lord White
hanya menganggap kejadian ini sebagai membuang-buang anggur yang bagus, Lord Hammer
berkata,”bocah seharusnya menjaga sopan santun kalau orang dewasa sedang berbicara. Kurasa
ayahmu kurang sering menghajarmu. Jangan sampai aku menggantikan dirinya untuk memberimu
pelajaran.” Sepasang Pengkhianat itu kemudian pergi, mulai menyusun rencana pelantikan Hammer
sebagai Raja. Ketika muncul keesokan harinya, Hard Hugh mengenakan mahkota dari besi hitam,
membangkitkan amarah Pangeran Daeron dan para bangsawan pengikutnya.
Salah seorang diantaranya, Ser Roger Corne, cukup berani untuk menepis kepala Hugh Hammer
sehingga mahkota itu terlepas dari kepalanya. “Sebuah mahkota tidak menjadikan seorang pria
Raja,” katanya. “Seharusnya kau memakai tapal kuda di kepalamu, pandai besi.” Sebuah tindakan
yang bodoh. Lord Hugh merasa tersinggung. Ia memerintahkan anak buahnya menekan Ser Roger
ke tanah, sementara si anak haram pandai besi itu memakukan 3 tapal kuda ke tengkorak Ser Roger.
Ketika teman-teman Ser Corne mencoba menengahi, pisau dan pedang dihunuskan, dan akhirnya 3
orang tewas dan 12 orang lainnya terluka.
Para bangsawan pendukung Pangeran Daeron akhirnya tidak tahan lagi. Lord Unwin Peake dan
Hobart Hightower, walaupun agak enggan, mengumpulkan 11 orang bangsawan dan ksatria untuk
mengadakan rapat rahasia di sebuah gudang bawah tanah di sebuah penginapan di Tumbleton.
Mereka membicarakan apa yang bisa mereka lakukan untuk mematahkan kesombongan kedua
penunggang naga itu. Mereka sepakat bahwa menyingkirkan White itu gampang, sebab dia sering
mabuk dan tidak pernah menunjukkan kemahiran dalam memainkan senjata. Hammer lebih
berbahaya. Belakangan ini ia dikelilingi oleh penjilat, pengikut, dan para tentara bayaran siang dan
malam. Mereka berlomba-lomba menarik simpatinya, berharap mendapat hadiah darinya. Lord
Peake menyimpulkan bahwa tidak ada gunanya bagi mereka jika White dibunuh namun Hammer
masih hidup; Hard Hugh harus mati duluan. Suara-suara perdebatan terdengar keras di penginapan
yang memasang tanda berupa gambar Ranjau Paku Berdarah (Bloody Caltrop) itu, saat para
bangsawan itu membahas cara terbaik untuk melakukan hal tersebut.
“Membunuh orang itu mudah,” kata Ser Hobert Hightower,”tapi bagaimana dengan naga mereka?”
Karena situasi di King's Landing sedang kacau, Ser Tyler Norcross berkata bahwa Naga Tessarion
saja seharusnya sudah cukup untuk membantu mereka merebut kembali Tahta Iron Throne. Lord
Peake membalas bahwa kemenangan mereka akan lebih pasti jika ada Vermithor dan Silverwing.
Marq Ambrose menyarankan agar mereka merebut King's Landing dulu, baru menyingkirkan White
dan Hammer setelah kemenangan sudah di tangan, namun Richard Rodden bersikeras bahwa
tindakan semacam itu akan menodai kehormatan mereka. “Kita tidak bisa meminta mereka untuk
berjuang mengucurkan darah bersama dengan kita, lalu kita bunuh mereka sesudahnya.” John “The
Bold” Roxton akhirnya menyelesaikan perdebatan itu. “Kita bunuh anak-anak haram itu sekarang
juga. Setelah itu, biarlah yang paling berani dari antara kita semua mengambil naga-naga itu dan
menerbangkan mereka ke medan perang, “katanya. Semua orang di gudang bawah tanah itu yakin
bahwa yang dimaksud oleh Roxton adalah dirinya sendiri.
Walaupun Pangeran Daeron tidak hadir di rapat tersebut, Komplotan Ranjau Paku (The Caltrops)-
julukan bagi orang-orang yang menyusun persekongkolan ini-sudah cukup muak dengan Sepasang
Pengkhianat, sampai-sampai mereka siap untuk menjalankan rencana ini tanpa sepengetahuan
maupun persetujuan dari Sang Pangeran. Owen Fossoway, Lord of Cider Hall, diutus di balik
kegelapan malam untuk membangunkan Sang Pangeran dan membawanya ke gudang bawah tanah
itu, agar mereka bisa memberitahunya mengenai rencana ini. Sang Pangeran, yang biasanya lemah
lembut, sama sekali tidak enggan dan ragu ketika Lord Unwin Peake mempersembahkan kepadanya
Surat Perintah untuk menghukum mati Hard Hugh Hammer dan Ulf White. Tanpa menunda, ia
langsung mencap surat perintah itu dengan segel pribadinya.
Manusia boleh berencana dengan berbagai cara, tapi sebaiknya mereka juga berdoa. Sebab, manusia
boleh berencana, akhirnya para dewa juga yang menentukan. Dua hari kemudian, tepat di hari
Komplotan Ranjau Paku berencana untuk bertindak, di tengah kegelapan malam, mendadak
terdengar suara seruan dan teriakan yang membangunkan seisi Tumbleton. Di luar tembok kota,
kemah-kemah pasukan terbakar. Barisan ksatria berbaju besi berdatangan dari arah utara dan barat,
sambil membantai musuh, hujan panah mengalir dari balik awan, dan seekor Naga melayang turun
ke arah mereka, ganas dan mengerikan.
Maka dimulailah Pertempuran Tumbleton Babak II.

Naga itu adalah Seasmoke. Penunggangnya, Ser Addam Velaryon, bertekad untuk membuktikan
bahwa tidak semua anak haram itu pengkhianat. Cara apa lain yang lebih baik, selain dengan
merebut kembali Tumbleton dari Sepasang Pengkhianat yang telah mencemari nama baiknya
dengan pengkhianatan mereka? Menurut balada yang dinyanyikan oleh penyanyi keliling, Ser
Addam terbang dari King's Landing ke Gods Eye, di mana dia mendarat di Pulau Suci Isle of Faces
dan meminta nasehat dari kaum Green Men. Namun ini hanya legenda, yang tidak sepenuhnya
akurat. Yang kita tahu dengan pasti adalah bahwa Ser Addam terbang jauh dan cepat, mendatangi
setiap kastil, besar maupun kecil, yang penguasanya masih setia kepada Sang Ratu, untuk
membentuk sebuah pasukan.
Banyak pertempuran, besar maupun kecil, yang telah terjadi di kawasan Trident. Nyaris tidak ada
kastil maupun pedesaan yang belum berkorban nyawa dalam peperangan ini. Namun Addam
Velaryon pantang menyerah, penuh tekad, dan juga pandai berbicara. Selain itu, para bangsawan
Riverlands sudah mendengar mengenai bencana mengerikan yang menimpa Tumbleton. Pada waktu
Ser Addam sudah siap untuk mendarat di Tumbleton, ada hampir 4000 prajurit mengikuti di
belakangnya.
Pasukan besar yang berkemah di luar tembok Tumbleton jauh lebih banyak daripada para
penyerang. Namun mereka sudah terlalu lama berdiam di satu tempat. Disiplin mereka sudah
kendur. Wabah penyakit merajalela. Kematian Lord Ormund Hightower membuat mereka
kehilangan pemimpin, dan para bangsawan yang seharusnya memimpin mereka justru saling ribut
satu sama lain. Saking sibuknya mereka mengurusi konflik dan persaingan antar mereka sendiri,
mereka sampai lupa siapa musuh mereka yang sebenarnya. Mereka sama sekali tidak siap
menghadapi serangan malam Ser Addam. Sebelum pasukan Pangeran Daeron sadar bahwa mereka
sedang menghadapi pertempuran, pasukan musuh sudah menerobos masuk ke tengah-tengah
mereka dan membantai mereka, sementara pasukan itu terhuyung-huyung keluar dari tenda mereka,
sambil berusaha memasang pelana kuda, memakai baju besi, dan memasang sabuk pedang mereka.
Yang paling mematikan terutama serangan Naga. Seasmoke berulang kali terbang turun sambil
menyemburkan api. 100 tenda segera dimakan api, termasuk paviliun mewah dari sutera milik Ser
Hobart Hightower, Lord Unwin Peake, dan Pangeran Daeron sendiri. Kota Tumbleton pun tidak
lolos. Toko, rumah dan tempat ibadah yang lolos di perang pertama kini turut terbakar oleh api
naga.
Daeron Targaryen sedang tidur di tendanya ketika serangan itu terjadi. Ulf White sedang berada di
Tumbleton, tidur sehabis minum-minum di sebuah penginapan bernama Bawdy Badger yang telah
disita untuk dipakainya sendiri. Hard Hugh Hammer juga berada di dalam kota, di tempat tidur
dengan ditemani oleh janda dari seorang ksatria yang gugur di pertempuran sebelumnya. Ketiga
naga mereka berada di luar kota, di lapangan di belakang perkemahan pasukan.
Walaupun orang berusaha membangunkan Ulf White dari tidurnya, ia tidak bisa dibangunkan. Ulf
White terguling jatuh ke bawah meja, dan mendengkur tidur di sepanjang pertempuran. Hard Hugh
Hammer, sebaliknya, lebih cepat tanggap. Dalam keadaan setengah telanjang, ia berlari menuruni
tangga menuju ke lapangan, sambil berteriak meminta diambilkan palu, baju besi, dan kuda, agar
dia bisa berangkat ke tempat naga, dan menaiki Vermithor. Anak buahnya buru-buru menjalankan
perintahnya, walaupun Naga Seasmoke sedang membakari kandang kuda. Namun Lord John
Roxton sudah hadir di lapangan itu.
Ketika ia melihat Hard Hugh, Roxton menyadari kesempatan baginya, dan berkata, “Lord Hammer,
aku turut berduka cita.” Hammer berbalik dan melotot. “Buat apa?” tanyanya. “Sebab Anda gugur
di medan perang,” jawab John “The Bold” Roxton, sambil mencabut Pedang Orphan Maker dan
menusukkannya ke dalam perut Hammer, sebelum merobek perutnya dari bawah ke atas.
12 orang pengikut Hard Hugh datang berlarian, dan hanya keburu melihatnya tewas terbunuh.
Bahkan pedang Baja Valyria seperti Orphan Maker pun tidak banyak berguna kalau satu orang
melawan 10 orang. John Roxton membunuh 3 orang sebelum dia sendiri akhirnya terbunuh. Konon,
menurut legenda, John Roxton tewas ketika kakinya tergelincir karena menginjak isi perut Hugh
Hammer. Tapi rasanya terlalu ironis kalau legenda itu benar.
Ada 3 catatan yang saling bertentangan mengenai kematian Pangeran Daeron Targaryen. Versi yang
paling terkenal menyatakan bahwa sang pangeran tersandung jatuh saat keluar dari tendanya dengan
baju tidur yang terbakar, lalu terbunuh oleh seorang tentara bayaran dari Myr bernama Black
Trombo. Ia menghantam wajah sang pangeran dengan satu ayunan dari gada berduri miliknya. Versi
ini adalah versi kesukaan Black Trombo, yang menceritakannya kemana-mana. Versi kedua hampir
sama dengan versi pertama, namun sang pangeran terbunuh oleh pedang, bukan gada berduri.
Pembunuh sang pangeran adalah seorang prajurit tidak dikenal, yang bahkan mungkin tidak
menyadari siapa sebenarnya orang yang dia bunuh. Di versi ketiga, si bocah pemberani yang
dijuluki Daeron Sang Pemberani itu bahkan sama sekali tidak sempat keluar, melainkan tewas
terbunuh ketika tendanya yang terbakar rubuh menimpa dirinya.
Di atas langit, Addam Velaryon bisa melihat bahwa pertempuran yang terjadi di bawahnya berubah
menjadi kericuhan. 2 dari 3 penunggang naga musuh sebenarnya sudah tewas, namun dia tidak
mengetahuinya. Namun, Addam bisa melihat naga-naga milik musuh. Mereka di tempatkan di luar
tembok kota dan tidak dirantai, sehingga mereka bebas untuk terbang dan berburu mangsa.
Silverwing dan Vermithor sering terbang berputar bersama-sama di lapangan sebelah selatan
Tumbleton, sementara Tessarion tidur dan makan di perkemahan Pangeran Daeron yang terletak di
sebelah barat kota, kurang dari 90 meter jaraknya dari tenda Sang Pangeran.
Naga adalah makhluk yang peka terhadap api dan darah, dan ketiga naga tersebut bangkit ketika
pertempuran berkecamuk di sekitar mereka. Konon, seorang pemanah menembakkan panah ke
Silverwing, dan 40 ksatria berkuda diam-diam mendekati Vermithor dengan pedang, tombak dan
kapak, berharap untuk menghabisi naga itu selagi masih mengantuk dan masih di atas tanah.
Mereka membayar tindakan bodoh itu dengan nyawa mereka. Di tempat lain, Tessarion terbang ke
udara, menjerit dan menyemburkan api. Addam Velaryon pun mengarahkan Seasmoke untuk
menghadapi Tessarion.
Sisik naga umumnya nyaris tidak tembus api; sisik itu melindungi daging dan otot di baliknya, yang
lebih rentan. Semakin tua usia seekor naga, sisiknya akan semakin tebal dan keras, sehingga
dagingnya semakin terlindungi, walaupun apinya juga semakin panas dan ganas. Api yang
dihasilkan anak naga bisa membakar jerami, sementara api dari Balerion atau Vhagar, jika
dikerahkan dengan sekuat tenaga, bisa melumerkan baja dan batu. Maka, jika ada 2 naga yang
bertarung mati-matian, biasanya mereka akan mengerahkan senjata lain selain api mereka: cakar
sehitam besi, sepanjang pedang, setajam silet, rahang yang sangat kuat, sampai-sampai gigitan
mereka bisa menembus pelat baja yang melapisi baju besi seorang ksatria, ekor bagaikan cambuk,
yang sabetannya bisa menghancurkan gerobak sampai berkeping-keping, mematahkan punggung
kuda, dan melontarkan orang sampai setinggi 15 meter ke udara.

Pertempuran antara Tessarion dan Seasmoke berbeda.


Sejarah mencatat pertarungan antara Raja Aegon II dan kakaknya Rhaenyra sebagai “Tarian Para
Naga”. Namun, hanya di Tumbletonlah naga-naga ini benar-benar “menari”. Baik Tessarion
maupun Seasmoke adalah Naga yang masih muda, lebih gesit di udara daripada naga-naga lain
yang lebih tua. Berulang kali mereka saling menerjang, namun berulang kali pula mereka saling
berkelit dari terjangan lawan. Melayang naik seperti elang, menyambar turun seperti rajawali, saling
berputar, menyambar dan meraung, menyemburkan api, namun tidak ada satupun yang kena. Sekali
Tessarion menghilang ke balik awan, lalu sesaat kemudian muncul lagi dari belakang Seasmoke
sambil menyemburkan api biru, mencoba membakar ekor naga itu. Sementara itu, Seasmoke
bergulung, berbelok dan berputar. Dalam sekejap Seasmoke sudah berada di bawah Tessarion, lalu
mendadak dia berputar di udara, dan tahu-tahu dia sudah berada di belakang Tessarion. Kedua naga
itu terbang semakin lama semakin tinggi, disaksikan oleh ratusan orang dari atap bangunan di
Tumbleton. Kelak, ada yang berkomentar bahwa terbangnya Tessarion dan Seasmoke lebih mirip
tarian sepasang naga yang sedang kawin, bukan bertarung.
Tarian sepasang naga itu berakhir ketika Vermithor bangkit, meraung dan terbang ke udara.
Sebagai naga yang berusia hampir 100 tahun dan berukuran tubuh nyaris sebesar Tessarion dan
Seasmoke dijadikan satu, Vermithor, sang naga berwarna perunggu dengan sayap besar kecoklatan,
terbang dalam keadaan marah, dengan darah mengepulkan asap di beberapa titik luka. Tanpa
ditunggangi seorang pun, Vermithor tidak dapat membedakan kawan maupun lawan, sehingga naga
itu melampiaskan amarahnya ke semua orang, menyemburkan api ke kanan kiri, menoleh dengan
ganas ke siapapun yang berani melemparkan tombak ke arahnya. Seorang ksatria mencoba kabur di
depannya, namun Vermithor menyambar ksatria itu dengan rahangnya, walaupun kuda ksatria itu
sedang berlari. Lord Piper dan Deddings, yang sedang berada di atas sebuah lereng rendah, tewas
terbakar bersama dengan squire, pelayan, dan para pengawal pribadi mereka ketika Vermithor
kebetulan menyadari keberadaan mereka. Tidak lama kemudian, Seasmoke turun ke atas Vermithor.
Seasmoke adalah satu-satunya naga, dari keempat naga di hari itu, yang ditunggangi oleh
pemiliknya. Ser Addam Velaryon telah datang kemari untuk membuktikan kesetiaannya dengan
cara menghancurkan Sepasang Pengkhianat beserta dengan naga mereka. Dan kini, salah seekor
dari naga itu ada di bawahnya, sedang menyerangi pasukan yang bergabung dengannya dalam
pertempuran ini. Addam pasti merasa berkewajiban untuk melindungi mereka, walaupun di dalam
hatinya ia sadar bahwa naga Seasmoke miliknya bukan tandingan Vermithor yang lebih tua.
Yang kali ini bukanlah “tarian”, melainkan pertarungan sampai mati. Vermithor sudah melayang
setinggi 6 meter di atas medan perang ketika Seasmoke menimpanya dari atas, sambil mendorong
naga yang menjerit-jerit itu ke atas lumpur. Pria dewasa dan anak-anak berlari ketakutan atau tewas
tertimpa kedua naga itu saat mereka bergulingan dan saling mencabik satu sama lain. Ekor
disabetkan dan sayap dikepakkan, namun kedua naga itu saling terkunci satu sama lain, sehingga
tidak ada satupun dari mereka yang bisa melepaskan diri. Benjicot Blackwood, di atas kudanya,
menyaksikan pergumulan sepasang naga itu dari jarak sejauh 45 meter. Bertahun-tahun kemudian,
Lord Blackwood berkata bahwa ukuran dan berat badan Vermithor sama sekali bukan tandingan
Seasmoke. Vermithor nyaris mencabik-cabik Seasmoke hingga hancur berkeping-keping...ketika
mendadak Tessarion turun dari langit dan ikut bertarung.
Siapa yang bisa menduga isi hati seekor Naga? Apakah Tessarion menyerang hanya karena haus
darah semata? Apakah Tessarion datang untuk menolong salah satu pihak? Jika ya, siapa? Ada yang
bilang kalau ikatan antara naga dan penunggangnya begitu dalam, sampai-sampai naga bisa ikut
merasakan apa yang disukai maupun yang dibenci oleh majikannya. Namun, dalam hal ini, siapa
yang kawan dan siapa yang lawan? Apakah seekor naga yang tidak ditunggangi majikannya bisa
membedakan kawan atau lawan?
Kita takkan pernah tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Yang bisa dinyatakan oleh
catatan sejarah hanyalah bahwa 3 ekor naga saling bertarung di tengah-tengah lumpur, darah dan
asap dalam Pertempuran Tumbleton Babak II. Seasmoke adalah naga pertama yang tewas terbunuh,
ketika Vermithor menggigit lehernya kuat-kuat dan memutus kepalanya. Setelah itu Vermithor
berupaya untuk terbang pergi dengan membawa kepala Seasmoke di rahangnya, namun sayap
Vermithor yang sudah compang camping tidak dapat mengangkat tubuh naga itu. Sesaat kemudian,
Vermithor pun roboh dan tewas. Tessarion, Sang Ratu Biru, bertahan hidup sampai matahari
terbenam. Tessarion 3 kali mencoba untuk terbang, namun 3 kali pula dia gagal. Saat senja, terlihat
Tessarion begitu kesakitan, sehingga Lord Blackwood memanggil pemanah terbaiknya, seseorang
bernama Billy Burley. Ia mengambil jarak sejauh 91 meter (di luar jangkauan semburan api
Tessarion), lalu menembakkan 3 anak panah ke mata Tessarion, sementara naga itu terbaring tidak
berdaya di atas tanah.
Saat senja tiba, pertempuran itu pun selesai. Walaupun para bangsawan Riverlands kehilangan
kurang dari 100 orang sementara mereka berhasil membunuh lebih dari 1000 pasukan dari Oldtown
dan The Reach, Pertempuran Tumbleton Jilid II ini tidak dapat dimenangkan oleh pasukan
penyerang, sebab mereka gagal merebut kota Tumbleton. Tembok kota Tumbleton masih utuh, dan
begitu pasukan Raja Aegon sudah mundur ke dalam kota dan menutup gerbangnya, pasukan
pendukung Ratu Rhaenyra tidak bisa menjebol masuk, karena tidak punya perlengkapan untuk
mengepung kota maupun naga. Walaupun begitu, mereka berhasil membantai pasukan musuh yang
kebingungan dan kacau balau, membakari tenda mereka, membakar atau merampas hampir semua
gerobak makanan dan perbekalan milik lawan, mengusir 3/4 kuda perang milik lawan, membunuh
pangeran Daeron Targaryen, dan menghabisi 2 ekor Naga milik lawan (Vermithor dan Tesssarion).
Keesokan paginya, pasukan yang menguasai Tumbleton mengintip dari balik tembok kota, dan
melihat bahwa pasukan lawan sudah mundur. Mayat-mayat bertebaran di sekeliling kota, termasuk
bangkai 3 ekor naga. Masih ada 1 ekor naga tersisa: Silverwing, yang dulunya tunggangan Ratu
Alysanne. Naga itu terbang ke langit saat pertempuran dimulai, dan berputar-putar mengelilingi
medan perang itu selama berjam-jam, terbang melayang di atas angin panas yang muncul dari bara
api peperangan di bawahnya. Setelah hari gelap, barulah dia mendarat turun, di sebelah naga-naga
yang tewas dalam pertempuran. Kelak, para penyanyi balada akan menyanyikan bagaimana
Silverwing 3 kali berupaya mengangkat sayap Vermithor dengan hidungnya, mencoba
membantunya untuk terbang kembali. Namun, kemungkinan besar ini cuma dongeng karangan para
penyanyi balada keliling. Saat matahari terbit, Silverwing terlihat mengepakkan sayapnya tanpa
tujuan, terbang menyeberangi lapangan, sambil menyantapi sisa-sisa mayat manusia serta bangkai
kuda dan sapi yang hangus terbakar.
Dari 13 anggota Komplotan Ranjau Paku (The Caltrops), 8 orang tewas terbunuh, di antaranya Lord
Owen Fossoway, Marq Ambrose, dan Bold John Roxton. Richard Rodden terkena panah di
lehernya, dan tewas keesokan harinya. Tinggal 4 orang anggota Komplotan Ranjau Paku yang
tersisa, di antaranya Ser Hobert Hightower dan Lord Unwin Peake. Walaupun Hard Hugh Hammer
telah tewas, masih ada satu Pengkhianat yang tersisa. Ulf White, saat terbangun dan tersadar dari
mabuknya, menjadi satu-satunya penunggang naga yang tersisa, sekaligus pemilik dari satu-satunya
naga yang tersisa.
“Hugh Hammer sudah mati, dan demikian juga pangeran bocahmu,” kata Ulf White kepada Lord
Peake,” tinggal aku satu-satunya yang kaumiliki.” Ketika Lord Peake menanyakan rencananya,
White menjawab, “mari kita berbaris ke King's Landing, seperti yang kaumau. Kauambil alih kota
itu, sementara kuambil alih Tahta Iron Throne. Bagaimana?”
Keesokan paginya, Ser Hobert Hightower menghadap Ulf White untuk memaparkan rencana
serangan mereka ke King's Landing. Ser Hobert membawa 2 botol anggur sebagai hadiah, anggur
merah dari Dorne dan anggur kuning keemasan dari Arbor. Walaupun setiap anggur yang pernah
Ulf White cicipi selalu enak baginya, ia cenderung menyukai anggur yang manis. Ser Hobert pasti
berharap bahwa ia akan meminum anggur merah yang rasanya asam sementara Lord Ulf menikmati
anggur kuning keemasan dari Arbor. Namun, sikap Hightower yang tidak wajar (menurut kesaksian
dari squire yang melayani mereka berdua, Ser Hobert Hightower terus menerus berkeringat,
berbicara gagap, dan bersikap terlalu akrab) memicu kecurigaan Ulf White. Karena khawatir, Ulf
menyuruh anggur merah dari Dorne diminum belakangan, sambil mendesak Ser Hobert agar
meminum anggur kuning keemasan dari Arbor bersama-sama dengannya.
Tidak banyak hal positif yang tercatat dalam sejarah mengenai Ser Hobert Hightower, tapi tidak ada
orang yang meragukan caranya menyambut kematian. Daripada mengkhianati rekan-rekan
seperjuangannya, Komplotan Ranjau Paku, Ser Hobert membiarkan squire itu mengisi cawannya,
minum sampai habis, lalu meminta tambah. Begitu dia melihat Ser Hightower minum, Ulf White
menggenapi reputasinya sebagai peminum, dan menghabiskan 3 cawan sebelum mulai menguap.
Racun di dalam anggur itu lembut. Ketika Lord Ulf pergi tidur dan tidak pernah bangun kembali,
Ser Hobert bangkit berdiri dan berupaya memuntahkan anggur itu, namun terlambat. Jantungnya
pun berhenti berdetak sejam kemudian.
Setelah itu, Lord Unwin Peake menawarkan uang sebesar 1000 keping naga emas kepada setiap
ksatria keturunan bangsawan yang bisa menjinakkan Silverwing. 3 orang maju. Ketika orang
pertama tangannya digigit putus dan orang kedua tewas terbakar, orang ketiga pun akhirnya
berubah pikiran. Pada waktu itu, pasukan Unwin Peake, yang adalah sisa-sisa dari pasukan besar
yang dipimpin oleh Pangeran Daeron dan Lord Ormund Hightower dari Oldtown, sudah hancur
berantakan. Banyak anggotanya yang kabur dari Tumbleton dengan membawa harta jarahan
sebanyak mungkin. Mengaku kalah, Lord Unwin mengumpulkan para bangsawan bawahan dan
komandan pasukannya, lalu memerintahkan agar mereka mundur. Addam Velaryon, yang bernama
asli Addam of Hull, yang dituduh sebagai pengkhianat, telah menyelamatkan kota King's Landing
dari musuh-musuh Sang Ratu...dengan mengorbankan nyawanya sendiri.

Walaupun begitu, Ratu Rhaenyra sama sekali tidak mengetahui pengorbanan Addam Velaryon yang
dilakukan dengan gagah berani itu. Pelarian Rhaenyra dari King's Landing dipenuhi dengan
berbagai kesulitan. Di Rosby, gerbang kastil itu dipalang baginya saat ia mendekat. Pengurus kastil
bawahan Lord Stokeworth mengijinkan dia menginap, tapi hanya untuk semalam. Separuh pasukan
Jubah Emasnya kabur di tengah jalan, dan di suatu malam, perkemahannya diserang oleh
sekumpulan orang yang putus asa dan tanpa harapan. Walaupun para ksatrianya berhasil mengusir
para penyerang itu, Ser Balon Byrch tewas terpanah, dan Ser Lyonel Bentley, seorang ksatria muda
anggota Queensguard, terkena hantaman di kepala yang membuat helm besinya retak. Ia berbicara
tidak karuan sepanjang malam, sebelum akhirnya meninggal keesokan paginya. Ratu Rhaenyra
terus berjuang menuju Duskendale.

Selama ini House Darklyn adalah salah satu pendukung terkuat Rhaenyra, namun harga yang harus
mereka bayar untuk kesetiaan itu sangatlah tinggi. Hanya permohonan dari Ser Harrold Darke, sang
Queensguard, yang bisa membujuk Lady Meredyth Darklyn untuk mengijinkan Sang Ratu
memasuki kastilnya (keluarga Darkes adalah kerabat jauh House Darklyn, dan Ser Harrold pernah
menjadi squire bagi almarhum Ser Steffon). Itu pun dengan syarat bahwa Sang Ratu tidak boleh
tinggal lama di sana.

Ratu Rhaenyra tidak punya uang maupun kapal. Ketika ia mengirim Lord Corlys ke penjara bawah
tanah, ia telah kehilangan armadanya. Ratu Rhaenyra kabur meninggalkan King's Landing dalam
keadaan takut karena keselamatan nyawanya terancam, sehingga ia tidak membawa uang sepeser
pun. Dalam keadaan putus asa dan ketakutan, Sang Ratu semakin terlihat muram dan letih. Ia tidak
mau tidur ataupun makan. Ia juga tidak mau berpisah dengan Pangeran Aegon Yunior, satu-satunya
putra yang masih tersisa; bocah itu berada di sisinya sepanjang siang dan malam, bagaikan sebuah
bayangan kecil dan pucat.
Rhaenyra terpaksa menjual mahkotanya untuk mengumpulkan uang agar bisa menumpang sebuah
kapal dagang Braavos, The Violande. Ser Harrold Darke memohon kepada Sang Ratu agar mencari
perlindungan ke Lady Arryn di Vale, sedangkan Ser Medrick Manderly mencoba membujuk Sang
Ratu agar bersedia mengikutinya dan Ser Torrhen kembali ke White Harbor. Sang Ratu menolak
kedua saran tersebut. Ia bersikeras untuk kembali ke Dragonstone. Di sana dia akan menemukan
kembali telur naga, katanya kepada para pengikut setianya. Ia harus mendapatkan kembali naga.
Kalau tidak, sia-sia semuanya.
Angin kencang mendorong kapal Violande mendekati pantai Driftmark, padahal Sang Ratu justru
ingin menghindari wilayah itu. Sudah 3 kali kapal itu melewati armada kapal perang milik Lord
Corlys Velaryon, namun Rhaenyra berusaha keras agar tidak terlihat. Akhirnya para pelaut Braavos
itu memasuki pelabuhan di kaki gunung Dragonmont di malam hari. Sang Ratu telah mengirim
gagak untuk memberitahukan kedatangannya, dan melihat rombongan penyambut telah
menunggunya saat ia turun dari kapal bersama dengan putranya Aegon Yunior, dayangnya, dan 3
orang pengawal Queensguard. Cuma merekalah yang tersisa dari rombongannya.
Hujan turun saat rombongan Sang Ratu turun ke darat, dan nyaris tidak ada orang di pelabuhan itu.
Bahkan rumah pelacuran di tepi dermaga pun terlihat gelap dan kosong, namun Sang Ratu tidak
memperhatikan hal tersebut. Baik jiwa maupun raganya terasa sakit, dan ia merasa putus asa akibat
pengkhianatan. Rhaenyra Targaryen hanya ingin kembali ke kastil pribadinya, di mana ia
membayangkan bahwa ia dan putranya akan selamat. Siapa sangka Sang Ratu ternyata justru akan
mengalami pengkhianatan yang menyakitkan untuk terakhir kalinya.
Rombongan pengiring Sang Ratu, sebanyak 40 orang, dipimpin oleh Ser Alfred Broome, salah
seorang pengikut yang ditinggalkan di Dragonstone ketika Rhaenyra menyerang King's Landing.
Broome adalah ksatria paling senior di Dragonstone. Ia telah bergabung dengan garisun di sana
sejak jaman pemerintahan Raja Jaehaerys Targaryen. Maka ia telah berharap untuk diangkat
menjadi komandan kastil ketika Rhaenyra berangkat untuk merebut Tahta Iron Throne. Namun,
pembawaan Ser Alfred yang sering cemberut dan perilakunya yang masam membuatnya tidak
disukai maupun dipercaya oleh siapapun. Maka Sang Ratu tidak jadi mengangkatnya, dan
mengangkat Ser Robert Quince, yang lebih ramah, sebagai gantinya.
Ketika Rhaenyra bertanya mengapa Ser Robert tidak datang menyambutnya sendiri, Ser Alfred
menjawab bahwa Sang Ratu akan berjumpa dengan “teman gemuk kita” di kastil. Dan Rhaenyra
memang berjumpa dengan Ser Robert Quince...walaupun mayatnya yang hitam hangus sudah tidak
dapat dikenali lagi, tergantung di atas tembok pertahanan kastil, tepat di atas pintu gerbang. Di
sampingnya tergantung juga mayat-mayat pelayan, pelatih prajurit, dan kapten pasukan pengawal
Dragonstone. Mayat Ser Robert Quince hanya dapat dikenali dari ukuran tubuhnya, sebab
almarhum terkenal sangat gemuk.
Konon, wajah Sang Ratu menjadi pucat pasi ketika ia melihat mayat-mayat itu, namun Pangeran
Aegon Yunior-lah yang pertama kali menyadari apa yang telah terjadi. “Ibu, larilah!” serunya, tapi
sudah terlambat. Anak buah Ser Alfred segera menyerang para pengawal Sang Ratu. Sebuah kapak
membelah kepala Ser Harrold Darke sebelum ia keburu mencabut pedang, dan Ser Adrian Redford
ditikam tombak dari belakang. Hanya Ser Loreth Lansdale yang cukup gesit untuk bergerak
membela Sang Ratu, membunuh 2 orang sebelum akhirnya dia sendiri tewas terbunuh. Dengan
matinya Ser Loreth, habislah sudah pasukan pengawal Queensguard. Ketika Pangeran Aegon
Yunior mencoba mengambil pedang Ser Harrold, Ser Alfred menepis pedang itu ke samping dengan
pandangan menghina.
Bocah itu, Sang Ratu dan para dayangnya digiring dengan ujung tombak melewati gerbang kastil
Dragonstone menuju ke lapangan kastil. Di sana mereka berhadapan muka dengan muka dengan
seorang pria yang sudah “mati” dan seekor naga yang sekarat.
Sisik Naga Sunfyre masih berkilau seperti emas yang memantulkan sinar matahari. Namun, saat
naga itu tergeletak di atas lapangan batu Valyria itu, terlihat jelas bahwa naga itu sudah cacat dan
lumpuh. Naga yang dulunya adalah naga paling luar biasa yang pernah terbang di langit Westeros.
Sayapnya, yang dulu nyaris putus akibat digigit Meleys, mencuat dari tubuhnya dengan bentuk
yang tidak karuan. Bekas-bekas luka yang baru di sepanjang punggungnya masih mengeluarkan
asap dan darah bilamana naga itu bergerak. Sunfyre sedang meringkuk membentuk bola ketika
Sang Ratu dan rombongannya pertama kali melihat dirinya. Saat Sunfyre memutar dan mengangkat
kepalanya, bekas-bekas luka besar terlihat di sepanjang lehernya-bekas gigitan naga lain yang telah
mengoyak dagingnya. Di bagian perutnya ada bagian-bagian yang sisiknya terkelupas dan kulit di
balik sisik itu berkeropeng. Mata kanannya hilang, dan hanya ada darah hitam menutupi lubang
mata kanannya.

Pastilah Rhaenyra bertanya-tanya, bagaimana ini bisa terjadi.


Kita sekarang mendapat informasi jauh lebih banyak yang diketahui oleh Sang Ratu pada waktu itu.
Ternyata Lord Larys “Si Kaki Pengkor” Stronglah yang membawa Sang Raja dan anak-anaknya
kabur keluar King's Landing ketika naga-naga Sang Ratu mulai bermunculan di atas langit kota itu.
Mereka tidak melalui gerbang kota, di mana mungkin akan ada yang mengenali dan mengingat
mereka. Lord Larys memandu mereka melalui jalur rahasia Raja Maegor The Cruel yang hanya
diketahui olehnya.
Lord Larys jugalah yang memutuskan bahwa para pelarian itu harus berpencar, sehingga jika salah
satu tertangkap, yang lain masih bisa lolos. Ser Rickard Thorne diperintahkan untuk mengantarkan
Pangeran Maelor yang baru berusia 2 tahun ke Lord Hightower. Putri Jaehaera, gadis manis dan
sederhana yang baru berusia 6 tahun, diserahkan ke tangan Ser Willis Fell, yang bersumpah akan
mengantarkannya dengan selamat ke Storm's End. Mereka tidak saling mengetahui tujuan yang
lain, sehingga jika tertangkap pun mereka tidak akan bisa membocorkan rahasia.
Dan hanya Larys sendirilah yang tahu bahwa Sang Raja, telah melepas seluruh pakaian mewahnya
dan mengenakan mantel nelayan yang bernoda garam, lalu bersembunyi di balik tumpukan ikan kod
di dalam sebuah perahu nelayan, dijaga oleh seorang ksatria keturunan anak haram yang masih
punya kerabat di Pulau Dragonstone. Menurut Lord Larys, begitu Ratu Rhaenyra menyadari bahwa
Raja Aegon telah lenyap, ia pasti akan mengirim orang untuk memburunya...namun kapal laut tidak
akan meninggalkan jejak, dan sangat sedikit pemburu yang akan terpikir untuk mencari Aegon di
pulau milik Rhenyra sendiri, dan bersembunyi di balik bayangan kastil milik Rhaenyra sendiri.
Dan di sanalah Aegon tetap tinggal. Bersembunyi namun aman dari siapapun. Ia meredakan rasa
sakit yang dideritanya dengan minum anggur dan menyembunyikan luka bakarnya di balik jubah
tebal. Aegon mungkin akan seterusnya tinggal di sana, kalau saja Sunfyre tidak muncul di Pulau
Dragonstone. Kita mungkin bertanya-tanya, seperti halnya kebanyakan orang lain, apa yang
menarik Sunfyre untuk kembali ke Gunung Dragonmont? Apakah Sunfyre, naga yang terluka
dengan sayap patah yang hanya pulih sebagian, didorong oleh nalurinya untuk kembali ke tempat
kelahirannya, gunung berasap tempat di mana dia dulu menetas? Atau dia merasakan kehadiran
Raja Aegon di pulau itu, walaupun terpisah oleh jarak yang jauh dan lautan bergelora, dan ia tetap
terbang ke sana untuk bergabung dengan majikannya? Sebagian orang bahkan sampai menduga
bahwa Sunfyre bisa merasakan bahwa Aegon sangat membutuhkan kehadirannya. Namun, siapakah
yang bisa mengetahui isi hati seekor naga?
Setelah serangan gagal dari Lord Walys Mooton membuat Sunfyre pergi meninggalkan lapangan
abu dan tulang-belulang di luar Rook's Rest, naga itu menghilang selama lebih dari setengah tahun.
(Menurut legenda yang diceritakan di Klan Crabbs dan Brunes, Sunfyre mungkin bersembunyi di
hutan cemara dan gua-gua kawasan Cracklaw Point dalam kurun waktu itu). Walaupun sayapnya
akhirnya cukup pulih untuk membuatnya bisa terbang, bentuk sayapnya berubah menjadi tidak
karuan, dan tetap lemah. Sunfyre tidak bisa lagi terbang tinggi, dan juga tidak bisa lagi berlama-
lama di udara. Bahkan untuk terbang jarak pendek pun Sunfyre harus berupaya mati-matian.
Namun, entah bagaimana caranya, Sunfyre ternyata berhasil terbang menyeberangi perairan
Blackwater Bay. Sebab, ternyata Sunfyre-lah naga yang dilihat oleh awak kapal Nessaria
menyerang Grey Ghost. Ser Robert Quince mengira bahwa naga yang menyerang Grey Ghost
adalah Cannibal. Namun, Tom Tangletongue, seorang yang gagap dan lebih banyak mendengarkan
daripada berbicara, saat menyajikan minuman kepada para pelaut Volantis itu, memperhatikan
bahwa mereka berulang kali menyebutkan bahwa naga penyerang itu bersisik kuning keemasan.
Padahal The Cannibal, setahunya, berwarna hitam seperti arang. Maka Tom Tangletongue dan
ayahnya Tom Tanglebeard beserta beberapa “sepupu” mereka (sebenarnya, cuma Ser Marston yang
masih terhitung “sepupu” dari kedua Tom, sebab Ser Marston adalah anak haram dari adik
perempuan Tom Tanglebeard yang kegadisannya direnggut oleh seorang ksatria) berlayar dengan
perahu kecil mereka untuk mencari naga pembunuh Grey Ghost.

Sang Raja yang terluka bakar dan naganya yang cacat kini sama-sama menemukan tujuan hidup
yang baru. Dari sebuah sarang tersembunyi di lereng terpencil di sebelah timur gunung
Dragonmont, setiap pagi Aegon berusaha untuk bangkit, terbang kembali ke udara untuk pertama
kalinya sejak pertempuran di Rook's Rest. Sementara itu, Tom Tangletongue, Tom Tanglebeard dan
Marston Waters kembali ke sisi lain dari Pulau Dragonstone untuk mencari orang-orang yang mau
membantu mereka merebut kastil Dragonstone. Bahkan di Pulau Dragonstone sekalipun, yang
adalah wilayah kekuasaan dan pusat kekuatan Ratu Rhaenyra sejak lama, masih dapat ditemukan
cukup banyak orang yang tidak menyukai Sang Ratu, baik dengan alasan yang benar maupun yang
salah. Ada yang berduka dan dendam karena kehilangan saudara, anak, atau ayah yang terbunuh
saat pemilihan “Benih Naga” maupun Pertempuran Gullet. Ada yang ingin meraih harta benda atau
kenaikan pangkat. Ada juga yang berpendapat bahwa, dalam hal suksesi tahta, seharusnya anak
lelaki yang didahulukan daripada anak perempuan, sehingga mereka lebih mendukung Aegon.
Sang Ratu telah membawa pasukan terbaiknya ke King's Landing bersamanya. Karena Kastil
Dragonstone dijaga oleh armada laut milik Sang Ular Laut dan dilindungi oleh tembok ala Valyria
yang tinggi, boleh dibilang kastil ini tidak bisa diserang. Maka, garisun yang ditinggalkan oleh Ratu
untuk menjaga kastil ini hanya sedikit jumlahnya, dan kebanyakan diisi oleh orang-orang yang
dianggap tidak berguna: orang tua, anak kecil, orang lamban, orang cacat, orang yang sedang
cedera, orang yang dianggap kurang setia, dan orang yang dianggap pengecut. Untuk memimpin
mereka, Rhaenyra mengangkat Ser Robert Quince, seorang pria yang mampu, namun sudah terlalu
tua dan gemuk.
Semua orang sepakat kalau Quince adalah pendukung setia Sang Ratu. Namun, sebagian
bawahannya tidak sesetia itu. Sebagian dari mereka menyimpan ganjalan dan dendam atas
kesalahan di masa lalu, baik yang benar-benar terjadi maupun cuma prasangka mereka saja.
Terutama Ser Alfred Broome. Terbukti, Broome dengan senang hati bersedia mengkhianati Sang
Ratu dengan imbalan gelar kebangsawanan, tanah, dan uang emas jika Aegon II berhasil merebut
kembali tahtanya. Karena sudah lama bertugas di garisun itu, Broome bisa memberi masukan
kepada para pengikut Raja mengenai kekuatan dan kelemahan Kastil Dragonstone, pengawal mana
saja yang bisa disuap atau dibujuk untuk membelot, dan mana saja yang harus dibunuh atau
dipenjarakan.
Ketika saatnya tiba, kejatuhan Kastil Dragonstone terjadi hanya dalam waktu kurang dari sejam.
Orang-orang yang telah dibujuk oleh Broome membuka pintu gerbang belakang pada jam hantu,
sehingga Ser Marston Waters, Tom Tangletongue dan pasukan mereka bisa menyelinap masuk ke
dalam kastil tanpa ketahuan. Satu kelompok merebut gudang senjata, sementara kelompok yang lain
menangkap dan memenjarakan para pengawal dan pelatih pasukan yang masih setia. Ser Marston
mendadak menyergap Maester Hunnimore di kandang burungnya, sehingga kabar serangan ini tidak
bocor ke luar. Ser Alfred sendiri memimpin pasukan yang menerobos masuk ke kamar tidur
komandan kastil untuk mengejutkan Ser Robert Quince. Saat Quince berusaha untuk bangun dari
tempat tidurnya, Broome menusukkan sebuah tombak menembus perut Robert Quince. Saking
kuatnya tusukan itu, tombak itu tembus keluar dari punggung Ser Robert, masuk ke kasur yang
terbuat dari bulu dan jerami itu, dan akhirnya menancap ke lantai di bawah kasur itu.
Hanya satu hal yang terjadi di luar rencana. Ketika Tom Tangletongue dan anak buahnya menjebol
pintu kamar Lady Baela untuk menangkapnya, gadis itu menyelinap keluar melalui jendela, berlari
di sepanjang atap, dan menuruni tembok hingga tiba di lapangan. Pasukan Raja Aegon telah
mengirim pengawal untuk menjaga kandang naga, namun Baela tumbuh besar di Dragonstone, dan
ia mengetahui jalan-jalan pintas yang tidak diketahui oleh para pengawal itu. Ketika para
pengejarnya berhasil menyusulnya, Baela sudah keburu melepaskan rantai Naga Moondancer dan
memasang pelana di punggung naga itu.
Maka, ketika Raja Aegon II terbang dengan Sunfyre melewati puncak Gunung Dragonmont, lalu
melayang turun, ia berharap untuk masuk ke dalam kastil yang sudah diamankan oleh para
pengikutnya sementara para pengikut setia Sang Ratu telah tewas terbunuh atau tertangkap. Namun,
mendadak muncullah Baela Targaryen, putri Pangeran Daemon dari pernikahannya dengan Laena
Velaryon. Gadis ini sama beraninya dengan ayahnya.
Moondancer adalah seekor naga muda, berwarna hijau pucat, dengan tanduk, kepala, dan tulang
sayap berwarna putih mutiara. Walaupun sayapnya besar, naga ini ukurannya hanya sebesar kuda
perang, dan beratnya bahkan lebih ringan daripada kuda. Namun naga ini sangat gesit, sementara
Sunfyre, walaupun jauh lebih besar, masih bersusah payah untuk terbang dengan sayap yang cacat.
Selain itu, Sunfyre juga menderita luka-luka baru akibat pertarungannya dengan Grey Ghost.
Mereka bertarung di tengah kegelapan malam menjelang fajar tiba, terlihat sebagai bayang-bayang
di langit dan menerangi malam dengan semburan api mereka. Moondancer mengelak dari semburan
api dan gigitan Sunfyre, meluncur ke bawah cakar Sunfyre, lalu memutar dan mencakar Sunfyre
dari atas, sehingga di punggung Sunfyre tergores sebuah luka yang memanjang dan mengeluarkan
asap, dan sayapnya yang cacat pun robek kembali. Orang-orang yang menyaksikan pertarungan ini
dari bawah berkata bahwa Sunfyre bergoyang-goyang di udara, berjuang agar tetap melayang,
sementara Moondancer berputar balik ke arahnya sambil menyemburkan api. Sunfyre membalas
dengan semburan api keemasan yang begitu terang sampai-sampai menerangi lapangan di
bawahnya seperti sinar matahari. Semburan api ini tepat mengenai kedua mata Moondancer. Naga
itu langsung menjadi buta dalam sekejap, namun ia terus meluncur maju dan menghantam Sunfyre.
Saat mereka berdua jatuh bersama, Moondancer berulang kali menggigiti leher Sunfyre sambil
mencabik-cabik daging di leher Sunfyre dengan giginya. Sementara itu, Sunfyre menancapkan
cakarnya ke dalam perut Moondancer. Dalam keadaan diselubungi oleh api dan asap, buta dan
berdarah, Moondancer mati-matian mengepakkan sayapnya berusaha melepaskan diri, namun ia
hanya memperlambat kejatuhan mereka berdua.
Mereka yang menyaksikan dari lapangan segera bubar menyelamatkan diri saat kedua naga itu
menghantam lapangan batu sambil masih bertarung. Di daratan, kegesitan Moondancer ternyata
tidak berguna menghadapi Sunfyre yang jauh lebih besar dan berat. Tidak lama kemudian,
Moondancer pun tewas. Sunfyre menjeritkan raungan kemenangan lalu berupaya untuk bangkit
lagi, namun naga itu kembali ambruk ke tanah dengan darah panas mengalir dari luka-lukanya.
Raja Aegon melompat turun dari atas pelana naganya ketika kedua naga itu masih berada di
ketinggian 6 meter. Akibatnya, kedua kakinya pun patah. Lady Baela terus berada di punggung
Moondancer saat naga itu jatuh. Dalam keadaan terluka bakar dan babak belur, gadis itu masih
punya tenaga untuk melepas rantai pelananya dan merangkak pergi ketika Moondancer menghadapi
saat-saat terakhirnya. Ketika Alfred Broome mencabut pedangnya untuk membunuh Baela, Martson
Waters merebut pedang itu dari tangannya. Tom Tangletongue menggendong gadis itu kepada
seorang Maester untuk dirawat.
Maka Raja Aegon II berhasil merebut kastil pusaka House Targaryen, namun harga yang harus dia
bayar sangatlah mahal. Sunfyre tidak akan pernah terbang lagi. Naga itu tetap tinggal di lapangan
tempat dia jatuh, menyantapi bangkai Moondancer, dan belakangan ia makan domba yang
dipotongkan baginya oleh garisun penjaga Dragonstone. Dan Aegon II harus menderita kesakitan
seumur hidupnya...walaupun, dalam hal ini, ada satu hal yang harus dihormati dari Sang Raja: kali
ini, Raja menolak untuk meminum getah candu. “Aku tidak mau melalui jalan itu lagi,” katanya.
Tidak lama kemudian, saat Sang Raja terbaring di aula Stone Drum dengan kaki patah yang
diperban dan dibebat, gagak yang dikirim Ratu Rhaenyra tiba dari Duskendale. Ketika Aegon
mengetahui bahwa kakak tirinya akan kembali dengan menaiki kapal Violande, ia memerintahkan
Ser Alfred Broome untuk menyiapkan “sambutan yang pantas” bagi kembalinya Sang Ratu.
Semuanya ini sudah kita ketahui sekarang. Tapi, waktu itu Sang Ratu sama sekali tidak mengetahui
akan semua kejadian ini, ketika ia berjalan menuju perangkap adiknya.
Rhaenyra tertawa ketika ia melihat kondisi Sunfyre si Naga Emas yang menyedihkan. “Hasil
perbuatan siapa ini?” katanya, “kita harus berterima kasih kepadanya.”
“Kakak,” panggil Sang Raja dari atas balkon. Karena tidak bisa berjalan maupun berdiri, ia ditandu
ke atas balkon di atas kursi. Pinggulnya yang remuk di Pertempuran Rook's Rest mengakibatkan
tubuh Aegon bungkuk dan pinggangnya terpuntir, wajahnya yang dulu tampan kini bengkak gara-
gara candu, dan separuh tubuhnya dipenuhi oleh bekas luka bakar. Namun, Rhaenyra segera
mengenalinya dan berkata, “adikku sayang. Tadinya kuharap kau sudah mati.”
“Kakak duluan,” jawab Aegon, “kakak 'kan yang lebih tua.”
“Aku senang mengetahui kalau kau masih ingat akan hal itu,” jawab Rhaenyra. “Tampaknya kami
adalah tawananmu saat ini...tapi jangan kaupikir bisa menahan kami lama-lama. Para pengikut
setiaku akan menemukan diriku.”
“Mungkin, jika mereka mencari ke Tujuh Neraka,” jawab Sang Raja, ketika anak buahnya
merampas Rhaenyra dari tangan putranya. Ada yang bilang, Ser Alfred Broomelah yang memegangi
lengan Sang Ratu. Ada juga yang bilang, yang memegangi lengan Sang Ratu adalah Tom
Tanglebeard dan Tom Tangletongue, ayah dan anak. Ser Marston Waters hanya berdiri sambil
menyaksikan. Ia memakai Jubah Putih, sebab Raja Aegon II telah mengangkatnya menjadi
Kingsguard karena keberaniannya.
Namun, baik Waters maupun para ksatria dan bangsawan yang hadir di lapangan itu tidak
mengucapkan protes sepatah katapun ketika Raja Aegon II menyerahkan kakak tirinya ke naganya.
Konon, Sunfyre tadinya tidak tertarik terhadap korban yang disajikan kepadanya. Lalu Broome
menusuk dada Sang Ratu dengan belatinya. Bau darah merangsang naga itu, yang menciumi bau
Sang Ratu, lalu mendadak menyemburkan api yang membakar sekujur tubuh Sang Ratu. Jubah Ser
Alfred sampai tersambar api ketika ia melompat untuk menyingkir. Rhaenyra Targaryen masih
sempat mendongakkan kepala ke langit dan meneriakkan satu kutukan terakhir kepada adik tirinya
sebelum rahang Sunfyre menggigit putus lengan dan bahunya.
Naga emas itu menyantap Sang Ratu dalam enam gigitan, hanya menyisakan kaki kirinya dibawah
tulang kering sebagai “persembahan untuk Dewa Stranger (Dewa Kematian)”. Putra Sang Ratu,
tidak mampu bergerak, hanya bisa menyaksikan dengan ngeri. Rhaenyra Targaryen, Putri
Kesayangan Seluruh Negeri dan Ratu Setengah Tahun, meninggalkan dunia yang fana ini pada
tanggal 22 bulan 10 tahun 130 AC. Usianya saat itu 33 tahun.
Ser Alfred Broome ingin membunuh Pangeran Aegon Muda juga, namun Raja Aegon melarangnya.
Usianya baru 10 tahun, bocah itu mungkin masih berharga sebagai sandera, katanya. Walaupun
kakak tirinya telah meninggal, ia masih punya para pendukung di medan perang yang masih harus
ditangani sebelum Raja Aegon II bisa berharap untuk kembali duduk di Tahta Iron Throne. Maka
Pangeran Aegon Muda diborgol di bagian leher, pergelangan tangan, dan mata kaki, lalu digiring ke
penjara bawah tanah Dragonstone. Para dayang dari almarhumah Ratu, karena masih keturunan
bangsawan, dipenjarakan di Menara Sea Dragon Tower, menunggu uang tebusan. “Waktu
bersembunyi telah berakhir,” sabda Raja Aegon II. “Kirimkanlah gagak untuk memberitakan ke
seluruh negeri bahwa si Ratu gadungan telah tewas, dan bahwa Raja mereka yang sejati akan
pulang untuk mengambil kembali tahta milik ayahnya.” Namun, bahkan raja sejati pun akan
menemukan bahwa ada hal-hal yang mudah untuk dikatakan, tapi sulit untuk dilakukan.
Di hari-hari setelah kematian kakak tirinya, Sang Raja masih berharap Sunfyre dapat memulihkan
cukup tenaga untuk bisa terbang lagi. Sebaliknya, naga itu justru tampaknya semakin melemah, dan
tidak lama kemudian bekas luka di lehernya pun mulai berbau. Bahkan asap yang keluar dari napas
Sunfyre pun berbau tidak enak, dan menjelang akhir hidupnya Sunfyre tidak mau lagi makan. Pada
tanggal 9 bulan 12 tahun 130 AC, Sunfyre, naga keemasan yang menjadi kebanggaan Raja Aegon II
meninggal di lapangan Kastil Dragonstone, di tempat dia dulu terjatuh. Yang Mulia pun menangis
tersedu-sedu.
Setelah perasaan dukanya berlalu, Raja Aegon II mengumpulkan para pengikut setianya, dan
menyusun rencana untuk kembali ke King's Landing, mengklaim kembali Tahta Iron Throne, dan
bersatu kembali dengan sang ibunda, Ibusuri Alicent, yang akhirnya menang atas saingan utamanya
selama ini, walaupun kemenangan ini didapat hanya dengan hidup lebih lama daripada Rhaenyra.
“Rhaenyra tidak pernah menjadi Ratu,” sabda Sang Raja. Ia memerintahkan agar sejak saat itu, di
dalam seluruh catatan sejarah dan dokumen kerajaan, kakak tirinya, Rhaenyra, hanya boleh ditulis
sebagai “Putri”. Gelar “Ratu” hanya boleh dipakai oleh ibunya Alicent dan almarhum istri sekaligus
adiknya Helaena. Merekalah “Ratu” sejati. Maka sabda Raja ini pun berlaku sampai sekarang.
Walaupun begitu, kemenangan Aegon terbukti hanya berlangsung sementara, dan ada sisi pahit dari
manisnya kemenangan itu. Walaupun Rhaenyra telah meninggal, namun perjuangannya belum
berakhir. Pasukan pendukung “Kaum Hitam” yang baru tengah berbaris ke King's Landing saat
Sang Raja kembali ke Istana Red Keep. Aegon II akan kembali bertahta di atas Tahta Iron Throne,
namun ia tidak pernah pulih dari luka-lukanya, dan ia tidak pernah menikmati kebahagiaan maupun
perdamaian. Aegon kembali bertahta hanya selama setengah tahun.
Namun, bagaimana Aegon II wafat dan digantikan oleh Aegon III adalah kisah lain lagi. Perang
memperebutkan tahta masih akan berlanjut, namun persaingan yang dimulai dari sebuah pesta
dansa di Istana, ketika seorang Putri mengenakan gaun Hitam sedangkan seorang Ratu mengenakan
gaun Hijau, telah berakhir dalam warna Merah darah. Maka, dengan ini, bagian dari sejarah kita
yang satu ini ditutup.
(TAMAT)

Anda mungkin juga menyukai