Anda di halaman 1dari 25

Peninggalannya

dan
Abad ke-8 dan ke-9

Keluarga Sanjaya memiliki kekuasaan di bagian utara


Jawa Tengah, dan keluarga Syailendra di bagian
Selatan Jawa Tengah.

Terdapat ratusan prasasti-prasasti yang ditanda tangani


oleh raja-raja yang berkuasa pada saat itu.
Keberadaan kerajaan-
kerajaan Hindu Budha
dimasa lampau diketahui
dari prasasti-prasasti

Prasasti dari kerajan tertua ditemukan di Kutei,


Kalimantan Timur. Prasati berbentuk ‘yupa’. Yaitu tugu
peringatan upacara kurban.
Menurut bentuk dan tulisan yang digunakan, prasasti ini
diperkirakan dibuat pada tahun 400 Masehi, prasasti ini
menceritakan sebuah kerajaan di Kalimantan timur
(Kutei) diperintah oleh seorang raja bernama
Mulawarman
Setelah prasasti Kutei, terdapat ratusan prasasti yang bercerita
tentang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara sekaligus
juga bercerita tentang bangunan suci (candi), bahkan ada nama
candi di prasasti yang tidak bisa ditelusuri namanya.

Prasasti tersebut dibuat abad ke-9. Selain peninggalan prasasti,


terdapat pula candi-candi yang didalamnya terdapat arca yang
menjadi bukti keberadaan kerajaan-kerajaan tersebut di masa
lampau.

Ada juga berita tentang keberadaan kerajaan tersebut berasal dari


berita ekspedisi pada pendeta Budha Tiongkok (Cina) ke nusantara
misalnya berita dari pendeta I-Tsing yang menyebutkan keberadaan
kerajaan Holing (Kaling), kerajaan-kerajaan di Sumatera : Tulang
Bawang (Sumatera Selatan), Melayu (Jambi), dan Sriwijaya. Dari I-
Tsing diketahui bahwa Sriwijaya merupakan pusat kegiatan ilmiah
agama Budha pada masa itu. Buku atau kitab kuno juga merupakan
sumber informasi keberadaan kerajaan-kerajaan di masa lampau,
seperti kitab Pararaton dan kitab Negarakertagama.
TINGGALAN SEJARAH KERAJAAN SELAMA ERA HINDU BUDHA
NAMA KERAJAAN PRASASTI ARCA / CANDI AGAMA
/ DINASTI MONUMEN

Kutei, Kalimantan 7 buah prasasti - - -


Timur Mulawarman,
400 M
Taruma-negara, 7 buah prasasti - Batu Jaya, Budha
Jawa Barat Purnawarman, 400- Kerawang
500 M
Kaling, Jawa Tuk Mas, 650 M - - Hindu – Budha
Tengah
Sriwijaya 5 buah Prasasti, 683 M Arca Budha, 600 M Muara Takus.Muara Budha
Jambi, 1064 M Budha
Biara di Padang Budha
Lawas, 1024 M
Mataram, Jawa Canggal, 732 M Lingga dan Yoni Gunung Wukil Hindu
Tengah Arjuna, 809 M Kelompok C.Dieng Hindu
Kanjuruhan, Jawa Kanjuruhan, Lingga Badut Siwa, Hindu
Timur / Dinasti Dinoyo, 760 M Wihara Ratu Boko Hindu-Budha
Sanjaya 3 Prasasti (a,b,c),
856 M. Raja
Balitung, 907 M
Dinasti Kalasan, 778 M. Arca Tara Kalasan,Prambanan Budha
Syailendra Kelurak, 782 M. Arca manjucri Plaosan Sewu, Hindu-Budha
Lorojonggrang,
Karang Tengah, Hindu-Budha
Borobudur, Pawon,
824 M Mendut Budha
Keluarga Isana, Sindok, sekitar 929 - Ngetos, Ngawi Hindu
Jawa Timur M. Pucangan, Arca Durga Gunung gangsir, Hindu
dikenal dengan gempol-Pasuruan
Prasast Calcutta
Keluarga Sanur, 914 M - Padas, Gunung Hindu
Warmadewa Kawi, Tampak
Siring

Airlangga Pucangan, dikenel Arca Wisnu dan Belahan, Jawa Hindu


dengan prasasti Garuda Timur
Calcutta (Garudamukha)

Kerajaan Kediri Sri Jayawarsa, - - Hindu


1104

Singhasari - Prajnaparamita Kidal, 1427 M Hindu-budha


(Ken Dedes) Jago, 1268 M Budha
Wur are, 1289 M Joko Dolok Jawi Siwa-Budha
Pamalayu, 1292 M Amoghapaca Singhasari Siwa-Budha
Majapahit - Candi Sumberjati, Siwa
Blitar.
Candi Anta Antapura,
Budha
Candi Rimbi,
Batutulis. Bogor, Harihara Mojokerto. Hindhu
1333 M. Candi Panataran Hindhu
Adityawarman, Candi Jabung, 1354 M. Hindhu
Batusangkar Candi Surawana dan Hindhu
Candi Tigawangi, Hindhu
1365 M
Peninggalan Hindu bidang sastra :

 Ramayana

 Mahabarata

 dan kisah perang Baratayudha

Tokoh wayang yang dikenal :

 Pandawa Lima (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula-Sadewa)

 Kurawa (Duryudana dan keluarganya)

 Ramayana (Hanoman, Rama, Sinta)

 Bagavadgita (wejangan Sri Kesna, atas Arjuna sebelum perang)


ARSITEKTUR CANDI

A. FUNGSI CANDI

Candi berasal dari kata Candikagrha, nama tempat tinggal Candika, Dewi Kematian dan
Permaisuri Siwa (Pemakaman).

Dahulu kala, diduga abu dari jenazah seorang raja dikubur dibawah bagian tengah candi
(peripih).

Candi tersebut digunakan sebagai tempat pemujaan terhadap Dewa (dilambangkan


sebagai Arca) dan juga untuk memuliakan raja yang sudah meninggal.

Candi lebih diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan dari pada sebagai makam.
Arsitektur
Ciri khas arsitektur candi ada 3 (kepala, badan, kaki), melambangkan “Triloka” atau 3
dunia; bhurloka, Bhuvarloka dan Svarloka.

Svarloka
( dunia para dewa )

Bhuvarloka
( dunia oarng-orang yang
tersucikan )

Bhurloka
( dunia manusia )
Arsitektur candi sering diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam mitologi Hindu-Budha ,
Gunung Meru adalah sebuah gunung dipusat jagat yang berfungsi sebagai pusat Bumi dan mencapai tingkat
tertinggi Surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa.

Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat diruang
dalam candi, element atau bagian bangunan yang terdapat pada arsitektur candi baik candi Hindu dan Budha
yaitu Kala-mekara, Peripih, Stupa, Ratha (mahkota), Lingga dan Yoni.
 Kala merupakan makhluk legenda yang diciptakan Siwa untuk membunuh seorang raksasa. Kala ini
diwujudkan dalam berbagai variasi bentuk seperti mahkluk aneh tanpa rahang bawah atau hiasan
dengan satu mata. Sedangkan Mekara adalah binatang mitologi berbelalai gajah, surai singa, paruh
burung nuri, dan ekor seperti ikan, yang semuanya merupakan lambang air dan birahi. Hiasan mekara
ini sering ditemukan baik pada candi Hindu dan Buddha. Biasanya patung makara ditemukan pada
gapura sebagian besar candi klasik awal, makara jarang ditemukan pada jaman klasik akhir di Jawa,
tetapi di Sumatra, seperti di kompleks candi Padang Lawas, dimana didirikan perkiraan pada abad 10
mekara ini masih terus digunakan.
 Peripih adalah sebuah peti batu yang digunakan awalnya sebagai tempat abu jenazah seorang raja,
kemudian pada kenyataan lain, peripih digunakan sebagai wadah untuk menaruh unsur-unsur yang
melambangkan dunia materi : emas, perak, perunggu, batu akik dan biji-bijian yang diduga sebagai
benda-benda upacara pemujaan. Di dalam peripih terdapat bagian-bagian yang diatur dalam pola
seperti mandala, sembilan atau 25 titik.
 Stupa merupakan unsur perlambang Buddha dengan bentuk setengah bulatan mempunyai
pengertian falsafah melambangkan “kubah syurga” (Dome og Heaven) atau melambangkan struktur
kosmik yang menetap. Biasanya diletakkan di bagian atas candi.

 Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau monumen yang terdapat pada candi Hindu Siwa.
B. Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi
C. Teknik Kontruksi dan Pembangunan Candi

Bangunan candi di Indonesia dibangun dengan cara a Joint Vif yaitu bebatuan yang saling ditumpuk
diatasnya tanpa ada bahan pelekat.

Pada awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik India mengenai dinding batu berdaun ganda.
Jawa merupakan satu-satunya wilayah di Asia Tenggara yang menggunakan cara konstruksi seperti ini. Teknik
ini memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan pengisian rongga diantaranya dari puing atau dari
batu dengan bentuk yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur, kadang-kadang ditambah sedikit kapur
seperti di Loro Joggrang. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke bagian luar dalam serangkaian bebatuan
menggantung berjarak tidak rata yang menghasilkan kesan bagian luar bagikan dipahat atau di sesak. Setelah
abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah sejalan dengan peralihan pusat politik pada masa itu ke
Jawa Timur.
Pembangunan candi memiliki tata cara dan upacara ritual. Upacara yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam
tulisan batu (piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang brinisiatif membangun candi pada pertama
kalinya adalah bangsawan (orang suci) dengan mengajak orang-orang di kampungnya (sekelilingnya) untuk
bergotong royong membangun candi. Pertama sekali bangsawan yang menyelenggarakan acara membagikan
hadiah pada semua orang yang datang. Kemudian peserta menghiasi diri dengan bunga dan pewarna dan
batu suci diletakkan ditengah halaman candi yang yang akan dibangun. Tata cara urutan pembangunan candi
seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
D. Pembagian Kelompok Arsitektur Candi

Masa pembangunan candi-candi di Nusantara, dibagi tiga periode yaitu :


1. Masa Klasik Awal (600 M-900 M), dimana candi Prambanan dan Borobudur dibangun pada masa ini,
2. Masa Klasik Madya (900 M- 1250 M), yaitu candi-candi yang terdapat di Sumatera seperti candi-candi
yang ada di Padang Lawas, Muara Takus, dan Muara Jambi.
3. Masa Klasik Akhir (1250 M – 1500 M), umumnya terdiri dari konstruksi bata yang secara meluas banyak
terdapat di Jawa Timur dimana candi berundak di lereng gunung popular pada akhir periode ini.

Jika dilihat dari sudut pengelompokkan langgam atau jenis serta agama yang mewakili keberadaan candi
tersebut, Soekmono membagi menjadi tiga jenis yaitu :
a. Jenis Jawa tengah Utara mewakili agama Hindu (Siwa).
b. Jenis Jawa Tengah Selatan mewakili agama Budha (Mahayana).
c. Jenis Jawa Timur mewakili aliran Tantrayana (baik Siwa maupun Budha).

Dalam hal ini kellompok candi Loro Jonggrang meruipakan perkecualian, karena berasal dari jaman
setelah berpadunya keluarga Sanjaya dan keluarga Syailendra sehingga susunannya terlihat sebagai
kelompok candi di Jawa Tengah Selatan akan tetapi keagamaannya mewakili agama Hindu.
Pengelompokkan ini sejalan dengan pengelompokkan candi berdasarkan masa pembangunannya.
Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa klasik awal. Candi di wilayah ini merupakan pemujaan terhadap
Siwa dengan bentuk mendekati tipe candi di India, sebagai contoh yaitu candi Arjuna yang merupakan kelompok candi Dieng.
Dahulunya, diperkirakan di candi tersebut pernah terdapat arca atau lingga yang akan dimandikan dengan upacara khusus,
dengan pengaturan bilik dan saluran air suci menembus tembok, upacara ini mirip dengan upacara Siwais dengan cara yang
sama seperti candi-candi Palawa di India selatan. Begitu pula halnya dengan candi Bima dimana pada awalnya sama dengan
bentuk candi dari provinsi Orissa di India, akan tetapi kemudian banyak mengalami perubahan sekitar tahun 800 M disesuaikan
dengan penggunaannya oleh penganut Budha. Beberapa candi yang terpenting lain pada masa dan wilayah ini adalah Candi
Gunung Wukir dekat Magelang (732 M), Candi Badut, dekat Malang (760 M), kelompok candi Gedong Songo di lereng gunung
Ungaran.
Candi-candi di Jawa Tengah Selatan merupakan candi-candi Budha pertama di Jawa atau dikategorikan juga
sebagai candi pada masa Klasik awal. Candi yang termasuk adalah candi Kalasan, dekat Yogyakarta (778 M),
candi Sari di dekat candi kalasan, candi Borobudur, candi Mendut di sebelah timur Borobudur, kelompok candi
Sewu di dekat Prambanan, kelompok candi Plaosan disebelah timur candi Sewu.
Sebenarnya, terdapat perbedaaan yang cukup signifikan antara candi Jawa Tengah Utara dengan candi Jawa tengah Selatan
karena perbedaan peruntukan bangunan keagamaannya. Misalnya, kelompok candi Dieng dan kelompok candi Gedung songo
yang merupakan candi Hindu didalamnya terdapat yoni dan lingga, dan sebagian besar menghadap ke barat. Akan tetapi
kemudian, dominasi candi Budha di Jawa tengah Selatan telah memberikan image bahwa candi di Jawa tengah adalah candi
budha, dan memang kemudian pengruh Budha juga terdapat pada candi-candi di Jawa tengah Utara. Sehingga akhirnya bisa
dikatakan tidak ada perbedaan yang mendasar antara candi di Jawa tengah Utara dengan candi di Jawa tengah Selatan, hanya
candi di Jawa tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah dari segi bentuk dan hiasan daripada candi di Jawa Tengah Utara.
Oleh karena itu, sering tipe candi di kedua wilayah ini disatukan, perbedaan yang mendasar terlihat dengan candi di Jawa Timur.
Candi-candi terpenting di Jawa Timur adalah candi-candi di sekitar Malang : candi Kidal (candi Anusapati), candi Jago disebut juga
candi Wisnuwardhana, candi Singosari (candi Krtanagara). Kemudian candi Jawi dekat Prigen, kelompok candi Panataran dekat
Blitar, candi Jabung dekat Kraksaan.
Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa tengah dan Jawa Timur.

Bentuk dan Type Candi Jawa Tengah Bentuk dan Type Candi Jawa Timur

 Bentuk bangunan candi  Bentuk bangunan candi lebih


lebihtambun/lebar ramping
 Atapnya nyata berundak-undak  Atapnya merupakan perpaduan
 Puncaknya berbentuk ratna atau tingkatan
stupa  Puncaknya berbentuk kubus
 Gawang pintu dan relung  Makara tidak ada, dan pintu serta
berhiaskan kala mekara relung hanya ambang atasnya saja
 Reliefnya timbul agak tinggi dan diberi kepala Kala
lukisannya naturalistik  Reliefnya timbul sedikit saja dan
 Letak candi di tengah halaman lukisannya simbolis menyerupai
 Kebanyakan menghadap ke Timur wayang kulit
 Kebanyakan terbuat dari batu  Letak candi di bagian belakang
andesit halaman
 Kebanyakan menghadap ke Barat
 Kebanyakan terbuat dari bata
Di pulau Sumatra seperti candi Muara takus, candi-candi di Padang Lawas terdapat beberapa candi yang
digolongkan sebagai candi pada masa klasik madya. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-11 dan
ke-13 merupakan tempat pemujaan dari batubata aliran Budha esoterik. Diperkirakan bahwa keberadaan
candi-candi ini berhubungan erat dengan kerajaan Adityawarman, seorang putra Pangeran Jawa yang
pindah dan mendirikan kerajaan di pedalaman Sumatra. Bukti sejarah berupa prsasasti Adityawarman
mengungkapkan beberapa fakta sejarah di pedalaman sumatra saat itu. Selain prasasti, terdapat cerita
sajarah Kerajaan Pannei (di daerah sekitar sungai Panai, Padang Lawas) diserang oleh kerajaan Cola (India
Selatan) pada tahun 1025. Salah satu Bangunan biaro (berasal dari kata vihara) di Padang Lawas memiliki
hiasan singa yang mirip dengan ukiran di Polonaruva, ibukota Sriklanka abad ke-11.
Selain kedua bentuk dan langgam diatas, terdapat tipe lain dari candi yang berbeda yang sering disebut dengan pertirtaan dan
candi padas. Kelompok ini dimasukan kedalam candi pada masa klasik akhir. Pentirtaan dan Candi padas yang terkenal adalah
candi belahan di lereng gunung Penanggungan dekat Mojokerto, dikenal dengan candi berundak, candi Tikus di bekas kota
Majapahit (abad ke-14), dan gunung kawi di Tampaksiring (Bali). Kemudian ada lagi jenis bangunan candi yang berupa gapura,
terdapat dua jenis gapura yaitu yang pertama, bagian pintu keluar masuk yang mana bagian tubuhnya terdapat lobang pintu,
misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang Ratu. Jenis gapura kedua, rupanya seperti bangunan candi yang
dibelah dua atau disebut juga dengan candi bentar yang biasanya identik dengan seni bangunan pada masa Majapahit. Selain
candi Waringin Lawang di Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.
 Kesimpulan :
1. Sisa peninggalan Hindu kini paling jelas terlihat di Bali dan sebagian masyarakat Tengger di Jawa Timur.
Bali menjadi daerah konservasi pengaruh Hindu yang pernah berkembang dikepulauan nusantara..
Bentuk yang terlihat, seni bangunan, seni ukir, seni rupa dan tari..

2. Peninggalan Budha terlihat dinusantara dikota Yogyakarta berupa bangunan candi Borobudur,
dan ada pula candi-candi lain peninggalan Hindu seperti candi Prambana.

3. Candi lebih diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan dari pada sebagai makam.

4. Ciri bangunan Hindu-Budha “berundak” dan sejumlah undakan umumnya terdapat disetruktur
bangunan candi.

Anda mungkin juga menyukai