dan
Abad ke-8 dan ke-9
Ramayana
Mahabarata
A. FUNGSI CANDI
Candi berasal dari kata Candikagrha, nama tempat tinggal Candika, Dewi Kematian dan
Permaisuri Siwa (Pemakaman).
Dahulu kala, diduga abu dari jenazah seorang raja dikubur dibawah bagian tengah candi
(peripih).
Candi lebih diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan dari pada sebagai makam.
Arsitektur
Ciri khas arsitektur candi ada 3 (kepala, badan, kaki), melambangkan “Triloka” atau 3
dunia; bhurloka, Bhuvarloka dan Svarloka.
Svarloka
( dunia para dewa )
Bhuvarloka
( dunia oarng-orang yang
tersucikan )
Bhurloka
( dunia manusia )
Arsitektur candi sering diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam mitologi Hindu-Budha ,
Gunung Meru adalah sebuah gunung dipusat jagat yang berfungsi sebagai pusat Bumi dan mencapai tingkat
tertinggi Surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa.
Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat diruang
dalam candi, element atau bagian bangunan yang terdapat pada arsitektur candi baik candi Hindu dan Budha
yaitu Kala-mekara, Peripih, Stupa, Ratha (mahkota), Lingga dan Yoni.
Kala merupakan makhluk legenda yang diciptakan Siwa untuk membunuh seorang raksasa. Kala ini
diwujudkan dalam berbagai variasi bentuk seperti mahkluk aneh tanpa rahang bawah atau hiasan
dengan satu mata. Sedangkan Mekara adalah binatang mitologi berbelalai gajah, surai singa, paruh
burung nuri, dan ekor seperti ikan, yang semuanya merupakan lambang air dan birahi. Hiasan mekara
ini sering ditemukan baik pada candi Hindu dan Buddha. Biasanya patung makara ditemukan pada
gapura sebagian besar candi klasik awal, makara jarang ditemukan pada jaman klasik akhir di Jawa,
tetapi di Sumatra, seperti di kompleks candi Padang Lawas, dimana didirikan perkiraan pada abad 10
mekara ini masih terus digunakan.
Peripih adalah sebuah peti batu yang digunakan awalnya sebagai tempat abu jenazah seorang raja,
kemudian pada kenyataan lain, peripih digunakan sebagai wadah untuk menaruh unsur-unsur yang
melambangkan dunia materi : emas, perak, perunggu, batu akik dan biji-bijian yang diduga sebagai
benda-benda upacara pemujaan. Di dalam peripih terdapat bagian-bagian yang diatur dalam pola
seperti mandala, sembilan atau 25 titik.
Stupa merupakan unsur perlambang Buddha dengan bentuk setengah bulatan mempunyai
pengertian falsafah melambangkan “kubah syurga” (Dome og Heaven) atau melambangkan struktur
kosmik yang menetap. Biasanya diletakkan di bagian atas candi.
Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau monumen yang terdapat pada candi Hindu Siwa.
B. Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi
C. Teknik Kontruksi dan Pembangunan Candi
Bangunan candi di Indonesia dibangun dengan cara a Joint Vif yaitu bebatuan yang saling ditumpuk
diatasnya tanpa ada bahan pelekat.
Pada awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik India mengenai dinding batu berdaun ganda.
Jawa merupakan satu-satunya wilayah di Asia Tenggara yang menggunakan cara konstruksi seperti ini. Teknik
ini memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan pengisian rongga diantaranya dari puing atau dari
batu dengan bentuk yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur, kadang-kadang ditambah sedikit kapur
seperti di Loro Joggrang. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke bagian luar dalam serangkaian bebatuan
menggantung berjarak tidak rata yang menghasilkan kesan bagian luar bagikan dipahat atau di sesak. Setelah
abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah sejalan dengan peralihan pusat politik pada masa itu ke
Jawa Timur.
Pembangunan candi memiliki tata cara dan upacara ritual. Upacara yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam
tulisan batu (piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang brinisiatif membangun candi pada pertama
kalinya adalah bangsawan (orang suci) dengan mengajak orang-orang di kampungnya (sekelilingnya) untuk
bergotong royong membangun candi. Pertama sekali bangsawan yang menyelenggarakan acara membagikan
hadiah pada semua orang yang datang. Kemudian peserta menghiasi diri dengan bunga dan pewarna dan
batu suci diletakkan ditengah halaman candi yang yang akan dibangun. Tata cara urutan pembangunan candi
seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
D. Pembagian Kelompok Arsitektur Candi
Jika dilihat dari sudut pengelompokkan langgam atau jenis serta agama yang mewakili keberadaan candi
tersebut, Soekmono membagi menjadi tiga jenis yaitu :
a. Jenis Jawa tengah Utara mewakili agama Hindu (Siwa).
b. Jenis Jawa Tengah Selatan mewakili agama Budha (Mahayana).
c. Jenis Jawa Timur mewakili aliran Tantrayana (baik Siwa maupun Budha).
Dalam hal ini kellompok candi Loro Jonggrang meruipakan perkecualian, karena berasal dari jaman
setelah berpadunya keluarga Sanjaya dan keluarga Syailendra sehingga susunannya terlihat sebagai
kelompok candi di Jawa Tengah Selatan akan tetapi keagamaannya mewakili agama Hindu.
Pengelompokkan ini sejalan dengan pengelompokkan candi berdasarkan masa pembangunannya.
Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa klasik awal. Candi di wilayah ini merupakan pemujaan terhadap
Siwa dengan bentuk mendekati tipe candi di India, sebagai contoh yaitu candi Arjuna yang merupakan kelompok candi Dieng.
Dahulunya, diperkirakan di candi tersebut pernah terdapat arca atau lingga yang akan dimandikan dengan upacara khusus,
dengan pengaturan bilik dan saluran air suci menembus tembok, upacara ini mirip dengan upacara Siwais dengan cara yang
sama seperti candi-candi Palawa di India selatan. Begitu pula halnya dengan candi Bima dimana pada awalnya sama dengan
bentuk candi dari provinsi Orissa di India, akan tetapi kemudian banyak mengalami perubahan sekitar tahun 800 M disesuaikan
dengan penggunaannya oleh penganut Budha. Beberapa candi yang terpenting lain pada masa dan wilayah ini adalah Candi
Gunung Wukir dekat Magelang (732 M), Candi Badut, dekat Malang (760 M), kelompok candi Gedong Songo di lereng gunung
Ungaran.
Candi-candi di Jawa Tengah Selatan merupakan candi-candi Budha pertama di Jawa atau dikategorikan juga
sebagai candi pada masa Klasik awal. Candi yang termasuk adalah candi Kalasan, dekat Yogyakarta (778 M),
candi Sari di dekat candi kalasan, candi Borobudur, candi Mendut di sebelah timur Borobudur, kelompok candi
Sewu di dekat Prambanan, kelompok candi Plaosan disebelah timur candi Sewu.
Sebenarnya, terdapat perbedaaan yang cukup signifikan antara candi Jawa Tengah Utara dengan candi Jawa tengah Selatan
karena perbedaan peruntukan bangunan keagamaannya. Misalnya, kelompok candi Dieng dan kelompok candi Gedung songo
yang merupakan candi Hindu didalamnya terdapat yoni dan lingga, dan sebagian besar menghadap ke barat. Akan tetapi
kemudian, dominasi candi Budha di Jawa tengah Selatan telah memberikan image bahwa candi di Jawa tengah adalah candi
budha, dan memang kemudian pengruh Budha juga terdapat pada candi-candi di Jawa tengah Utara. Sehingga akhirnya bisa
dikatakan tidak ada perbedaan yang mendasar antara candi di Jawa tengah Utara dengan candi di Jawa tengah Selatan, hanya
candi di Jawa tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah dari segi bentuk dan hiasan daripada candi di Jawa Tengah Utara.
Oleh karena itu, sering tipe candi di kedua wilayah ini disatukan, perbedaan yang mendasar terlihat dengan candi di Jawa Timur.
Candi-candi terpenting di Jawa Timur adalah candi-candi di sekitar Malang : candi Kidal (candi Anusapati), candi Jago disebut juga
candi Wisnuwardhana, candi Singosari (candi Krtanagara). Kemudian candi Jawi dekat Prigen, kelompok candi Panataran dekat
Blitar, candi Jabung dekat Kraksaan.
Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa tengah dan Jawa Timur.
Bentuk dan Type Candi Jawa Tengah Bentuk dan Type Candi Jawa Timur
2. Peninggalan Budha terlihat dinusantara dikota Yogyakarta berupa bangunan candi Borobudur,
dan ada pula candi-candi lain peninggalan Hindu seperti candi Prambana.
3. Candi lebih diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan dari pada sebagai makam.
4. Ciri bangunan Hindu-Budha “berundak” dan sejumlah undakan umumnya terdapat disetruktur
bangunan candi.