Anda di halaman 1dari 6

Alda Maharani Yusuf_05_DIIIKBN4-02_TgsSemesterBLK

OTORITAS MONETER DAN JASA KEUANGAN : STRUKTUR KEUANGAN INDONESIA VS


UNITED KINGDOM

● STRUKTUR KEUANGAN DI INDONESIA

Indonesia memiliki keunikan dalam struktur keuangannya. Umumnya pengawasan


perbankan dibagi menjadi dua, yaitu Pengawasan Makro dan Pengawasan Mikro.
Dikebanyakan negara, mereka menggabungkan kedua fungsi pengawasan tersebut pada
Bank sentralnya. Namun hal ini berbeda dengan negara Indonesia dan beberapa negara di
dunia yang memisahkan kedua fungsi pengawasan tersebut. Saat ini Fungsi Pengawasan
Makro Perbankan ada pada Bank Indonesia sebagai Otoritas Moneter, sedangkan
Pengawasan Mikro saat ini berada pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas jasa
keuangan lainnya. Berikut penjelasan singkat institusi-institusi yang terlibat dalam struktur
keuangan Indonesia

1. Bank Indonesia (BI)


Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI), menurut UU No 23 tahun 1999,
bank sentral mempunyai status tersendiri dan tidak dapat dipersamakan dengan
bentuk bank lain. Secara garis besar, tugas Bank Indonesia sebagai otoritas moneter :
● Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter agar stabilitas moneter dan
stabilitas sistem keuangan terjaga
● Mengatur dan mengarahkan sektor perbankan ke arah Arsitektur Perbankan
Indonesia (API)
● Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem
keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Selain itu, BI berperan dalam Makro
Supervision atau Makro Prudensial perbankan. Terkait dengan Bank yang
mengalami kesulitan likuiditas, BI memiliki wewenang untuk mencarikan investor
untuk bank tersebut, meminjam dari bank lain, atau bertindak sebagai Lender of Last
Resort dengan memberikan pinjaman likuiditas khusus sebagai pinjaman jangka
panjang kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas tersebut.
Alda Maharani Yusuf_05_DIIIKBN4-02_TgsSemesterBLK

Untuk memperkuat industri perbankan di Indonesia setelah krisis ekonomi pada


tahun 1997, Bank Indonesia mulai tahun 2004 berusaha untuk menerapkan
Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API merupakan kerangka dasar pengembangan
sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh untuk rentang waktu 5 sampai
10 tahun ke depan. API diharapkan akan dapat akan dapat memberikan arah,
bentuk, dan tatanan industri perbankan dalam waktu 5-10 tahun kedepan. Struktur
keuangan Indonesia dicirikan sesuai dengan visi Arsitektur Perbankan Indonesia. Visi
API sendiri adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna
menciptakan kestabilan sistem keuangan nasional serta Mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional.

2. Bank
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967, jenis perbankan
menurut fungsinya terdiri dari: Bank Umum, Bank Pembangunan, Bank Tabungan,
Bank Pasar, Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pegawai, dan bank lainnya. Namun
setelah keluar UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan
keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998, maka jenis perbankan terdiri
dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Di mana Bank Pembangunan
dan Bank Tabungan berubah fungsi menjadi Bank Umum, sedangkan Bank Desa,
Bank Pasar, Lumbung Desa dan Bank Pegawai menjadi BPR. Berikut pengertiannya
a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat
memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah
operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah
b. BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lintas pembayaran. Artinya di sini kegiatan BPR jauh lebih kekal jika
dibandingkan dengan kegiatan bank umum
Alda Maharani Yusuf_05_DIIIKBN4-02_TgsSemesterBLK

3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Sebelum adanya UU No. 21 Tahun 2011, kewenangan pengawasan terhadap
Lembaga keuangan bank (perbankan) dilaksanakan oleh BI. Sedangkan untuk
Lembaga keuangan bukan bank (pasar modal,perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, & lembaga jasa keuangan lainnya) dilaksanakan oleh Kementerian
Keuangan, BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-
LK). Namun sejak ditetapkannya UU ini, fungsi dan tugas BAPEPAM-LK diambil alih
oleh OJK. Sehingga pada saat ini OJK memiliki fungsi dalam Pengawasan Mikro
Perbankan. Ada banyak hal yang mendorong dibentuknya lembaga ini
● Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi
tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan,
dan terganggunya stabilitas sistem keuangan mendorong diperlukannya
pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi
● Amanat dari UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009, yang menyatakan
bahwa diperlukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup
perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan
pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang dimaksud adalah
Otoritas Jasa Keuangan
● Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan teknologi serta inovasi
finansial yang menciptakan sistem keuangan kompleks, dinamis dan saling terkait
antar sub sektor keuangan

Pada dasarnya OJK adalah Lembaga independen yang mempunyai fungsi, tugas dan
wewenang pengaturan , pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap
lembaga keuangan bank maupun non bank. OJK dibentuk dengan tujuan agar
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan
Konsumen dan masyarakat. Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK
Alda Maharani Yusuf_05_DIIIKBN4-02_TgsSemesterBLK

berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat,


serta melakukan pelayanan terhadap pengaduan masyarakat

4. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


Krisis moneter tahun 1998 memberikan kesadaran bagi pemerintah bahwa
dibutuhkan suatu lembaga yang dapat Meningkatkan dan Menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan dengan menciptakan rasa aman bagi
nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan dengan sistem
penjaminan yang terbatas lingkupnya agar tidak terjadi moral hazard.
Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan sebagai
pelaksana penjaminan dana masyarakat. Oleh karena itu dibentuklah LPS oleh
Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagai suatu lembaga
independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif
dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai tugas dan kewenangannya.

LPS sebagai entitas resolusi berfungsi dalam memberikan penanganan pada bank
yang tidak berhasil disehatkan atau bank gagal dengan kewenangan sebagai berikut:
● Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang
saham, termasuk hak dan wewenang RUPS;
● Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank gagal yang diselamatkan;
● Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap
kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga
yang merugikan bank;
● Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur
dan/kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur

● STRUKTUR KEUANGAN DI UNITED KINGDOM (UK)

United Kingdom beberapa kali mengalami perubahan Struktur keuangan. Saat ini
struktur keuangan UK dicirikan sebagai Integrated Regulatory Structure. Berbeda dengan
negara Indonesia, UK menggabungkan Fungsi Pengawasan Makro dan Pengawasan Mikro
Alda Maharani Yusuf_05_DIIIKBN4-02_TgsSemesterBLK

perbankannya pada Bank of England sebagai Bank Sentralnya. Namun sebelumnya, UK


sama dengan negara Indonesia. Mereka juga memisahkan fungsi pengawasan makro dan
mikro perbankannya. Setelah beberapa tahun berjalan, sistem ini dianggap gagal dalam
mencegah terjadinya krisis keuangan yang mengakibatkan kejatuhan sejumlah bank di UK.
Akhirnya pada tahun 2010, fungsi pengawasan mikro dikembalikan lagi kepada BoE. Berikut
penjelasan singkat institusi-institusi yang terlibat dalam struktur keuangan UK

1. Her Majesty’s Treasury (HMT)

Menteri Keuangan Inggris dan HMT bertanggung jawab dalam hal pengawasan
makro yaitu untuk menentukan kerangka hukum untuk regulasi keuangan. Selain itu
Menteri Keuangan sebagai Chair of the Tripartite Committee, memiliki peranan
penting dalam pengambilan keputusan di saat ada kegagalan perbankan dan
manajemen krisis keuangan. Dalam kasus kegagalan bank di mana dana publik harus
dilakukan, Menteri Keuangan memiliki keputusan akhir dalam menentukan
pemberian pinjaman sebagai suntikan dana kepada bank dari BoE sebagai Lender of
Last Resort

2. Bank of England (BoE)

Pada tahun 1997, terjadi reformasi regulasi keuangan di Inggris. Bank of England
(BoE) dijadikan independen dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Hal ini
dikarenakan adanya kekhawatiran akan terjadinya potensi konflik kepentingan dan
prioritas antara fungsi moneter dan regulasi akibat peran pengawasan perbankan
langsung (direct banking supervisory role ) yang berpusat pada BoE. Oleh karena itu
BoE melepaskan tanggung jawabnya dalam pengawasan mikro perbankan. BoE
melaksanakan tugasnya sebagai otoritas moneter dalam mempertahankan stabilitas
keuangan melalui kebijakan moneter dan melalui pengawasan terhadap Important
Payments Systems secara sistemik dengan mempertahankan tinjauan luas sistem
secara keseluruhan dan menyediakan likuiditas ke sistem perbankan sebagai Lender
of Last Resort. Inggris kemudian membentuk lembaga baru yang menggantikan tugas
pengawasan mikro BoE yaitu Financial Supervisory Agency

3. Financial Services Authority (FSA)


Alda Maharani Yusuf_05_DIIIKBN4-02_TgsSemesterBLK

Financial Services Authority/Otoritas Jasa Keuangan UK, didirikan dengan memiliki


empat tujuan utama, yaitu: untuk mempertahankan kepercayaan pasar, untuk
mempromosikan kesadaran publik tentang masalah keuangan, untuk melindungi
konsumen, dan untuk mengurangi kejahatan keuangan. Sementara sasaran akhir
dari pembentukan lembaga ini adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada
tahun 1997-1998 lalu tidak terulang kembali. FSA mengatur dan mengawasi hampir
semua bisnis jasa keuangan di UK, termasuk perbankan, sekuritas, dan asuransi,
dengan dasar kehati-hatian (prudential basis) dan dalam hal aktivitas bisnis. Dengan
demikian, FSA bertanggung jawab atas keamanan dan kesehatan lembaga keuangan
dan pelaksanaan regulasi bisnis

Namun, setelah sekitar 12 tahun beroperasi, efektivitas FSA ternyata masih


dipertanyakan terutama pada masalah internal. Sampai dengan 2007, beberapa
lembaga keuangan, seperti asuransi, bisnis investasi, dan juga bank terus berjatuhan.
Kasus Northern Rock pada September 2008 menjadi bom waktu yang menjadi bukti
kegagalan FSA. Apalagi, kejatuhan Northern Rock kemudian diikuti institusi keuangan
lain, seperti Bradford Bingley dan Royal Bank of Scotland Lloyds. Hingga pada
akhirnya Fungsi pengawasan mikro perbankan akhirnya dikembalikan lagi ke BoE
pada tahun 2010

Sumber :

G30 Structure Financial Supervision 2008

Muktar, Bustari. (2016). Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Jakarta: Kencana

https://www.beritasatu.com/ekonomi/23908-belajar-ojk-dari-inggris-dan-
jepang#:~:text=Kasus%20Northern%20Rock%20pada%20September,Royal%20Bank%20of
%20Scotland%20Lloyds.

Anda mungkin juga menyukai