Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Biografi Ibn Miskawaih

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Filsafat Akhlak

Disusun Oleh:
Hanif Akbar Fajri (07020620031)
Maisyah Trisnawati (07020620037)
Dosen Pengampu:
Dr. H. Mukhlisin Saad, M.Ag

KELAS F2
PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Hidayah,
serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas makalah yang ber-
judul “Biografi Ibn Miskawaih” dengan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah kali ini yaitu memenambah
wawasan dan pemahaman bagi para pembaca dan penulis. Selain itu, juga me-
nyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh Bapak Dr. H. Mukhlisin Saad, M.Ag
selaku dosen pada matakuliah Filsafat Akhlak.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Mukhlisin Saad,


M.Ag selaku dosen pada matakuliah Filsafat Akhlak yang telah memberikan kesem-
patan bagi penulis untuk membuat makalah pada kali ini. Dimana, dalam penulisan
makalah ini penulis dan pembaca mendapatkan wawasan serta pemahaman dalam
mata kuliah Etika Umum yang penulis dan pembaca tekuni dalam semester ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, terutama teman-


teman yang sudah membagi sedikit pengetahuannya kepada penulis, sehingga mampu
menyelesaikan dan memahamkan makalah yang ditulis pada kali ini.

Penulis juga menyadari, bahwa pada penulisan makalah kali ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan.
Sehingga, untuk kedepannya penulis mampu memperbaiki makalah menjadi lebih
sempurna.

Sampang, 22 November
2021

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan Masalah............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
A. Biografi Ibn Miskawaih................................................................................................3
B. Pemikiran Filsafat Ibn Miskawaih................................................................................4
C. Karya Ibn Miskaawaih.................................................................................................6
D. Konsep Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih.................................................................8
BAB III PENUTUP...............................................................................................................10
A. Kesimpulan................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemikiran mengenai filsafat masuk ke dunia Islam setelah terjadinya interaksi
antara kebudayaan Islam dan non Islam, terutama bangsa Yunani. Pada masa daulah
Bani Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid tahun 786 M, yang
sangat cinta terhadap ilmu pengetahuan sehingga ia sangat giat menterjemahkan
buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab, buku yang diterjemahkan adalah buku
yang mengenai kedokteran, ilmu pengetahuan dan filsafat serta buku-buku filsafat
Aristoteles, Plato dan Gaelan.
Filsafat akhlak merupakan satu bidang ilmu yang membahas dasar-dasar dan
postulat-postulat ilmu akhlak, dengan menyinggung sejumlah masalah yang
berkaitan dengan peletak ilmu, tujuan ilmu, metodologi dan sejarah
perkembangannya. Ilmu ini disebut juga dengan filsafat ilmu akhlak, untuk lebih
memperjelas subjek penelitiannya, yaitu satu bidang filsafat yang menelaah dasar-
dasar ilmu akhlak1.
Sedangkan tokoh merupakan seseorang yang terkemuka atau kenamaan di
bidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau
aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat. Dalam dunia Filsafat, terdapat beberapa
individu yang layak diangkat sebagai tokoh yang memberikan banyak sumbangan
dalam kajian untuk lebih mendalam terhadap filsafat terutama dalam filsafat akhlak.
Ibn Miskawaih terkenal sebagai seorang filosof muslim sekaligus sebagai
seorang cendekiawan muslim. Banyak ilmu yang dikuasai, tetapi ia sangat terkenal
setelah ia mengarang buku di bidang akhlak yang berjudul “Tahhdzibu Akhlaq wa
Tahhir al-A’raq”. Pembahsan kali ini adalah tentang seorang tokoh filsuf Islam yang
terkenal akan pemikirannya dalam filsafat akhlak. Makalah ini akan membahas
secara ringkas bagaimana kehidupan Ibn Miskawaih, karya-karya serta pemikirinnya
yang tentunya memilki peran besar dalam dunia filsafat.

1
Lilis Suryaningsih, dkk, “Akhlak dan Filsafat Akhlak”, makalah: Surabaya, 10 September 2021, h.7-8
1
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana riwayat hidup Ibn Miskawaih?
b. Bagaimana pemikiran filsafat Ibn Miskawaih?
c. Apa saja karya yang ditulis oleh Ibn Miskawaih?
d. Apa pendapat Ibn Miskawaih tentang pendidikan Akhlak?
C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui riwayat hidup Ibn Miskawaih
b. Untuk mengetahui pemikiran Filsafat Ibn Miskawaih
c. Untuk mengetahui karya-karya yang ditulis oleh Ibn Miskawaih
d. Untuk mengetahui pendapat Ibn Miskawaih tentang pendidikan Akhlak

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Miskawaih
Ibnu Maskawaih adalah seorang filosof Muslim yang masyhur dengan
teorinya tentang filsafat al-Nafs dan filsafat al-Akhlak dan merupakan sejarawan
Persia yang tersohor. Gelar ‘Guru ke-tiga setelah Ibn al-Farabi’ telah diberikan
kepada beliau. Nama lengkap beliau adalah Abu Ali Ahmad Ibn Muhammad
Ibn Ya’qub Ibn Miskawaih. Ia lahir di kota Ray, Persia (Iran) pada 320 H (932
M) dan wafat di Asfahan pada 9 safar 421 H (16 Februari 1030 M)2.

Perihal kemajusiannya, sebelum Islam, banyak dipersoalkan oleh


pengarang, Jurji Zaidan berpendapat bahwa ia adalaha Majusi, lalu memeluk
Islam. Sedangakan Yakut dan pengarang Dairah al-Ma’arif al-Islamiyyah
kurang setuju dengan pendapat itu. Menurut mereka, neneknyalah yang
Majusi, kemudian memeluk Islam. Artinya Ibn Miskawaih sendiri lahir dalam
keluarga Islam, sebagai terlihat dari nama bapaknya, Muhammad3.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Ibn Miskawaih mempelajari


kitab Tarikh al-Thabari kepada Abu Bakar Ahmad ibn Kamil al-Qadhi. Selain
belajar sejarah, beliaupun mempelajari filsafat kepada Ibn al-Khammar, salah
seorang komentator Aristoteles dan al-Hasan ibn Siwar, seorang ‘ulama pengkaji
filsafat, kedokteran dan logika. Tidak hanya sebatas itu, beliau pun mempelajari
ilmu bahasa, ilmu kedokteran, ilmu fiqih, hadis, matematika, musik, ilmu militer,
dan lainnya4.

Ibnu Maskawaih hidup di zaman Dinasti Buwaihi. Kemudian beliau


meninggalkan Ray menuju ke Baghdad dan mengabdi pada Pangeran Buwaihi.
Ketika beliau kembali ke Ray, yang pada masa itu Sultan Ahmad ‘Adhud Al-
Daulah memegang tampuk pemerintahan, ia menduduki jabatan yang penting,
seperti diangkat menjadi Khazim, penjaga perpustakaan besar dan bendahara
Negara yang menyimpan banyak rahasia, sehingga beliau digelar dengan al-
Khazin. Ibnu Miskawaih merupakan penganut Syiah. Indikasi ini didasarkan
pada pengabdiannya kepada sultan dan wasir-wasir Syiah dalam masa
pemerintahan Bani Buwaihi (320-448 H)5.
2
Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Perbedaan di Dalam Islam, Trj. Science and Civilization in Islam, (Bandung,
Pustaka, 1986), h. 134
3
Muhammad Yusuf Musa, Falsafah al-Akhlaq fi al-Islam (Kairo, Muassasat al-Khaniji, 1963), h. 74
4
Hadis Purbam, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Miskawaih, (Jurnal MIQOT), Vol. XXXIII, No. 2, Juli-
Desember 2009, h.263
5
Ahmad Wahyu Hidayat, Ayu Keauma, Analisis Filosufis Pemikiran Ibnu Miskawaih (Sketsa Biografi,Konsep
Pemikiran Pendidikan, Dan Relevansinya Diera Modern), Jurnal Pendidikan Islam: Nazhruna, Vol. 2 No. 1
Meskipun disiplin ilmunya meliputi kedokteran, bahasa, sejarah, dan
filsafat, tetapi beliau lebih dikenal sebagai filsuf akhlak (al-Falsafah al-
Amaliyyah), daripada sebagai filsuf ketuhanan (al-Falsafah al-Nazhariyyah al-
Ilahiyyah). Agaknya ini dimotivasi oleh situasi masyarakat yang kacau di
masyarakat, sebagai akibat minuman keras, perzinahan, hidup glomour, dan lain-
lain6.

B. Pemikiran Filsafat Ibn Miskawaih

Ibnu Miskawaih menggunakan metode eklektik dalam menyusun


filsafatnya, yaitu dengan memadukan berbagai pemikiran-pemikiran sebelumnya
dari Plato, Aristoteles, Plotinus, dan doktrin Islam.

1. Metafisika
Tuhan menurut Ibn Miskawaih adalah zat yang tidak berjisim, Azali,
dan pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan
tidak mengandung kejamakan dan tidak satu pun yang setara dengan-Nya.
Ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung kepada yang lain.
Sementara yang lain membutuhkan-Nya.
Tuhan menurutnya adalah penggerak pertama yang tidak bergerak dan
pencipta yang tidak berubah-ubah karena itu. Tuhan yang secara mutlak
bebas dari materi, secara mutlak tidak berubah, dan kebebasan sempurna
Tuhan dari materialitaslah yang membuat kita tidak mungkin
menggambarkan-Nya dengan istilah apa pun, kecuali dengan simbol
penegatifan

Menurut Ibn Miskawaih, entitas pertama yang mancar dari Tuhan


ialah “Aql Fa’al (Akal Aktif). Akal Aktif ini tanpa perantara sesuatu pun.
Kekal, sempurna, dan berubah. Dari Akal Aktif ini timbul jiwa dan dengan
perantaraan jiwa pula timbul planet (al-falak). Pancaran yang terus-menerus
dan tuhan dapat memelihara tatanan di alam ini,ini sekiranya pancaran
Tuhan dimaksud terhenti, maka berakhirlah kemaujudan dan kehidupan di
alam ini7.

2. Kenabian

Menurut Ibn Miskawaih, Nabi adalah manusia pilihan yang


memperoleh hakikat-hakikat kebenaran, karena pengaruh Akal Aktif atas
daya imajinasinya. Hakikat-hakikat yang sama diperoleh juga oleh filsuf.

2019, h.90
6
BAB II, h.18
7
Muhammad Iqbal, Metafisika Persia, Suatu sumbangan untuk sejarah filsafat islam, Trj. Joebaar Ayoeb,
(Bandung, Mizan, 1990), h. 53-54
Perbedaan terletak pada cara memperolehnya. Para filsuf memperoleh
kebenaran dari bawah ke atas, yaitu dari daya indrawi naik ke daya
khayal, dan naik lagi ke daya pikir sehingga dapat berhubungan dan
menangkap hakikat-hakikat kebenaran dari Akal Aktif. Sedangkan para
Nabi memperoleh langsung dari Akal Aktif sebagai rahmat Tuhan8.

3. Filsafat Jiwa

Secara lengkap, Ibn Miskawaih menuliskan pemikirannya tentang jiwa


di dalam bukunya yang berjudul Tahdzîb al-Akhlâq. Dalam buku ini, Ibn
Miskawaih menulis bahwa manusia terdiri atas dua unsur yakni tubuh dan
jiwa. Tubuh manusia itu materi (jauhar) dan berbentuk (‘aradh). Tubuh
manusia dan fakultas-fakultasnya mengetahui ilmu melalui indra. Tubuh
sangat butuh terhadap indranya. Tubuh pun sangat berhasrat terhadap hal-
hal indrawi semacam kenikmatan jasadi, keinginan balas dendam, dan ego
untuk menang. Sementara itu, jiwa itu bukan tubuh, bukan bagian dari
tubuh, serta bukan pula materi. Jiwa manusia ini tidak cocok dengan hal-hal
jasadi. Ketika jiwa dapat menjauhi hal-hal jasadi, maka jiwa akan semakin
sempurna. Jiwa memiliki kecenderungan kepada selain hal-hal jasadi. Jiwa
ingin mengetahui realitas ilahiah9.

Jiwa menurut Ibn Miskawaih adalah substansi ruhani yang kekal,tidak


hancur dengan kematian jasad. Kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat
nanti hanya dialami oleh jiwa. Jiwa bersifat immateri karena itu berbeda
dengan jasad yang bersifat materi. Menurutnya, karena manusia terdiri atas
dua unsur yakni tubuh dan jiwa, maka kebahagiaan itu meliputi keduanya.

4. Filsafat Akhlak

Dalam filsafat akhlak, Ibnu Maskawaih banyak dipengaruhi oleh


Plato, Aristoteles, Gaelan dan ajaran-ajaran Islam. Ia berusaha
mempertemukan ajaran Islam dengan teori-teori filsafat Yunani tersebut,
meskipun pengaruh Aristoteles lebih dominan. Pemikirannya tentang akhlak
secara detail ditulis dalam kitab Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A’raq yang
berarti pendidikan budi dan pembersihan watak.

Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah suatu sikap mental yang


mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa lebih
dahulu dipikirkan dan dipertimbangkan. Sikap mental ini dapat berasal dari
naluri (citra) sejak lahir dan dapat juga berasal dari kebiasaan-kebiasaan dan
latihan-latihan10.
8
Ibid, h.24
9
Ibid, h.265
10
Ibrahim Nasbi, Ibnu Maskawaih (Filsafat al-Nafs dan Filsafat al-Akhlak), h.10
Ibn Miskawaih menolak sebagian pendapat pemikiran Yunani yang
mengatakan akhlak yang berasal dari watak tidak mungkin berubah. Oleh
Ibn Miskawaih ditegaskan kemungkinan perubahan akhlak itu terutama
melalui pendidikan. Dengan demikian, dijumpai ditengan masyarakat ada
orang yang memiliki akhlak yang dekat pada malaikat dan ada pula yang
lebih dekat kepada hewan.

Pemikiran seperti ini sejalan dengan ajaran Islam yang secara


gamblang dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Dari itulah akhlak sering dijadikan
ukuran keberhasilan seseorang dalam mengenal dan mengamalkan ajaran-
ajaran agama.

Dengan demikian, pendidikan nilai menempati posisi yang sangat


penting bagi manusia dalam hubungannya dengan pembinaan akhlak. Oleh
karena itu, dalam upaya merubah watak kejiwaan manusia diperlukan
aturan-aturan syariat, sehingga manusia dengan akhlaknya dapat
membedakan yang mana seharusnya dilakukan dan mana yang seharusnya
ditinggalkan11.

Mengingat pentingnya pembinaan akhlak, Ibn Miskawaih memberikan


perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anak. Ia menyebutkan
bhawa masa kanak-kanak merupakan mata rantai jiwa hewan dengan jiwa
manusia berakal. Pada jiwa anak berakhirlah ufuk hewani, dan ufuk
manusiawi dimulai. Karena itu, anak-anak harus dididik akhlak mulia
dengan menyesuaikan rencana-rencananya dengan urutan daya-daya yang
ada pada ank-anak, yaitu daya keinginan, daya marah, daya berpikir.
Dengan daya keinginan, anak-anak dididik dalam hal adab makan, minum
dan berpakaian, serta lainnya. Lalu sifat berani, kendali diri diterapkan
untuk mengarahkan daya marah. Kemudian daya berpikir dilatih dengan
menalar, sehingga akal pada akhirnya dapat menguasai segala tingkah
laku12.

C. Karya Ibn Miskawaih

Buku Tahdzib al-Akhlaq yang ditulis oleh Abu Ali Ahmad ibn
Miskawaih (330-421 H/941-1030 M) merupakan buku rujukan pertama tentang
filsafat etika Islam. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
Helmi hidayat, dan kemudia disunting oleh Ilyas Hasan. Tahdzib al-Akhlaq
merupakan karangan Ibnu Miskawaih yang cukup terkenala dan berperan besar

11
Ibid, h.10-11
12
Ibnu Miskawaih (Biografi & Pemikiran Etika Islam), https://youchenkymayeli.blogspot.com/2016/03/ibnu-
miskawaih-biografi-etika-pemikiran.html?m=1
dalam pembinaan akhlak di dunia Islam hingga saat ini

Tahdzib al-Akhlaq dinamakan juga Tathir al-A’raq (Kesucian


Karakter), yang mengandung pemikiran dan ajaran, dan merupakan argumentasi
praktis-logis atas keyakinan Miskawaih bahwa mungkinnya terjadi perubahan
moral dan budi pekerti dalam diri seseorang. Karena itu, kitab Tahdzib al-
Akhlaq merupakan uraian suatu aliran akhlak yang materi-materinya berasal dari
konsep Plato dan Aristoles yang dikombinasikan dengan ajaran dan hukum
Islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup pribadi Ibnu Miskawaih pada
zamannya. Tahdzib al-Akhlak ditujukan untuk selalu melakukan perbuatan yang
bermanfaat agar tidak tersesat.

Sistematika kitab Tahdzib al-Akhlak dimulai dengan pendahuluan


untuk mengantarkan pembaca kepada langkah-langkah yang harus dilalui untuk
sampai kepada akhlak sempurna. Untuk itu, Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa
landasan awal yang terpenting ialah keharusan terlebih dahulu memulai dengan
membersihkan diri dari sifat-sifat tercela sebelum mengisinya dengan sifat-sifat
utama.

Kitab Tahdzib al-Akhlaq berisikan tujuh bab, yang secara runtut bab
pertama pembahasan tentang jiwa, bab kedua tentang fitrah manusia dan asal-
usulnya, bab ketiga tentang kebaikan da kebahagiaan, bab keempat tentang
keutamaan yaitu keadilan, bab kelima membahas persahabatan dan cinta, bab
keenam tentang pengobatan jiwa, da bab ketujuh tentang penyembuhan penyakit
jiwa.

Dari bab pertama sampai bab kelima, pemikiran Ibn Miskawaih


diwarnai oleh pemikiran para pendahulunya dari para filosof Yunani dan
Muslim, seperti Plato, Aristoteles, Galen, Kaum Stoa, al-Kindi, al-Farabi, dan
lain-lain. Sedangkan dua bab terakhir, bab keenam da ketujuh lebih banyak
dipengaruhi oleh Abu Bakr Zakariya al-Razi.13

Dalam kitab Tahdzib al-Akhlaq, Miskawaih menolak sebagian


pemikiran Yunani menolak sebagian pemikiran Yunani yang mengatakan bahwa
akhlak tidak dapat berubah, karena berasal dari watak atau pembawaan.
Banginya akhlak dapat selalu berubah dengan kebiasaan dan latihan serta
pelajaran yang baik. Sebab kebanyakan anak-anak yang hidup dan dididik
dengan suatu cara tertentu dalam masyarakat, ternyata berbeda dalam menerima
nilai-nilai akhlak yang luhur. Karena itu, seseorang dapat diperbaiki akhlaknya
dengan mengosingkan diri dari segala sifat tercela dan menghiasinya dengan
sifat-sifat terpuji.

13
Ibid, h.15.
Selain itu terdapat beberapa karya Ibn Miskawaih lainnya seperti:

 Kitab Tahdzibul achlaq wa tathhirul a'raaq.

 Tartib as Sa'adah, buku ini berisi tentang akhlak dan politik.

 Al Musthafa (syair pilihan)

 Jawidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak)

 As Syaribah (tentang minuman)14.

D. Konsep Pendidikan Akhlaq Ibn Miskawaih

Berikut merupakan beberapa konsep pendidikan akhlak Ibnu Miskawaih


yang ditujukan sebagai pedoman awal dari nilai-nilai pendidikan, antara lain:

1. Tujuan Pendidikan Akhlak

Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah


terwujudya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk
melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai
kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sejati dan sempurna.

Menurutnya persoalan al-sa’adat merupakan persoalan utama dan


mendasar bagi kehidupan manusia dan sekaligus bagi pendidikan akhlak
yaitu meliputi unsur kebahagiaan, kemakmuran, keberhasilan,
kesempurnaan, kesenangan, dan kecantikan. Oleh karena itu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai oleh Ibnu Miskawaih adalah bersifat
menyeluruh, yakni mencapai kebahagiaan hidup manusia.15

2. Kode Etik Pendidik dan Peserta Pendidik

Menurut Ibnu Miskawaih, pendidik mempunyai tugas dan tanggung


jawab untuk meluruskan peserta didik melalui ilmu rasional agar mereka
dapat mencapai kebahagiaan intelektual agar dapat mencapai kebahagiaan
praktis

Pandangan Ibnu Miskawaih tentang pendidika dibagi menjadi dua, yaitu


orang tua dan guru. Sementara itu, guru menurutnya ada dua, yaitu guru
ideal mualim al hakim dan guru biasa. Adapun pandangan Ibnu Miskawaih
tentang kewajiban peserta didik terhadap gurunya disamakan dengan cinta
14
Muhamad Nurdin Fathurrohman, Ibnu Miskawaih - Cendekiawan Muslim yang Berkonsentrasi Pada Bidang
Filsafat Akhlak, https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2015/03/ibnu-miskawaih-cendekiawan-muslim-
filsafat-akhlak.html
15
Ahmad Syar’i, filsafat pendidikan islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), h.93
terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, dalam interaksi edukatif antara guru
dan murid harus didasarkan pada perasaan cinta kasih. Dengan demikian
proses pembelajaran diharapkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.16

3. Metode Pendidikan

Metode yang dikemukakan Ibnu Miskawaih dalam mencapai akhlak


yang baik adalah: adanya kemauan bersungguh-sungguh untuk berlatih
secara terus menerus dan menahan diri untuk memperoleh keutamaan dan
kesopanan yang sebenarnya adalah sesuai dengan keutamaan jiwa.
Menjadikan pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi
dirinya, yang berkenan dengan sebab munculnya kebaikan dan keburukan
bagi seseorang. Dengan ini ia tidak akan terjerumus perbuatan buruk dan
akibat buruk yang dialami orang lain.17

4. Materi Pendidikan Akhlak

Ibnu Miskawaih mengklasifikasikan materi pendidikan akhlak menjadi


tiga, yaitu hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia, hal-hal yang
bwajib bagi manusia, dan hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan
sesama manusia. Pembagian ini tidak terlepas dari daya jiwa manusia18.

16
Abu Ali Akhmad Al-Miskawaih, menuju kesempurnaan akhlak, (Bandung: Mizan, 1994), h.143
17
Abuddin Nata, pemikiran para tokoh pendidikan islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h.22
18
Ibid, 12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Guru ketiga setelah al-Farabi. Gelar itu ditabalkan kepada Ibn Miskawaih,
seorang ilmuwan agung kelahirkan Ray, Persia (sekarang Iran) sekitar tahun 320
H/932 M. Beliau merupakan seorang ilmuwan hebat, bahkan beliau juga dikenal
sebagai seorang filsuf, penyair, dan sejarawan yang sangat terkenal. Beliau
terlahir pada era kejayaan Kekhalifahan Abbasiyyah. Ibnu Maskawaih adalah
seorang keturunan Persia, yang konon dulunya keluarganya dan dia beragama
Majuzi dan pindah ke dalam Islam.
Ibnu Miskawaih menggunakan metode eklektik dalam menyusun
filsafatnya, yaitu dengan memadukan berbagai pemikiran-pemikiran sebelumnya
dari Plato, Aristoteles, Plotinus, dan doktrin Islam. Dalam pemikiran filsafatnya
terdapat metafisika, kenabian. Filsafat jiwa dan filsafat akhlak.
Dan dalam karyanya yang berjudul Tahdzib al-Akhlaq atau yang sring
dinamakan Tathir al-A’raq (Kesucian Karakter), yang mengandung pemikiran
dan ajaran, dan merupakan argumentasi praktis-logis atas keyakinan Miskawaih
bahwa mungkinnya terjadi perubahan moral dan budi pekerti dalam diri
seseorang
DAFTAR PUSTAKA

Lilis Suryaningsih, dkk, “Akhlak dan Filsafat Akhlak”, makalah: Surabaya, 2021

Seyyed Hossein Nasr, “Sains dan Perbedaan di Dalam Islam, Trj. Science and
Civilization in Islam”, (Bandung, Pustaka, 1986)

Muhammad Yusuf Musa, “Falsafah al-Akhlaq fi al-Islam” (Kairo, Muassasat al-


Khaniji, 1963)

Hadis Purbam, “Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Miskawaih”, (Jurnal MIQOT), Vol.
XXXIII, No. 2, Juli-Desember 2009

Ibrahim Nasbi, “Ibnu Maskawaih (Filsafat al-Nafs dan Filsafat al-Akhlak)”

Ahmad Syar’i, “Filsafat Pendidikan Islam”, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005)

Abu Ali Akhmad Al-Miskawaih, “Menuju Kesempurnaan Akhlak”, (Bandung:


Mizan, 1994),
Abuddin Nata, “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam”, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000)

“Ibnu Miskawaih (Biografi & Pemikiran Etika Islam)”,


https://youchenkymayeli.blogspot.com/2016/03/ibnu-miskawaih-biografi-etika-
pemikiran.html?m=1

Muhamad Nurdin Fathurrohman, “Ibnu Miskawaih - Cendekiawan Muslim yang


Berkonsentrasi Pada Bidang Filsafat Akhlak”, https://biografi-tokoh-
ternama.blogspot.com/2015/03/ibnu-miskawaih-cendekiawan-muslim-filsafat-akhlak.html

Anda mungkin juga menyukai