Anda di halaman 1dari 93

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN PULAU KEI KECIL

BERDASARKAN ANALISIS CITRA MULTISPEKTRAL

KAROLINA WAEL

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN PULAU KEI KECIL
BERDASARKAN ANALISIS CITRA MULTISPEKTRAL

Karolina Wael
NIM : 2015-82-045

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Fakultas Pertanian

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
ABSTRAK
KAROLINA WAEL. Perubahan Tutupan Lahan Pulau Kei kecil Berdasarkan
Analisis Citra Multispektral. Dibimbing oleh : W. A. SIAHAYA dan E.Y.
GASPERSZ, SU.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tutupan lahan di Pulau Kei Kecil
berdasarkan analisis multispektral citra Landsat dan menentukan perubahan
tutupan lahan tahun 2005 dan 2019. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahap, yaitu pre-processing data citra (koreksi radiometrik, koreksi geometrik dan
pemotongan citra), analisis digital citra Landsat (Image Processing) dan uji
akurasi. Metode klasifikasi yang digunakan adalah maximum likelihood (MCL)
dengan mempertimbangkan faktor prior probability yaitu peluang dari suatu
piksel untuk dikelaskan ke dalam kelas tertentu. Hasil klasifikasi citra Landsat 5
TM tahun 2005 menunjukkan bahwa terdapat 6 kelas tutupan lahan, dengan luas
cakupan masing-masing tutupan lahan adalah: pemukiman 10.80%, hutan
sekunder 26.97%, tubuh air 0.20%, semak 27.88%, kebun campuran 29.11% dan
lahan terbuka 1.02%. Tahun 2019 terdapat 6 tutupan lahan dengan luas cakupan
masing-masing tutupan lahan adalah: pemukiman 34.59%, hutan sekunder
10.54%, tubuh air 0.19%, semak 14.57%, kebun campuran 14.57% dan lahan
terbuka 1.91%. Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan lahan tahun 2005-
2019 di Pulau Kei Kecil menunjukan bahwa terdapat 3 jenis tutupan lahan yang
mengalami penurunan luasan sangat besar yaitu kelas tutupan lahan hutan
sekunder, kebun campuran, dan tubuh air. Kelas tutupan lahan yang mengalami
peningkatan luasan adalah kelas tutupan lahan pemukiman, lahan terbuka, dan
semak. Uji akurasi yang diperoleh berkisar dari 95%-97% Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat ketelitian hasil klasifikasi yang diperoleh melalui analisis citra
multispektral citra Landsat tahun 2005 dan 2019 memiliki tingkat ketelitian yang
sangat kuat (very good). Hasil ini memenuhi syarat yang diterapkan oleh USGS
(United States Geological Survey).
Kata kunci : Perubahan Tutupan lahan, Citra landsat, klasifikasi multispektral
ABSTRACT

KAROLINA WAEL. Changes in Land Cover of Kei Kecil Island Based on


Multispectral Image Analysis. Supervised by: W. A. Siahaya and E.Y. Gaspersz.
This study aims to determine land cover on Kei Kecil Island based on
multispectral analysis of Landsat images and determine land cover changes in
2005 and 2019. This research was carried out in several stages, namely image data
pre-processing (radiometric correction, geometric correction and image cropping),
digital analysis of Landsat image (Image Processing) and accuracy test. The
classification method used is the maximum likelihood (MCL) by considering the
prior probability factor, namely the chance of a pixel to be classified into a
particular class. The results of the 2005 Landsat 5 TM image classification show
that there are 6 classes of land cover, with the respective coverage areas of land
cover are: settlement 10.80%, secondary forest 26.97%, water body 0.20%, bush
27.88%, mixed garden 29.11% and land open 1.02%. in 2019 there are 6 land
covers with the respective coverage areas of land cover are: settlement 34.59%,
secondary forest 10.54%, water body 0.19%, bush 14.57%, mixed garden 14.57%
and open land 1.91%. Based on the results of the analysis of land cover changes in
2005-2019 in Kei Kecil Island, it shows that there are 3 types of land cover that
have experienced a very large reduction in area, namely secondary forest land
cover class, mixed garden, body of water. Land cover classes that have increased
in area are residential land cover classes, open land, and shrubs. The accuracy test
obtained ranges from 95% -97% This shows that the level of accuracy of the
classification results obtained through multispectral image analysis of Landsat
images in 2005 and 2019 has a very strong level of accuracy (very good). These
results meet the requirements applied by the USGS (United States Geological
Survey).
Key words: Land cover change, Landsat images, multispectral classification
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Perubahan Tutupan


Lahan di pulau Kei Kecil Berdasarkan Analisis Citra Multispektral” adalah benar
karya saya dengan arahan dari tim pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa-pun kepada perguruan tinggi mana-pun. Sumber informasi yang berasal atau
yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Jika kemudian hari terbukti mengandung plagiarisme maka saya bersedia
menerima sanksi apapun dari Universitas Pattimura Ambon.

Ambon, 18 Desember 2020

Ttd.

Karolina Wael
2015-82-045
v

PRAKATA

Puji syukur tak hentinya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa atas berkat dan perlindungan serta anugerah-NYA penulis dapat
menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Perubahan
Tutupan Lahan Di Pulau Kei Kecil Berdasarkan Analisis Citra Multispektral”.
Penelitian ini berlokasi di Pulau Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara
Provinsi Maluku. Pengamatan lapangan berlangsung dari bulan Agustus sampai
September 2019, sedangkan analisis citra digital berlangsung dari bulan Mei sampai
bulan Juli 2019.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat ini belum sangat sempurna,
untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan guna penyempurnaannya. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya sebagai referensi bagi yang
memerlukannya.
Terselesainya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. J. M. Matinahoru, selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura Ambon.
2. Dr. Ir. Pieter. J. Kunu, MP dan Jeanne I. Nendissa, SP., MP selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura Ambon.
3. Ir. Aminudin Umasangadji, MP, dan Ir. J. A. Patty, MP selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura Ambon.
4. Ir. J.P Haumahu M.Si selaku Ketua Minat Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura Ambon.
5. Dr. Ir. W. A. Siahaya, M.Si selaku Pembimbing I dan Ir. E.Y. Gaspersz, SU
Selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, ilmu
pengetahuan, motivasi, dan semangat belajar serta mendidik penulis selama
proses penulisan.
6. Ir. H. Salampessy, M.Si sebagai mentor yang selalu memberikan dukungan dan
doa selama penyusunan skripsi.
vi

7. Dr. F. Puturuhu, SP. M.Si selaku Dosen Penguji I dan Ir. J.P. Haumahu, M.Si
Dosen Penguji II.
8. Staf dosen dan pegawai Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon,
khususnya staf dosen minat ilmu tanah, yang selama ini melayani penulis
selama menempuh pendidikan di jenjang perguruan tinggi.
9. Mahasiswa Agroekoteknologi angkatan 2013, 2014, 2015, 2016 dan 2017,
kakak Audi, Fano, Ester, Tasya, Susi, Adel, Gusti, Sri, Ama, Tika, Ayu Darso,
Irfan, Buken, Eby, Max, Bella, Iren, Ayu Sayekti, Wulan Subari, Wulan
Saepoloh, Linda, Brury, Ongen dan Nunung.
10. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman KKN Desa
Amahai Juni, Sien, Megy, Ily, Aca, Ona, Aci, Novi, Keni, Inka, Juno, Acel dan
Moce.
11. Keluarga Besar Wael, Hukunala, Solissa atas doa dan dukungan yang diberikan
selama ini.
12. Akhirnya kepada kedua orangtua tercinta papa Nadus Wael dan mama Rosa
Hukunala, ade Melda dan Putry serta kak Monik dan Jufri, penulis
mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan kepada
penulis selama ini, terutama dalam penyelesaian studi penulis.
vii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
PRENGESAHAN .................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ......................................... iv
PRAKATA .............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 4
1.4. Luaran Penelitian ................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penginderaan Jauh ................................................................. 6
2.2. Citra Satelit ............................................................................ 7
2.3. Citra Landsat ......................................................................... 8
2.4. Muktispektral ......................................................................... 10
2.5. Klasifikasi Multi Spektral ...................................................... 11
2.6. Region of Interest (ROI) ........................................................ 15
2.7. Restorasi Citra ....................................................................... 16
2.8. Sistem Informasi Geografi .................................................... 19
2.9. Tutupan Lahan ....................................................................... 20
2.10. Deteksi Perubahan Tutupan Lahan ........................................ 21
III. METODOLOGI
3.1. Bahan Penelitian ...................................................................... 24
3.2. Desain dan Prosedur Penelitian ............................................... 24
viii

3.3. Variabel Pengamatan ............................................................... 24


3.4. Tahap Penelitian ...................................................................... 25
3.4. Analisa Data ............................................................................ 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ........................................................................ 31
4.2. Pembahasan ............................................................................. 62
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 71
5.2. Saran ........................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 72
LAMPIRAN ............................................................................................. 75
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Karakteristik Citra Landsat 5 TM dan Landsat 8 (OLI) .... 10


2. Software Yang Digunakan Untuk Analisa Digital ............ 24
3. Kombinasi Saluran Yang Digunakan Untuk Citra
Landsat 5 TM 2005 dan Citra Landsat 8 2019 (OLI) ........ 29
4. Kondisi Iklim Pulau Kei Kecil .......................................... 32
5. Jumlah Penduduk di Pulau Kei Kecil Berdasarkan Jenis
Kelamin ............................................................................. 33
6. Nilai RMS Error ............................................................... 42
7. Hasil ROI (Region of Interest) 432.................................... 49
8. Hasil ROI (Region of Interest) 321 ................................... 50
9. Hasil ROI (Region of Interest) 531 ................................... 51
10. Hasil ROI (Region of Interest) 543 ................................... 52
11. Hasil ROI (Region of Interest) 754 ................................... 53
12. Hasil ROI (Region of Interest) 543 ................................... 54
13. Hasil ROI (Region of Interest) 432 ................................... 55
14. Hasil ROI (Region of Interest) 642 ................................... 56
15. Hasil ROI (Region of Interest) 654 ................................... 57
16. Hasil ROI (Region of Interest) 765 ................................... 58
17. Data Tutupan Lahan Tahun 2005 ...................................... 65
18. Data Tutupan Lahan Tahun 2019 ...................................... 65
19. Data Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2005 dan 2019 .... 66
20. Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2005 – 2019 ................. 68
21. Matriks Konfusion Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil
Tahun 2005 ........................................................................ 69
22. Matriks Konfusion Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil
Tahun 2019 ........................................................................ 70
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1. Sistem Penginderaan Jauh ................................................. 7
2. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ................................ 26
3. Citra Landsat 5 TM 2005 : a) Sebelum Koreksi
Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik; c) Nilai
Digital Number dan Nilai Reflektan ................................. 34
4. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 1: a) Sebelum Koreksi
Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik................ 35
5. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 2: a) Sebelum Koreksi
Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik................ 35
6. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 3: a) Sebelum Koreksi
Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik ............... 36
7. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 4: a) Sebelum Koreksi
Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik ............... 36
8. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 5: a) Sebelum Koreksi
Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik ............... 37
9. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 7: a) Sebelum Koreksi
Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik ............... 37
10. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 : a) Sebelum Koreksi
Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik; c) Nilai
Digital Number dan Nilai Reflektan ................................. 38
11. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 1: a) Sebelum
Koreksi Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik ... 38
12. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 2: a) Sebelum
Koreksi Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik.... 39
13. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 3: a) Sebelum
Koreksi Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik.... 39
14. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 4: a) Sebelum
Koreksi Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik.... 40
15. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 5: a) Sebelum
Koreksi Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik.... 40
16. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 7: a) Sebelum
Koreksi Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik .... 41
17. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 1: a) Sebelum
Koreksi Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ........ 42
18. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 2: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 43
19. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 3: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik........................ 43
20. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 4: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ..................... 44
21. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 5: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 44
22. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 7: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 45
23. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 1: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 45
24. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 2: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 46
25. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 3: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 46
26. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 4: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 47
27. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 5: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 47
28. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 7: a) Sebelum Koreksi
Geometrik ; b) Sesudah Koreksi Geometrik ...................... 48
29. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 432: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 49
30. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 321: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 50
31. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 531: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 51
32. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 543: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 52
33. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 754: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 53
34. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 543: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 54
35. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 432: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 55
36. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 642: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 56
37. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 654: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 57
38. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 765: a) Sebelum
Klasifikasi Multi Spektral; b) Sesudah Klasifikasi Multi
Spektral .............................................................................. 58
39. Peta Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2005............. 59
40. Peta Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2019............. 60
41. Peta Perubahan Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun
2005 dan 2019 .................................................................... 61
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Survei Lapangan Pulau Kei Kecil ............................ 75


2. Hasil RMS Error Citra Landsat 8 (OLI) ............................ 77
3. Luas Tutupan Lahan Kombinasi Citra Multispektra Yang
Digunakan ......................................................................... 78
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tutupan lahan merupakan suatu kenampakan fisikal yang sulit ditinjau pada
daerah yang luas. Kondisi tutupan lahan pada suatu daerah memiliki keragaman
yang berbeda dengan kondisi tutupan lahan pada daerah lainnya, selain itu tutupan
lahan berpengaruh pula terhadap ekosistem serta kehidupan manusia secara
langsung maupun tidak langsung. Tutupan lahan sangat menarik untuk dipelajari,
dengan memperhatikan kondisi dan pola tutupan lahan kita dapat mengetahui
kondisi fisikal dan sosial pada suatu wilayah. Tutupan lahan lebih cenderung
memberikan penjelasan mengenai sumberdaya pada suatu tempat, berbeda dengan
penggunaan lahan yang lebih menjelaskan mengenai pemanfaatannya oleh
manusia.Tutupan lahan adalah vegetasi dan konstruksi artifisial yang menutup
permukaan lahan (Purwadhi dan Sanjoto, 2008 dalam Yollanda 2011).
Tutupan lahan dapat menggambarkan keterkaitan antara proses alami dan
proses sosial. Tutupan lahan dapat menyediakan informasi yang sangat penting
untuk keperluan pemodelan serta untuk memahami fenomena alam yang terjadi di
permukaan bumi. Data tutupan lahan juga digunakan dalam mempelajari perubahan
iklim dan memahami keterkaitan antara aktivitas manusia dan perubahan. Informasi
tutupan lahan yang akurat merupakan salah satu faktor penentu dalam
meningkatkan kinerja dari model-model ekosistem, hidrologi, dan atmosfer
(Bounoua et al., 2002; Jung et al., 2006; Miller et al., 2007; Running, 2008; Gong
et al., 2013; Jia et al., 2014 dalam Rizky dan Ahmad 2016).
Secara umum, praktik perubahan tutupan lahan dapat diartikan sebagai
konversi lahan menjadi lahan perkebunan dan peternakan, perluasan fungsi lahan
pertanian, penggundulan hutan, penanaman kembali fungsi lahan hutan,
penggantian tanaman, dan perluasan lahan perkotaan (Evrendilek dan Doygun,
2000 dalam N.Wijaya, 2015).
Perubahan tutupan lahan relevan dengan kegiatan antropogenik telah secara
signifikan mengubah proses biologi dan geokimia di bumi yang berkontribusi
terhadap masalah lingkungan global (Prakasam, 2010 dalam Nguyen et al., 2020).
2

Informasi tentang perubahan tutupan lahan berlaku untuk sumber daya alam
pengelolaan dan rekomendasi untuk pertumbuhan sosial ekonomi lokal di wilayah
tertentu. Oleh karena itu, pemantauan, analisis, dan pemahaman tentang konversi
perubahan tutupan lahan diperlukan untuk memberikan informasi yang cepat dan
tepat waktu tentang karakteristik penggunaan lahan saat ini dan perubahan untuk
otoritas lokal terlepas dari pembangunan berkelanjutan (Nguyen et al., 2020).
Pemantauan kondisi tutupan lahan pada suatu wilayah perlu diketahui,
terutama pada daerah yang sering berkembang akibat pertambahan
penduduk.Pertambahan penduduk mengakibatkan bertambahnya kebutuhan lahan
demi kelangsungan hidup mereka. Bertambahnya kebutuhan lahan menimbulkan
terjadinya berbagai perubahan kondisi tutupan lahan.Pelaksanaan pemantauan,
inventarisasi kondisi dan kualitas lingkungan, apabila dilaksanakan dengan
menggunakan metode survei terestrial (survei lapangan), sering tidak dapat
mengikuti laju perubahan yang sangat cepat dan membutuhkan biaya yang relatif
besar.Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan
perubahan yang cepat dengan biaya murah adalah teknologi penginderaan jauh.
Penginderaan Jauh menggambarkan objek, daerah dan gejalah di permukaan bumi,
dengan wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letaknya di permukaan
bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, permanen, dengan waktu yang
relatif cepat dan dapat menimbulkan gambaran tiga dimensional (Sutanto 1994
dalam Siahaya, 2016).
Keuntungan-keuntungan dari teknologi penginderaan jauh menyebabkan
Penggunaannya meningkat selama lima dasawarsa terakhir, hal ini disebabkan oleh
beberapa hal antara lain: Citra penginderaan jauh menggambarkan objek, daerah,
dan gejala dipermukaan bumi, berdasarkan wujud dan letak objek yang mirip
dengan wujud dan letak objek yang sebenarnya dipermukaan bumi, Relatif
lengkap, Meliputi daerah luas dan sifatnya permanen, dengan demikian citra
merupakan alat yang baik untuk pembuatan peta baik sebagai sumber data maupun
sebagai kerangka letak. Bagi daerah yang belum ada petanya, dapat digunakan
sebagai substitusi peta. Selain itu dapat juga digunakan sebagai model di lapangan.
Berbeda dengan peta yang merupakan model simbolik dan formula metematika
3

berupa model analog, citra, utamanya foto udara merupakan model ikonik, karena
wujud gambarnya mirip objek sebenarnya di lapangan (sutanto, 1994 dalam Daud
Yusuf dan Ahmad Rijal 2011).
Terdapat berbagai Metode analisis penginderaan jauh yang dikenal yaitu RVI
(Ratio Vegetation Index), SAVI (Soil Adjusted Vegetation Index), MSAVI
(Modified Soil-Adjusted Vegetation Index), NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index), TVI (Transformed Vegetation Index), PVI (Perpendicular
Vegetation Index), WDVI (Weighted Difference Vegetation Index), NLI (Non-
Linear Vegetation Index), GRVI (Green Red Vegetation Index), and WDRVI (Wide
Dynamic Range Vegetation Index), GEMI (Global Environmental Monitoring
Index), OSAVI (Optimized SAVI), GeSAVI (Generalized SAVI), GSAVI (Green
SAVI), MNLI (Modified Non-Linear Vegetation Index), ARVI (Atmospherically
Resistant Vegetation Index), dan SARVI (Soil-Adjusted and Atmospherically
Resistant Vegetation Index) dan Klasifikasi multispektral.
Klasifikasi multispektral biasanya diterapkan pada citra penginderaan jauh
seperti Landsat, IKONOS, QUICKBIRD, TERRA, NOAA, METEOSAT-5,
SPOT-4, EO-1 dan lain-lainnya (Thoha, 2008).
Klasifikasi multispektral merupakan algoritma yang diterapkan pada piksel
citra untuk mengkelaskan piksel-piksel tersebut ke dalam kelas-kelas yang seragam
berdasarkan kriteria tertentu. Asumsi yang dibangun dan yang menjadi awal bahwa
piksel-piksel yang diklasifikasikan merupakan suatu objek yang sama.Klasifikasi
yang dilakukan adalah dengan menggunakan parameter yang menjadi acuan yaitu
Region of Interest (ROI). Dalam pembuatan peta tutupan lahan menggunakan
klasifikasi terbimbing metode Maximum Likelihood pada citra Landsat 5 TM dan
citra Landsat 8 (OLI) (Apriyanti et al., 2017).
Informasi tutupan lahan terbaru dapat diperoleh melalui berbagai sumber,
misalnya teknik penginderaan jauh. Penginderaan jauh telah lama menjadi sarana
yang penting dan efektif dalam pemantauan tutupan lahan dengan kemampuannya
menyediakan informasi mengenai keragaman spasial di permukaan bumi dengan
cepat, luas, tepat, serta mudah. (Hansen et al., 2000; Liu et al., 2003; Thenkabail et
al., 2009; Gong et al., 2013 dalam Rizky dan Ahmad 2016). Sumber data
4

penginderaan jauh merupakan faktor penting dalam keberhasilan klasifikasi tutupan


lahan. Data satelit Landsat biasanya digunakan dalam penginderaan jauh untuk
klasifikasi tutupan lahan (Gumma et al., 2011; Gong et al., 2013 dalam Rizky dan
Ahmad 2016) dengan demikian peta tutupan lahan terbaru dapat diperoleh dengan
mudah. Berdasarkan keterbaruan data, informasi yang diperoleh melalui
penginderaan jauh dinilai lebih baik dan mampu mengatasi permasalahan
perencanaan dalam ketersediaan data yang akurat dan lengkap serta analisis secara
cepat sehingga mampu menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul : Perubahan Tutupan Lahan di Pulau Kei Kecil berdasarkan Citra
Multispektral. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan klasifikasi tutupan lahan di
Pulau Kei Kecil menggunakan citra Landsat 5 TM dan citra Landsat 8 (OLI). Hasil
klasifikasi yang diperoleh merupakan peta tutupan lahan Pulau Kei Kecil terbaru
yang dapat digunakan untuk berbagai kajian terutama dalam Perencanaan dan
Pembangunan Wilayah.

1.2. Rumusan Masalah

1. Data tutupan lahan yang tersedia sudah tidak relevan untuk digunakan
sebagai data penunjang dalam suatu perencanaan pembangunan hal ini
disebabkan karena data yang ada merupakan hasil penelitian tahun 1998
(Siahaya,1998) sehubungan dengan hal ini maka perlu dilakukan suatu
penelitian tentang tutupan lahan di Pulau Kei Kecil.
2. Belum ada suatu kajian ilmiah tentang tutupan lahan di Pulau Kei Kecil
terutama berbasis analisis spektral citra Penginderaan Jauh.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Analisis tutupan lahan berdasarkan citra multispektral di Pulau Kei Kecil


tahun 2005 dan 2019.
2. Analisis perubahan tutupan lahan di Pulau Kei Kecil tahun 2005 dan 2019
3. Menguji tingkat akurasi tutupan lahan citra multispektral di Pulau Kei Kecil
tahun 2005 dan 2019.
5

1.4. Luaran Penelitian

1. Skripsi Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Pattimura


Ambon.
2. Artikel Ilmiah yang dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Nasional.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh memiliki beberapa istilah yang berbeda satu negara


dengan negara lainnya, di negara Inggris penginderaan jauh dikenal dengan remote
sensing, di Perancis dikenal dengan teledection, di Spanyol dikenal dengan sensoria
remote, di Jerman dikenal fener kundung sedangkan di Rusia dikenal dengan
distangtionaya (Sodikin, 2015 dalam Nita Inopianti dan Dede Ramdan, 2016).
Penginderaan jauh dapat didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis
data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap
objek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand et al., 2004).
Fussell et al. (1986) dalam Siahaya (2016) mengemukakan bahwa
penginderaan jauh adalah alat atau teknik yang menggunakan sensor canggih untuk
mengukur jumlah energi elektomagnetik objek atau wilayah geografis dari jauh
kemudian mengekstraksi informasi berharga dari data citra secara matematis dan
statistik berdasarkan algoritma yang merupakan kajian ilmiah.
Penginderaan jauh menggambarkan objek, daerah dan gejalah di permukaan
bumi, dengan wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letaknya di
permukaan bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, permanen, dengan
waktu yang relatif cepat dan dapat menimbulkan gambaran tiga dimensional
(Sutanto 1994 dalam Siahaya, 2016).
Penginderaan jauh merupakan alat atau teknik yang menggunakan sensor
canggih untuk mengukur jumlah energi elektromagnetik objek atau wilayah
geografis dari jauh kemudian mengekstraksi informasi berharga dari data citra
secara matematis dan statistik berdasarkan algoritma merupakan kegiatan ilmiah.
Dijelaskan pula bahwa penginderaan jauh sebagai teknologi yang selaras dengan
teknik atau alat pengumpulan data spasial lainnya dari ilmu pemetaan termasuk
kartografi dan sistem informasi geografis (Jensen, 2003 dalam Siahaya, 2016).
Lueder (1959) dalam Bambang (2019) menyatakan bahwa penginderaan jauh
merupakan ilmu dan teknik Penginderaan jauh sebagai suatu ilmu karena
7

melibatkan banyak disiplin ilmu, sehingga penginderaan jauh disebutnya sebagai


disiplin ilmu koordinatif karena memerlukan keterlibatan berbagai disiplin ilmu
lain. Penginderaan jauh juga dipandang sebagai teknik bila digunakan oleh disiplin
ilmu lainnya Penginderaan jauh merupakan ilmu karena: (1) dilakukan atau
diperoleh dengan jalan belajar atau latihan; (2) merupakan pengetahuan sistematik;
(3) dilakukan dengan observasi dan klasifikasi fakta karena foto udara dan citra
lainnya menyajikan tentang gambaran kenyataan di permukaan bumi; dan (4) dapat
digunakan untuk menemukan kebenaran secara umum.
Penginderaan jauh memiliki berbagai kelebihan antara lain lebih hemat secara
biaya selain itu penginderaan jauh memungkin manusia dapat melihat suatu
fenomena di permukaan bumi tanpa langsung pergi ke lapangan. Pada saat ini telah
banyak aplikasi pembantu penginderaan jauh antara lain ER Mapper dan ERDAS.

Gambar 1. Sistem Penginderaan Jauh (Sutanto, 1994 dalam Ikram. R, 2012)

2.2. Citra Satelit

Citra satelit merupakan representasi gambar dengan menggunakan berbagai


jenis panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksi dan merekam energi
elektromagnetik. Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu
objek yang sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat
pemantau/sensor, baik optik, elektrooptik, optik-mekanik maupun elektromekanik.
Citra memerlukan proses interpretasi atau penafsiran terlebih dahulu dalam
pemanfaatannya. Citra satelit merupakan hasil dari pemotretan/perekaman alat
8

sensor yang dipasang pada wahana satelit ruang angkasa dengan ketinggian lebih
dari 400 km dari permukaan bumi (Indarto, 2014 dalam Iskandar et al., 2016).
Pemotretan dari jarak jauh akan menghasilkan citra atau foto udara, citra
Landsat ini dapat dibedakan menjadi citra foto atau foto udara dan citra non-foto.
Beberapa jenis citra yang ada saat ini antara lain citra Landsat, TERRA, IKONOS,
Quickbird, IRS dan SPOT 4 dan lainnya tergantung kepada nama dan jenis satelit
yang digunakan. Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara
balon udara atau wahana lainnya. Data tersebut berasal dari rekaman sensor yang
memiliki karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang
akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang dihasilkan
(Richards dan Jia, 2006 dalam Iskandar et al., 2016).

2.3. Citra Landsat

Landsat merupakan satelit sumberdaya bumi yang pada awalnya bernama


ERTS-1 (Earth Resources Technology satellite yang diluncurkan pada tanggal 23
Juli 1972 yang mengorbitkan hingga 6 Januari 1978. Satelit ini mengorbit
mengelilingi bumi selaras matahari (sun-synchronous). Citra Landsat TM hasil
rekaman sensor Thematic Mapper, yang dipasang pada Citra Landsat-4 dan
Landsat-5 dengan lebar sapuan sebesar 185 km. Citra ini direkam dengan
menggunakan tujuh saluran panjang gelombang yaitu 3 saluran panjang gelombang
tampak, 3 saluran panjang gelombang inframerah dekat dan satu panjang
gelombang inframerah termal.
Citra Landsat-7 diluncurkan pada tanggal 15 April 1999 dengan wahana
peluncuran roket Delta II, pada bulan Juli 2003. Citra Landsat-7 ETM+ dihasilkan
oleh sistem sensor Enhanced Thematic Mapper plus (ETM+) pada satelit Landsat-
7 dengan sistem orbit bersifat repetitif, sun synchronous, hampir polar dengan sudut
inklinasi 98,2˚ (8,2˚ dari garis normal) terhadap garis khatulistiwa dengan
ketinggian orbit rata-rata 705 km dari permukaan bumi dan lebar sapuan (swath)
185 km, melintasi garis khatulistiwa dengan arah dari Utara ke Selatan pada pukul
10.00 waktu setempat setiap 16 hari, dimana interval waktu antara lintasan yang
berbatasan adalah tujuh hari dan akan melintasi lintasan yang sama setelah
9

menyelesaikan 233 orbit. Keunggulan Citra Landsat-7 ETM+ dibandingkan dengan


seri sebelumnya adalah ditambahnya kanal pankromatik (kanal 8) dengan resolusi
spasial 15 meter dan pada kanal enam terdapat perekaman dengan sistem low gain
dan high gain untuk analisis laut dan darat. Landsat-7 ETM+ merupakan satelit
sumberdaya bumi generasi baru setelah masa berlaku Landsat TM5 berakhir, yang
memiliki penyempurnaan dari generasi pertama dan kedua. Sensor ETM+
mempunyai jumlah 7 kanal dengan sifat spektral dan resolusi spasial 30 m yang
sama dengan Landsat TM, resolusi radiometrik 8 bit (0-255) dengan tambahan satu
kanal pankromatik (0,50-0,90 µm) yang resolusi spasialnya sebesar 15 m dan
resolusi spasial 60 m untuk kanal termal (2,08-2,34 µm) yang terbagi menjadi 2
kanal (Lillesand et al.,dalam Siahaya 2016). Uraian karakteristik setiap saluran
spektral citra Landsat 5 TM, Landsat-7 dan Landsat 8 (OLI). Kegunaan setiap
saluran pada citra Landsat 5 TM dan Landsat 8 dapat dilihat pada Tabel 1.
Sistem Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang mempunyai tiga
instrument pencitraan, yaitu RBV (Return Beam Vidicon), MSS (multispectral
Scanner) dan TM (Thematic Mapper). (Jaya, 2002 dalam Indrayani, 2017).

1. RBV merupakan instrumen semacam televisi yang mengambil citra snapshot


dari permukaan bumi sepanjang track lapangan satelit pada setiap selang
waktu tertentu.
2. MSS merupakan suatu alat untuk menyimpan (scanning) mekanik yang
merekam data dengan cara menyimpan permukaan bumi dalam jalur atau
baris tertentu
3. TM juga merupakan alat untuk menyimpan mekanis yang mempunyai
resolusi spektral, spasial dan radiometrik.
Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM : pemetaan tutupan lahan,
pemetaan penggunaan lahan, pemetaan tanah, pemetaan geologi, pemetaan suhu
permukaan laut dan lain-lain.
10

Tabel 1. Karakteristik Citra Landsat 5 TM dan Landsat 8 (OLI)


Spektral Saluran Panjang gelombang Kegunaan
L5 TM L-8 L-5 TM L-8 (OLI)
(OLI)
1 - 0.43-0.45 Studi aerosol dan wilayah
Coas tal/aerosol
pesisir
1 2 0.45-0.52 0.45-0.51 Pemetaan batimetri,
Blue membedakan tanah dari
vegetasi dan daun dari
vegetasi konifer.
2 3 0.52-0.60 0.53-0.59 Mempertegas puncak
Green vegetasi untuk menilai
kekuatan vegetasi.
Red 3 4 0.63-0.69 0.64-0.87 membedakan sudut vegetasi

4 5 0.76-0.90 0.85-0.88 Menekankan konten


NIR biomassa dan garis pantai.
5 6 1.55-1.75 1.57-1.65 Mendiskriminasikan kadar
SWIR-1 air tanah dan vegetasi;
menembus awan tipis.
TIR-1 6 10 10.4-12.5 10.60-11.19 Resolusi 100 m pemetaan
TIR-2 suhu dan perhitungan
- 11 - 11.50-12.51
kelembaban tanah.
SWIR-2 7 7 2.08-2.35 2.10-2.29 Peningkatan kadar air tanah
dan vegetasi dan penetrasi
awan tipis.
Panchromatic 8 - 0.50-0.67 Resolusi 15, penajaman
citra
Cirrus 9 - 1.36-1.68 Peningkatan deteksi awan
sirus dan terkontaminasi.
Sumber: USGS 2019

Untuk pemetaan penutupan dan penggunaan lahan data Landsat TM lebih


dipilih daripada data SPOT multispektral karena terdapat saluran infra merah
menengah. Landsat TM adalah satu-satunya satelit non-meteorologi yang
mempunyai saluran inframerah termal. Data termal diperlukan untuk studi proses-
proses energi pada permukaan bumi seperti variabilitas suhu tanaman dalam areal
yang diirigasi.

2.4. Multispektral

Citra multispektral adalah salah satu spasial acquisition yang menangkap data
citra pada frekuensi tertentu di seluruh spektrum elektromagnetik. Citra
multispektral merupakan tipe utama dari gambar yang diperoleh dengan
11

radiometers sensing yang membagi spektrum ke banyak saluran. Multispektral


merupakan kebalikan dari pankromatik, yang mencatat hanya intensitas total radiasi
yang jatuh pada setiap pixel. Biasanya, satelit memiliki tiga atau lebih radiometers.
Masing-masing memperoleh satu gambar digital (dalam penginderaan jauh, yang
disebut pixel) dalam sebuah saluran kecil dari spektrum yang terlihat, mulai dari
0,7 µm sampai 0,4 µm, yang disebut merah-hijau-biru (RGB) masuk dalam panjang
gelombang inframerah 0,7 µm sampai 10 atau lebih µm, diklasifikasikan sebagai
inframerah dekat (NIR), tengah inframerah (MIR) dan infra merah jauh (FIR atau
termal). Dalam kasus Landsat, tujuh adegan terdiri dari tujuh gambar- saluran
multispektral. Pencitraan spektral dengan saluran-saluran lebih banyak, lebih halus
resolusi spektral atau cakupan spektral yang lebih luas dapat disebut ultraspektral
(Samsul dan Taufik, 2014).

2.5. Klasifikasi Citra Multispektral

Klasifikasi adalah proses mengelompokkan piksel-piksel ke dalam kelas-


kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan
(brightness value/BV atau digital number/DN) piksel yang bersangkutan (Jaya,
2002 dalam Bambang, 2006).
Menurut Purwadhi (2001) dalam Bambang (2006), teknik klasifikasi dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu, klasifikasi secara terbimbing (supervised
classification), klasifikasi secara tidak terbimbing (unsupervised classification) dan
klasifikasi pengkelasan hibrida (hybrid classification) dengan menerapkan model
restorasi dan teknik penajaman di dalam klasifikasi.
Purwadhi (2001) dalam Bambang (2006), menyatakan bahwa klasifikasi
tidak terbimbing menggunakan algoritma untuk mengkaji atau menganalisis
sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas
berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang dihasilkan dari
klasifikasi tidak terbimbing adalah kelas spektral. Oleh karena itu, pengelompokan
kelas didasarkan pada nilai alami spektral citra dan identitas nilai spektral tidak
dapat diketahui secara dini. Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi dimana analis
mempunyai sejumlah piksel yang mewakili dari masing-masing kelas atau kategori
12

yang diinginkan. Prototype dari piksel-piksel tersebut sering disebut dengan


training data, sementara kegiatan mengidentifikasinya pada citra dan selanjutnya
digunakan untuk membuat class signature disebut dengan training area. Class
signature (ciri kelas) tersebut akan berbeda-beda tergantung kepada metode yang
digunakan (Jaya, 2002 dalam Bambang, 2006).
Jaya (2002) dalam Bambang (2006), menyatakan bahwa metode
kemungkinan maksimum adalah metode yang paling banyak digunakan dalam
klasifikasi terbimbing, dimana DN pada k saluran untuk setiap kelas mewakili
pengamatan yang bebas (independent), dan populasi yang digambarkan mengikuti
distribusi normal-peubah ganda (multivariate normal distribution). Metoda ini
memerlukan vektor rata-rata sampel multivariate dan matriks ragam-peragam antar
band dari setiap kelas atau kategori.

2.5.1. Terbimbing (Supervised)

Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi dimana analis mempunyai sejumlah


piksel yang mewakili dari masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan.
Prototype dari piksel-piksel tersebut sering disebut dengan training data, sementara
kegiatan mengidentifikasinya pada citra dan selanjutnya digunakan untuk membuat
class signature disebut dengan training area. Class signature (ciri kelas) tersebut
akan berbeda-beda tergantung kepada metode yang digunakan (Jaya, 2002 dalam
Bambang, 2006).
Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode supervised ini
antara lain :
1. Parallelepiped
Klasifikasi parallelepiped menggunakan aturan keputusan sederhana untuk
mengklasifikasikan data multispektral. Batas-batas keputusan merupakan
parallelepiped n-dimensi dalam ruang data gambar. Dimensi ini ditentukan
berdasarkan batas deviasi standar dari rata-rata setiap kelas yang dipilih.
2. Minimum Distance
Teknik jarak minimal menggunakan vektor rata-rata endmember masing-
masing dan menghitung jarak Euclidean dari setiap piksel yang diketahui oleh
13

vektor rata-rata untuk masing-masing kelas. Beberapa piksel memiliki


kemungkinan tidak terklasifikasi jika tidak memenuhi kriteria yang dipilih.
3. Mahalanobis Distance
Klasifikasi Mahalanobis Jarak adalah jarak arah pengklasifikasi sensitif yang
menggunakan statistik untuk masing-masing kelas. Hal ini mirip dengan
klasifikasi Maximum Likelihood, tetapi menganggap semua kovarian kelas
adalah sama dan karenanya merupakan metode yang lebih cepat. Semua piksel
yang diklasifikasikan ke kelas ROI terdekat kecuali pengguna menentukan
ambang batas jarak, dalam hal ini beberapa piksel mungkin tidak ditandai jika
mereka tidak memenuhi ambang batas.
4. Maximum Likelihood
Mengasumsikan bahwa statistik untuk setiap kelas dalam setiap saluran
biasanya didistribusikan dan menghitung probabilitas bahwa suatu piksel
diberikan milik kelas tertentu. Kecuali ambang probabilitas dipilih, semua
piksel diklasifikasikan. Setiap piksel ditugaskan untuk kelas yang memiliki
probabilitas tertinggi (yaitu, maksimum likelihood). Jika probabilitas tertinggi
lebih kecil dari ambang batas yang ditentukan, piksel tetap tidak terklasifikasi.
5. Spektral Angle Mapper
Klasifikasi spektral berbasis fisik yang menggunakan sudut n-dimensi untuk
mencocokkan piksel untuk spektra acuan.
6. Spectral Information Divergence
Informasi Divergence Spectral (SID) adalah metode klasifikasi spektral yang
menggunakan ukuran divergensi untuk mencocokkan piksel untuk spektrum
referensi.Semakin kecil divergensi, semakin besar kemungkinan piksel
serupa.Piksel dengan pengukuran lebih besar dari ambang perbedaan
maksimum yang ditentukan tidak diklasifikasikan.
7. Binary Encoding
Pengkodean biner teknik klasifikasi mengkodekan data dan spektral akhir
anggota menjadi nol dan satu, berdasarkan apakah sebuah saluran jatuh di
bawah atau di atas rata-rata spektrum, masing-masing. Dapat membandingkan
setiap spektrum referensi yang ditandai dengan spektrum data yang diberi sandi
14

dan menghasilkan klasifikasi citra. Semua piksel diklasifikasikan ke


endmember dengan jumlah terbesar dari saluran yang cocok, kecuali jika
ditentukan batas minimum pertandingan, dalam hal ini beberapa piksel
mungkin tidak terklasifikasi jika tidak memenuhi kriteria.
8. Neural Net
Digunakan untuk menerapkan teknik umpan-maju jaringan klasifikasi berlapis
neural.
9. Support Vector Machine
Sistem klasifikasi yang berasal dari teori belajar statistik. Ini memisahkan kelas
dengan permukaan keputusan yang memaksimalkan margin antara kelas.

2.5.2. Tanpa Bimbingan (Unsupervised)

Klasifikasi tidak terbimbing menggunakan algoritma untuk mengkaji atau


menganalisis sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya dalam
sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang
dihasilkan dari klasifikasi tidak terbimbing adalah kelas spektral. Oleh karena itu,
pengelompokan kelas didasarkan pada nilai alami spektral citra dan identitas nilai
spektral tidak dapat diketahui secara dini (Bambang, 2006).
Algoritma yang bisa digunakan untuk menyelesaikan metode ini adalah :
1. K-means
Menggunakan pendekatan analisis kelas yang mengharuskan analis untuk
memilih jumlah kelas yang berlokasi di data, sewenang-wenang ini menempatkan
sejumlah pusat klaster, kemudian iteratif repositions sampai keterpisahan spektral
yang optimal dicapai. Klasifikasi ini juga menggunakan teknik jarak minimum.
Setiap iterasi kalkulasi ulang berarti kelas dan reklasifikasi piksel sehubungan
dengan cara baru. Semua piksel diklasifikasikan ke kelas terdekat kecuali deviasi
standar atau ambang batas jarak yang ditentukan, dalam hal ini beberapa piksel
mungkin unclassified jika mereka tidak memenuhi kriteria yang dipilih. Proses ini
berlanjut sampai jumlah piksel dalam setiap perubahan kelas kurang dari ambang
perubahan piksel yang dipilih atau jumlah maksimum iterasi tercapai.
15

2. Isodata
Isodata (Iterative Self-Organizing Data Analysis Technique), yaitu suatu
algoritma clustering untuk mengklasifikasikan kelas secara merata, dimana setiap
piksel diklasifikasikan ke kelas terdekat. Isodata adalah modifikasi algoritma k-
means clustering dan dikembangkan untuk mengatasi kelemahan k-means.
Algoritma ini mencakup penggabungan kluster jika jarak pemisahnya di ruang fitur
multispektral kurang dari nilai yang ditentukan operator dan aturan untuk
membelah satu cluster menjadi dua kelompok. Metode ini membuat sejumlah besar
melewati dataset sampai hasil yang ditentukan diperoleh. Proses ini dilakukan
berulang-ulang sampai jumlah piksel dalam setiap perubahan kelas kurang dari
ambang perubahan piksel yang dipilih atau jumlah maksimum interaksi yang
ditentukan operator (Dony Kushardono 2017).

2.6. Region of Interest (ROI)

Dalam pengolahan citra, terkadang kita hanya menginginkan pengolahan


hanya pada daerah atau bagian tertentu dari citra. Daerah yang kita inginkan
tersebut disebut dengan Region of Interest (ROI). Proses untuk mendapatkan ROI
salah satunya adalah dengan cara melakukan cropping pada suatu citra. ROI
memegang peran yang sangat penting dengan memfasilitasi penggambaran daerah
yang penting dalam suatu citra. ROI merupakan proses partisi gambar digital ke
beberapa daerah dengan tujuan untuk menyederhanakan ataupun merubah
representasi gambar menjadi sesuatu yang lebih bermakna dan mudah dianalisa.
Pengambilan training sample atau yang sering disebut Region of Interest
(ROI) Pada penelitian ini dilakukan dengan melihat hasil interpretasi citra digital
dan pemantauan hasil survei uji lapangan. Kedua proses tersebut dilakukan guna
untuk mengetahui informasi jumlah dari tutupan lahan yang akan diklasifikasikan.
Satu titik dapat mewakilkan satu jenis tutupan lahan (Jaya, 2010 dalam Sari 2015).
Pengambilan training sample sangat diperlukan karena klasifikasi yang akan
dilakukan adalah klasifikasi terbimbing, yang perlu diperhatikan dalam
pengambilan training sample adalah jumlah dari poligon sampel yang diambil,
minimal 3 poligon untuk setiap jenis tutupan lahan. Dalam satu poligon tersebut
16

minimal terdapat 9 piksel yang yang memiliki kemiripan dan keseragaman warna
dan rona sesuai dengan titik hasil uji lapangan (Lillesand & Kiefer, 1979 dalam
Indrayani, 2017).
Analisis dari informasi statistik yang diperoleh dari lapangan dilakukan
dengan beberapa persyaratan yaitu dalam pemilihan titik objek untuk training
sample harus diambil dalam beberapa piksel dari setiap kategori atau kelas tutupan
lahan dan kemudian ditentukan lokasinya. Training sample harus diambil dari
lokasi yang cukup homogen. Banyak dari saluran yang digunakan plus satu (N+1)
merupakan jumlah dari piksel yang harus diambil dari setiap kategori atau kelas,
teori tersebut terkadang tidak terealisasikan karena pada praktiknya terkadang
jumlah dari piksel yang diambil untuk setiap kelasnya biasa mulai dari 10 sampai
dengan 100 kali dari jumlah saluran yang digunakan (Jaya, 2002 dalam Indrayani,
2017).

2.7. Restorasi Citra

2.7.1. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik citra terkadang dirujuk pula dengan memakai istilah-


istilah pre-processing atau restoration (bersama dengan koreksi geometrik) adalah
suatu koreksi yang perlu diberikan akibat kesalahan atau distorsi yang bersifat
radiometrik pada citra produk perekaman sensor. Fenomena kesalahan radiometrik
ini akan nampak ketika sensor yang terpasang baik pada satelit maupun pesawat
terbang tengah mengamati energi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan
oleh unsur-unsur spasial yang terletak di permukaan bumi. Berdasarkan
pengamatan tersebut, ternyata energi yang terukur oleh sensor di atas tidak sama
betul dengan yang terpancar atau dipantulkan dari objek-objek yang sama
(walaupun dalam jarak-jarak yang relatif dekat). Hal ini kemudian diketahui karena
disebabkan karena perbedaan sudut azimuth dan ketinggian matahari, kondisi
atmosfer, respons sensor sendiri, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, agar
didapatkan data rekaman pantulan energi dari objek yang sangat mendekati
realitasnya, distorsi radiometrik ini perlu dikoreksi. Dengan mengamati faktor-
faktor penyebab di atas, maka koreksi radiometrik secara umum dapat dapat
17

diklasifikasikan ke dalam tiga tipe berikut ini (Prahasta, 2008 dalam Yollanda
2011).
a. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh kondisi atmosfer. Koreksi ini
diberlakukan sebagai akibat berbagai kondisi atmosfer yang menyebabkan
penyerapan dan hamburan radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, radiasi yang
dipantulkan atau dipancarkan oleh suatu objek path-radiance (hamburan
atmosfer) perlu dikoreksi.
b. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh sudut azimuth atau ketinggian
matahari dan topografi. Radiasi sinar matahari direfleksikan dan disebarkan ke
permukaan bumi dengan adanya perbedaan sudut ini, terdapat area-area tampak
lebih terang. Sementara relief topografi dapat dikoreksi dengan menggunakan
parameter sudut antara arah radiasi sinar matahari dan vektor normal permukaan
tanah.
c. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh sensitivitas sensornya. Jika sensor
yang digunakan dari jenis optik, maka area-area yang terletak di pinggiran citra
cenderung bernuansa agak gelap jika dibandingkan dengan area-area yang
terletak di tengah citra. Koreksi pada kondisi dapat dilakukan dengan
menerapkan rumus matematis.

2.7.2. Koreksi Geometrik

Geometrik merupakan posisi geografis yang berhubungan dengan distribusi


keruangan (spatial distribution). Geometrik memuat informasi data yang mengacu
bumi (geo-referenced data), baik secara posisi (sistem koordinat lintang dan bujur)
maupun informasi yang terkandung di 24 dalamnya. Geometrik citra penginderaan
jauh mengalami pergeseran, karena orbit satelit sangat tinggi dan medan pandangan
yang kecil, maka terjadi distorsi geometrik. Kesalahan geometrik citra dapat terjadi
karena posisi dan maupun sikap sensor pada saat satelit mengindera bumi,
kelengkungan dan putaran bumi serta adanya relief atau ketinggian yang berbeda
dari permukaan bumi yang diindera. Akibat dari kesalahan geometrik ini maka
posisi piksel dari data penginderaan jauh satelit tersebut tidak sesuai dengan posisi
18

(lintang dan bujur) yang sebenarnya (Purwadhi dan Sanjoto, 2008 dalam Yollanda
2011).
Pada umumnya setiap piksel kelas atau level yang paling rendahnya, citra
digital (hasil perekaman) sensor-sensor satelit penginderaan jauh hadir dengan
bentuk-bentuk relatif yang sudah benar tetapi dengan aspek geometrik yang belum
akurat (memiliki kesalahan geometrik). Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu, arah lintasan, gerakan lokal satelit dan kelengkungan bumi itu sendiri.
Koreksi geometrik yang dimaksud tidak jarang dirujuk dengan beberapa istilah
yang masing-masing sangat mungkin untuk tidak mudah dibedakan satu sama
lainya. Istilah-istilah tersebut adalah geocoding, registrasi, rektifikasi, reprojection
dan lain sejenisnya. Rektifikasi adalah suatu proses yang mentransformasikan
geometrik (unsur-unsur spasial) citra digitalnya sedemikian rupa sehingga setiap
pikselnya memiliki posisi di dalam sistem koordinat dunia nyata. Ortho-rektifikasi
merujuk pada suatu proses tipe rektifikasi yang lebih akurat dari pada rektifikasi
biasa karena prosesnya juga mempertimbangkan beberapa karakteristik sensor
(kamera) dan platform (satelit atau pesawat terbang) yang digunakan. Proses ortho-
rektifikasi sangat disarankan untuk 25 dilakukan terhadap (citra digital) foto udara.
Sementara registrasi adalah proses yang dilakukan untuk menyesuaikan atau
menyamakan bentuk (aligning) dua citra digital hingga satu sama lainya dapat
overlay untuk kemudian dibandingkan. Sedangkan rotasi adalah proses memutar
orientasi sebuah citra. Reprojection adalah proses yang dilakukan untuk
mentransformasikan citra dari suatu datum dan sistem proyeksi peta ke datum
dalam sistem proyeksi peta yang lain (Prahasta, 2008 dalam Yollanda 2011).

2.7.3. Pemotongan Citra (Cropping)

Cropping image merupakan pemotongan citra yang bertujuan untuk membuat


area of interest, untuk mempertegas fenomena geospasial dan pembahasan pada
daerah kajian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan perencana melakukan analisis
citra dari daerah kajian (Santi, 2011 dalam Catur dkk 2015). Pemotongan citra
dilakukan dengan cara memotong area tertentu yang akan kita amati (area of
19

interest) dalam citra berdasarkan batas administrasi, yang bertujuan untuk


mempermudah analisis citra dan memperkecil ukuran penyimpanan citra.

2.8. Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam
menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta
keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan
dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi
(Aronoff, 1989 dalam Siahaya, 2016). Menurut Prahasta (2005) dalam Siahaya
(2016). SIG merupakan satu kesatuan formal yang terdiri atas berbagai sumberdaya
fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan
bumi. SIG menawarkan berbagai manfaat bagi sistem pengolah citra, tidak hanya
dalam tampilan kartografis ataupun dalam proses analisis spasi lebih lanjut,
melainkan dalam membantu meningkatkan kinerja proses klasifikasi (Danoedoro,
2012 dalam Siahaya, 2016).
Perangkat utama yang dipergunakan untuk menangani data spasial adalah
Sistem Informasi Geografis (Valenzuela, 1991; Zhou 1991 dalam Siahaya, 2016)
disingkat SIG yaitu seperangkat piranti yang mampu untuk mengumpulkan,
menyimpan, memanggil kembali, mentransformasikan dan menayangkan data
spasial dari keadaan senyatanya untuk tujuan tertentu.
Secara umum analisis dengan SIG memiliki dua keistimewaan yaitu: fungsi
analisis spasial (spatial analysis) dan fungsi analisis atribut (Prahasta, 2005 dalam
Siahaya, 2016). Fungsi spatial analysis SIG terdiri dari:
1). Fungsi klasifikasi (reclassification). Fungsi mengklasifikasikan kembali suatu
data spasial atau atribut menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan
kriteria tertentu.
2). Fungsi overlay. Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data
spasial yang menjadi masukannya. Sebagai contoh, bila untuk menghasilkan
wilayah-wilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman tertentu, misalnya padi
diperlukan data ketinggian permukaan bumi, kadar air tanah dan jenis tanah,
20

maka fungsi analisis spasial overlay akan dikenakan terhadap ketiga data
spasial dan atribut tersebut.
3). Fungsi digital image processing (pengolahan citra digital). Fungsi ini dimiliki
oleh perangkat SIG yang berbasis raster.
4). Fungsi jaringan (network),
5). Fungsi buffering,
6). Fungsi 3D-analysis,
7). Fungsi-fungsi spasial lainnya yang umum dan secara rutin digunakan di dalam
SIG.
Charter dan Agtrisari (2003) dalam Siahaya, (2016) mengemukakan bahwa
sehubungan dengan kemampuan tersebut, SIG diharapkan mampu memberikan
beberapa kemudahan sebagai berikut:
1). penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format baku,
revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih mudah,
2). data geospasial dan informasi menjadi lebih mudah dicari, dianalisis dan
direpresentasikan,
3). menjadi produk yang mempunyai nilai tambah,
4). kemampuan menukar data geospasial
5). penghematan waktu dan biaya, dan
6). keputusan yang diambil menjadi lebih baik

2.9. Tutupan Lahan

Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas sejumlah


karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi, dan biologi
dimana batas-batas tertentu dapat mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan
(Faizal, 2014).
Tutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang yang
menutup permukaan lahan). Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara
langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup
dalam tutupan lahan: (1) struktur fisik yang dibangun oleh manusia; (2) fenomena
biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang; (3) tipe
21

pembangunan. Jadi, berdasar pada pengamatan tutupan lahan, diharapkan untuk


dapat menduga kegiatan manusia dan penggunaan lahan. Namun, ada aktivitas
manusia yang tidak dihubungkan secara langsung dengan tipe tutupan lahan, seperti
aktivitas rekreasi (Lo, 1996 dalam Yollanda, 2011).
Masalah-masalah lainnya termasuk penggunaan ganda yang dapat terjadi
secara simultan atau terjadi secara alternatif; penyusunan penggunaan vertikal dan
struktur dan ukuran areal minimum dari pemetaan. Selanjutnya, pemetaan
penggunaan lahan dan tutupan lahan membutuhkan beberapa keputusan bijak harus
dibuat dan peta hasil tidak dapat dihindari mengandung beberapa derajat
digeneralisasi menurut skala dan tujuan aplikasi (Lo, 1996 dalam Yollanda, 2011).

2.10. Deteksi Perubahan Tutupan Lahan

Tutupan lahan adalah kenampakan biofisik pada permukaan bumi yang


diamati yang merupakan hasil pengaturan, aktivitas, dan perilaku manusia yang
dilakukan pada jenis tutupan lahan untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan,
ataupun perawatan pada tutupan lahan tersebut. (Badan Standardisasi Nasional,
2010 dalam Endi dan Reza, 2019).
Tutupan lahan merupakan kondisi fisik bumi yang diamati berdasarkan
keadaan tampak pada permukaan bumi misalnya area vegetasi baik secara alami
(hutan) maupun buatan (kebun), lahan kosong, pemukiman, dan badan air
(Arnanda, 2020). Tutupan lahan menggambarkan bentukan vegetasi alam dan
buatan yang menutup permukaan bumi. Informasi penutupan lahan dapat dikenali
secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh, hal ini memiliki arti
bahwa untuk melihat tutupan lahan maupun perubahan yang terjadi dapat langsung
dilihat melalui penginderaan jauh. Perubahan tutupan lahan merupakan keadaan
suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu
yang berbeda (Lillesand & Kiefer, 1990 dalam Nita Inopianti dan Dede Ramdan,
2016). Perubahan ini dapat dipetakan melalui perbandingan citra pada dua periode
yang berbeda.
Metode deteksi perubahan tutupan lahan dikelompokan menjadi enam
kategori (Lu et al., 2004 dalam Siahaya, 2016) sebagai berikut:
22

1. Aljabar (algebra) metode ini dapat mendeteksi perubahan lebih besar


dibandingkan identifikasi ambang batas (threshold) sebagai karakteristik
umumnya dan dapat menyediakan informasi rinci perubahan. Salah satu
kelemahannya yaitu kesulitan untuk memilih ambang batas yang sesuai untuk
mengidentifikasi areal-areal yang mengalami perubahan. Kategori aljabar
meliputi; image differencing, image regression, vegetation index differencing,
change vector analysis (CVA) background subtraction.
2. Transformasi (transformation), metode ini dapat mengurangi kelebihan
(redudansi) data saluran dan menekan perbedaan komponen informasi yang
diperoleh. Kelemahan metode ini yaitu tidak dapat menyediakan matriks
perubahan rinci dan membutuhkan pemilihan ambang batas untuk identifikasi
areal yang berubah. Metode yang termasuk dalam kategori ini adalah: principal
component analysis (PCA), taselcap atau Kauth-Thomas (KT) transformation,
Gramm-Schmidt (GS) transformation dan square transformation.
3. Klasifikasi (classification), metode ini mendasarkan pada klasifikasi citra,
kualitas dan kuantitas dari data uji (training sampel) krusial untuk
menghasilkan klasifikasi yang baik. Keuntungan metode ini adalah mampu
menyediakan matriks informasi perubahan dan mengurangi dampak eksternal
dari perbedaan faktor atmosfer dan lingkungan atar citra multitemporal.
Kelemahannya adalah menyita waktu dan capaian yang sulit untuk
menghasilkan akurasi klasifikasi yang tinggi sering mengakibatkan deteksi
perubahan menjadi tidak memuaskan, khususnya ketika kualitas yang baik dari
data sampel ujinya tidak tersedia. Metode yang termasuk dalam kategori ini
yaitu: Post classification comparison, expectation-maximization algorithm
(EM) detection, unsupervised change detection, hybrid change detection, dan
artificial neural network (ANN).
4. Model lanjutan (advanced models), metode ini sering mengkonversi nilai
pantulan citra menjadi parameter fisik menjadi model linear atau non linear.
Parameter yang ditransformasi lebih intuitif untuk menginterpretasikan dan
lebih baik untuk mengekstrak informasi vegetasi dibandingkan dengan penanda
spektral. Kerugian metode ini adalah menyita waktu dan proses, sulit
23

membangun model yang sesuai untuk konversi pantulan citra menjadi


parameter biofisik. Metode yang termasuk dalam kategori yaitu: Li-strahler
reflectance models, spectral micturemodels, dan biophysical parameter
estimation models.
5. Pendekatan sistem informasi geografis (GIS approach), metode ini memiliki
kemampuan untuk menggabungkan sumber data yang berbeda ke dalam
aplikasi deteksi perubahan. Meskipun demikian, sumber data berbeda
diasosiasikan dengan data yang berbeda akurasi dan formatnya berdampak pada
hasil deteksi perubahan. Metode yang termasuk dalam kategori ini yaitu:
integrasi SIG dengan penginderaan jauh, dan metode SIG murni.
6. Analisis visual (visual analysis), metode ini memanfaatkan seluruh pengalaman
dan pengetahuan analisis untuk menginterpretasi secara visual. Kelemahan
metode ini adalah menyita waktu, menerapkan deteksi perubahan pada areal
yang besar, pada waktu memperbaharui hasil deteksi perubahan sulit serta suli
menyajikan secara rinci perubahan. Metode yang termasuk dalam kategori ini
yaitu: interpretasi visual citra komposit multitemporal, on-screen digitizing dari
areal yang berubah.
III. METODOLOGI

3.1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat 5 TM


perekaman 13 September 2005 dan citra landsat 8 (OLI) tahun perekaman 14
November 2019, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 50000 lembar
Kepulauan Kei. Alat yang digunakan untuk validasi data lapangan yaitu GPS
(Global Positioning System), alat tulis, kamera dan laptop yang berisi Software
ENVI 5.1, ArcGIS 10.3 dan Microsoft offices yang digunakan sebagai sarana
pengolahan dan interpretasi data digital seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Software yang Digunakan untuk Analisis Digital

No Software Fungsi
1. ArcGIS 10.3 Cropping citra, analisis spasial
2. ENVI 5.1 Koreksi Geometrik, Koreksi Radiometrik dan
Analisis spektral citra
3. Microsoft excel Pengolahan data statistika

3.2. Desain dan Prosedur Penelitian

Penelitian dan uji lapangan dilaksanakan di Pulau Kei Kecil, Kabupaten


Maluku Tenggara Provinsi Maluku yang berlangsung selama dua minggu yakni
sejak tanggal 08 Agustus hingga 21 Agustus 2019. Sebelum dilakukan penelitian
dan uji lapangan, terlebih dahulu dilakukan analisis digital citra satelit Landsat 5
TM tahun 2005 dan citra satelit Landsat 8 (OLI) 2019 selama tiga bulan (bulan
Mei sampai bulan Juli 2019) di Laboratorium Air Photo Interpretation and
Mapping Jurusan, Budidaya Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon.

3.3. Variabel Penelitian

Data citra Landsat Multitemporal (Landsat 5 TM perekaman 13 September


2005 dan citra Landsat 8 (OLI) perekaman 14 November 2019) yang digunakan
dalam penelitian ini bersumber dari USGS (United States Geological Survey), Peta
25

RBI skala 1: 50000 lembar Kepulauan Kei diperoleh dari Tanah


air.Indonesia.go.id.

3.4. Tahap Penelitian

Penelitian ini meliputi beberapa tahap sebagai berikut: 1) tahap persiapan


yang mencangkup pengumpulan data sekunder, 2) tahap pre-processing data citra
digital yang dimaksud adalah koreksi geometrik, koreksi radiometrik dan
pemotongan citra, 3) tahap analisis citra digital citra Landsat 5 TM dan Landsat 8
(OLI) berupa analisis multispektral, 4) Tahap observasi dan uji lapangan, 5) tahap
pengolahan dan analisis perubahan tutupan lahan. Tahapan pelaksanaan penelitian
yang dilakukan disajikan dalam diagram alir seperti pada Gambar 2.

3.4.1. Persiapan

Pada tahap ini dilakukan penelusuran dan pengumpulan pustaka dari jurnal-
jurnal penelitian yang berhubungan dengan masalah penelitian melalui internet,
pengumpulan data sekunder, pencarian dan pengumpulan data citra satelit Landsat
TM tahun 2005 dan Landsat 8 OLI 2019 yang bersumber dari United States
Geological Survey (USGS) serta instalasi aplikasi untuk pengolahan citra digital
dan analisis SIG. Aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ArcGIS 10.3
dan ENVI 5.1.

3.4.2. Tahap Pre-Processing Data Citra

Tahap ini merupakan tahapan pra analisis yang dilakukan terhadap citra
digital yang digunakan yaitu citra satelit Landsat 5 TM path/row 105/64 tahun
perekaman 2005 dan citra Landsat 8 (OLI) path/row 106/64 tahun perekaman 2019
yang diperoleh dari USGS.
Data citra yang digunakan ini perlu digandakan sebelum dilakukan
pengolahan lebih lanjut. Untuk memperoleh informasi yang terkandung di dalam
diperlukan koreksi atau perlakuan sesuai dengan prosedur, seperti restorasi atau
koreksi citra (koreksi radiometrik koreksi geometrik), dan pemotongan (masking)
citra.
26

Gambar 2. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian.

Restorasi atau koreksi citra perlu dilakukannya karena pada saat proses perekaman
citra satelit berlangsung terdapat kesalahan perekaman atau distorsi yang
disebabkan oleh adanya hamburan atmosfer dan kegagalan detektor sehingga perlu
dilakukan koreksi citra untuk meminimalisirkan kesalahan-kesalahan tersebut.
Koreksi atau restorasi tersebut terdiri dari koreksi radiometrik dilakukan untuk
menghilangkan distorsi radiometrik pada citra. Distorsi radiometrik adalah
kesalahan yang terjadi pada intensitas citra yang tercatat. Koreksi geometrik
dilakukan untuk memperbaiki distorsi geometrik sehingga diperoleh citra dengan
sistem proyeksi dan koordinat yang sama. Pemotongan (masking) dilakukan untuk
27

memisahkan daerah atau lokasi penelitian dengan daerah yg bukan lokasi


penelitian, pemotongan citra ini bertujuan untuk memperkecil ruang yang
digunakan dalam perangkat keras selama analisis citra.

a. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan untuk memperbaiki distorsi geometrik


sehingga diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan koordinat yang sama. Koreksi
geometrik menggunakan metode non parametrik atau transformasi berdasarkan
Ground Control Point (GCP) merupakan metode yang memerlukan GCP, yakni
titik-titik yang telah diketahui posisinya dalam sistem koordinat geografis maupun
dalam sistem koordinat peta (Djurdjani dan Kartini, 2004). Formula dalam koreksi
geometrik untuk penggunaan GCP adalah:
x = f1 (X,Y .........(3.1)
y = f2 (X,Y) ..........(3.2)
Keterangan:
(X,Y) = koordinat lama citra (kolom baris)
(X,Y) = koordinat sebenarnya (sistem koordinat)
f1,f2 = fungsi transformasi

penggunaan koordinat 2D dengan persamaan transformasi polynomial (orde 3) titik


GCP yang dihasilkan sebanyak 20 titik. Proses koreksi geometrik bertujuan untuk
mengubah posisi geometrik citra supaya sama dengan posisi geometrik peta, rumus
transformasi polynomial menurut Jensen (1996) sebagai berikut:
Ximg = a0 + Xpeta + a2 Ypeta ........(3.3)
Yimg = b0 + b1Xpeta + b2 Ypeta ........ (3.4)

Keterangan :
Xpeta, Ypeta = posisi objek pada koordinat peta
Ximg,Yimg = posisi objek pada koordinat citra (kolom,baris)
a0 ,a1,a2, b0, b1, b2 = parameter transformasi

Setiap pasang titik koordinat referensi dengan koordinat hasil transformasi


diperoleh selisih yang disebut rectification residual (δ) (Gao 2009 dalam
Lewantaur, 2018) Untuk itu diperlukan perhitungan Root Mean Square Error
(RMSE) dengan menggunakan rumus berikut:
28

RMSE = ∑ = 1( − ) .......(3.5)

Keterangan :
N = jumlah total Ground Control Point (GCP)
Ei dan Ni = koordinat Easting Northing ( XY) dari GCP ke-i. Yang
dihitung menggunakan transformasi f1 dan f2

b. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan distorsi radiometrik


pada citra.Metode yang paling sederhana untuk koreksi radiometrik adalah metode
dark object subtraction (DOS). Jika y adalah nilai spektral setiap piksel dan
kisarannya adalah Ymin-Ymax, maka koreksi radiometrik menggunakan DOS
adalah:
Ykoreksi= Y-Ymin ..........(3.6)

Keterangan :
Y= Nilai spektral setiap piksel

3.4.3. Pemotongan (Cropping)

Bertujuan untuk mendapatkan batasan wilayah atau kawasan yang hendak


dikaji. Pemotongan dilakukan karena umumnya data satu scene citra mencakup
wilayah yang luas, misalnya path/row 105/64 mencakup wilayah Kabupaten
Maluku Tenggara dan Kota Tual. Dalam penelitian ini tidak semua data yang
tercakup dalam scene tersebut kita butuhkan. Sehubungan dengan hal tersebut di
atas maka perlu dilakukan pemotongan citra. Pemotongan citra disamping
bertujuan untuk memperoleh cakupan citra sesuai kebutuhan penelitian, juga untuk
memperkecil kapasitas file yang kita gunakan agar mempercepat proses
pengolahan citra digital.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis Citra Digital

Pada tahap ini akan dilakukan proses interpretasi terhadap citra yang telah
terkoreksi secara radiometrik maupun geometrik yang terdiri dari:
29

1. Analisis citra
Analisis citra dilakukan terhadap citra landsat multitemporal terkoreksi yang
telah dilakukan pemotongan (cropping).
2. Analisis multispektral
Analisis multispektral yaitu melakukan penggabungan saluran dengan metode
pendekatan terbimbing (supervised), menggunakan klasifikasi kelas Region of
Interest (ROI) pada saluran-saluran spektral yang digunakan kemudian
dilakukan klasifikasi maximum likelihood pada beberapa training area (daerah
contoh) sebagai kelas penampakan objek tertentu. Kombinasi saluran yang
digunakan untuk citra Landsat 5 TM 2005 dan citra Landsat 8 (OLI) 2019 dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kombinasi Saluran Yang Digunakan Untuk Citra Landsat 5 TM 2005 dan
Citra Landsat 8 2019 (OLI)
Kombinasi Saluran
No
Citra Landsat 5 TM 2005 Citra Landsat 8 (OLI)
1. Kombinasi 432 Kombinasi 543
2. Kombinasi 321 Kombinasi 432
3. Kombinasi 351 kombinasi 462
4. Kombinasi 543 Kombinasi 654
5. Kombinasi 754 Kombinasi 765

3.5.2. Tahap Uji Lapangan

Uji lapangan dilakukan secara langsung, untuk menguji tingkat kebenaran


hasil analisis digital. Metode pengambilan titik sampel yang digunakan di lapangan
adalah dengan menggunakan GPS (global positioning system) untuk pengambilan
titik koordinat pada tiap area contoh kemudian mencatat tutupan lahan serta
perubahan-perubahan yang terjadi pada lokasi penelitian. Penentuan area contoh
dilakukan untuk mengidentifikasi area contoh yang mewakili setiap kelas
penutupan lahan yang diinginkan dan membangun suatu deskripsi numerik dari
spektral tiap penutupan lahan tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1990 dalam Rizky dan
Thoriq, 2016).
30

3.5.3. Uji Ketelitian

Uji ketelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi
yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta mengukur beberapa titik
(sampel area) yang dipilih dari setiap bentuk penutupan lahan yang homogen.
Besarnya tingkat akurasi akan diperoleh dari hasil uji ketelitian, yang dihitung dari
matriks analisis akurasi dengan formulasi sebagai berikut:

Producer’s accuracy = x 100%


User’s accuracy = x 100%

∑ ∑
Kappa accuracy = x 100%
² ∑


Overall accuracy = × 100%

Keterangan:
N = jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan
R = jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas)
Xkk = jumlah piksel pada kelas bersangkutan (diagonal matriks)
Xkt = ⅀Xij (jumlah semua kolom pada baris baris ke i)
Xtk = ⅀Xij (jumlah semua kolom pada baris ke j).
31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian

4.1.1.1. Letak dan Luas

Penelitian ini dilakukan di Pulau Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara.


Secara administratif daerah penelitian meliputi enam (6) kecamatan yaitu:
Kecamatan Kei Kecil, Kecamatan Kei Kecil Barat, Kecamatan Kei Kecil Timur,
Kecamatan Hoat Sorbay, Kecamatan Manyeuw dan Kecamatan Kei Kecil Timur
Selatan.
Secara geografis daerah penelitian terletak di Pulau Kei Kecil. Secara
astronomis terletak antara 05º30ʹ00ʺ - 06º10ʹ00ʺ Lintang Selatan dan 132º21ʹ00ʺ -
132º51ʹ00ʺ Bujur Timur. Luas daerah penelitian 46549.7 ha.

4.1.1.2. Fisiografi

Fisiografi menggambarkan kenampakan bentangan permukaan bumi pada


suatu kawasan yang luas. Fisiografi terbagi atas tiga kategori yakni fisiografi
dataran, fisiografi perbukitan dan fisiografi pegunungan. Fisiografi dataran
merupakan kawasan dengan ketinggian 0-100 m dari permukaan laut (dpl),
fisiografi perbukitan rendah dengan ketinggian 100-200 m dpl.
Kepulauan Kei Kecil merupakan pulau atol yang terbentuk dari pengangkatan
terumbu karang dan membentuk suatu bentang lahan yang mempunyai bentuk
cembung pada punggung pulau. Berdasarkan kondisi fisiografis daerah kajian
meliputi dataran, depresi dan teras marin dengan relief datar, berombak sampai
bergelombang, sedangkan kemiringan lereng berkisar antara 0-15 persen.

4.1.1.3. Iklim

Secara klimatologis wilayah Kepulauan Kei memiliki pola hujan monsunal


dengan puncak hujan yang terjadi sekitar Desember/Januari (Laimeheriwa, 2014).
Musim hujan umumnya berlangsung dalam periode Desember-Mei dan musim
kemarau umumnya berlangsung dalam periode Juni-November. Bulan April dan
32

Mei merupakan periode transisi (peralihan; pancaroba) dari musim hujan ke musim
kemarau, sedangkan bulan Oktober dan November merupakan periode transisi
(peralihan; pancaroba) dari musim kemarau ke musim hujan.
Beberapa unsur iklim di lokasi penelitian selama periode 1989-2018, yang
dianalisis oleh (Laimeheriwa, 2019 dalam Laporan Akhir Tim Fakultas Pertanian,
2019) berdasarkan Data Klimatologi Stasiun Meteorologi Tual tertera pada
Tabel 4.
Tabel 4. Kondisi Iklim Pulau Kei Kecil
Curah Hari Kelembaban Lama Kecepatan
Suhu Udara (°C)
Bulan Hujan Hujan Udara Penyinaran Angin (knot)
(mm) (hari) Rerata Maks. Min. (%) (%) Rerata Maks
Jan. 410 22 27,3 31,3 24,1 87 49 6 32
Feb. 338 21 27,0 31,2 24,0 86 47 5 35
Mar. 335 20 27,0 31,5 24,0 86 50 5 31
Apr. 307 19 27,1 31,4 24,1 85 52 5 30
Mei 231 18 27,4 31,3 24,3 84 58 5 24
Jum. 201 16 26,6 30,2 24,1 84 50 7 25
Jul. 115 14 26,3 29,8 23,8 84 56 8 26
Agu. 57 10 26,2 30,0 23,5 84 65 8 26
Sep. 59 7 27,0 31,1 23,9 84 69 7 28
Okt. 88 8 27,9 32,4 24,1 82 72 6 24
Nov. 174 13 28,1 32,6 24,2 85 62 4 20
Des. 401 22 27,5 30,0 24,1 86 42 4 24
Thn. 2.716 190 27,1 31,1 24,0 85 56 6 35
Sumber : Stasiun Meteorologi Tual

Pulau Kei Kecil dinyatakan sebagai wilayah beriklim basah atau mirip dengan
daerah humid. Penciri utama iklim di wilayah ini adalah curah hujan yang cukup
tinggi, rata-rata 2.716 mm/tahun. (Tabel 3) Puncak curah hujan (rata-rata 401-410
mm) terjadi dalam bulan Desember-Januari, sedangkan bulan Agustus-September
merupakan bulan terkering dalam setahun dengan rata-rata curah hujan 57-59 mm.
Selama setahun, rata-rata terjadi 190 hari hujan dengan sebaran nilai bulanan mulai
dari yang terendah 7 hari hujan dalam bulan September hingga tertinggi 22 hari
hujan dalam bulan Desember dan Januari.
Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Oldeman (1975) dalam Laimeheriwa
(2014), Pulau Kei Kecil memiliki tipe iklim B2 yang dicirikan oleh jumlah bulan
basah (curah hujan > 200 mm) selama 7 bulan berturut-turut, yaitu Desember - Juni,
dan bulan kering (curah hujan < 100 mm) berlangsung 3 bulan, yaitu Agustus -
33

Oktober dengan panjang periode pertumbuhan 9 bulan; November - Juli. Menurut


sistem klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (1951) dalam Laimeheriwa (2014),
wilayah ini mempunyai tipe iklim C; yaitu daerah agak basah dengan vegetasi hutan
rimba yang dicirikan oleh rata-rata bulan kering (curah hujan < 60 mm) sebesar
2,80 bulan dan rata-rata bulan basah (curah hujan > 100 mm) sebesar 8,37 bulan
dengan nilai Q 33,5%.

4.1.1.4. Penduduk

Jumlah penduduk yang mendiami Pulau Kei Kecil sebanyak 58.293 jiwa yang
tersebar di 6 Kecamatan. Jumlah penduduk yang mendiami Kecamatan Kei Kecil
sebanyak 28.842 jiwa yang terdiri dari 14.199 laki-laki dan 14.643 perempuan. Kei
Kecil Barat sebanyak 5.885 jiwa terdiri dari 2.959 laki-laki dan 2.926 perempuan.
Kecamatan Kei Kecil Timur memiliki Jumlah penduduk 6.637 yang terdiri dari
3.297 laki-laki dan 3.340 perempuan. Kecamatan Hoat Sorbay memiliki jumlah
penduduk 7.367 jiwa yang terdiri dari 3.597 laki-laki dan 3.770 perempuan.
Kecamatan Manyeuw memiliki jumlah penduduk 5.233 jiwa yang terdiri dari
2.607 laki-laki dan 2.626 perempuan dan Kecamatan Kei kecil Timur Selatan
memiliki jumlah penduduk 4.329 jiwa yang terdiri dari 2.112 laki-laki dan 2.217
perempuan. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada setiap
kecamatan di Pulau Kei Kecil disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Penduduk di Pulau Kei Kecil Berdasarkan Jenis Kelamin


No Kecamatan Jenis kelamin Total
Laki-laki Perempuan
1. Kei Kecil 14.199 14.643 28.842
2. Kei Kecil Barat 2.959 2.926 5.885
3. Kei Kecil Timur 3.297 3.340 6.637
4. Hoat Sorbay 3.597 3.770 7.367
5. Manyeuw 2.607 2.626 5.233
6. Kei Kecil Timur Selatan 2.112 2.217 4.329
Sumber:https://malukutenggarakab.bps.go.id/statictable 2016
34

4.1.2. Pre-Processing Citra Landsat

Pada tahap prosesing citra satelit dilakukan beberapa koreksi dan perbaikan
citra agar citra yang digunakan memenuhi kondisi yang ideal dan nilai spektral
pantulan objek dan nilai geometrik citra satelit. Tahap pre-processing citra pada
penelitian ini meliputi: Koreksi radiometrik dan koreksi geometrik.

a. Koreksi radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan distorsi radiometrik


pada citra. Distorsi radiometrik adalah kesalahan yang terjadi pada nilai intensitas
piksel yang tercatat. Citra yang digunakan adalah Citra Landsat 5 TM tahun 2005
dan Citra Landsat 8 (OLI). Hasil koreksi masing-masing citra dapat dilihat pada
Gambar 3-16.

Gambar 3. Citra Landsat 5 TM 2005: a) Sebelum Koreksi Radiometrik;


b); Sesudah Koreksi Radiometrik; c) Nilai Digital Number dan Nilai
Reflektan
35

Gambar 4. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 1: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometric

Gambar 5. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 2: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik
36

Gambar 6. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 3: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik

Gambar 7. Citra Landsat 5 TM 2005 saluran 4: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik
37

Gambar 8. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 5: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik

Gambar 9. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 7: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik
38

Gambar 10. Citra Landsat 8 (OLI) 2019: a) Sebelum Koreksi Radiometrik;


b) Sesudah Koreksi Radiometrik; c) Nilai Digital Number dan
Nilai Reflektan

Gambar 11. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 1: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik
39

Gambar 12. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 2: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik

Gambar 13. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 3: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik
40

Gambar 14. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 4: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik

Gambar 15. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 5: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik
41

Gambar 16. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 7: a) Sebelum Koreksi


Radiometrik ; b) Sesudah Koreksi Radiometrik

b. Koreksi geometrik

Koreksi geometrik dilakukan untuk memperbaiki distorsi geometrik sehingga


diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan koordinat yang sama. Hasil koreksi
radiometrik citra Landsat 5 TM yang dilakukan dengan 20 titik GCP mendapatkan
nilai RMS Error 0.003083 pada Tabel 6. (Tabel RMS error citra Landsat 8 OLI
dapat dilihat pada Lampiran 2). Hasil koreksi geometrik masing-masing citra
Landsat dapat dilihat pada Gambar 17-28.
42

Tabel 6. Nilai RMS Error

Sumber:hasil koreksi geometrik landsat 5 TM

Gambar 17. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 1: a) Sebelum Koreksi Geometrik;


b) Sesudah Koreksi Geometrik
43

Gambar 18. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 2: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik

Gambar 19. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 3: a) Sebelum Koreksi Geometrik;


b) Sesudah Koreksi Geometrik
44

Gambar 20. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 4: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik

Gambar 21. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 5: a) Sebelum Koreksi Geometrik;


b) Sesudah Koreksi Geometrik
45

Gambar 22. Citra Landsat 5 TM 2005 Saluran 7: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik

Gambar 23. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 1: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik
46

Gambar 24. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 2: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik

Gambar 25. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 3: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik
47

Gambar 26. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 3: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik

Gambar 27. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 5: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik
48

Gambar 28. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Saluran 7: a) Sebelum Koreksi


Geometrik; b) Sesudah Koreksi Geometrik

4.1.3. Analisis Digital Citra Landsat (Image Processing)

Analisis digital citra Landsat (Image Processing) yang dimaksud dalam


penelitian ini berhubungan dengan klasifikasi multispektral dan analisis SIG.

a. Klasifikasi Multispektral

Klasifikasi multispektral merupakan algoritma yang diterapkan pada piksel


citra untuk mengkelaskan piksel-piksel tersebut ke dalam kelas-kelas yang seragam
berdasarkan kriteria tertentu. Asumsi yang dibangun dan yang menjadi awal bahwa
piksel-piksel yang diklasifikasikan merupakan suatu objek yang sama. Tujuan dari
klasifikasi multispektral ini adalah mengelompokkan objek-objek yang sama
berdasarkan nilai piksel sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut. Klasifikasi
yang dilakukan adalah dengan menggunakan parameter yang menjadi acuan yaitu
Region of Interest (ROI). Dalam penelitian ini karena membedakan beberapa objek
yang menjadi pokok analisis adalah pemukiman, hutan, tubuh air, semak dan
tegalan, lahan terbuka. Klasifikasi yang digunakan menggunakan klasifikasi
maximum likelihood. Dasar perhitungan yang digunakan oleh algoritma maximum
likelihood yaitu probabilitas. Nilai probabilitas diberikan untuk setiap kelas dengan
mengasumsikan objek homogen akan menggambarkan histogram dengan yang
49

berdistribusi normal. Nilai–nilai piksel dikelaskan berdasarkan ukuran, orientasi,


bentuk pada feature space (Danoedoro, 2012 dalam Alfian 2018). Perbandingan
antara hasil komposit citra Landsat 5 TM (komposit 432, 321, 531, 543 dan 754)
dan hasil komposit citra Landsat 8 (OLI) (komposit 543, 432, 654, 642 dan 765)
dengan hasil klasifikasi maximum likelihood secara terbimbing (supervised) pada
citra komposit di atas, dapat dilihat pada Gambar 28-37 dan ROI-nya (Region of
Interest) dapat dilihat pada Tabel 7 - 16.

Gambar 29. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 432: a) Sebelum Klasifikasi


Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 7. Hasil ROI (Region of Interest) 432

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 432) citra landsat 5 TM 2005


50

Gambar 30. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 321: a) Sebelum Klasifikasi


Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 8. Hasil ROI (Region of Interest) 321

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 321) citra landsat 5 TM 2005


51

Gambar 31. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 531: a) Sebelum Klasifikasi


Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 9. Hasil ROI (Region of Interest) 531

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 531) citra landsat 5 TM 2005


52

Gambar 32. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 543: a) Sebelum Klasifikasi


Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 10. Hasil ROI (Region of Interest) 543

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 543) citra landsat 5 TM 2005


53

Gambar 33. Citra Landsat 5 TM 2005 Kombinasi 754: a) Sebelum Klasifikasi


Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 11. Hasil ROI (Region of Interest) 754

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 754) citra landsat 5 TM 2005


54

Gambar 34. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 543: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 12. Hasil ROI (Region Of Interest) 543

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 543) citra Landsat 8 (OLI) 2019
55

Gambar 35. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 432: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 13. Hasil ROI (Region Of Interest) 432

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 432) citra Landsat 8 (OLI) 2019
56

Gambar 36. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 642: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 14. Hasil ROI (Region Of Interest) 642

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 642) citra Landsat 8 (OLI) 2019
57

Gambar 37. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 654: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 15. Hasil ROI (Region Of Interest) 654

Sumber hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 654) citra Landsat 8 (OLI) 2019
58

Gambar 38. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 765: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral

Tabel 16. Hasil ROI (Region Of Interest) 765

Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 765) citra Landsat 8 (OLI) 2019
59

59
Gambar 39. Peta Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2005
60

60
Gambar 40. Peta Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2019
61

61
Gambar 41. Peta Perubahan Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2005 dan 2019
62

4.2. Pembahasan

4.2.1. Kombinasi Saluran citra Landsat 5 TM dan Citra Landsat 8 (OLI)

Kombinasi 321/432

Kombinasi ini merupakan warna natural sehingga merupakan pendekatan


terbaik untuk melihat realitas lanskap. Saluran merah mendeteksi penyerapan
klorofil, saluran hijau mendeteksi reflektan hijau dari vegetasi dan saluran biru
cocok untuk penetrasi air, pada perairan jernih bisa masuk sekitar 25 meter, dengan
kata lain kita bisa juga mendeteksi transportasi sedimen di perairan. Saluran hijau
juga membedakan tanah dan vegetasi serta tipe tipe hutan.

Kombinasi 432/543

Tipikal kombinasi komposit false color seperti di foto udara. Saluran merah
mendeteksi puncak pantulan dari vegetasi, juga membedakan tipe vegetasi,selain
itu membedakan tanah dan perairan, saluran hijau membedakan tanah dan vegetasi
serta tipe tipe hutan dan saluran biru cocok untuk penetrasi air, pada perairan
jernih bisa masuk sekitar 25 meter, dengan kata lain kita bisa juga mendeteksi
transportasi sedimen di perairan. Kombinasi ini menampilkan vegetasi berwarna
merah, merah yang lebih terang menandakan vegetasi yang lebih dewasa. Tanah
dengan sedikit atau tanpa vegetasi antara putih (pasir atau garam) sampai hijau atau
coklat tergantung kelembaban dan kandungan organik. Air nampak biru, perairan
jernih akan terlihat biru gelap atau hitam sedangkan perairan dangkal atau air
dengan konsentrasi sedimen tinggi akan tampak biru muda. Area permukiman
berwarna biru kecoklatan.

Kombinasi 543/654

Kombinasi ini memberikan pengguna banyak informasi dan kontras warna.


Vegetasi sehat berwarna hijau terang, dan tanah berwarna ungu muda. Kombinasi
ini menggunakan saluran infrared yang memberikan kita informasi agrikultur.
Saluran merah memberikan informasi mengenai akumulasi biomassa vegetasi,
identifikasi jenis tanaman dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman, serta
63

lahan dan air. Kombinasi ini memberikan kita informasi berguna mengenai
vegetasi, dan banyak digunakan pada aplikasi manajemen kayu dan serangan hama.

Kombinasi 531/642

Kombinasi ini memperlihatkan tekstur topografi sedangkan kombinasi 7.3.1


dapat membedakan jenis batuan.

Kombinasi 754/764

Kombinasi ini tidak melibatkan saluran visibel, memberikan kita penetrasi


atmosfer yang terbaik. Saluran 7 (Short-Wave infrared SWIR 2) semakin sensitif
terhadap radiasi memancarkan sehingga memungkinkan untuk mendeteksi sumber
panas dengan saluran ini. Saluran Inframerah gelombang pendek (Short-Wave
Infrared SWIR 1) sensitif terhadap variasi kadar air, untuk vegetasi berdaun hijau
serta kelembaban tanah. Saluran ini memiliki daya serap air sangat tinggi, sehingga
memungkinkan deteksi air lapisan tipis sangat kurang dari 1 cm. Spesifikasi saluran
red memberikan informasi mengenai akumulasi biomassa vegetasi, identifikasi
jenis tanaman, dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman, serta lahan dan
air. Bintik-bintik hijau menunjukkan vegetasi dan air tampak gelap biru atau hitam.
daerah perkotaan juga akan biru tua atau merah muda.
Pesisir dan garis pantai terdefinisikan dengan baik. Dapat digunakan untuk mencari
karakteristik tekstural dan kelembaban tanah. Vegetasi terlihat biru, Jika
berkeinginan untuk melihat vegetasi sebagai hijau maka kombinasi 7.4.5 dapat
sebagai pengganti. Kombinasi ini dapat berguna untuk studi geologi. (Lampiran 3
menunjukkan luas tutupan lahan pada setiap kombinasi citra multispektral yang
digunakan).

4.2.2. Kombinasi Saluran Terbaik

Penyajian data citra multispektral dilakukan Klasifikasi yang menggunakan


parameter yang menjadi acuan yaitu Region of Interest (ROI). Dalam penelitian ini
karena membedakan beberapa objek yang menjadi pokok analisis yaitu
pemukiman, hutan sekunder, tubuh air, semak dan, lahan terbuka maka klasifikasi
yang digunakan adalah klasifikasi maximum likelihood. Dasar perhitungan yang
64

digunakan oleh algoritma maximum likelihood yaitu probabilitas. Nilai probabilitas


diberikan untuk setiap kelas dengan mengasumsikan objek homogen akan
menggambarkan histogram dengan yang berdistribusi normal. Kombinasi saluran
terbaik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kombinasi saluran 432 untuk
citra Landsat 5 TM didukung oleh hasil penelitian Sri Malahayati et al., (2018) dan
kombinasi 543 untuk citra Landsat 8 (OLI) didukung oleh hasil penelitian Melania
dan Jajang (2019). Kedua Kombinasi ini merupakan Tipikal komposit false color
seperti di foto udara. Saluran merah mendeteksi puncak pantulan dari vegetasi, juga
membedakan tipe vegetasi, selain itu membedakan tanah dan perairan, saluran hijau
membedakan tanah dan vegetasi serta tipe tipe hutan dan saluran biru cocok untuk
penetrasi air, pada perairan jernih bisa masuk sekitar 25 meter, dengan kata lain kita
bisa juga mendeteksi transportasi sedimen di perairan. Kombinasi ini menampilkan
vegetasi berwarna merah, Merah yang lebih terang menandakan vegetasi yang lebih
dewasa. Tanah dengan sedikit atau tanpa vegetasi antara putih (pasir atau garam)
sampai hijau atau coklat tergantung kelembaban dan kandungan organik. Air
tampak biru, perairan jernih akan terlihat biru gelap atau hitam sedangkan perairan
dangkal atau air dengan konsentrasi sedimen tinggi akan tampak biru muda. Area
permukiman berwarna biru kecoklatan.

4.2.3. Klasifikasi Tutupan Lahan

Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan citra Landsat 5 TM tahun 2005


menggunakan kombinasi saluran 432, terdapat 6 kelas tutupan lahan di Pulau Kei
Kecil Kabupaten Maluku Tenggara yaitu: Pemukiman, Hutan Sekunder, Tubuh
Air, Semak, Kebun Campuran dan Lahan Terbuka. Berdasarkan interpretasi citra
landsat 5 TM yang disajikan pada Tabel 17. menunjukkan bahwa pada tahun 2005
kelas tutupan lahan kebun campuran, hutan sekunder dan semak merupakan kelas
tutupan lahan yang memiliki luas terbesar. Tutupan lahan kebun campuran seluas
13574.6 ha, tutupan lahan hutan seluas 12554.2 ha, dan tutupan lahan semak seluas
12981.1 ha. Sedangkan untuk tutupan lahan terkecil pada tahun 2005 adalah lahan
terbuka seluas 472.8 ha dan tutupan lahan tubuh air seluas 25.6 ha.
65

Tabel. 17. Data Tutupan Lahan Tahun 2005


Kelas Citra Landsat 5 TM
Tutupan lahan Luas
(Ha) %
Pemukiman 5063.0 10.88
Hutan Sekunder 12554.2 26.97
Tubuh Air 25.6 0.06
Semak 12981.1 27.89
Kebun Campuran 13574.6 29.16
Lahan Terbuka 472.8 1.02
Awan 1875.0 4.03
Jumlah 46548.3 100.00
Sumber: Hasil Analisis Peta Tutupan Lahan Tahun 2005

Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 8 (OLI) tahun 2019 menggunakan


kombinasi saluran 543 untuk klasifikasi tutupan lahan dan pengamatan objek-objek
tutupan lahan di Pulau Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara maka kelas tutupan
lahan tersebut terdiri dari 6 kelas tutupan lahan yaitu: Pemukiman, Hutan Sekunder,
Tubuh air, Semak, Kebun campuran dan Lahan terbuka. Hasil klasifikasi tutupan
lahan tahun 2019 berdasarkan interpretasi citra landsat 8 (OLI) yang disajikan pada
Tabel 18. menunjukkan bahwa pada tahun 2019 ada dua kelas tutupan lahan yang
berkembang sangat pesat yaitu tutupan lahan pemukiman dan semak tutupan lahan
pemukiman seluas 16164.5 ha dan tutupan lahan semak seluas 16185.7 ha. Kelas
tutupan lahan terkecil adalah Tubuh air seluas 23.9 ha. Data tutupan lahan tahun
2019 dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Data Tutupan Lahan Tahun 2019

Landsat 8 (OLI) 2019


Kelas Tutupan lahan Luas
(Ha) %
Pemukiman 16164.5 34.73
Hutan Sekunder 4907.7 10.73
Tubuh Air 23.9 0.05
Semak 16185.7 34.77
Kebun Campuran 6782.4 14.57
Lahan Terbuka 888.1 1.91
Awan 1597.4 3.43
Jumlah 46549.7 100.00
Sumber: Hasil Analisis Peta Tutupan Lahan 2019
66

4.2.4. Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Tutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan


yang ada dipermukaan bumi. Sedangkan perubahan tutupan lahan adalah keadaan
suatu lahan yang mengalami perubahan pada waktu berbeda. Perubahan tutupan
sebagai suatu proses perubahan dari tutupan sebelumnya ke tutupan lainnya yang
dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan bentuk konsekuensi
logis adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi
masyarakat yang sedang berkembang. Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan
berdasarkan matriks perubahan. Bentuk matriks ini dapat memberikan informasi
luas dan bentuk perubahan dari suatu kelas tutupan lahan tertentu menjadi kelas
tutupan lahan lainnya serta kesalahan dalam analisis perubahan tutupan. Hasil
klasifikasi tutupan lahan di Pulau Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara
menghasilkan data luasan masing-masing kelas yang dapat diperbandingkan
terhadap waktu liputan citranya. Data perubahan tutupan lahan tahun 2005 dan
2019 dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Data Perubahan Tutupan lahan Tahun 2005 dan 2019
Kelas Luas (Ha) Luas (Ha) Luas Perubahan
Tutupan Lahan 2005 2019 (Ha)
Pemukiman 5063.0 16164.5 + 11100.5
Hutan Sekunder 12554.2 4907.7 - 7646.5
Tubuh Air 25.6 23.9 - 1.8
Semak 12981.1 16185.7 + 3204.6
Kebun Campuran 13574.6 6782.4 - 6792.2
Lahan Terbuka 472.8 888.1 + 415.4
-
Awan 1875.0 1597.4 2768.6
Jumlah 46548.3 46549.7 + 1.4
Keterangan: + (Penambahan); - (Pengurangan)
Sumber: Hasil Analisis Peta Tutupan Lahan Tahun 2005 dan 2019.

Dalam penelitian ini tutupan lahan dibedakan ke dalam 6 (enam) kelas yaitu
Pemukiman, Hutan sekunder, Tubuh air, Semak, Kebun campuran dan Lahan
terbuka (Tabel 19). Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa selama periode tahun
2005-2019 terdapat 3 (tiga) jenis tutupan lahan yang mengalami penurunan luas
(hutan sekunder, tubuh air, dan kebun campuran) dan 3 (tiga) jenis tutupan lahan
67

mengalami peningkatan luas (permukiman, semak dan lahan terbuka). Penurunan


luasan terbesar berturut-turut sebagai berikut: hutan sekunder seluas -7646.5 ha,
Kebun campuran seluas -6792.2 ha dan Tubuh air seluas -1.8 ha.
Penambahan luasan terbesar berturut-turut sebagai berikut: Pemukiman
seluas 11100.5 ha, Semak seluas 3204.6 ha, Lahan terbuka seluas 415.4 ha.
Perubahan tutupan lahan ini disebabkan karena adanya pengalihan pemanfaatan
lahan selama tahun 2005-2019. Pengalihan pemanfaatan lahan umumnya terjadi
terhadap hutan sekunder, kebun campuran dan tubuh air. yang beralih ke
pemukiman, semak, dan lahan terbuka.
Penurunan luasan tutupan lahan hutan sekunder seluas -7646.5 ha terjadi
akibat adanya pengalihan fungsi lahan menjadi tutupan lahan semak seluas 3608.2
ha, kebun campuran seluas 3143.2 ha pemukiman seluas 1698.6 ha, Lahan terbuka
seluas 42.3 ha.
Penurunan luasan tutupan lahan kebun campuran seluas -6770.1 ha
disebabkan karena terjadi pengalihan fungsi lahan kebun campuran menjadi kelas
tutupan lahan semak seluas 6275.0 ha, pemukiman seluas 3464,2 ha, hutan
sekunder seluas 755.2 ha, lahan terbuka seluas 120.4 ha. Penurunan luasan pada
tubuh air terjadi karena pada tutupan lahan tubuh air terdapat tumbuhan air seperti
hydrilla, eceng gondok dan tumbuhan air lainnya sehingga citra satelit mendeteksi
itu sebagai kelas tutupan lahan semak.
Penambahan luasan terbesar terjadi pada tutupan lahan pemukiman, pada
tahun 2005 seluas 5063.0 ha menjadi 16164.5 ha pada tahun 2019 (Tabel 4.16).
Penambahan luasan pemukiman ini merupakan pengalihan dari beberapa jenis
tutupan lahan, yaitu semak seluas 6091.5 ha, kebun campuran seluas 3477.6 ha,
hutan sekunder seluas 1699.1 ha dan lahan terbuka seluas 340.7 ha.
Penambahan luasan pada tutupan lahan semak pada tahun 2005 seluas
12975.3 ha menjadi 16185.7 ha tahun 2019. Penambahan luasan ini diakibatkan
karena adanya pengalihan fungsi lahan dari beberapa jenis tutupan lahan yaitu
kebun campuran seluas 6287.7 ha, hutan sekunder seluas 3608.2 ha pemukiman
739.2 ha, tubuh air seluas 1.5 ha, dan lahan terbuka seluas 71.8 ha.
68

Penambahan luas tutupan lahan lahan terbuka dari 472.8 ha, pada tahun 2005
menjadi 888.1 ha tahun 2019 penambahan ini terjadi karena adanya pengalihan
fungsi lahan dari beberapa jenis tutupan lahan yaitu semak seluas 457.8 ha,
pemukiman seluas 199.1 ha, kebun campuran seluas 120.4 ha dan hutan sekunder
seluas 42.3 ha. Luas pengalihan fungsi tutupan lahan dari tahun 2005 - 2019 dapat
dilihat pada Tabel 19.
Hasil ini didukung oleh pendapat As-Syakur (2009) yang mengemukakan
bahwa tutupan lahan berupa pertanian dan lahan hutan cenderung mengalami
penurunan luas pada selang waktu tertentu. Sedangkan pada tutupan lahan berupa
pemukiman maupun lahan terbuka dan semak mengalami pertambahan luas lahan
pada selang waktu yang sama.

Tabel 20. Perubahan Tutupan Lahan tahun 2005 - 2019

No Perubahan Tutupan Lahan


Tahun 2005 Tahun 2019 Ha
1 Hutan sekunder Pemukiman 1699.1
2. Hutan sekunder Semak 3608.2
3. Hutan sekunder Kebun campuran 3143.2
4. Hutan sekunder Lahan terbuka 42.3
5. Tubuh air Semak 1.5
6. Semak Pemukiman 6091.5
7. Semak Hutan sekunder 313.5
8. Semak Tubuh air 0.7
9. Semak Kebun campuran 713.6
10. Semak Lahan terbuka 457.8
11. Kebun campuran Pemukiman 3477.6
12. Kebun campuran Hutan sekunder 755.2
13. Kebun campuran Semak 6287.7
14. Kebun campuran Lahan terbuka 120.4
15. Lahan terbuka Pemukiman 340.8
16. Lahan terbuka Hutan sekunder 0.9
17. Lahan terbuka Semak 71.8
18. Lahan terbuka Kebun campuran 2.6
Sumber: Hasil overlay Peta Tutupan Lahan 2005 dan Peta Tutupan Lahan 2019
69

4.2.5. Uji Ketelitian

Pengujian akurasi hasil interpretasi dilakukan dengan data referensi maupun


hasil pengecekan lapangan. Akurasi hasil interpretasi dianalisis menggunakan suatu
matrik kontingensi (Confusion matrix), yaitu suatu matrik bujur sangkar yang
membuat sejumlah piksel yang diklasifikasi. Matriks hasil evaluasi akurasi untuk
tutupan lahan tahun 2005 disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Matriks Konfusion Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2005

Hasil Total User Comision


Interpretasi PM HS TA SM KC LT A Baris Acc Error (%)
Citra (%)
PM 306 26 8 340 90 10
HS 496 19 515 96 3
TS 439 439 100 0
SM 431 25 1 381 94 5
KC 5 2 374 414 98 1
LT 48 48 100 0
A 26 328 354 92 7
Total kolom 332 501 439 459 415 49 336 2538
Producer 92 99 100 93 89 97 97
Acc (%)
Overal Acc 95
(%)
Kappa 0.95
(%)
Keterangan : PM (Pemukiman), HS (Hutan sekunder), SM (Semak), KC (Kebun campuran), LT
(Lahan terbuka), A (Awan).
Sumber: Hasil Analisis Citra Landsat 5 TM tahun 2005.

Tabel 21 menunjukkan nilai Overall accuracy sebesar 95% dan nilai Kappa
sebesar 0.95%. Hal ini menunjukkan bahwa piksel-piksel dalam area contoh telah
terkelaskan dengan baik, dengan tingkat akurasi ≤ 85% (Lillesand dan Kiefer, 1990
dalam Zulkarnain et al., 2015). Evaluasi akurasi hasil interpretasi dilakukan dengan
menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix), dimana matriks ini
membandingkan informasi dari citra hasil klasifikasi pada sejumlah area yang
terpilih. Matriks hasil evaluasi akurasi untuk tutupan lahan tahun 2019 disajikan
pada Tabel 22.
70

Tabel 22. Matriks Konfusion Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2019
Hasil Total User Comision
Interpretasi PM HS TA SM KC LT A Baris Acc Error
Citra
PM 163 2 1 4 5 175 93 6
HS 278 284 97 2
TA 2 76 1 78 97 2
SM 2 105 208 98 1
KC 1 104 104 100 0
LT 1 34 35 97 2
A 73 74 98 1
Total kolom 167 278 80 105 105 39 78 958
Producer Acc 97 100 95 100 73 87 93
(%)
Overal Acc 97
(%)
Kappa 0.96
(%)
Keterangan : PM (Pemukiman), HS (Hutan sekunder), SM (Semak), KC (Kebun campuran), LT
(Lahan terbuka), A (Awan).
Sumber: Hasil analisis citra Landsat 8 (OLI) tahun 2019.

Hasil evaluasi akurasi citra Landsat 8 tahun 2019 menghasilkan nilai Overall
accuracy sebesar 97% dan nilai Kappa sebesar 0.96%. Hal ini menunjukkan bahwa
piksel-piksel dalam area contoh telah terkelaskan dengan baik, dengan tingkat
akurasi ≤ 85% (Lillesand dan Kiefer, 1990 dalam Zulkarnain et al., 2015).
Kesalahan klasifikasi untuk kelas-kelas tersebut dapat terjadi karena kondisi citra
yang digunakan, seperti adanya kesamaan reflektansi dari piksel- piksel seperti
yang terjadi pada pemukiman, lahan terbuka dan tubuh air. Faktor lain yang
menyebabkan kesalahan klasifikasi adalah adanya perbedaan kondisi atmosfer,
perubahan kadar air dan perbedaan sudut matahari. Perbedaan kondisi ini terjadi
karena perbedaan tanggal waktu perekaman dari kedua citra.
71

BAB V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil klasifikasi tutupan lahan di Pulau Kei Kecil Kabupaten Maluku


Tenggara tahun 2005 terdapat 6 kelas tutupan lahan yaitu pemukiman
seluas 5063.0 ha (10.88%), hutan sekunder seluas 12554.2 ha (26.97%),
tubuh air seluas 25,6 ha (0.06%), semak seluas 12981.1 ha (27.89%), kebun
campuran seluas 13574.6 ha (29.16%) dan lahan terbuka seluas 472.8 ha
(1.02%) tahun 2019 terdapat 6 kelas tutupan lahan yaitu Pemukiman seluas
16164.5 ha (34.73%), hutan sekunder seluas 4907.7 ha (10.73%), tubuh air
seluas 23.9 ha (0.05%), semak seluas 16185.7 ha (34.77 %), kebun
campuran seluas 6782.4 ha (14.57%), lahan terbuka seluas 888.1 ha
(1.91%).
2. Analisis perubahan tutupan lahan pada kurun waktu 2005-2019 terdapat 3
(tiga) jenis tutupan lahan yang mengalami penurunan luasan yaitu kelas
tutupan lahan Hutan sekunder, kebun campuran, Tubuh air dan 3 (tiga) kelas
tutupan lahan yang mengalami penambahan luasan yaitu kelas tutupan lahan
pemukiman, lahan terbuka, dan semak.
3. Hasil uji akurasi di Pulau Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara pada
tahun 2005 memiliki nilai overall accuracy 95% dan nilai kappa accuracy
0.95%, sedangkan untuk tahun 2019 memiliki nilai overall accuracy 97%
dan nilai kappa 0.96% dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa adanya
kesesuaian antara hasil klasifikasi citra dan keadaan sebenarnya di lapangan.

5.2 Saran

Penelitian ini menggunakan metode multispektral, maka disarankan agar


dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode analisis citra digital
lainnya seperti Object Based Image Analisis (OBIA), Optimum Index Factor
(OIF) atau yang lainnya.
72

DAFTAR PUSTAKA

Alfian Hedy Ramdhan, 2018. Analisis Digital Citra Landsat untuk Identifikasi
Perubahan Lahan Terbangun Akibat Pengembangan Jalur Jalan Lintas
Selatan Jawa di Sebagian Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta Terbangun.
Arnanda Mahebi. W., 2020. Aplikasih Citra Sentinel-2A untuk Pemetaan Tutupan
Lahan di Kabupaten Jember. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember.
As-Syakur, A. R. I. W. Suarna, I.W. Sandi Adnyana, I. W. Rusna, I. A Alit
Laksmiwati, I.W. Diara, 2009. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di
DAS Badung. Jurnal Bumi Lestari. 10 (2), 200-208.
Bambang Syaeful Hadi, 2019. Penginderaan Jauh Pengantar Ke Arah
Pembelajaran Berpikir Spasial. Fakultas Teknik Universitas Yogyakarta.
Bambang Setiyono, 2006. Deteksi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra
Satelit Landsat ETM+ di Daerah Aliran Sungai (DAS) Juwana Jawa
Tengah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Daud Yusuf dan Ahmad syamsul Rijal, 2011. Buku Ajar Penginderaan Jauh.
Program Studi Pendidikan Geografi.
Djurdjani dan Kartini, 2004. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Teknik
Geodesi UGM.
Dony Kushardono, 2017. Buku Klasifikasi digital pada penginderaan jauh.
Jakarta: Penerbit IPB Press.
Endi Hari Purwanto dan Reza Lukiawan, 2019. Parameter Teknis dalam Usulan
Standar Pengolahan Penginderaan Jauh Metode Klasifikasi Terbimbing.
Jurnal Standarisasi Vol. 21 No. 1 Hal 67-78.
Faisal M., 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan untuk Permukiman dan
Industri Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). IKIP
Veteran Semarang.
H.T.T. Nguyen, T. A. Pham, M. T. Doan, P. T. X. Tran, 2020. Land Use/Land
Cover Change Prediction Using Multi-Temporal Satellite Imagery and
Multi-Layer Perception Markov .Tay Nguyen University.
Indrayani J., 2017. Perbandingan Metode Klasifikasi Maximum Likelihood dan
Minimum Distance Pada Pemetaan Tutupan Lahan di Kota Langsa.
Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.
Inopianti Nita dan Dede Ramdan, 2016. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis
(SIG) dan Penginderaan Jauh dalam Pemetaan Tutupan Lahan di
Kabupaten Banjar Negara. Institut Pertanian Bogor.
73

Ikram R., 2012. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Dengan Pemanfaatan Citra
Landsat di Kabupaten Bantul Tahun 2001, 2004 dan 2012. Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Iskandar Fauzi M., Awaludin dan Bambang Darmo Yuwono, 2016. Analisis
Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang/wilayah di
Kecamatan Kutoarjo Menggunakan Sistem Informasi Geografis Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
Laimeheriwa S., 2014. Analisis Tren Perubahan Curah Hujan pada Tiga Wilayah
dengan Pola Hujan Berbeda di Provinsi Maluku. Jurnal Budidaya
Pertanian 10(02):71-78.
Lillesand. T. M. And R.W. Kiefer, And J.W.Chipman, 2004. Remote Sensing and
Image Interpretation. (The 5th edition). Jhon Wiley & Sons, Inc. New
York.
Melania Swetika. R dan Jajang Susatya, 2019. Pemanfaatan Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Ruang Terbuka Hijau
di Kabupaten Klaten. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nuryahya A., 2015. Analisis Tutupan dan Penggunaan Lahan. Institut Pertanian
Bogor.
Purwanto Ajun, 2014. Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis untuk Pemantauan Perubahan Penggunaan lahan di
Lingkungan Kampus 2 STKIP-PGRI Pontianak Tahun 2003-2011.
Jurnal Edukasi. Vol 12 No. 1 Juni 2014.
Rizky Mulyo Sampurno dan Ahmad Thoriq, 2016. Klasifikasi Tutupan Lahan
Menggunakan Citra Landsat 8 (OLI) di Kabupaten Sumedang.
Samsul Arifin dan Taufik Hidayat, 2014. Kajian kriteria Standar pengolahan
klasifikasi visual berbasis data inderaja multispektral untuk informasi
spasial tutupan lahan. Seminar Nasional Penginderaan, LAPAN.
Sari Eka, 2015. Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten
Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka.
Institut Pertanian Bogor.
Siahaya.W. A., 2016. Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan
Penutup Bentik Dasar Perairan Pesisir Pulau Kecil Berdasarkan Citra
Satelit Resolusi Menengah (studi kasus empat belas DAS yang bermuara
di Teluk Ambon). Disertasi S3 Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Sri Malahayati Yusuf, Kukuh Murtilaksono dan Yuli Suharnoto, 2018. Analisis
dan Prediksi Perubahan Tutupan Lahan di DAS Citarum Hulu. Tesis.
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Thoha, 2008. Karakteristik Citra Satelit. Sumatera Utara. Universitas Sumatera
Utara.
74

Tim Fakultas Pertanian Unpatti., 2019. Penelitian dan Pengembangan


Perwilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agroekologi (Zae)
di Dataran Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku.
Laporan Penelitian: Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Dengan Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura Ambon.
Udhi Catur, Susanto, Dipo Yudhatama, dan Mukhoriyah, 2015. Identifikasi Lahan
Tambang Timah Menggunakan Metode Klasifikasi Terbimbing
Maximum Likelihood pada Citra Landsat 8. Majalah Ilmiah Globë Vol
17 No. 1 Juni 2015: 009 – 015.
USGS., 2019. Landsat 8 (L8) Data Users Handbook Version 5.0. Department of
the Interior U.S. Geological Survey. https://prd-wret.s3-us-west-
2.amazonaws.com/assets/palladium/production/atoms/files/LSDS-
1574_L8_Data_Users_Handbook-v5.0.pdf
Wijaya. N., 2015. Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan dengan Citra Landsat
dan Sistem Informasi Geografis: Studi Kasus di Wilayah Metropolitan
Bandung, Indonesia. Geoplanning: Journal of Geomatics and Plannin.
2(2), 82-92. Doi:10.14710/Geoplanning.2.2.82-92.
Yollanda. A., 2011. Kajian Perubahan Tutupan Lahan dengan Menggunakan
Sistem Teknik Penginderaan Jauh Multi-temporal di Daerah Aliran
Sungai Bodri. Skripsi. Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang.
Zulkarnain, Halili, La Ode Diara, 2015. Analisis Spasial Perubahan Tutupan
Lahan pada Wilayah Pertambangan. Studi Kasus di Areal Bekas
Tambang PT. Bumi Konawe Abadi Kecamatan Motui Kabupaten
Konawe Utara. Jurusan Kehutanan Universitas halu Oleo.
75

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Survei Lapangan Pulau Kei Kecil

No Tahun Koordinat Citra Multispektral Keterangan Gambar


X Y kombinasi 432/543 Lapangan
1. 08 Agustus 242888 9349203
2019

2. 08 Agustus 242783 9349192


2019

3. 08 Agustus 250023 9342043


2019
76

No Tahun Koordinat Citra Multispektral Keterangan Gambar


. X Y kombinasi 432/543 Lapangan
5. 09 Agustus 249013 9342699
2019

6. 10 Agustus 247584 9308713


2019

7. 11 Agustus 253372 9385641


2019
77

Lampiran 2. Hasil RMS Error Citra Landsat 8 (OLI)


78

Lampiran 3. Luas Tutupan Lahan Kombinasi Citra Multispektral yang digunakan

Sumber: Hasil analisis citra multispektral Landsat 5 TM 2005.

Tabel 5. Luas Tutupan Lahan Kombinasi Citra Multispektral yang digunakan

Sumber: Hasil analisis citra multispektral Landsat 8 (OLI) 2019.

Anda mungkin juga menyukai