Lina Skripsi PDF
Lina Skripsi PDF
KAROLINA WAEL
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN PULAU KEI KECIL
BERDASARKAN ANALISIS CITRA MULTISPEKTRAL
Karolina Wael
NIM : 2015-82-045
Ttd.
Karolina Wael
2015-82-045
v
PRAKATA
Puji syukur tak hentinya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa atas berkat dan perlindungan serta anugerah-NYA penulis dapat
menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Perubahan
Tutupan Lahan Di Pulau Kei Kecil Berdasarkan Analisis Citra Multispektral”.
Penelitian ini berlokasi di Pulau Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara
Provinsi Maluku. Pengamatan lapangan berlangsung dari bulan Agustus sampai
September 2019, sedangkan analisis citra digital berlangsung dari bulan Mei sampai
bulan Juli 2019.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat ini belum sangat sempurna,
untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan guna penyempurnaannya. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya sebagai referensi bagi yang
memerlukannya.
Terselesainya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. J. M. Matinahoru, selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura Ambon.
2. Dr. Ir. Pieter. J. Kunu, MP dan Jeanne I. Nendissa, SP., MP selaku Ketua dan
Sekretaris Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura Ambon.
3. Ir. Aminudin Umasangadji, MP, dan Ir. J. A. Patty, MP selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura Ambon.
4. Ir. J.P Haumahu M.Si selaku Ketua Minat Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura Ambon.
5. Dr. Ir. W. A. Siahaya, M.Si selaku Pembimbing I dan Ir. E.Y. Gaspersz, SU
Selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, ilmu
pengetahuan, motivasi, dan semangat belajar serta mendidik penulis selama
proses penulisan.
6. Ir. H. Salampessy, M.Si sebagai mentor yang selalu memberikan dukungan dan
doa selama penyusunan skripsi.
vi
7. Dr. F. Puturuhu, SP. M.Si selaku Dosen Penguji I dan Ir. J.P. Haumahu, M.Si
Dosen Penguji II.
8. Staf dosen dan pegawai Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon,
khususnya staf dosen minat ilmu tanah, yang selama ini melayani penulis
selama menempuh pendidikan di jenjang perguruan tinggi.
9. Mahasiswa Agroekoteknologi angkatan 2013, 2014, 2015, 2016 dan 2017,
kakak Audi, Fano, Ester, Tasya, Susi, Adel, Gusti, Sri, Ama, Tika, Ayu Darso,
Irfan, Buken, Eby, Max, Bella, Iren, Ayu Sayekti, Wulan Subari, Wulan
Saepoloh, Linda, Brury, Ongen dan Nunung.
10. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman KKN Desa
Amahai Juni, Sien, Megy, Ily, Aca, Ona, Aci, Novi, Keni, Inka, Juno, Acel dan
Moce.
11. Keluarga Besar Wael, Hukunala, Solissa atas doa dan dukungan yang diberikan
selama ini.
12. Akhirnya kepada kedua orangtua tercinta papa Nadus Wael dan mama Rosa
Hukunala, ade Melda dan Putry serta kak Monik dan Jufri, penulis
mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan kepada
penulis selama ini, terutama dalam penyelesaian studi penulis.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
PRENGESAHAN .................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ......................................... iv
PRAKATA .............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 4
1.4. Luaran Penelitian ................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penginderaan Jauh ................................................................. 6
2.2. Citra Satelit ............................................................................ 7
2.3. Citra Landsat ......................................................................... 8
2.4. Muktispektral ......................................................................... 10
2.5. Klasifikasi Multi Spektral ...................................................... 11
2.6. Region of Interest (ROI) ........................................................ 15
2.7. Restorasi Citra ....................................................................... 16
2.8. Sistem Informasi Geografi .................................................... 19
2.9. Tutupan Lahan ....................................................................... 20
2.10. Deteksi Perubahan Tutupan Lahan ........................................ 21
III. METODOLOGI
3.1. Bahan Penelitian ...................................................................... 24
3.2. Desain dan Prosedur Penelitian ............................................... 24
viii
Tutupan lahan merupakan suatu kenampakan fisikal yang sulit ditinjau pada
daerah yang luas. Kondisi tutupan lahan pada suatu daerah memiliki keragaman
yang berbeda dengan kondisi tutupan lahan pada daerah lainnya, selain itu tutupan
lahan berpengaruh pula terhadap ekosistem serta kehidupan manusia secara
langsung maupun tidak langsung. Tutupan lahan sangat menarik untuk dipelajari,
dengan memperhatikan kondisi dan pola tutupan lahan kita dapat mengetahui
kondisi fisikal dan sosial pada suatu wilayah. Tutupan lahan lebih cenderung
memberikan penjelasan mengenai sumberdaya pada suatu tempat, berbeda dengan
penggunaan lahan yang lebih menjelaskan mengenai pemanfaatannya oleh
manusia.Tutupan lahan adalah vegetasi dan konstruksi artifisial yang menutup
permukaan lahan (Purwadhi dan Sanjoto, 2008 dalam Yollanda 2011).
Tutupan lahan dapat menggambarkan keterkaitan antara proses alami dan
proses sosial. Tutupan lahan dapat menyediakan informasi yang sangat penting
untuk keperluan pemodelan serta untuk memahami fenomena alam yang terjadi di
permukaan bumi. Data tutupan lahan juga digunakan dalam mempelajari perubahan
iklim dan memahami keterkaitan antara aktivitas manusia dan perubahan. Informasi
tutupan lahan yang akurat merupakan salah satu faktor penentu dalam
meningkatkan kinerja dari model-model ekosistem, hidrologi, dan atmosfer
(Bounoua et al., 2002; Jung et al., 2006; Miller et al., 2007; Running, 2008; Gong
et al., 2013; Jia et al., 2014 dalam Rizky dan Ahmad 2016).
Secara umum, praktik perubahan tutupan lahan dapat diartikan sebagai
konversi lahan menjadi lahan perkebunan dan peternakan, perluasan fungsi lahan
pertanian, penggundulan hutan, penanaman kembali fungsi lahan hutan,
penggantian tanaman, dan perluasan lahan perkotaan (Evrendilek dan Doygun,
2000 dalam N.Wijaya, 2015).
Perubahan tutupan lahan relevan dengan kegiatan antropogenik telah secara
signifikan mengubah proses biologi dan geokimia di bumi yang berkontribusi
terhadap masalah lingkungan global (Prakasam, 2010 dalam Nguyen et al., 2020).
2
Informasi tentang perubahan tutupan lahan berlaku untuk sumber daya alam
pengelolaan dan rekomendasi untuk pertumbuhan sosial ekonomi lokal di wilayah
tertentu. Oleh karena itu, pemantauan, analisis, dan pemahaman tentang konversi
perubahan tutupan lahan diperlukan untuk memberikan informasi yang cepat dan
tepat waktu tentang karakteristik penggunaan lahan saat ini dan perubahan untuk
otoritas lokal terlepas dari pembangunan berkelanjutan (Nguyen et al., 2020).
Pemantauan kondisi tutupan lahan pada suatu wilayah perlu diketahui,
terutama pada daerah yang sering berkembang akibat pertambahan
penduduk.Pertambahan penduduk mengakibatkan bertambahnya kebutuhan lahan
demi kelangsungan hidup mereka. Bertambahnya kebutuhan lahan menimbulkan
terjadinya berbagai perubahan kondisi tutupan lahan.Pelaksanaan pemantauan,
inventarisasi kondisi dan kualitas lingkungan, apabila dilaksanakan dengan
menggunakan metode survei terestrial (survei lapangan), sering tidak dapat
mengikuti laju perubahan yang sangat cepat dan membutuhkan biaya yang relatif
besar.Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan
perubahan yang cepat dengan biaya murah adalah teknologi penginderaan jauh.
Penginderaan Jauh menggambarkan objek, daerah dan gejalah di permukaan bumi,
dengan wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letaknya di permukaan
bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, permanen, dengan waktu yang
relatif cepat dan dapat menimbulkan gambaran tiga dimensional (Sutanto 1994
dalam Siahaya, 2016).
Keuntungan-keuntungan dari teknologi penginderaan jauh menyebabkan
Penggunaannya meningkat selama lima dasawarsa terakhir, hal ini disebabkan oleh
beberapa hal antara lain: Citra penginderaan jauh menggambarkan objek, daerah,
dan gejala dipermukaan bumi, berdasarkan wujud dan letak objek yang mirip
dengan wujud dan letak objek yang sebenarnya dipermukaan bumi, Relatif
lengkap, Meliputi daerah luas dan sifatnya permanen, dengan demikian citra
merupakan alat yang baik untuk pembuatan peta baik sebagai sumber data maupun
sebagai kerangka letak. Bagi daerah yang belum ada petanya, dapat digunakan
sebagai substitusi peta. Selain itu dapat juga digunakan sebagai model di lapangan.
Berbeda dengan peta yang merupakan model simbolik dan formula metematika
3
berupa model analog, citra, utamanya foto udara merupakan model ikonik, karena
wujud gambarnya mirip objek sebenarnya di lapangan (sutanto, 1994 dalam Daud
Yusuf dan Ahmad Rijal 2011).
Terdapat berbagai Metode analisis penginderaan jauh yang dikenal yaitu RVI
(Ratio Vegetation Index), SAVI (Soil Adjusted Vegetation Index), MSAVI
(Modified Soil-Adjusted Vegetation Index), NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index), TVI (Transformed Vegetation Index), PVI (Perpendicular
Vegetation Index), WDVI (Weighted Difference Vegetation Index), NLI (Non-
Linear Vegetation Index), GRVI (Green Red Vegetation Index), and WDRVI (Wide
Dynamic Range Vegetation Index), GEMI (Global Environmental Monitoring
Index), OSAVI (Optimized SAVI), GeSAVI (Generalized SAVI), GSAVI (Green
SAVI), MNLI (Modified Non-Linear Vegetation Index), ARVI (Atmospherically
Resistant Vegetation Index), dan SARVI (Soil-Adjusted and Atmospherically
Resistant Vegetation Index) dan Klasifikasi multispektral.
Klasifikasi multispektral biasanya diterapkan pada citra penginderaan jauh
seperti Landsat, IKONOS, QUICKBIRD, TERRA, NOAA, METEOSAT-5,
SPOT-4, EO-1 dan lain-lainnya (Thoha, 2008).
Klasifikasi multispektral merupakan algoritma yang diterapkan pada piksel
citra untuk mengkelaskan piksel-piksel tersebut ke dalam kelas-kelas yang seragam
berdasarkan kriteria tertentu. Asumsi yang dibangun dan yang menjadi awal bahwa
piksel-piksel yang diklasifikasikan merupakan suatu objek yang sama.Klasifikasi
yang dilakukan adalah dengan menggunakan parameter yang menjadi acuan yaitu
Region of Interest (ROI). Dalam pembuatan peta tutupan lahan menggunakan
klasifikasi terbimbing metode Maximum Likelihood pada citra Landsat 5 TM dan
citra Landsat 8 (OLI) (Apriyanti et al., 2017).
Informasi tutupan lahan terbaru dapat diperoleh melalui berbagai sumber,
misalnya teknik penginderaan jauh. Penginderaan jauh telah lama menjadi sarana
yang penting dan efektif dalam pemantauan tutupan lahan dengan kemampuannya
menyediakan informasi mengenai keragaman spasial di permukaan bumi dengan
cepat, luas, tepat, serta mudah. (Hansen et al., 2000; Liu et al., 2003; Thenkabail et
al., 2009; Gong et al., 2013 dalam Rizky dan Ahmad 2016). Sumber data
4
1. Data tutupan lahan yang tersedia sudah tidak relevan untuk digunakan
sebagai data penunjang dalam suatu perencanaan pembangunan hal ini
disebabkan karena data yang ada merupakan hasil penelitian tahun 1998
(Siahaya,1998) sehubungan dengan hal ini maka perlu dilakukan suatu
penelitian tentang tutupan lahan di Pulau Kei Kecil.
2. Belum ada suatu kajian ilmiah tentang tutupan lahan di Pulau Kei Kecil
terutama berbasis analisis spektral citra Penginderaan Jauh.
sensor yang dipasang pada wahana satelit ruang angkasa dengan ketinggian lebih
dari 400 km dari permukaan bumi (Indarto, 2014 dalam Iskandar et al., 2016).
Pemotretan dari jarak jauh akan menghasilkan citra atau foto udara, citra
Landsat ini dapat dibedakan menjadi citra foto atau foto udara dan citra non-foto.
Beberapa jenis citra yang ada saat ini antara lain citra Landsat, TERRA, IKONOS,
Quickbird, IRS dan SPOT 4 dan lainnya tergantung kepada nama dan jenis satelit
yang digunakan. Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara
balon udara atau wahana lainnya. Data tersebut berasal dari rekaman sensor yang
memiliki karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang
akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang dihasilkan
(Richards dan Jia, 2006 dalam Iskandar et al., 2016).
2.4. Multispektral
Citra multispektral adalah salah satu spasial acquisition yang menangkap data
citra pada frekuensi tertentu di seluruh spektrum elektromagnetik. Citra
multispektral merupakan tipe utama dari gambar yang diperoleh dengan
11
2. Isodata
Isodata (Iterative Self-Organizing Data Analysis Technique), yaitu suatu
algoritma clustering untuk mengklasifikasikan kelas secara merata, dimana setiap
piksel diklasifikasikan ke kelas terdekat. Isodata adalah modifikasi algoritma k-
means clustering dan dikembangkan untuk mengatasi kelemahan k-means.
Algoritma ini mencakup penggabungan kluster jika jarak pemisahnya di ruang fitur
multispektral kurang dari nilai yang ditentukan operator dan aturan untuk
membelah satu cluster menjadi dua kelompok. Metode ini membuat sejumlah besar
melewati dataset sampai hasil yang ditentukan diperoleh. Proses ini dilakukan
berulang-ulang sampai jumlah piksel dalam setiap perubahan kelas kurang dari
ambang perubahan piksel yang dipilih atau jumlah maksimum interaksi yang
ditentukan operator (Dony Kushardono 2017).
minimal terdapat 9 piksel yang yang memiliki kemiripan dan keseragaman warna
dan rona sesuai dengan titik hasil uji lapangan (Lillesand & Kiefer, 1979 dalam
Indrayani, 2017).
Analisis dari informasi statistik yang diperoleh dari lapangan dilakukan
dengan beberapa persyaratan yaitu dalam pemilihan titik objek untuk training
sample harus diambil dalam beberapa piksel dari setiap kategori atau kelas tutupan
lahan dan kemudian ditentukan lokasinya. Training sample harus diambil dari
lokasi yang cukup homogen. Banyak dari saluran yang digunakan plus satu (N+1)
merupakan jumlah dari piksel yang harus diambil dari setiap kategori atau kelas,
teori tersebut terkadang tidak terealisasikan karena pada praktiknya terkadang
jumlah dari piksel yang diambil untuk setiap kelasnya biasa mulai dari 10 sampai
dengan 100 kali dari jumlah saluran yang digunakan (Jaya, 2002 dalam Indrayani,
2017).
diklasifikasikan ke dalam tiga tipe berikut ini (Prahasta, 2008 dalam Yollanda
2011).
a. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh kondisi atmosfer. Koreksi ini
diberlakukan sebagai akibat berbagai kondisi atmosfer yang menyebabkan
penyerapan dan hamburan radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, radiasi yang
dipantulkan atau dipancarkan oleh suatu objek path-radiance (hamburan
atmosfer) perlu dikoreksi.
b. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh sudut azimuth atau ketinggian
matahari dan topografi. Radiasi sinar matahari direfleksikan dan disebarkan ke
permukaan bumi dengan adanya perbedaan sudut ini, terdapat area-area tampak
lebih terang. Sementara relief topografi dapat dikoreksi dengan menggunakan
parameter sudut antara arah radiasi sinar matahari dan vektor normal permukaan
tanah.
c. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh sensitivitas sensornya. Jika sensor
yang digunakan dari jenis optik, maka area-area yang terletak di pinggiran citra
cenderung bernuansa agak gelap jika dibandingkan dengan area-area yang
terletak di tengah citra. Koreksi pada kondisi dapat dilakukan dengan
menerapkan rumus matematis.
(lintang dan bujur) yang sebenarnya (Purwadhi dan Sanjoto, 2008 dalam Yollanda
2011).
Pada umumnya setiap piksel kelas atau level yang paling rendahnya, citra
digital (hasil perekaman) sensor-sensor satelit penginderaan jauh hadir dengan
bentuk-bentuk relatif yang sudah benar tetapi dengan aspek geometrik yang belum
akurat (memiliki kesalahan geometrik). Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu, arah lintasan, gerakan lokal satelit dan kelengkungan bumi itu sendiri.
Koreksi geometrik yang dimaksud tidak jarang dirujuk dengan beberapa istilah
yang masing-masing sangat mungkin untuk tidak mudah dibedakan satu sama
lainya. Istilah-istilah tersebut adalah geocoding, registrasi, rektifikasi, reprojection
dan lain sejenisnya. Rektifikasi adalah suatu proses yang mentransformasikan
geometrik (unsur-unsur spasial) citra digitalnya sedemikian rupa sehingga setiap
pikselnya memiliki posisi di dalam sistem koordinat dunia nyata. Ortho-rektifikasi
merujuk pada suatu proses tipe rektifikasi yang lebih akurat dari pada rektifikasi
biasa karena prosesnya juga mempertimbangkan beberapa karakteristik sensor
(kamera) dan platform (satelit atau pesawat terbang) yang digunakan. Proses ortho-
rektifikasi sangat disarankan untuk 25 dilakukan terhadap (citra digital) foto udara.
Sementara registrasi adalah proses yang dilakukan untuk menyesuaikan atau
menyamakan bentuk (aligning) dua citra digital hingga satu sama lainya dapat
overlay untuk kemudian dibandingkan. Sedangkan rotasi adalah proses memutar
orientasi sebuah citra. Reprojection adalah proses yang dilakukan untuk
mentransformasikan citra dari suatu datum dan sistem proyeksi peta ke datum
dalam sistem proyeksi peta yang lain (Prahasta, 2008 dalam Yollanda 2011).
SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam
menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta
keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan
dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi
(Aronoff, 1989 dalam Siahaya, 2016). Menurut Prahasta (2005) dalam Siahaya
(2016). SIG merupakan satu kesatuan formal yang terdiri atas berbagai sumberdaya
fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan
bumi. SIG menawarkan berbagai manfaat bagi sistem pengolah citra, tidak hanya
dalam tampilan kartografis ataupun dalam proses analisis spasi lebih lanjut,
melainkan dalam membantu meningkatkan kinerja proses klasifikasi (Danoedoro,
2012 dalam Siahaya, 2016).
Perangkat utama yang dipergunakan untuk menangani data spasial adalah
Sistem Informasi Geografis (Valenzuela, 1991; Zhou 1991 dalam Siahaya, 2016)
disingkat SIG yaitu seperangkat piranti yang mampu untuk mengumpulkan,
menyimpan, memanggil kembali, mentransformasikan dan menayangkan data
spasial dari keadaan senyatanya untuk tujuan tertentu.
Secara umum analisis dengan SIG memiliki dua keistimewaan yaitu: fungsi
analisis spasial (spatial analysis) dan fungsi analisis atribut (Prahasta, 2005 dalam
Siahaya, 2016). Fungsi spatial analysis SIG terdiri dari:
1). Fungsi klasifikasi (reclassification). Fungsi mengklasifikasikan kembali suatu
data spasial atau atribut menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan
kriteria tertentu.
2). Fungsi overlay. Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data
spasial yang menjadi masukannya. Sebagai contoh, bila untuk menghasilkan
wilayah-wilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman tertentu, misalnya padi
diperlukan data ketinggian permukaan bumi, kadar air tanah dan jenis tanah,
20
maka fungsi analisis spasial overlay akan dikenakan terhadap ketiga data
spasial dan atribut tersebut.
3). Fungsi digital image processing (pengolahan citra digital). Fungsi ini dimiliki
oleh perangkat SIG yang berbasis raster.
4). Fungsi jaringan (network),
5). Fungsi buffering,
6). Fungsi 3D-analysis,
7). Fungsi-fungsi spasial lainnya yang umum dan secara rutin digunakan di dalam
SIG.
Charter dan Agtrisari (2003) dalam Siahaya, (2016) mengemukakan bahwa
sehubungan dengan kemampuan tersebut, SIG diharapkan mampu memberikan
beberapa kemudahan sebagai berikut:
1). penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format baku,
revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih mudah,
2). data geospasial dan informasi menjadi lebih mudah dicari, dianalisis dan
direpresentasikan,
3). menjadi produk yang mempunyai nilai tambah,
4). kemampuan menukar data geospasial
5). penghematan waktu dan biaya, dan
6). keputusan yang diambil menjadi lebih baik
No Software Fungsi
1. ArcGIS 10.3 Cropping citra, analisis spasial
2. ENVI 5.1 Koreksi Geometrik, Koreksi Radiometrik dan
Analisis spektral citra
3. Microsoft excel Pengolahan data statistika
3.4.1. Persiapan
Pada tahap ini dilakukan penelusuran dan pengumpulan pustaka dari jurnal-
jurnal penelitian yang berhubungan dengan masalah penelitian melalui internet,
pengumpulan data sekunder, pencarian dan pengumpulan data citra satelit Landsat
TM tahun 2005 dan Landsat 8 OLI 2019 yang bersumber dari United States
Geological Survey (USGS) serta instalasi aplikasi untuk pengolahan citra digital
dan analisis SIG. Aplikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ArcGIS 10.3
dan ENVI 5.1.
Tahap ini merupakan tahapan pra analisis yang dilakukan terhadap citra
digital yang digunakan yaitu citra satelit Landsat 5 TM path/row 105/64 tahun
perekaman 2005 dan citra Landsat 8 (OLI) path/row 106/64 tahun perekaman 2019
yang diperoleh dari USGS.
Data citra yang digunakan ini perlu digandakan sebelum dilakukan
pengolahan lebih lanjut. Untuk memperoleh informasi yang terkandung di dalam
diperlukan koreksi atau perlakuan sesuai dengan prosedur, seperti restorasi atau
koreksi citra (koreksi radiometrik koreksi geometrik), dan pemotongan (masking)
citra.
26
Restorasi atau koreksi citra perlu dilakukannya karena pada saat proses perekaman
citra satelit berlangsung terdapat kesalahan perekaman atau distorsi yang
disebabkan oleh adanya hamburan atmosfer dan kegagalan detektor sehingga perlu
dilakukan koreksi citra untuk meminimalisirkan kesalahan-kesalahan tersebut.
Koreksi atau restorasi tersebut terdiri dari koreksi radiometrik dilakukan untuk
menghilangkan distorsi radiometrik pada citra. Distorsi radiometrik adalah
kesalahan yang terjadi pada intensitas citra yang tercatat. Koreksi geometrik
dilakukan untuk memperbaiki distorsi geometrik sehingga diperoleh citra dengan
sistem proyeksi dan koordinat yang sama. Pemotongan (masking) dilakukan untuk
27
a. Koreksi Geometrik
Keterangan :
Xpeta, Ypeta = posisi objek pada koordinat peta
Ximg,Yimg = posisi objek pada koordinat citra (kolom,baris)
a0 ,a1,a2, b0, b1, b2 = parameter transformasi
RMSE = ∑ = 1( − ) .......(3.5)
Keterangan :
N = jumlah total Ground Control Point (GCP)
Ei dan Ni = koordinat Easting Northing ( XY) dari GCP ke-i. Yang
dihitung menggunakan transformasi f1 dan f2
b. Koreksi Radiometrik
Keterangan :
Y= Nilai spektral setiap piksel
Pada tahap ini akan dilakukan proses interpretasi terhadap citra yang telah
terkoreksi secara radiometrik maupun geometrik yang terdiri dari:
29
1. Analisis citra
Analisis citra dilakukan terhadap citra landsat multitemporal terkoreksi yang
telah dilakukan pemotongan (cropping).
2. Analisis multispektral
Analisis multispektral yaitu melakukan penggabungan saluran dengan metode
pendekatan terbimbing (supervised), menggunakan klasifikasi kelas Region of
Interest (ROI) pada saluran-saluran spektral yang digunakan kemudian
dilakukan klasifikasi maximum likelihood pada beberapa training area (daerah
contoh) sebagai kelas penampakan objek tertentu. Kombinasi saluran yang
digunakan untuk citra Landsat 5 TM 2005 dan citra Landsat 8 (OLI) 2019 dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kombinasi Saluran Yang Digunakan Untuk Citra Landsat 5 TM 2005 dan
Citra Landsat 8 2019 (OLI)
Kombinasi Saluran
No
Citra Landsat 5 TM 2005 Citra Landsat 8 (OLI)
1. Kombinasi 432 Kombinasi 543
2. Kombinasi 321 Kombinasi 432
3. Kombinasi 351 kombinasi 462
4. Kombinasi 543 Kombinasi 654
5. Kombinasi 754 Kombinasi 765
Uji ketelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil interpretasi
yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan serta mengukur beberapa titik
(sampel area) yang dipilih dari setiap bentuk penutupan lahan yang homogen.
Besarnya tingkat akurasi akan diperoleh dari hasil uji ketelitian, yang dihitung dari
matriks analisis akurasi dengan formulasi sebagai berikut:
Producer’s accuracy = x 100%
User’s accuracy = x 100%
∑ ∑
Kappa accuracy = x 100%
² ∑
∑
Overall accuracy = × 100%
Keterangan:
N = jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan
R = jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas)
Xkk = jumlah piksel pada kelas bersangkutan (diagonal matriks)
Xkt = ⅀Xij (jumlah semua kolom pada baris baris ke i)
Xtk = ⅀Xij (jumlah semua kolom pada baris ke j).
31
4.1.1.2. Fisiografi
4.1.1.3. Iklim
Mei merupakan periode transisi (peralihan; pancaroba) dari musim hujan ke musim
kemarau, sedangkan bulan Oktober dan November merupakan periode transisi
(peralihan; pancaroba) dari musim kemarau ke musim hujan.
Beberapa unsur iklim di lokasi penelitian selama periode 1989-2018, yang
dianalisis oleh (Laimeheriwa, 2019 dalam Laporan Akhir Tim Fakultas Pertanian,
2019) berdasarkan Data Klimatologi Stasiun Meteorologi Tual tertera pada
Tabel 4.
Tabel 4. Kondisi Iklim Pulau Kei Kecil
Curah Hari Kelembaban Lama Kecepatan
Suhu Udara (°C)
Bulan Hujan Hujan Udara Penyinaran Angin (knot)
(mm) (hari) Rerata Maks. Min. (%) (%) Rerata Maks
Jan. 410 22 27,3 31,3 24,1 87 49 6 32
Feb. 338 21 27,0 31,2 24,0 86 47 5 35
Mar. 335 20 27,0 31,5 24,0 86 50 5 31
Apr. 307 19 27,1 31,4 24,1 85 52 5 30
Mei 231 18 27,4 31,3 24,3 84 58 5 24
Jum. 201 16 26,6 30,2 24,1 84 50 7 25
Jul. 115 14 26,3 29,8 23,8 84 56 8 26
Agu. 57 10 26,2 30,0 23,5 84 65 8 26
Sep. 59 7 27,0 31,1 23,9 84 69 7 28
Okt. 88 8 27,9 32,4 24,1 82 72 6 24
Nov. 174 13 28,1 32,6 24,2 85 62 4 20
Des. 401 22 27,5 30,0 24,1 86 42 4 24
Thn. 2.716 190 27,1 31,1 24,0 85 56 6 35
Sumber : Stasiun Meteorologi Tual
Pulau Kei Kecil dinyatakan sebagai wilayah beriklim basah atau mirip dengan
daerah humid. Penciri utama iklim di wilayah ini adalah curah hujan yang cukup
tinggi, rata-rata 2.716 mm/tahun. (Tabel 3) Puncak curah hujan (rata-rata 401-410
mm) terjadi dalam bulan Desember-Januari, sedangkan bulan Agustus-September
merupakan bulan terkering dalam setahun dengan rata-rata curah hujan 57-59 mm.
Selama setahun, rata-rata terjadi 190 hari hujan dengan sebaran nilai bulanan mulai
dari yang terendah 7 hari hujan dalam bulan September hingga tertinggi 22 hari
hujan dalam bulan Desember dan Januari.
Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Oldeman (1975) dalam Laimeheriwa
(2014), Pulau Kei Kecil memiliki tipe iklim B2 yang dicirikan oleh jumlah bulan
basah (curah hujan > 200 mm) selama 7 bulan berturut-turut, yaitu Desember - Juni,
dan bulan kering (curah hujan < 100 mm) berlangsung 3 bulan, yaitu Agustus -
33
4.1.1.4. Penduduk
Jumlah penduduk yang mendiami Pulau Kei Kecil sebanyak 58.293 jiwa yang
tersebar di 6 Kecamatan. Jumlah penduduk yang mendiami Kecamatan Kei Kecil
sebanyak 28.842 jiwa yang terdiri dari 14.199 laki-laki dan 14.643 perempuan. Kei
Kecil Barat sebanyak 5.885 jiwa terdiri dari 2.959 laki-laki dan 2.926 perempuan.
Kecamatan Kei Kecil Timur memiliki Jumlah penduduk 6.637 yang terdiri dari
3.297 laki-laki dan 3.340 perempuan. Kecamatan Hoat Sorbay memiliki jumlah
penduduk 7.367 jiwa yang terdiri dari 3.597 laki-laki dan 3.770 perempuan.
Kecamatan Manyeuw memiliki jumlah penduduk 5.233 jiwa yang terdiri dari
2.607 laki-laki dan 2.626 perempuan dan Kecamatan Kei kecil Timur Selatan
memiliki jumlah penduduk 4.329 jiwa yang terdiri dari 2.112 laki-laki dan 2.217
perempuan. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada setiap
kecamatan di Pulau Kei Kecil disajikan pada Tabel 5.
Pada tahap prosesing citra satelit dilakukan beberapa koreksi dan perbaikan
citra agar citra yang digunakan memenuhi kondisi yang ideal dan nilai spektral
pantulan objek dan nilai geometrik citra satelit. Tahap pre-processing citra pada
penelitian ini meliputi: Koreksi radiometrik dan koreksi geometrik.
a. Koreksi radiometrik
b. Koreksi geometrik
a. Klasifikasi Multispektral
Gambar 34. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 543: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral
Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 543) citra Landsat 8 (OLI) 2019
55
Gambar 35. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 432: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral
Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 432) citra Landsat 8 (OLI) 2019
56
Gambar 36. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 642: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral
Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 642) citra Landsat 8 (OLI) 2019
57
Gambar 37. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 654: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral
Sumber hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 654) citra Landsat 8 (OLI) 2019
58
Gambar 38. Citra Landsat 8 (OLI) 2019 Kombinasi 765: a) Sebelum Klasifikasi
Multispektral; b) Sesudah Klasifikasi Multispektral
Sumber: hasil klasifikasi multispektral (kombinasi 765) citra Landsat 8 (OLI) 2019
59
59
Gambar 39. Peta Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2005
60
60
Gambar 40. Peta Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2019
61
61
Gambar 41. Peta Perubahan Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2005 dan 2019
62
4.2. Pembahasan
Kombinasi 321/432
Kombinasi 432/543
Tipikal kombinasi komposit false color seperti di foto udara. Saluran merah
mendeteksi puncak pantulan dari vegetasi, juga membedakan tipe vegetasi,selain
itu membedakan tanah dan perairan, saluran hijau membedakan tanah dan vegetasi
serta tipe tipe hutan dan saluran biru cocok untuk penetrasi air, pada perairan
jernih bisa masuk sekitar 25 meter, dengan kata lain kita bisa juga mendeteksi
transportasi sedimen di perairan. Kombinasi ini menampilkan vegetasi berwarna
merah, merah yang lebih terang menandakan vegetasi yang lebih dewasa. Tanah
dengan sedikit atau tanpa vegetasi antara putih (pasir atau garam) sampai hijau atau
coklat tergantung kelembaban dan kandungan organik. Air nampak biru, perairan
jernih akan terlihat biru gelap atau hitam sedangkan perairan dangkal atau air
dengan konsentrasi sedimen tinggi akan tampak biru muda. Area permukiman
berwarna biru kecoklatan.
Kombinasi 543/654
lahan dan air. Kombinasi ini memberikan kita informasi berguna mengenai
vegetasi, dan banyak digunakan pada aplikasi manajemen kayu dan serangan hama.
Kombinasi 531/642
Kombinasi 754/764
Tabel 19. Data Perubahan Tutupan lahan Tahun 2005 dan 2019
Kelas Luas (Ha) Luas (Ha) Luas Perubahan
Tutupan Lahan 2005 2019 (Ha)
Pemukiman 5063.0 16164.5 + 11100.5
Hutan Sekunder 12554.2 4907.7 - 7646.5
Tubuh Air 25.6 23.9 - 1.8
Semak 12981.1 16185.7 + 3204.6
Kebun Campuran 13574.6 6782.4 - 6792.2
Lahan Terbuka 472.8 888.1 + 415.4
-
Awan 1875.0 1597.4 2768.6
Jumlah 46548.3 46549.7 + 1.4
Keterangan: + (Penambahan); - (Pengurangan)
Sumber: Hasil Analisis Peta Tutupan Lahan Tahun 2005 dan 2019.
Dalam penelitian ini tutupan lahan dibedakan ke dalam 6 (enam) kelas yaitu
Pemukiman, Hutan sekunder, Tubuh air, Semak, Kebun campuran dan Lahan
terbuka (Tabel 19). Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa selama periode tahun
2005-2019 terdapat 3 (tiga) jenis tutupan lahan yang mengalami penurunan luas
(hutan sekunder, tubuh air, dan kebun campuran) dan 3 (tiga) jenis tutupan lahan
67
Penambahan luas tutupan lahan lahan terbuka dari 472.8 ha, pada tahun 2005
menjadi 888.1 ha tahun 2019 penambahan ini terjadi karena adanya pengalihan
fungsi lahan dari beberapa jenis tutupan lahan yaitu semak seluas 457.8 ha,
pemukiman seluas 199.1 ha, kebun campuran seluas 120.4 ha dan hutan sekunder
seluas 42.3 ha. Luas pengalihan fungsi tutupan lahan dari tahun 2005 - 2019 dapat
dilihat pada Tabel 19.
Hasil ini didukung oleh pendapat As-Syakur (2009) yang mengemukakan
bahwa tutupan lahan berupa pertanian dan lahan hutan cenderung mengalami
penurunan luas pada selang waktu tertentu. Sedangkan pada tutupan lahan berupa
pemukiman maupun lahan terbuka dan semak mengalami pertambahan luas lahan
pada selang waktu yang sama.
Tabel 21. Matriks Konfusion Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2005
Tabel 21 menunjukkan nilai Overall accuracy sebesar 95% dan nilai Kappa
sebesar 0.95%. Hal ini menunjukkan bahwa piksel-piksel dalam area contoh telah
terkelaskan dengan baik, dengan tingkat akurasi ≤ 85% (Lillesand dan Kiefer, 1990
dalam Zulkarnain et al., 2015). Evaluasi akurasi hasil interpretasi dilakukan dengan
menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix), dimana matriks ini
membandingkan informasi dari citra hasil klasifikasi pada sejumlah area yang
terpilih. Matriks hasil evaluasi akurasi untuk tutupan lahan tahun 2019 disajikan
pada Tabel 22.
70
Tabel 22. Matriks Konfusion Tutupan Lahan Pulau Kei Kecil Tahun 2019
Hasil Total User Comision
Interpretasi PM HS TA SM KC LT A Baris Acc Error
Citra
PM 163 2 1 4 5 175 93 6
HS 278 284 97 2
TA 2 76 1 78 97 2
SM 2 105 208 98 1
KC 1 104 104 100 0
LT 1 34 35 97 2
A 73 74 98 1
Total kolom 167 278 80 105 105 39 78 958
Producer Acc 97 100 95 100 73 87 93
(%)
Overal Acc 97
(%)
Kappa 0.96
(%)
Keterangan : PM (Pemukiman), HS (Hutan sekunder), SM (Semak), KC (Kebun campuran), LT
(Lahan terbuka), A (Awan).
Sumber: Hasil analisis citra Landsat 8 (OLI) tahun 2019.
Hasil evaluasi akurasi citra Landsat 8 tahun 2019 menghasilkan nilai Overall
accuracy sebesar 97% dan nilai Kappa sebesar 0.96%. Hal ini menunjukkan bahwa
piksel-piksel dalam area contoh telah terkelaskan dengan baik, dengan tingkat
akurasi ≤ 85% (Lillesand dan Kiefer, 1990 dalam Zulkarnain et al., 2015).
Kesalahan klasifikasi untuk kelas-kelas tersebut dapat terjadi karena kondisi citra
yang digunakan, seperti adanya kesamaan reflektansi dari piksel- piksel seperti
yang terjadi pada pemukiman, lahan terbuka dan tubuh air. Faktor lain yang
menyebabkan kesalahan klasifikasi adalah adanya perbedaan kondisi atmosfer,
perubahan kadar air dan perbedaan sudut matahari. Perbedaan kondisi ini terjadi
karena perbedaan tanggal waktu perekaman dari kedua citra.
71
BAB V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alfian Hedy Ramdhan, 2018. Analisis Digital Citra Landsat untuk Identifikasi
Perubahan Lahan Terbangun Akibat Pengembangan Jalur Jalan Lintas
Selatan Jawa di Sebagian Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta Terbangun.
Arnanda Mahebi. W., 2020. Aplikasih Citra Sentinel-2A untuk Pemetaan Tutupan
Lahan di Kabupaten Jember. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember.
As-Syakur, A. R. I. W. Suarna, I.W. Sandi Adnyana, I. W. Rusna, I. A Alit
Laksmiwati, I.W. Diara, 2009. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di
DAS Badung. Jurnal Bumi Lestari. 10 (2), 200-208.
Bambang Syaeful Hadi, 2019. Penginderaan Jauh Pengantar Ke Arah
Pembelajaran Berpikir Spasial. Fakultas Teknik Universitas Yogyakarta.
Bambang Setiyono, 2006. Deteksi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra
Satelit Landsat ETM+ di Daerah Aliran Sungai (DAS) Juwana Jawa
Tengah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Daud Yusuf dan Ahmad syamsul Rijal, 2011. Buku Ajar Penginderaan Jauh.
Program Studi Pendidikan Geografi.
Djurdjani dan Kartini, 2004. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Teknik
Geodesi UGM.
Dony Kushardono, 2017. Buku Klasifikasi digital pada penginderaan jauh.
Jakarta: Penerbit IPB Press.
Endi Hari Purwanto dan Reza Lukiawan, 2019. Parameter Teknis dalam Usulan
Standar Pengolahan Penginderaan Jauh Metode Klasifikasi Terbimbing.
Jurnal Standarisasi Vol. 21 No. 1 Hal 67-78.
Faisal M., 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan untuk Permukiman dan
Industri Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). IKIP
Veteran Semarang.
H.T.T. Nguyen, T. A. Pham, M. T. Doan, P. T. X. Tran, 2020. Land Use/Land
Cover Change Prediction Using Multi-Temporal Satellite Imagery and
Multi-Layer Perception Markov .Tay Nguyen University.
Indrayani J., 2017. Perbandingan Metode Klasifikasi Maximum Likelihood dan
Minimum Distance Pada Pemetaan Tutupan Lahan di Kota Langsa.
Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.
Inopianti Nita dan Dede Ramdan, 2016. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis
(SIG) dan Penginderaan Jauh dalam Pemetaan Tutupan Lahan di
Kabupaten Banjar Negara. Institut Pertanian Bogor.
73
Ikram R., 2012. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Dengan Pemanfaatan Citra
Landsat di Kabupaten Bantul Tahun 2001, 2004 dan 2012. Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Iskandar Fauzi M., Awaludin dan Bambang Darmo Yuwono, 2016. Analisis
Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang/wilayah di
Kecamatan Kutoarjo Menggunakan Sistem Informasi Geografis Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
Laimeheriwa S., 2014. Analisis Tren Perubahan Curah Hujan pada Tiga Wilayah
dengan Pola Hujan Berbeda di Provinsi Maluku. Jurnal Budidaya
Pertanian 10(02):71-78.
Lillesand. T. M. And R.W. Kiefer, And J.W.Chipman, 2004. Remote Sensing and
Image Interpretation. (The 5th edition). Jhon Wiley & Sons, Inc. New
York.
Melania Swetika. R dan Jajang Susatya, 2019. Pemanfaatan Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Ruang Terbuka Hijau
di Kabupaten Klaten. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nuryahya A., 2015. Analisis Tutupan dan Penggunaan Lahan. Institut Pertanian
Bogor.
Purwanto Ajun, 2014. Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis untuk Pemantauan Perubahan Penggunaan lahan di
Lingkungan Kampus 2 STKIP-PGRI Pontianak Tahun 2003-2011.
Jurnal Edukasi. Vol 12 No. 1 Juni 2014.
Rizky Mulyo Sampurno dan Ahmad Thoriq, 2016. Klasifikasi Tutupan Lahan
Menggunakan Citra Landsat 8 (OLI) di Kabupaten Sumedang.
Samsul Arifin dan Taufik Hidayat, 2014. Kajian kriteria Standar pengolahan
klasifikasi visual berbasis data inderaja multispektral untuk informasi
spasial tutupan lahan. Seminar Nasional Penginderaan, LAPAN.
Sari Eka, 2015. Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten
Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka.
Institut Pertanian Bogor.
Siahaya.W. A., 2016. Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan
Penutup Bentik Dasar Perairan Pesisir Pulau Kecil Berdasarkan Citra
Satelit Resolusi Menengah (studi kasus empat belas DAS yang bermuara
di Teluk Ambon). Disertasi S3 Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Sri Malahayati Yusuf, Kukuh Murtilaksono dan Yuli Suharnoto, 2018. Analisis
dan Prediksi Perubahan Tutupan Lahan di DAS Citarum Hulu. Tesis.
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Thoha, 2008. Karakteristik Citra Satelit. Sumatera Utara. Universitas Sumatera
Utara.
74
LAMPIRAN