Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RUANG ADENIUM RSD dr. SOEBANDI

JEMBER

OLEH :

NIM.
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien :

.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
....................................

Telah Dilaksanakan Pada Tanggal ......................................Di


Ruang ....................................... RSD..............................................

Asuhan Keperawatan ini diajukan sebagai salah satu evaluasi (penilaian) pada
Praktek Klinik Keperawatan III

..................., ............................. 2021

Pembimbing Ruangan, Pembimbing Akademik,

.................................... ............................................

Kepala Ruangan

.....................................
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Pada Klien :

.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
....................................

Telah Dilaksanakan Pada Tanggal ......................................Di


Ruang ....................................... RSD..............................................

Laporan pendahuluan ini diajukan sebagai salah satu evaluasi (penilaian) pada
Praktek Klinik Keperawatan III

..................., ............................. 2021

Pembimbing Ruangan, Pembimbing Akademik,

.................................... ............................................
LEMBAR KONSULTASI

Nama :
Ruangan : Adenium

N TANGGAL MATERI YANG DIKONSULTASIKAN PARAF CI


O
LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. PENGERTIAN

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerator kurang dari 50 ml/menit. (Suryono RF, 2001 dalam
Rendi, 2012)
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit ginjal tahap akhir. Progresif dan
ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk memepertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolik yang menyebabkan uremia (Bararah, 2013)
Penyakit ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir
dan kematian. (Padila, 2012)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis adalah :
1. Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis
2. Penyakit peradangan glumerulonefriti
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodus sklerosi sistemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gocit, hiperparatiroirisme)
7. Netropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(price dan wilson, 1994 dalam rendi, 2012)
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Kardiovaskular.
- Hipertensi.
- Pitting edema.
- Edema periorbital.
- Pembesaran vena leher.
- Friction rub perikardial.
2. Pulmoner.
- Krekel
- Napas dangkal
- Kusmaul.
- Sputum kental dan liat.
3. Gastrointestinal.
- Anoreksia, mual dan muntah.
- Pendarahan saluran Gl.
- Ulserasi dan pendarahan pada mulut.
- Konstipasi/diare.
- Napas berbau amonia.
4. Muskuloskeletal.
- Kram otot.
- Kehilangan kekuatan otot.
- Fraktur tulang.
- Foot drop.
5. Integumen.
- Warna kulit abu-abu mengkilat.
- Kulit kering, bersisik.
- Pruritus.
- Ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh.
- Rambut tipis dan kasar
6. Reproduksi
- Amenore
- Atrofi testis (Bararah, 2013).

D. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus


dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 4 dari nefron-nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -90%. Pada tingkat
ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit
atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368 dalam Rendi, 2012)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
memperngaruhi setiap sistem tubu. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. (Brunner & Suddarth, dalam Rendi, 2012)
WOC

Diabetes Melitus

Kerusakan
nefron

GFR
menurun
CKD

Penumpukan toksik uremik Produksi renin


Penimbunan asam
meningkat
dalam tubuh

Penurunan Kulit
Angiostensin
eritropiel pH menurun
I

Ureum pada
jaringan Angiostensin
CO2 II
Produksi sel darah
Kulit kering menurun
merah menurun
dan pecah Sekresi
pCO2 aldosteron
Gangguan
meningkat
Perfusi Perifer integritas
Anemia Reab Na, air
Tidak Efektif
Pernafasan
kusmaul
Metabolisme Cairan menumpuk
sel menurun Gangguan dalam jaringan
Pola Nafpas

Energi
Kelebihan volume
cairan

Intoleransi
Aktivitas
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Urine
 Volume
 Warna
 Sendimen
 Berat jenis
 Kreatinin
 Protein
2. Darah
 BUN/ kreatinin
 Hitung darah lengkap
 Sel darah merah
 Natrium serum
 Kalium
 Magnesium fosfat
 Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
 Menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
 Pielografi dilakukan bila di curigai adanya obstruksi yang refersibel
 Arteriogram ginjal
4. Sistouretrogram berkemih
 Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalaman,ureter,
5. Retensi Ultrasono ginjal
 Menunjukan ukuran kandung kemih dan adanya massa, kista, obstruksi
pada saluran kemih bagian atas
6. Biopsi ginjal
 Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menemukan sel jaringan untuk
diagnosis histology
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
 Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor efektif
8. EKG
 Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertropi ventrikel dan tanda-tanda pericarditis (Rendi,
2012)
F. PENATALAKSANAAN

1. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.


Biasanya tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis
ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan
keseimbangan cairan.
2. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan uremia,
menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan
berlebih dari kalium dan garam.
3. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan. garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan
diuretik loop, selain obat antihipertensi.
4. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk
mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga
60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan
ekskresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi
nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan
pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar
kalium plasma dan EKG.
5. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3.000 mg)
pada setiap makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih
ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya
toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
8.Deteksi dini dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati
perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat,
kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan
untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
9. Persiapkan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan
dialisis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski
telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi. (Rendi, 2012)
G. KONSEP HEMODIALISA
a. Definisi Hemodialisa
Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat
lain melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada
ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner &
Suddarth, 2013). Dializer merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel.
Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut
dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi
permiabel (Pardede, 2009).
Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah klien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan ketubuh klien. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu
difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi penderita Penyakit Ginjal Kronis, hemodialisa
akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyebabkan
penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari
gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup klien (Pardede, 2009).
b. Prinsip-prinsip Hemodialisa
Dialisis berkesinambungan merupakan terapi pengganti (replacement
treatment) pada klien CRF stadium terminal. Dialisis digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk-produk sampah dari dalam tubuh saat ginjal tidak dapat
melakukanya lagi. Prinsip hemodialisis adalah menempatkan darah berdampingan
dengan cairan dialisat yang dipisahkan oleh suatu membrane (selaput tipis) yang
disebut membrane semi permeable. Membrane hanya dapat dilalui oleh air dan zat
tertentu (zat sampah) dengan BM kecil sampai sedang. Ada 3 prinsip dasar dalam HD
yang bekerja pada saat yang sama yaitu (Pardede, 2009):
1) Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan karena
adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan dialisat. Perpindahan
molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih
rendah. Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu membrane semi permeable
yang membatasi kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Proses difusi
dipengaruhi oleh :
a) Perbedaan konsentrasi
b) Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar)
c) QB (Blood Pump)
d) Luas permukaan membran
e) Temperatur cairan
f) Proses konvektik
g) Tahanan / resistensi membran
h) Besar dan banyaknya pori pada membran
i) Ketebalan / permeabilitas dari membrane
2) Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Tekanan hidrostatik /ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen
darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif
dalam kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negatif dalam
kompartemen dialisat (negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane
pressure) dalam mmHg.
3) Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya
perbedaan tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat. Proses osmosis ini lebih
banyak ditemukan pada peritoneal dialysis (Haryati, 2010).
c. Indikasi Hemodialisa
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada penyakit ginjal kronis
adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis
dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah
(Sylvia & Wilson, 2015): 1) Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata 2) K serum
> 6 mEq/L 3) Ureum darah > 200 mg/Dl 4) pH darah < 7,1 5) Anuria berkepanjangan
( > 5 hari ) 6) Fluid overloaded
d. Kontraindikasi Hemodialisis
Menurut PERNEFRI (2013), kontraindikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,
instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal,
sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut. e. Komplikasi
Hemodialisa Hemodialisis merupakan intervensi untuk mengganti sebagian dari
fungsi ginjal. Intervensi ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir
stadium akhir. Walaupun intervensi hemodialisis saat ini mengalami perkembangan
yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis
saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang
menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis.
Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis
regular, namun sekitar 5-15% dari responden hemodialisis tekanan darahnya justru
meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension
(Agarwal dkk dalam Mahmudah, 2017).
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas Klien :
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosa medis.
2) Identitas Penanggung Jawab :
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama :
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari lemas, gelisah
sampai penurunan kesadaran, pengeluaran urine sedikit, tidak dapat BAK,
tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas berbau amonia, dan gatal pada kulit.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan kesadaran,
perubahan pola napas, edema, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau amonia, rasa sakit kepala, dan perubahan pemenuhan
nutrisi.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penyakit batu saluran kemih,
infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan
hipertensi.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder
seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit
gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
f. Fokus Pengkajian
 Aktifitas /istirahat
Gejala:
 Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
 Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
 Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
 Sirkulasi
Gejala:
 Riwayat hipertensi lama atau berat
 Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda:
 Anemia
 Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak
tangan.
 Disritmia jantung
 Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
 Friction rub perikardial
 Pucat pada kulit
 Kecenderungan perdarahan
 Integritas ego
Gejala:
 Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
 Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda:
 Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
 Eliminasi
Gejala:
 Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
 Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda:
 Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah,coklat, berawan
 Oliguria, dapat menjadi anuria
 Makanan/cairan
Gejala:
 Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
 Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan amonia)
Tanda:
 Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
 Perubahan turgor kuit/kelembaban
 Edema (umum, tergantung)
 Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
 Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
 Neurosensori
Gejala:
 Sakit kepala, penglihatan kabur
 Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak
kaki
 Kebas/kesemutandan kelemahan khususnya ekstrimitas bawah (neuropati
perifer)
Tanda:
 Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma
 Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
 Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
 Nyeri/kenyamanan
Gejala:
 Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
Tanda:
 Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
 Pernapasan
Gejala:
 Nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum
Tanda:
 Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
 Batuk produktif dengan dengan sputum merah muda encer (edema paru)
 Interaksi sosial
Gejala:
 Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
 Penyuluhan
 Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter,
kalkulus urinaria
 Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
 Penggunaan antibiotik nr\efrotoksik saat ini/berulang (Doenges, E
Marilynn, 2000 dalam Rendi, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan
a. D.0005 Pola Napas Tidak Efektif
Definisi :
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab :
Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
Gejalan dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1. Dispnea
Objektif :
1. Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul cheyne-
stokes).
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip.
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
b. D.0056 Intoleransi Aktivitas.
Definisi :
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari
Penyebab :
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1. Mengeluh lelah
Objektif :
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif :
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukan iskemia
4. Sianosis
Kondisi Klinis Terkait :
1. Anemia
2. Gagal jantung kongesif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolik
8. Gangguan musculoskeletal
c. D.0129 Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
Definisi :
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea,
fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan /atau ligamen
Penyebab :
Kelebihan/kekurangan volume cairan
Gejala dan tanda mayor :
Objektif :
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Gejala dan tanda minor
Objektif :
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hermatoma
Kondisi klinis terkait :
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes melitus
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS)
d. D.0009 Perfusi Perifer Tidak Efektif.
Definisi :
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme
tubuh.
Penyebab :
Penurunan konsentrasi hemoglobin
Gejala dan Tanda Mayor :
Objektif :
1. Pengisian kapiler >3 detik.
2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba.
3. Akral teraba dingin.
4. Warga kulit pucat.
5. Turgor kulit menurun.
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1. Parastesia.
2. Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten).
Gejala dan Tanda Minor :
Objektif :
1. Edema.
2. Penyembuhan luka lambat.
3. Indeks ankle-brachial < 0,90.
4. Bruit femoral.
Kondisi Klinis Terkait :
1. Tromboflebitis.
2. Diabetes melitus.
3. Anemia.
4. Gagal Jantung kongenital.
5. Kelainan jantung kongenital/
6. Thrombosis arteri.
7. Varises.
8. Trombosis vena dalam.
9. Sindrom kompartemen.
e. D.0022 Hipervolemia.
Definisi :
Peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan / atau intraselular.
Penyebab :
1. Gangguan mekanisme regulasi
2. Kelebihan asupan cairan
3. Kelebihan asupan natrium
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif :
1. Ortopnea
2. Dispenea
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Objektif :
1. Ederma anasarka dan/atau ederma perifer
2. Berat badan meningkat dalam waktu singkat
3. Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Cental Venous Pressure (CVP)
meningkat
4. Refleks hepatojugular positif
Gejala dan Tanda Minor
Objektif
1. Ditensi vena jugularis
2. Terdengar suara nafas tembahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari output (balans cairan positif)
7. Kongesti paru
Kondisi Klinis Terkait :
1. Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/kronis, sindrome nefrotik
2. Hipoalbuminemia
3. Gagal jantung kongestif
4. Kelainan hormon
5. Penyakit hati (mis. sirosis, asites, kanker hati)
6. Penyakit vena perifer (mis. varises vena, trombus vena, plebtis)
7. Imobilitas

3. Intervensi Keperawatan
a. Pola Napas Tidak Efektif
SLKI : Pola Napas
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat.
1. Dispnea (5) menurun
2. Kapasitas vital (5) meningkat
3. Frekuensi napas (5) membaik
4. Pernapasan cuping hidung (5) menurun
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Manajemen jalan napas 1. Mengetahui frekuensi, kedalaman, dan
1. Monitor pola napas irama pernapasan
2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Mengetahui ada tidaknya bunyi napas
3. Posisikan semi fowler / fowler tambahan
4. Berikan oksigen jika perlu 3. Membantu memaksimalkan ekspansi
paru
4. Memaksimalkan pernafasan

b. Intoleransi Aktivitas
SLKI : Toleransi aktivitas
Definisi : Respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga.
1. Frekuensi nadi (5) meningkat
2. Saturasi oksigen (5) meningkat
3. Dispnea saat aktivitas (5) menurun
4. Keluhan lelah (5) menurun
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Manajemen Energi 1. Mengetahui hal yang mengakibatkan
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh kelelahan
yang mengakibatkan kelelahan 2. Lingkungan yang nyaman membuat
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional pasien rileks
3. Sediakan lingkungan nyaman dan 3. Meningkatkan kenyamanan istirahat
rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, serta dukungan fisiologis
kunjungan) 4. Meningkatkan kemampuan pasien
4. Lakukan latihan rentang gerak pasif dalam bergerak
atau aktif 5. Mempercepat proses penyembuhan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

c. Resiko Gangguan Integritas Kulit / Jaringan


SLKI : Integritas kulit dan jaringan
Definisi : Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
1. Perfusi jaringan (5) meningkat
2. Hidrasi (5) meningkat
3. Kerusakan jaringan (5) menurun
4. Kerusakan lapisan kulit (5)
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Perawatan integritas kulit 1. Memberi pengetahuan penyebab
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
integritas kulit 2. Mengetahui darah dan urine
2. Monitor hasil laboratorium (tes darah dan 3. Mencegah
tes urine) 4. Mengetahui penyebab gangguan
3. Ajarkan diet yang diprogramkan (diet integritas kulit
rendah protein, garam, batasi minum)
4. Edukasi penyebab gangguan integritas
kulit

d. Perfusi perifer tidak efektif


SLKI : Perfusi perifer
Definisi : Keadekuatan aliran darah pembuluh darah distal untuk menunjang fungsi
jaringan.
1. Denyut nadi perifer (5) meningkat
2. Nyeri ekstremitas (5) menurun
3. Kelemahan otot (5) menurun
4. Turgor kulit (5) membaik
5. Pengisian kapiler (5) membaik
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Transfusi Darah 1. Untuk menghindari anemia pada
1. Identifikasi rencana transfusi pasien dengan beberapa kondisi
2. Berikan NaCl 0.9% 50-100 ml sebelum 2. Untuk mencegah terjadinya overload
transfusi dilakukan terapi
3. Berikan transfusi darah dalam waktu 3. Untuk mengurangi resiko terjadinya
maksimal 4 jam infeksi bacterial pada pasien
4. Dokumentasikan tanggal, waktu, 4. Untuk mengetahui
jumlah darah, durasi dan respon tanggal,waktu,jumlah darah, durasi,
transfusi dan respon pasien setelah darah di
5. Jelaskan tujuan dan prosedur transfusi transfusikan
5. Agar pasien mengetahui tindakan yg
akan dilakukan
e. Hipervolemia
SLKI : Status cairan
Definisi : Kondisi cairan intravaskuler, intersitiel, dan intraseluler
1. Membram mukosa (5) membaik
2. Edema perifer (5) menurun
3. Tekanan nadi (5) membaik
4. Tekanan darah (5) membaik
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia 1. Mengetahui tanda dan gejala
2. Monitor intake dan output cairan hipovolemia
3. Batasi asupan cairan dan garam 2. Menjaga keseimbangan cairan pasien
4. Timbang berat badan setia hari dengan 3. Pasien paham cara membatasi cairan
waktu yang sama 4. Menimbang berat badan dapat
5. Kolaborasi pemberian diuretik menunjukkan keparahan dari edema
pasien
5. Diuretik bertujuan untuk menurunkan
volume plasma dan menurunkan
retensi cairan di jaringan sehingga
menurunkan resiko terjadinya edema
paru
DAFTAR PUSTAKA

Clevo, RM. & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam, Yogyakarta: Nuha Medika

Bararah, T. & Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Profesional Jilid 2, Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta

Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah, Jogyakarta: Nuha Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi danIndikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Implementasi Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai